Anda di halaman 1dari 13

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Dengan adanya perkembangan perekonomian Islam saat ini, tentunya
berkembang pula lembaga ekonomi Islam di Indonesia sebagai negara yang
mayoritas Islam. Di antara lembaga ekonomi tersebut adalah lembaga asuransi
syariah. Perkembangan asuransi syariah di Indonesia sendiri tidak terlepas dari
adanya asuransi konvensional, berdasarkan hal tersebut masih ada ketidakpercayaan
masyarakat dengan asuransi syariah dengan asumsi tidak ada perbedaan dengan
konvensional dalam operasionalnya.
Padahal kemunculan asuransi syariah adalah sebuah jawaban atas keinginan
demi memberikan kemaslahatan bagi ummat Islam khususnya, akan tetapi terhadap
asumsi tersebut bisa jadi berdasarkan atas pengalaman pribadi seseorang tersebut
yang ikut berkecimpung di dalamnya atau mungkin justru karena ketidaktahuan atas
asuransi syariah itu yang serta merta menjustifikasi negatif keberadaan asuransi
syariah dengan menyamakan dengan asuransi konvensional tanpa adanya
pengetahuan dan dasar yang kuat. Meskipun dalam perjalannya keberadaan Asuransi
Syariah masih menjadi sebuah perdebatan di kalangan ulama sendiri, ada yang
membolehkan dan ada yang mengharamkan, dikarenakan cara pandang terhadap
asuransi syariah itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebutlah tulisan ini disusun guna memperkenalkan,
memperjelas dan mengkaji tentang asuransi syariah, meskipun tidak mengurai secara
mendetail, namun setidaknya tulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
secara komprehensif tentang asuransi syariah baik dari historisitas perkembangan,
dasar hukumnya, perbedaannya dengan asuransi konvensional dan kendala maupun
startegi pengembangan asuransi syari’ah.

B. Sejarah Asuransi Syariah


Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sebenarnya tidak dikenal
pada masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa
asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal, walaupun secara jelas
mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal di masa Islam, akan tetapi dalam
historisitas Islam, terdapat beberapa aktifitas dari kehidupan pada masa Rasulullah
SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung
jawab bersama yang disebut dengan sitem aqilah.1
Menurut Muhammad Syakir Sula dalam bukunya, disebutkan bahwa
sistem aqilah menurut Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary of Islam,
merupakan suatu kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman
dulu bahwa jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku
lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi
oleh saudara terdekat dari pembunuh saudara terdekat pembunuh tersebut yang
disebut aqilah, harus membayar uang darah atas nama pembunuh.2   
Sistem tersebut tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum
lahirnya Rasulullah, SAW., kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada masa
awal Islam, sistem tersebut dipraktikkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Sistem aqilah adalah sistem menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu
tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk
memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja
dan untuk membebaskan hamba sahaya.
Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan asuransi syariah tidak terlepas
adanya asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujudnya
asuransi syariah terdapat berbagai macan asuransi konvensional yang rata-rata
dikendalikan oleh non muslim. Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam,
asuransi konvensional hukumnya haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional
asuransi konvensional mengadung unsur gharar, maysir dan riba. Pendapat ini
disepakati oleh banyak ulama terkenal seperti yusuf Qaradhawi (Guru besar
Universitas Qatar), Sayyid Sabiq, Abdullah al Qalqili, Muhammad Bakhil al
Muthi’ie (Mufti Mesir 1854-1935), Abdul Wahab Khalaf, dll., namun demikian

1
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasurasian Syariah Di
Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2007, hal 137
2
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and General) Konsep dan
Sistem Operasional, Jakarta: Gema Insani, 2004, hal 30-31
karena alasan kemaslahatan atau kepentingan umum sebagian yang lain dari mereka
membolehkan beroperasinya asuransi konvensional.3
Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan yang
diperoleh melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan asuransi
yang mengendalikan asuransi berlandaskan syariah. Perusahaan yang mewujudkan
asuransi syariah ini bukan saja perusahaan orang Islam, namun juga berbagai
perusahaan bukan Islam ikut terjun ke dalam usaha asuransi syariah. Pada dekade 70-
an di beberapa negara Islam atau negara Islam atau di negara-negara yang mayoritas
penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu
kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Pada
tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudanmemprakarsai berdirinya perusahaan
asuransi syarian islamic insurance Co. Ltd. Di Sudan dan Islamic Insurance Co. Ltd.
Di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diiukuti oleh berdirinya
dar al mal al-islami di Genewa, swiss dan takaful Islami di Luxemburg dll. Sampai
akhirnya di Malaysia berdiri Syariat Takaful Sendirian Berhad tahun 1983. Di
Indonesia sendiri asuransi takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan
diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT. Asuransi Takaful keluarga pada tahun 1994 dan PT. Asuransi
Takaful Umum pada tahun 1995.
Perkembangan asuransi syariah di Indonesia termasuk hitungan terlambat
dibanding dengan perkembangan asurandi syariah di luar negeri. Pada akhir abad ke
20 negara non muslim telah membuka perusahaan asuransi yang bernuansa Islam
seperti Turki dengan berdirinya perusahaan Ihlas Sigarta As (1993),. Asutralia
dengan berdirinya Takaful Australia (1993), Bahamas dengan berdirinya perusahaan
asuransi Islam Takaful & Re-Takaful (1993), Ghana dengan berdirinya Asuransi
Metropolitan Insurance Co. Ltd. (1993), dll. Saat ini perusahaan asuransi yang benar-
benar secara penuh beroperasi sebagai perusahaan asuransi syariah ada tiga, yaitu
Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum dan Asuransi Mubarakah.
Selain itu ada beberapa perusahaan asuransi konvensional yang membuka cabang

3
secara lengkap tentang pendapat ulama yang membolehkan dan mengharamkan asuransi
bisa dilihat dalam, Sula, Asuransi Syariah... h. 58-76.
syariah seperti MAA, Great Eastern, Tripakarta, beringin Life, Bumi Putra, Dharmala
dan Jasindo.4
Perkembangan asuransi syariah di masa yang diharapkan akan terus
berkembang, seiring dengan membaiknya perkembangan ekonomi dunia, khususnya
di Indonesia. Meskipun perusahaan syariah di Indonesia masih terlalu sedikit
dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama
Islam, diharapkan di waktu yang akan datang produk-produk asuransi yang bernilai
syariah dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Diharapkan pula, ada perusahaan
asuransi konvensional dalam operasionalnya kepada prinsip syariah yang
mendasarkan operasionalnya kepada prinsip tolong-menolong dan kejujuran yang
sempurna.5

C. Sejarah awal Asuransi di Dunia dan Indonesia


Asuransi yang kita kenal hari ini sangat berguna sebagai sarana mengelola
risiko. Dengan memiliki asuransi, kita memindahkan risiko finansial atau kerugian
yang seharusnya kita tanggung jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, ke
perusahaan asuransi.
1. Sejarah Asuransi di dunia
a. Asuransi dalam Kode Hammurabi, tahun 1750 SM
Investopedia mencatat, pada tahun ini ditemukan hukum Kode Hammurabi
yang diciptakan oleh Raja Hammurabi dari Babilonia (sekarang Irak).
Salah satu aturan yang diatur dalam Kode Hammurabi adalah kewajiban bagi
para pedagang yang membeli barang dengan pinjaman dan mengangkutnya dengan
kapal perlu membayar sejumlah ekstra dana sebagai garansi bahwa pinjamannya
akan batal jika kapalnya dicuri. Ini diyakini menjadi cikal bakal asuransi.
b. Asuransi di Yunani dan Romawi, tahun 600 SM
Sekitar 600 SM, orang Yunani dan Romawi membuat asuransi jiwa dan
kesehatan pertama. Produk ini memberikan perawatan bagi keluarga yang
ditinggalkan jika pencari nafkah meninggal.

4
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum …, hal 145
5
Manan, Abdul, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Kewenangan
Peradilan Agama, cet 2, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2014, hal 244
c. Asuransi di Anatolia, tahun 1200
Pada abad ke-12 di Anatolia, sejenis asuransi negara diperkenalkan. Dengan
adanya asuransi ini, jika pedagang dirampok di daerah tersebut, maka kas negara
akan mengganti kerugian pedagang.
d. Asuransi Genoa, tahun 1347
Polis asuransi mandiri yang tidak terikat kontrak atau pinjaman muncul di
Genoa pada abad ke-14. Polis asuransi untuk pertama kalinya ditemukan di tahun
1347. Pada abad berikutnya, asuransi maritim mandiri dibentuk. Pemisahan asuransi
dari kontrak dan pinjaman merupakan suatu perubahan besar yang mempengaruhi
asuransi di tahun-tahun berikutnya.
e. Asuransi di Inggris, tahun 1666
Di abad ke-17, kebakaran adalah ancaman konstan di Inggris. Pada tahun
1666, terjadi kebakaran hebat di London yang menghancurkan lebih dari 13.000
rumah dan puluhan gereja selama lima hari. Dari peristiwa tersebut, seorang dokter,
ekonom, sekaligus kontraktor Nicholas Barbon menciptakan asuransi kebakaran. Dia
mendirikan perusahaan asuransi kebakaran rumah pertama di dunia.
f. Asuransi di Amerika serikat, tahun 1732
Di AS, perusahaan asuransi pertama berdiri pada 1732 di Carolina Selatan
dan menawarkan perlindungan kebakaran. Pada tahun 1800-an, perusahaan asuransi
kebakaran berevolusi memasukkan asuransi jiwa dan beberapa pertanggungan
lainnya.
2. Sejarah Asuransi Di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan
negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri
kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan
perdagangan di negeri jajahannya.
Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak
diperlukan. Dengan demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam
dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah
Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara
Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah
perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada
zaman penjajahan itu adalah, Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang
Belanda., Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan ,
Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan
asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan
bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi
belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi.
Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih
sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan.
Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah
kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda
dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan
asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian
di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan
asuransi milik Belanda dan Inggris.6
Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang
berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan
dalam perjanjian.Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan
tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya.Jadi setiap orang
dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga.Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama
jangka waktu tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian. Pihak-pihak yang
mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan
tertanggung.Penanggung dengan menerima premi memberikan pembayaran, tanpa
menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmatnya.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam
perundang-undangan dan perusahaan peasuransian.Istilah perasuransian berasal kata
“asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari

Barakatullah, Abdul Halim, Hukum Lembaga Ekonomi Islam di Indonesia,


6

Bandung:  Penerbit Nusa Media, 2011, hal 65-66


ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.Dalam pengertian “perasuransian”
selalu meliputi dua jenis kegiatan, yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha
asuransi.Perusahaan perasuransian selalu meliputi perusahaan asuransi dan
penunjang asuransi.
Pengertian Asuransi bila di tinjau dari segi hukum merupakan asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dimana pihak
tertanggung mengikat diri kepada penanggung, dengan menerima premi-premi
Asuransi untuk memberi penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita tertanggung karena suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberi pembayaran atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang di pertanggungkan.Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris,
insurance, dan secara aspek hukum telah dituangkan dalam Kitab Undang Hukum
Dagang (KUHD) pasal 246, “Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan,
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang taktentu.” Selain dalam KUHD pasal 246, juga dalam Undang –
undang asuransi No. 2 tahun 1992 pasal 1 disebutkan Äsuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikat
diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian,kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,
atau memberikan suatu peristiwa pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Pengertian lain, seperti dari Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum
asuransi di Indonesia memberi pengertian asuransi sebagai berikut : “suatu
persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk
menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan
diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas”.
Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunyaPrinciples of Insurance
menyatakan bahwa suatu pengalihan risiko (transfer of risk) disebut asuransi. D.S
Hansell, dalam bukunya Element of Insurance menyatakan bahwa Asuransi selalu
berkaitan dengan resiko (Isurance is to do with Risk)
Dalam asuransi konvensional perusahaan asuransi disebut Penanggung,
sedangkan orang yang membeli produk Asuransi disebut Tertanggung atau
Pemegang Polis, Tertanggung membayar sejumlah uang yang disebut premi untuk
membeli produk yang disediakan oleh perusahaan asuransi . Premi asuransi yang
dibayarkan oleh Tertanggung menjadi pendapatan perusahaan Asuransi, dengan kata
lain terjadi perpindahan kepemilikan dana premi dari Tertanggung kepada
Perusahaan Asuransi. Bila Tertanggung mengalami risiko sesuai dengan yang
tertuang dalam kontrak asuransi, maka Perusahaan Asuransi harus membayar
sejumlah dana yang disebut Uang Pertanggungan kepada Tertangggung atau yang
berhak menerimanya. Sebaliknya bila sampai akhir masa kontrak Tertanggung tidak
mengalami risiko yang diperjanjikan maka kontrak Asuransi berakhir maka semua
hak dan kewajiban kedua belah pihak berakhir.
Dari proses diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi perpindahan risiko
financial yang dalam istilah asuransi disebut dengan transfer of risk dari Tertanggung
kepada Penanggung. Contoh, ketika seseorang membeli polis asuransi kebakaran
untuk rumah tinggal dia akan membayar uang (premi) yang telah ditentukan oleh
perusahaan asuransi, disaat yang sama perusahaan asuransi akan menanggung risiko
finansial bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal tersebut. Contoh lain dalam
asuransi jiwa, ketika seseorang membeli asuransi kematian (term insuransce) dengan
jangka waktu perjanjian 5 (lima) tahun dengan uang pertanggungan 100 juta rupiah,
maka dia harus membayar premi yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi
(misal 500 ribu rupiah) per tahun, artinya bila tertanggung meninggal dunia dalam
masa perjanjian diatas, maka ahli waris atau orang yang ditunjuk akan memperoleh
uang dari perusahaan asuransi sebesar 100 juta, namun bila peserta hidup sampai
akhir masa perjanjian maka dia tidak akan memperoleh apapun. Ditinjau dari sudut
syariah, contoh transaksi yang terjadi diatas dapat dikategorikan sebagai akad
tabaduli (pertukaran atau jual beli), namun cacat karena ada unsur gharar
(ketidakjelasan), yaitu tidak jelas kapan pemegang polis akan mendapatkan uang
pertanggungan karena dikaitkan dengan musibah seseorang (bisa tahun pertama,
kedua atau tidak sama sekali karena masih hidup di akhir masa perjanjian).7

D. Kendala dan Strategi Pengembangan Asuransi Syariah


Dalam perkembangannya, asuransi syariah menghadapi beberapa kendala, di
antaranya:
1. Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi
syariah yang relatif baru disbanding dengan asuransi konvensional yang telah
lama dikenal oleh masyarakat baik nama dan operasinya. Keadaan ini kadang
kala menurunkan motivasi pengelola dan pegawai asuransi syariah untuk
tetap mempertahankan idealismenya.
2. Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluag untuk bisa berhubungan
dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya dengan
produknya, bank lebih banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan
dalam masyarakat. Di lain pihak masyarakat memiliki sedikit peluang untuk
berhubungan dengan asuransi syariah, berkenaan dengan rendahnya
kepentingan masyarakat terhadap produk asuransi syariah.
3. Asuransi syariah sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain,
masih dalam proses mencari bentuk. Oleh karenanya diperlukan langkah-
langkah sosialisasi baik utnuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun
sebagai upaya mencari masukan demi perbaikan sistem yang ada.
4. Rendahnya profesionalisme sumber daya manusia (SDM) menghambat
lajunya pertumbuhan asuransi syariah. Pengabdian sumber daya manusia
dapat dilakukan dengan cara bekerja sama dengan berbagai pihak terutama
lembaga-lembaga pendidikan untuk membuka dan memperkenalkan
pendidikan asuransi syariah.
5. Berkaitan dengan point tersebut, sumber daya manusia dalam bidang asuransi
syariah masih sangat rendah. Masih sedikitnya minat masyarakat untuk

7
Ali, AM. Hasan, Asuransi Dalam Prespektif  Hukum Islam Suatu Tinjauan 
Analisis Historis, Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2004, hal 68-70
mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan asuransi syariah,
dibandingkan dengan kajian bank syariah.
6. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan asuransisyariah
sehingga kurangnya perhatian masyarakat tentang arti pentingnya keberadaan
asuransi syariah. Masih banyak masuarakat yang belum mengerti apa tu
asuransiyariah baik dari nama maupun operasionalnya.
7. Masih terbatasnya produk-produk yang ditawarkan oleh asuransi syariah.
Agar asuransi syariah bisa berkembang, maka diperlukan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memahami
pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah. Maka asuransi syariah perlu
meningkatkan kualitas pelayanan pada pemenuhan pemahaman masyarakat
ini, misalnya mengenai apa itu asuransi, bagaimana operasi asuransi syariah
dan keuntungan apa yang didapat dari asuransi syariah.
2. Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah tentunya aspek
syiar Islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar Islam tidak
hanya dalam bentuk normatif kajian kitab misalnya, tetapi juuga hubungan
antara perusahaan asuransi dengan masyarakat. Dalam hal ini asuransi syariah
sebagai perusahaan yang berhubungan dengan masalah kemanusiaan
(kematian, kecelakaan, kerusakan) setidaknya dalam masalah yang
berhubungan dengan klaim nasabah asuransi bisa memberikan pelayanan
yang lebih baik dibandingkan dengan konvensional.
3. Dukungan dari berbagai pihak terutama pemerintah, ulama, akademisi dan
masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan
operasional asuransi syariah. Hal ini diperlukan selain memberikan kontrol
bagi asuransi syariah untuk berjalan pada sistem yang berlaku, juga
meningkatkan kemampuan asuransi syariah dalam menangkap kebutuhan dan
keinginan masyarakat.
4. Perlunya upaya sosialisasi yang lebih baik dan serius kepada masyarakat,
sehingga mereka benar-benar mengenal apa itu asuransi syariah.
5. Meningkatkan produk-produk asuransi syariah sehingga lebih beragam dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Perlu meningkatkan profesionalisme SDM dalam bidang asuransi syariah,
sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan asuransi syariah
saat ini dan masa yang akan datang.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka segera diperlukan payung hukum
yang kuat terhadap eksistensi asuransi syariah di Indonesia. Payung hukum yang
diperlukan berupa undang-undang yang khusus mengatur tentang asuransi syariah.
Hal ini dapat terwujud apabila political will dari pemerintah Indonesia. Sementara ini
yang mengatur usaha asuransi syariah di Indonesia hanya berdasarkan surat
Keputusan Direktur Jenderal Lembaga keuangan Departemen Keuangan RI No. Kep.
4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Dengan Sistem Syariah. Adapun operasionalnya
dilaksanakan berdasarkan fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/III/2002 tentang Asuransi
Syariah.8

               

8
Manan, Abdul, Hukum Ekonomi Syariah….hal 275-278
KESIMPULAN

1. Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sebenarnya tidak dikenal pada


masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi
tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal, walaupun secara jelas
mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal di masa Islam, akan tetapi dalam
historisitas Islam, terdapat beberapa aktifitas dari kehidupan pada masa
Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep
tanggung jawab bersama yang disebut dengan sitem aqilah.
2. Dalam Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246, “Asuransi adalah suatu
perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang taktentu.
3. Dalam asuransi konvensional perusahaan asuransi disebut Penanggung,
sedangkan orang yang membeli produk Asuransi disebut Tertanggung atau
Pemegang Polis, Tertanggung membayar sejumlah uang yang disebut premi
untuk membeli produk yang disediakan oleh perusahaan asuransi . Premi asuransi
yang dibayarkan oleh Tertanggung menjadi pendapatan perusahaan Asuransi,
dengan kata lain terjadi perpindahan kepemilikan dana premi dari Tertanggung
kepada Perusahaan Asuransi.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, AM. Hasan, Asuransi Dalam Prespektif  Hukum Islam Suatu Tinjauan  Analisis
Historis, Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2004.

Barakatullah, Abdul Halim, Hukum Lembaga Ekonomi Islam di Indonesia,


Bandung:  Penerbit Nusa Media, 2011.

Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasurasian Syariah Di


Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2007.

Manan, Abdul, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Kewenangan Peradilan


Agama, cet 2, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2014.

Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and General) Konsep dan Sistem
Operasional, Jakarta: Gema Insani, 2004.

Anda mungkin juga menyukai