Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASURANSI DALAM PERSPEKTIF FIKIH, RUMAH SAKIT SYARIAH,


DAN AKAD AKAD PADA PARIWISATA

Dosen pengampu: Mukhlis, S.HI., M.SH

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

-NANCY QONITHA

-ANNISA DIVA PRATIWI

-SRI SYAHFRIDA

PERBANKAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM HUBBULWATHAN DURI

2023-2024

1|Page
KATA PENGANTAR
Assalamual’aikum warohmatullohi wabarokatuh

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt karena atas limpahan rahmat dan karunianya kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul " ASURANSI DALAM PERSPEKTIF FIKIH,
RUMAH SAKIT SYARIAH, AKAD AKAD PADA PARIWISATA” Shalawat dan salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda nabi Muhammad Saw, para keluarga, sahabat-
sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari akhir kelak. Semoga dengan tersusunnya makalah
ini dapat berguna bagi penulis dalam memenuhi tugas dari mata kuliah.

Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH ...................................................................................... 4
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................... 4
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN ................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5
A. PENGERTIAN ASURANSI .................................................................................................. 5
A.Asuransi dalam Khazanah Fikih Kontemporer.................................................................... 5
B.Asuransi dalam Perspektif Fiqih Muamalah Modern .......................................................... 7
B. RUMAH SAKIT SYARIAH .................................................................................................. 8
1. PENGERTIAN RUMAH SAKIT SYARIAH ..................................................................... 8
2.STRATEGI PEMASARAN RUMAH SAKIT SYARIAH .................................................. 8
3.PENEMPATAN, PENGGUNAAN DAN PENGEMBANGAN DANA RUMAH SAKIT
SYARIAH ............................................................................................................................. 11
C. AKAD – AKAD PADA PARIWISATA ............................................................................. 12
A.Pengertian Pariwisata Syariah ........................................................................................... 14
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 18

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Asuransi adalah suatu ikatan yang berbentuk penggabungan kesepakatan untuk
saling menolong, yang telah diatur dengan sistim yang rapi untuk sejumlah manusia
yang semuanya telah siap untuk menghadapi suatu peristiwa dengan redaksi yang lain.
Rumah sakit syariah adalah rumah sakit yang dalam pengelolaannya mendasarkan
pada Maqashid Syariah yaitu penjagaan agama, jiwa, keturunan, akal dan penjagaan
harta. Dengan kata lain yang dimaksud dengan rumah sakit syariah adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna dengan tata pengelolaannya berdasarkan prinsip syariah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis rumuskan rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian asuransi dalam perspektif fikih
2. Bagaimana pengertian rumah sakit syariah
3. Bagaimana pengertian akad – akad pada pariwisata

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan pembahasan dari makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui tentang pengertian asuransi dalam perspektif fikih
2. Untuk mengetahui tentang pengertian rumah sakit syariah
3. Untuk mengetahui tentang pengertian akad – akad pada pariwisata

4|Page
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ASURANSI
Asuransi dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah insurance, artinya asuransi dan jaminan,
dan dalam Bahasa Belanda menurut Wirjono Prodjodikoro dikenal dengan istilah assurantie,
artinya asuransi, dan verzekering, artinya pertanggungan. Sementara Bahasa Arab menyebutnya
dengan istilah ta’mîn (pengamanan), di samping juga beberapa istilah lainnya, di antaranya,
takâful, tadlâmun, ta’âhud, yang semuanya dapat diartikan sebagai langkah penjaminan atau
pertanggungan. Sedangkan secara terminologi asuransi adalah suatu ikatan yang berbentuk
penggabungan kesepakatan untuk saling menolong, yang telah diatur dengan sistem yang rapi
untuk sejumlah manusia yang semuanya telah siap untuk menghadapi suatu peristiwa dengan
redaksi yang lain.

Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang
menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai
pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu
peristiwa yang belum jelas.

Sementara Abbas Salim mengatakan asuransi adalah suatu kemauan mendapat kerugian-
kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugaian besar
yang belum pasti.

A. Asuransi dalam Khazanah Fikih Kontemporer


Pada Khazanah fiqih Islam kontemporer, akan kita jumpai berbagai silang pendapat di kalangan
para pemikir Islam dalam menentu kan hukum asuransi ini. Ada yang mengatakan bahwa asuransi
itu hukumnya haram secara mutlak dengan dasar bahwa di dalam akad asuransi terdapat unsur
riba, dan riba jelas-jelas dilarang oleh agama. Ada pula yang ber pendapat bahwa asuransi
termasuk perkara syubhat, dengan alasan tidak ada yang secara tegas menunjukkan hukumnya,
halal atau haram. Selain itu, ada pula ulama yang membolehkan sebagaian bentuk asuransi dan
mengharamkan sebagian lainnya, karena menurut mereka asuransi termasuk ke dalam kategori
muamalah yang mengandung manfaat.

5|Page
Dewan Yurisprudensi Islam Liga Dunia Muslim, Mekkah, Saudi Arabia, menganggap bahwa
semua transaksi asuransi modern termasuk asuransi jiwa dan niaga adalah bertentangan dengan
ajaran Islam, akan tetapi Dewan menyetujui adanya “Asuransi Koperatif.”

Syaikh Ahmad Musthafâ al-Zarqâ’ mengatakan bahwa hukum asuransi adalah boleh
(mubâh), karena hukum asal dari segala sesuatu itu adalah halal/boleh (alibâhah), di samping juga
syarat tidak hanya membatasi pada akad klasik yang sudah diketahui saja, dan juga tidak melarang
adanya bentuk akad baru yang muncul kemudian sesuai kebutuhan zaman selama tidak
bertentangan dengan aturan akad syariah dan syarat - syaratnya secara umum, di samping juga
karena adanya kesesuaian antara akad asuransi dengan akad-akad mumalah yang berkembang pada
masa pra Islam yang diakui kebolehannya oleh syariah, seperti akad muwâlah, nizhâm ‘aqilah,
dan lain-lain.

Sependapat dengan al-Zarqâ’, ‘Abd al-Wahhâb al-Khallâf mengatakan, asuransi hukumnya boleh
(jâiz), karena termasuk akad mudlârabah. Dan mudlârabah adalah akad berserikat di dalam
keuntungan, dimana satu pihak bermodalkan harta, dan satu pihak lagi bermodalkan tenaga dan
kerja. Dan dalam praktik ta’mîn sendiri kata beliau, modal bersumber dari para peserta ta’mîn yang
membayar premi dan sementara tenaga dan managemen ada pada pihak perusahaan yang
mengembangkan modal tersebut, dan keuntungan dibagi antara perusahaan dan peserta sesuai
akad.

Berbeda dengan dua pakar hukum Islam di atas, Yûsûf al-Qaradlâwi dalam “AlHalâl wa alHaram
fi alIslâm” mengatakan bahwa diharamkan nya asuransi konvensional karena:

1) Semua anggota asuransi tidak membayar uangnya itu dengan maksud tabarru’, bahkan nilai
ini sedikitpun tidak terlintas.
2) Lembaga atau perusahaan asuransi pada umumnya memutar/ menginvestasikan kembali
dana-dana tersebut dengan jalan riba.

Muhammad Abu Zahrah membolehkan asuransi yang bersifat sosial (ta’mîn ta’âwuni), dan
mengharamkan yang bersifat komersial. Alasan membolehkan yang bersifat sosial kurang lebih
sama dengan alasan mereka yang membolehkan asuransi secara umum, demikian juga alasan
mengharamkan asuransi yang bersifat komersial sama dengan alasan mereka yang mengharamkan
asuransi.

6|Page
B. Asuransi dalam Perspektif Fiqih Muamalah Modern
Para ulama fuqaha (ahli Fiqih) dalam menentukan hukum masalah-masalah syariah, menetapkan
atas dasar pokok bahwa, segala sesuatu asalnya mubah (boleh) selagi tidak ada nash yang melarang
dan mengharamkannya:

1. Al-Qur’an
Perintah Allah mempersiapkan hari depan

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al- Hasyr; 18)

Perintah Allah untuk saling menolong dan bekerja sama:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah [389], dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram [390], jangan (mengganggu) binatang-
binatang hadya [391], dan binatang-binatang qalaa-id [392], dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari
Tuhannya [393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah:2)

2. Hadist tentang meninggalkan waris yang kaya:

Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasi, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘’lebih baik
jika engkau mininggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, dari pada
mininggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang memintaminta kepada manusia
lainnya.’’ (HR. Bukhari).

7|Page
B. RUMAH SAKIT SYARIAH
1. PENGERTIAN RUMAH SAKIT SYARIAH
Pengertian rumah sakit dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomer 44 tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
Sedangkan yang dimaksud dengan rumah sakit syariah adalah rumah sakit yang dalam
pengelolaannya mendasarkan pada Maqashid Syariah yaitu penjagaan agama, jiwa, keturunan,
akal dan penjagaan harta. Dengan kata lain yang dimaksud dengan rumah sakit syariah adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna dengan tata pengelolaannya berdasarkan prinsip syariah.

2.STRATEGI PEMASARAN RUMAH SAKIT SYARIAH


Hal – hal yang menjadi standar pelayanan syariah yang telah diuraikan, adalah sesuatu yang di era
sekarang menjadi semacam kebutuhan bagi konsumen Muslim yang mulai sadar syariah. Menjadi
tantangan bagi Mukisidan divisi marketing masing-masing rumah sakit syariah untuk bagaimana
hal tersebut bisa tersosialisasi dikalangan masyarakat Islam yang mulai mencari layanan syariah
untuk kebutuhan pelayanan kesehatannya sekaligus menjadi syiar Islam.

Ajaran Islam yang universal dan komprehensif adalah ajaran yang rahmatan lil alamin, yang
menyentuh ke seluruh sendi kehidupan manusia. Sebagaimana Rasulullah Saw, menggunakan
berbagai strategi termasuk strategi marketing dalam menyebarkan Islam hingga ajaran Islam
menyebar ke seluruh dunia.

Hal tersebut juga menjadi kewajiban bagi setiap Muslim, sebagaimanafirman Allah dalam
AlQuran;

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung” (QS. Al-Imran:104),

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,

8|Page
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Imran:110)

Memasarkan Rumah Sakit Syariah pada dasarnya memasarkan konsep Islam dalam organisasi
pelayanan kesehatan. Etika pemasaran harus sudah menunjukkan syariat itu sendiri. Pada
hakekatnya rumah sakit adalah salah satu jenis industri jasa kesehatan, yang harus patuh pada
kaidah-kaidah bisnis dengan berbagai peran fungsi manajerialnya. Harus diakui pula bahwa rumah
sakit mempunyai ciri khas yang membedakan dengan industri jasa lainnya, sehingga diperlukan
pendekatanpendekatan yang berbeda pula.

Sebagai industri jasa, rumah sakit harus menggunakan analisis pemasaran agar bisa
mempertahankan eksistensinya di lingkungan yang sangat kompetitif. Usaha pemasaran terdiri
dari usaha internal dan usaha eksternal rumah sakit. Usaha internal ditujukan kepada semua elemen
yangbekerja di internal rumah sakit, mulai dari pimpinan rumah sakit, tenaga medis seperti dokter
mitra, sampai petugas keamanan dan petugas kebersihan (Islam, 2018). Hal ini dapat
diartikanbahwa semua yang bekerja di rumah sakit haruslah menjaga citra rumah sakit. Terkait
dengan rumah sakit syariah, segala sesuatu yang harus ada di sebuah rumah sakit dengan pelayanan
berkualitas tentu juga harus ada di Rumah Sakit Syariah termasuk aspek tangible yang memberikan
kesan pertama karena pada dasarnya pelayanan kesehatan adalah pelayanan jasa dengan salah satu
karakteristik intangibility sehingga penting untuk menonjolkan tangible clues seperti disain
tempat, sumber daya manusia yang rapi, ramah dan responsif, peralatan pelengkap, simbol, logo
dan harga. Usaha internal juga mencakup tampilan fisik yang tidak hanya terbatas pada bangunan,
tetapi juga meliputi segala sesuatu yang berdaya tarik visual dan dapat terlihat langsung oleh
pasien atau pengunjung rumah sakit.

Menurut penelitian yang dilakukan Ayuningtyas pada 2007, peringkat paling tinggi alasan
memilih rumah sakit adalah pelayanan dokter dan perawat memuaskan sebesar 86%, fasilitas
pelayanan lengkap 55%, suasana bersih dan nyaman 51%. Berdasarkan hal itu maka strategi yang
dipakai RS Syariah pun harus menggunakan standar umum tersebut sesuai kelasnya, agar kesan
pertama saat pasiendatang sudah mendapatkan hal yang harus ada dalam sebuah pelayanan rumah
sakit yang ideal pada umumnya, tidak peduli apakah konsep yang diusungrumah sakit tersebut.

9|Page
Aspek tangible dan intangible yang ditampilkan dari pelayanan Rumah Sakit Syariah akan bisa
dirasakan dengan hal sebagai berikut:

a) Tangible, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Rumah
sakit syariah harus mengikuti kaidah bahwa kesan pertama yang dapat ditangkap oleh
pelanggan adalah:
i. Kemudahan akses: di era disrupsi yang mana semuanya bersifat sangat dinamis,
kemudahan mengakses pelayanan rumah sakit akan menunjukkan bahwa Rumah
Sakit Syariah mengikuti perkembangan teknologi. Hot line service via media social
ataupun telepon langsung customer service harus dikelola dengan profesional yang
meliputi aspekcepat, informatif, ramah dan akurat.
ii. Wujud fisik: kebersihan, keteraturan dan kerapian meliputi sarana dan sumber daya
manusianya merupakan aspek tangible yang menjadi kesan pertama pengunjung,
harus sangat diperhatikan untuk menggambarkan wujud ajaran Islamyang
sesungguhnya.
b) Keandalan (realibility), yakni kemampuan memberikan pelayanan yangdijanjikan dengan
segera, akurat dan memuaskan (Oztekin, 2018). Dokter dan perawat sebagai inti dari
pelayanan rumah sakit harus mencerminkan nilai-nilai Islamsekaligus professional sesuai
keahliannya.
c) Daya Tanggap (responsiveness) dan empati, yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Diantara nilai-nilai
syariat Islam yaitu berlomba-lomba dalam kebajikan dapat menjadi jargon internal yang
memotivasi seluruh sumber daya manusianya, disamping tanggung jawab pimpinan untuk
membentuk budaya kerja dengan nilai-nilai Islam.
d) Jaminan (assurance), customer mendapat jaminan bahwa pelayanan di Rumah Sakit
Syariah dapat dipercaya dari aspek mutu, kemampuan dan kenyamanan secara fisik dan
psikis. Standar Pelayanan Minimal Syariah yang salah satu diantaranya bertujuan menjaga
aurat pasien merupakan suatu wujud memberikan rasa aman secara psikis kepada pasien.

Usaha eksternal memperkenalkan eksistensi rumah sakit dan jenis pelayanannya kepada
masyarakat, seperti papan nama dan petunjuk arah rumah sakit yang harus terlihat jelas, menjalin
kerja sama dengan berbagai mitra kerja seperti medical check up karyawan. Menjadi sponsor di

10 | P a g e
berbagai seminar kesehatan awam atau mengikuti kegiatan di siaran radio, televisi dan media cetak
merupakan salah satu peluang memperkenalkan dan menjelaskan kepada masyarakat luas apa
diferensiasi rumah sakit syariah dibandingkan rumah sakit non syariah. Demikian pula masuk ke
berbagai komunitas Muslim dan sampaikan keunggulan produk sebagai upaya untuk meyakinkan
konsumen terhadap keunggulan produk RS Syariah. Tampilkan motto, slogan yang dapat
meyakinkan konsumen.

3.PENEMPATAN, PENGGUNAAN DAN PENGEMBANGAN DANA RUMAH SAKIT


SYARIAH
Pengelolaan dana suatu lembaga perlu diketahui bagaimana mekanisme dana tersebut diolah,
bagaimana penempatannya, penggunaan dan pengembangan dananya. Untuk itu pada rumah sakit
syariah pengelolaan dana rumah sakit telah ditentukan dalam sebuah fatwa untuk menghindari hal-
hal mendatangkan kerugian.

Berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 bahwasanya dalam


penyelenggaraan rumah sakit yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, penempatan, penggunaan
dan pengembangan dana rumah sakit harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam fatwa.
yaitu sebagai berikut:

a) Rumah sakit wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam upaya
penyelenggaraan rumah sakit, baik bank, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga
penjaminan, maupun dana pensiun.
b) Rumah sakit wajib mengelola portofolio dana dan jenis-jenis asset lainnya sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
c) Rumah sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan usaha dan atau transaksi
keuangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
d) Rumah sakit wajib memiliki panduan pengelolaan dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf.

11 | P a g e
C. AKAD – AKAD PADA PARIWISATA

A. Pengertian Pariwisata Syariah


Pariwisata Syariah Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Pariwisata adalah yang
berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi; pelancongan. Menurut Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, disebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi
dalam jangka waktu sementara.

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan
yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Pariwisata
syariah adalah kegiatan perjalanan muslim ketika bergerak dari satu tempat ke tempat lain atau
ketika berada di satu tempat di luar tempat tinggal mereka yang normal untuk jangka waktu kurang
dari satu tahun dan untuk terlibat dalam kegiatan dengan motivasi Islam. Perlu dicatat, kegiatan
wisata dalam Islam harus sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang berlaku umum, yaitu halal.

Pariwisata syariah menurut Tohir Bawazir, yaitu perjalanan wisata yang semua prosesnya sejalan
dengan prinsip-prinsip nilai syariah Islam. Baik dimulai dari niatnya semata-mata untuk ibadah
dan mengagumi ciptaan Allah, selama dalam perjalanannya tidak meninggalkan ibadah dan setelah
sampai tujuan wisata, tidak mengarah ke hal-hal yang bertentangan dengan syariah, makan dan
minum yang halalan thayyiban, hingga kepulangannya pun dapat menambah rasa syukur kita
kepada Allah

Pariwisata syariah mulai diperkenalkan sejak tahun 2000 dari pembahasan pertemuan OKI
(Organisasi Konferensi Islam). Pariwisata syariah merupakan suatu permintaan wisata yang
didasarkan pada gaya hidup wisatawan muslim selama liburan. Selain itu, pariwisata syariah
merupakan pariwisata yang fleksibel, rasional, sederhana dan seimbang. Pariwisata ini bertujuan
agar wisatawan termotivasi untuk mendapatkan kebahagiaan dan berkah dari Allah SWT.

Kriteria umum pariwisata syariah ialah memiliki orientasi kepada kemaslahatan umum, memiliki
orientasi pencerahan, penyegaran, dan ketenangan, menghindari kemusyrikan dan khurafat, bebas
dari maksiat, menjaga keamanan dan kenyamanan, mejaga kelestarian lingkungan, menghormati
nilai-nilai sosial budaya dan kearifan local

12 | P a g e
Objek dalam pariwisata syariah dapat berupa: wisata alam, wisata budaya, wisata religi, wisata
cagar alam (taman konservasi), wisata pertanian (agrowisata) dan wisata buatan yang dibingkai
dalam nilai-nilai Islam. Sebenarnya destinasi wisata syariah tidak bisa dispesifikkan, hanya saja
wisata syariah ini sebagaimana konsep dan karakteristiknya. Didalam kegiatan wisata syariah ini
harus ada fasilitas yang menunjang kebutuhan wisatawan muslim seperti: menyediakan makanan
halal, fasilitas shalat, fasilitas di kamar mandi untuk berwudhu, arah kiblat di kamar hotel,
informasi waktu shalat, pelayanan saat bulan ramadhan, pencantuman label tidak halal untuk
mengetahui produk yang tidak bisa dikonsumsi oleh muslim, dan fasilitas rekreasi yang
memisahkan antara pria dan wanita. Bisa juga ditambahkan interpretasi objek wisata yang
dimasukkan unsur nilai-nilai Islam sebagai pengingat dan renungan bagi muslim.

Secara fundamental wisata syariah adalah pemahaman makna syariah disemua aspek kegiatan
wisata mulai dari penginapan, sarana transportasi, sarana makanan dan minuman, sistem
keuangan, hingga fasilitas dan penyedia jasa wisata itu sendiri. sebagai contoh misalnya dalam hal
syariah guest house tidak akan menerima pasangan tamu yang akan menginap jika tamu tersebut
merupakan pasangan yang bukan muhrimnya yang tidak terikat dalam perkawinan selain itu hotel
yang mengusung konsep syariah tentunya tidak akan menjual minuman berakohol serta makanan
yang mengandung daging babi yang diharamkan dalam Islam.

Ketentuan hotel syariah ini diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 108/DSN-MUI/X/2016 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah sebagai berikut:

1. Hotel syariah tidak boleh menyediakan fasilitas akses pornografi dan tindakan asusila;
2. Hotel syariah tidak boleh menyediakan fasilitas hiburan yang mengarah pada
kemusyrikan, maksiat, pornografi dan/atau tindak asusila;
3. Makanan dan minuman yang disediakan hotel syariah wajib telah mendapat sertifikat
halal dari MUI;
4. Menyediakan fasilitas, peralatan dan sarana yang memadai untuk pelaksanaan ibadah,
termasuk fasilitas bersuci;
5. Pengelola dan karyawan/karyawati hotel wajib mengenakan pakaian yang sesuai dengan
syariah;

13 | P a g e
6. Hotel syariah wajib memiliki pedomanan dan/atau panduan mengenai prosedur pelayanan
hotel guna menjamin terselenggaranya pelayanan hotel yang sesuai dengan prinsip
syariah;
7. Hotel syariah wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam melakukan
pelayanan.

Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Dewan Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia pariwisata syariah memiliki standar kriteria sebagai berikut:

1. Berorientasi pada kemaslahatan umum


2. Berorientasi pada pencerahan, penyegaran dan ketenangan
3. Menghindari maksiat, seperti zina, pornografi, porniaksi, minuman keras, narkoba dan
judi
4. Menghindari kemusyrikan dan khorofat
5. Menjaga perilaku, etika dan nilai luhur kemanusiaan seperti tidak bersikap hedonis dan
asusila
6. Menjaga amanah, keamanan dan kenyamanan
7. Bersifat universal dan inklusif
8. Menjaga kelestarian lingkungan
9. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan.

Adanya nilai-nilai Islam yang melekat tersebut menjadikan para wisatawan dalam melakukan
kegiatan wisata di samping memperoleh kesenanggan yang bersifat duniawi, juga mendapatkan
kesenangan yang sejalan dengan nilai-nilai yang selaras secara dan seiring dengan tujuan
dijalankannya syari’ah, yaitu memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan
terhadap keimanan, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda.

B. Konsep Pariwisata Syariah


Konsep wisata syariah adalah sebuah proses pengintegrasian nilainilai keislaman kedalam seluruh
kegiatan wisata. Pokok dari wisata syariah tentunya adalah pemahaman makna syariah disegala
aspek kegiatan wisata mulai dari sarana penginapan, sarana transportasi, sarana makanan dan
minuman, sistem keuangan, hingga fasilitas dan penyedia jasa wisata itu sendiri.

Beberapa prinsip pengembangan wisata berbasis syariah mencangkup:

14 | P a g e
1. Pengembangan fasilitas wisata berbasis syariah dalam skala besar atau kecil beserta pelayanan
di luar dan di dalam atau dekat lokasi wisata.

2. Fasilitas dan pelayanan berbasis syariah tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh masyarakat
setempat, yang dilakukan dengan bekerjasama atau dilakukan secara individual oleh yang
memiliki.

3. Pengembangan wisata berbasis syariah didasarkan pada salah satu sifat budaya tradisional yang
lekat pada suatu lingkungan religius atau sifat atraksi berbasis syariah yang dekat dengan alam
dimana pengembangan lingkungan sebagai pusatt pelayanan berbasis syariah bagi wisatawan yang
mengunjungi kedua atraksi tersebut.

Dalam ekonomi syariah, terdapat beberapa akad yang mengatur kegiatan ekonomi,
baik kegiatan bertransaksi, kegiatan hubungan antar pelaku ekonomi, akad tersebut akan
memperjelas kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syari di dalam Islam. Akad dalam bahasa
arab berarti mengikat, mengunci, atau dengan kata lain membuat perjanjian. Ulama kalangan
syafiiyah memperinci akad lima yaitu, mal(harta), usaha (amal), laba (ribhu), shigat
(lafadh/kalimat), dan ‘aqidain (dua orang yang ber akad). Dalam pariwisata juga telah ditentukan
akad-akad yang sesuai, seperti yang tercantum dalam fatwa MUI mengenai pariwisata
syariah, dalam fatwa tersebut dijelaskan fatwa yang berlaku di pariwisata antara lain ijarah,
ju’alah, dan wakalah bilujrah. Akad tersebut dipakai untuk mengatur muamalah.

Menurut Hadist Nabi Shallalahualaihi wassalam beberapa prinsip dalam bermuamalah,


antara lain “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan
melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hambanya
selama iasuka menolong saudaranya” (HR Muslim dariAbu Hurairah). Selain Hadist
dariRosulluloh, kaidah fiqih juga mengatur dalam brmuamalah, “Pada dasarnya segala bentuk
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Pendapat Ibnu Qudamah
dalam Al Mughni VIII/323“Kebutuhan masyarakat memerlukan adanyaju’alah; sebab pekerjaan
(untuk mencapai tujuan) terkadang tidak jelas (bentuk dan masa pelaksanaannya), seperti
mengembalikan budak yang hilang, hewanyang hilang, dan sebagainya. Untuk pekerjaan seperti
ini tidak sah dilakukan akadijarah (sewa/pengupahan) padahal(orang/pemiliknya) agar kedua
barang yanghilang tersebut kembali, sementara itu, iatidak menemukan orang yang mau membantu

15 | P a g e
mengembalikannya secara sukarela (tanpaimbalan) oleh karena itu, kebutuhan masyarakat
mendorong agar akad ju’alahuntuk keperluan itu dibolehkan sekalipun (bentuk dan masa
pelaksanaan) pekerjaan tersebut tidak jelas”.

Dengan dasar hadist dan kaidah fiqihtersebut, maka dikeluarkanlah ketentuan oleh MUI
untuk muamalah dibidang pelayanan jasa pariwisata yaitu melalui akad Ju’alah.Ketentuan
dalam akad Ju’alah di sampaikan sebagai berikut :Pihak ja’il harus memiliki kecakapan
hukum dan kewenangan (muthlaqal-tasharruf) untuk melakukan akad.Obyek ju’alah(mahal al-
aqd/maj’ul’alaih) harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang olehsyariah, serta tidak
menimbulkan akibat yang dilarang.Hasil pekerjaan (natijah)sebagaimana dimaksud harus
jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran.

Imbalanju’alah(reward/’iwadh/ju’l) harus ditentukanbesarannya oleh ja’il dan diketahui


oleh parapihak pada saat penawaran. Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka (sebelum
pelaksanaan obyek ju’alah) Dari akad ju’alah tersebut jelas sekali Islam meberikan tuntunan dalam
bermuamalah, agar sesuai dengan syariah Islam. Pariwisata sebagai sektor yang bergerak
dibidangpelayanan jasa, semestinya menggunakan akad ju’alah dalam bermuamalah. Seperti
misalnya Hotel, Restoran, Biro perjalanan, semua pelaku pariwisata tersebut harusmemahami akad
ju’alah tersebut. Mengenai ketentuan akad ju’alah dalam muamalah di

Selain akad ju’alah, dalam pariwisata syariah juga diterapkan akad ijarah dan akadwakalah bil
ujrah. Akad ijarah muncul dalam tuntunan Islam karena adanya hikmah dari ijarah, diantara
hikmah tersebut adalahsesungguhnya tidak setiap orang memiliki kendaraan, tempat tinggal,
pelayan dan selainnya, sedangkan ia membutuhkan semua itu namun tidak mampu membelinya,
makaijarah (sewa menyewa) diperbolehkan karena itu (Habib Hasan binAhmad Al-
Kaaf,Taqirat as Sadidah, Yaman, Dar al-mirats,an-Nabawi, 2013).

Akad ijarah dilegalkan didalam syariat berdasarkan nash Al-Qur’an, Hadist dan Ijma ulama
sebagaimana disampaikan oleh Syekh Zakaria al-Anshari, Asna Al-Mathalib, 2003Allah SWT,
berfirman: “kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada
mereka upahnya” (QS Ath-thalaq, 6). Ayat ini menunjukan tentang akad ijarah, sebab dalam ayat
tersebut mengandung sebuah bentuk kalimat perintah, dan perintah di dalam ushul fiqh
menunjukkan wajib. Upah hanya bisa diwajibkan / ditetapkan oleh akad). Sehingga ayat

16 | P a g e
inisecara pasti diarahkan pada menyusui yang disertai dengan akad (ijarah) (Habib Hasan bin
Ahmad Al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi,2013). Selain Firman
Allah SWT, di dalam sebuah Hadist juga disebutkan “Sesungguhnya baginda Nabi
SAWmelarang muzara’ah dan memerintahkan muajjarah (akad sewa), beliau bersabda,” Tidak
apa-apa melakukan muajjarah” (HR Muslim). Ijarah secara bahasa memiliki arti nama sebuah
upah. Sedangkan secara istilah syariat adalah akad (transaksi terhadap ke manfaatan yang
maqshudah, maklum, bisa untuk diserahkan dan mubah dengan ‘iwadl(upah)yang maklum
(Syekh an-Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, Songgopuro-Indonesia, al-Haramain, hal: 257).
Dengan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa ijarah adalahakad yang memiliki prinsip
dasar sewamenyewa.

Dalam Pariwisata Syariah, makaakad ijarah ini dapat dilakukan diantaranantara pihak Hotel
dengan wisatawan, ataujuga antara pihak Biro perjalanan Syariah dengan wisatawan. Dengan
konsep ijarah ini, maka kedua belah pihak yaitu pihak wisatawan dan hotel, harus
memahami rukun sahnya akad ijarah.

Adapun ruku ijarah ada lima hal, yaitu:

1) Shigat (kalimat yang digunakan dalam transaksi), seperti, misalnya “saya menyewakan
kamar ini selama dua hari dengan upah/biaya lima ratus ribu rupiah”. Dan pihak
penyewa/wisatawan menjawab, “saya terima”. Kata-kata tersebut perlu diucapkan
sedemikian rupa, karena kalimat ini menjadi syarat sahnya rukun tersebut agar
sesuai syariat. Dengan demikian jika tidak terdapat ucapan kalimat tersebut, maka
transaksi tersebut menjadi tidak sah atau tidak memenuhi akad ijarah.
2) Ujrah/upah/ongkos/biaya, Ujrah dalam akad ijarah harus diketahui secara jelas baik
dengan langsung dilihat ataupun disebutkan kriterianya secara lengkap, misalnya
menyebutkan “lima ratus ribu rupiah”, Biasanya pihak hotel akan memberikan biaya
sewa atau room rate yang sudah tertera dalam bentuk tulisan ataupun diucapkan Kembali
oleh front office ketika bertemu dengan penyewa (wisatawan).
3) Manfaat, dalam hal manfaat maka transaksi yang dilakukan harus mutaqawwamah
(bernilai secarasyariat), maklum, mampu dirasakan oleh penyewa, manfaat yang
dirasakan penyewa bukan berbentuk barang. Dalam muamalah dihotel, manfaat yang
diperoleh penyewa(wisatawan) adalah kenyamanan, karena kamar dan

17 | P a g e
perlengkapannya tersedia dengan baik, oleh karena itu jika terdapat kerusakan dari salah
satu bagian kamar harus segera diperbaiki kembali sebelum disewakan. Sehingga
wisatawan (penyewa) tidak kecewadengan pelayanan kamar yang disewa. Jika muncul
kekecewaan atau ketidakpuasan, sebenarnya hal ini telah menyalahi syarat sahnya akad
ijarah di hotel tersebut.
4) Mukri/mu’jir (pihak yang menyewakan), terdapat pihak yang menyewakan barang atau
jasa yang dapat bermanfaat bagi penyewa. Syarat sahnya rukun ini adlah pihak penyewa
sudah baligh, berakal, tidak terpaksa.
5) Muktari/Musta’jir (pihak yang menyewa) pihak yang menyewa merupakan individu atau
perorangan yang memerlukan manfaat dari barang atau jasa yang akan disewa. Syarat
sahnya rukun ini sama dengan penyewa, yaitu harus sudah baligh, berakal, tidak
terpaksa.

KESIMPULAN
Asuransi dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah insurance, artinya asuransi dan
jaminan, dan dalam Bahasa Belanda menurut Wirjono Prodjodikoro dikenal dengan istilah
assurantie, artinya asuransi, dan verzekering, artinya pertanggungan. Sementara Bahasa Arab
menyebutnya dengan istilah ta’mîn (pengamanan), di samping juga beberapa istilah lainnya, di
antaranya, takâful, tadlâmun, ta’âhud, yang semuanya dapat diartikan sebagai langkah penjaminan
atau pertanggungan. Sedangkan secara terminologi asuransi adalah suatu ikatan yang berbentuk
penggabungan kesepakatan untuk saling menolong, yang telah diatur dengan sistem yang rapi
untuk sejumlah manusia yang semuanya telah siap untuk menghadapi suatu peristiwa dengan
redaksi yang lain.

Pengertian rumah sakit dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomer 44 tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, disebutkan
bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan mengunjungi tempat untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai