Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM PERIKATAN SYARIAH

“UNDANG-UNDANG PERBANKAN SYARIAH”

Dosen Pengampu :
Dr. Zarul Arifin, M.S.I

OLEH:

FERIYADI
NIM. 301.2020.007
Semester : V
Kelompok : 4

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2023 M/ 1445 H
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah Subhana Wa Ta’ala, atas rahmat, berkah, dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hukum
Perikatan Syariah yang membahas tentang “Undang-Undang Perbankan Syariah”
ini. Sholawat dan salam tak lupa juga kita haturkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW.
Dalam penulisan makalah kali ini saya jadi mengetahui tentang undang-
undang perbankan syariah. Meski hambatan dan cobaan dalam pembuatan
makalah ini saya rasakan, tapi berkat dukungan orang tua, keluarga, semangat dari
teman-teman dan orang-orang terdekat, Alhamdulillah saya dapat
menyelesaikannya. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih banyak kepada
Bapak Dr. Zarul Arifin, M.S.I selaku dosen Hukum Perikatan Syariah.
Saya menyadari jika makalah yang saya sajikan ini belumlah sempurna.
Untuk itu saya menerima kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini berguna bagi siapa saja yang ingin belajar tentang Hukum Perikatan
Syariah.

Sambas, 1 November 2023


Penulis

Feriyadi

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Perkembangan Regulasi........................................................................ 3
B. Aspek-aspek Penting dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah
..............................................................................................................
4
BAB III PENUTUP......................................................................................... 8
A. Kesimpulan........................................................................................... 8
B. Saran..................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya
dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan
adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank. Bank adalah salah satu lembaga pembiayaan yang
menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali pada
masyarakat.1 Sesuai dengan Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No.10
Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan)
menyatakan bahwa: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau dalam bentukbentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak.2
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”. Pada dasarnya, aktivitas
bank syariah tidak jauh berbeda dengan aktivitas bank-bank konvensional
yang telah ada, yang menjadi kritik system perbankan syariah terhadap
perbankan konvensional bukan dalam hal fungsinya sebagai lembaga
intermediasi keuangan (Financial Intermediary Institution), akan tetapi
karena didalam operasionalnya terdapat unsur-unsur yang dilarang berupa
unsur perjudian (maisir), unsur ketidakpastian/keraguan (Gharar), unsur
bunga (Interest/riba) dan unsur kebathilan.3
Di Indonesia eksistensi Perbankan Syariah secara yuridis
sebenarnya telah dimulai dengan dikeluarkanya Paket Kebijakan
Desember 1983 (Pakdes 83) tentang penghapusan pagu kredit dan
menyebutkan bahwa bank bebas menentukan suku bunga kredit, tabungan
1
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001. hlm. 2.
2
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1
3
Abdul Ghofur Anshory, Hukum Perbankan Syariah, PT Rafika Aditama: Bandung,
2009, hlm. 2.
1
2

dan deposito. Kemudian dikeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988


(Pakto 88) tentang izin pendirian usaha bank baru. Kemudian secara
kelembagaan dimulai dengan berdirinya Bank Islam pertama adalah Bank
Muamalat Indonesia (BMI) yang baru bisa didirikan pada tahun 1991
dengan akte pendirian tanggal 1 November 1991 dan beroperasi pada
tanggal 1 Mei 1992.4
Industri perbankan syariah berkembang lebih cepat setelah
keluarnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan dan berbagai peraturan yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia, dasar hukum perbankan syariah di Indonesia
semakin kuat dan jumlah bank syariah semakin meningkat secara
signifikan.
Pada tahun 2008, Dewan Perwakilan Rakyat dengan dukungan
pemerintah, mengesahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. UU ini terdiri dari 70 pasal dan dibagi menjadi 13 bab. Industri
perbankan syariah berkembang lebih cepat setelah keluarnya Undang-
Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah jelas merupakan
jaminan bagi kepastian usaha dan jaminan perlindungan hukum yang
sangat diperlukan, sebab UU ini menjadi payung hukum bagi semua
kalangan yang berhubungan dengan bank syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Regulasi Perbankan Syariah?
2. Bagaimana Aspek Penting dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah?

4
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani: Jakarta,
2007. hlm. 25.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Regulasi
Pada saat Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan, landasan legal
dari pendirian perbankan Islam adalah Undang-undang Perbankan No. 7
Tahun 1992. Undang-undang ini merupakan amandemen dari Undang-
undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967. 5 Satu-satunya pengaturan yang
memungkinkan untuk pengoperasian perbankan Islam adalah pasal 1(12)
yang menyebutkan bahwa “bagi hasil” dapat diterapkan dalam bisnis
perbankan di Indonesia. Berdasarkan pada pengaturan ini, maka Bank Islam
pertma (BMI) kemudian mulai beroperasi. Regulasi berikutnya yang terkait
dengan operasional perbankan syariah, di antaranya adalah tentang
pengawasan syariah, produk perbankan syariah, dikeluarkan dalam bentuk
Keputusan Gubernur Bank Indonesia dan Peraturan Bank Indonesia.6
Krisis keuangan 1998 mengakibatkan hancurnya sejumlah bank dan
Undang-undang Perbankan akhirnya diamandemen. Undangundang
Perbankan No. 7 Tahun 1992 diamandemen menjadi Undangundang
Perbankan No.10 Tahun 1998. Undang-undang yang baru ini memberikan
kesempatan bagi perbankan konvensional untuk membuka layanan jasa
Syariah. Sehingga dapat dikatakan bahwa hal yang bagus lainnya dari
Undang-undang ini adalah bahwa Undang-undang ini lebih holistik
cakupannya. Jadi dalam kenyataannya, aturan utama yang berkaian dengan
operasional Perbankan Islam di Indonesia pada masa itu adalah Undang-
undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 yang kemudian diamandemen menjadi
Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998. Penerapan praktis dari
Undang-undang ini diberikan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia yang
mencakup beberapa aspek yang terkait dengan produk dan operasional.7

5
Undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 60 (c).
6
Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi
Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Malang: Setara Press, 2016. hlm. 27-28.
7
Ibid., hlm. 28.
3
4

Di Indonesia, amandemen UU No. 7 Tahun 1992 menjadi UU No. 10


Tahun 1998 tentang Perbankan telah dilakukan untuk meletakkan dasar bagi
beroperasinya perbankan Islam (syariah) di Indonesia. Dikarenakan
singkatnya pengaturan dalam UU tersebut, maka berbagai regulasi dan surat
edaran diterbitkan oleh Bank Indonesia. Contoh yang dapat disebut dalam hal
ini adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/35/PBI/2005 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 Tentang
Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
syariah. Serta PBI no.8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha bank
umum konvensional menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional.8
Setelah melalui perjalanan yang sangat panjang, baru kemudian
lahirlah Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
yang secara lebih tegas dan integratif mengatur perbankan syariah di
Indonesia. Meski demikian, berbagai peraturan perundangudangan lain di atas
masih tetap berlaku selama dalam hal-hal yang tidak diatur dalam Undang-
undang ini. Dengan kata lain, berbagai aturan sebelum Undang-undang ini
lahir tetap masih relevan untuk beberapa aspek.
B. Aspek-aspek Penting dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah
Tentu saja, dengan lahirnya UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah ini, berbagai masalah yang belum dapat dicakup oleh
peraturan sebelumnya sudah direspons dalam bentuk pengaturan yang lebih
rinci. Namun, banyak juga aspek dari pengaturan yang ada dalam Undang-
undang ini yang sebenarnya sudah ada dalam berbagai peraturan perundang-
undangan sebelumnya, yang kemudian diangkat dalam Undang-undang ini.
Tentu saja, dalam hal ini ada tujuan penguatan. Misalnya, dari yang
sebelumnya beberapa ketentuan hanya tercantum dalam PBI, kemudian
ditegaskan di dalam Undang-undang ini.
8
Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi
Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Malang: Setara Press, 2016. hlm. 28.
5

Jika diamati, berbagai aspek yang mendapat penegasan yang cukup


menonjol dalam Undang-undang ini antara lain adalah:
1. Persyaratan pendirian,
2. Bisnis/operasional perbankan,
3. Konversi,
4. Aspek Prudensial,
5. Pengawasan Syariah,
6. Penyelesaian Sengketa (sebagian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia)
Jika dibandingkan dengan aturan setingkat Undang-undang yang ada
sebelumnya, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ini jelas jauh
lebih komprehensif, karena merupakanUndang-undang yang spesifik. Sebagai
perbandingan, aspek-aspek yang menonjol dari Undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa Bank syariah
mematuhi peraturan perbankan yang terkait dengan aspek kehatian-hatian
bank (prudential banking), dan persyaratan lain seperti kecukupan atas modal,
legalitas dari entitas perbankan, dan dia ini tidaklah berbeda jika
dibandingkan dengan yang diterapkan terhadap bankbank konvensional.9
Hal spesifik mengenai perbankan syariah yang disebutkan dalam
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ini adalah:
1. Undang-undang memberikan perlakuan yang sama antara bank Islam dan
bank konvensional; keduanya sebagai sesama bank komersial. Setiap
bank yang berizin mempunyai hak untuk memilih satu di antara dua
pilihan, apakah melaksanakan bisnis perbankan Islam atau perbankan
konvensional. Sebagai tambahan atas pilihan ini, undang-undang
memberikan ruang bahwa bank konvensional dapat membuka bisnis
Islam dengan persyaratan dan prosedur tertentu, namun sebaliknya tidak
berlaku untuk bank syariah untuk membuka layanan bisnis perbankan
konvensional.

9
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia (Jakarta: Grafiti, Adikarya IKAPI & Ford Foundation, 2005), hlm. 141-158
6

2. Untuk bank di bawahnya, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), mereka tidak


memiliki kesempatan untuk melakukan dual sistem; layanan perbankan
konvensional dan perbankan syariah sekaligus. Mereka dilarang untuk
membuka “shariah window” berdampingan dengan bank yang layanan
jasanya menggunakan basis suku bunga. Dikarenakan Bank Perkreditan
Rakyat lebih kecil dari pada bank komersial, biasanya lembaga-lembaga
keuangan jenis ini terbatas secara modal, oleh sebab itu sangat susah
untuk untuk dapat menyediakan layanan dual service, yaitu melakukan
bisnis perbankan konvensional dan perbankan syariah sekaligus.
3. Undang-undang ini juga sangat jelas mengenai definisi “prinsipprinsip
syariah” yang diterapkan dalam bisnis perbankan. Meski “bisnis
perbankan yang berbasis pada prinsip-prinsip syariah” tidak didefiniskan
dalam undang-undang ini, namun undangundang ini telah memberikan
kejelasan tentang produk dan layanan yang dapat ditawarkan oleh bank.
Bank syariah ataupun juga bank dengan Islamic window mempunyai
sejumlah daftar produk yang berbeda dari yang dimiliki oleh perbankan
konvensional.
Instrumen penting yang lain untuk regulasi perbankan Islam (Syariah)
di Indonesia, selain dari yang ada di Undang-undang Perbankan No. 10
Tahun 1998 sebagaimana yang ditunjukkan dalam tabel, adalah peraturan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Regulasi ini dikeluarkan sebagai
perintah sebagai tindak lanjut dari Undang-undang yang terkait dengan
perbankan syariah, dan untuk itulah, peraturan ini bersifat teknis dan detail.
Dalam aspek lembaga pengawasan syariah misalnya, undang-undang ini tidak
mengatur secara jelas persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota
dari sebuah badan pengawas tertentu, namun sejumlah regulasi (termasuk di
dalamnya adalah Peraturan Bank Indonesia atau PBI), yang dikeluarkan oleh
Bank Sentral secara jelas telah mengatur sejumlah hal tersebut.10
Dengan melihat perbandingan dari peraturan perundangundangan
yang telah ada sebelum lahirnya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
10
Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi
Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Malang: Setara Press, 2016. hlm. 34.
7

Syariah berikut berbagai PBI yang melengkapinya, tampak bahwa sebenarnya


tidak banyak perubahan yang terjadi. Dalam arti bahwa sebelum UU No. 21
Tahun 2008 tersebut lahir, sebenarnya berbagai aspek pengaturan telah cukup
jelas dan relatif sama dengan apa yang diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008.
Hanya memang, UU ini kemudian memberikan penegasan dan legalitas yang
menimbulkan kepastian hukum yang sangat tinggi. Dengan adanya UU
tersebut, maka semua keraguan terkait dengan aspek hukum relatif terjawab
sudah. Termasuk bagaimana keseriusan pemerintah dalam hal mendorong
perbankan syariah.11
Meski demikian, PBI yang lahir pasca UU No. 21 Tahun 2008
tersebut juga senantiasa responsif terhadap perkembangan, terbukti dengan
sudah diaturnya tentang Fit and Proper Test bagi berbagai pihak yang
terafiliasi dengan perbankan syariah, serta juga pengaturan masalah good
corporate governance berbasis syariah.12

11
Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi
Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Malang: Setara Press, 2016. hlm. 35.
12
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ruang Lingkup Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah mengatur lebih tegas tentang bisnis perbankan syariah
sebagai bagian dari industri perbankan di Indonesia yang sudah
memeprkenalkan dual bankingsystem dalam industri tersebut. Hal yang
menonjol dalam pengaturan UUPS diantaranya adalah pertama, perubahan
Istilah Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara kredit dan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Kedua definisi Prinsip
Syariahmempertegas dengan prinsip hukum Islam dan penetapan
pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar
prinsip syariah. Ketiga, penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak
terafiliasi seperti halnya akuntan publik, konsultan dan penilai. Keempat,
perubahan definisi pembiayaan secara signifikan, yaitu pembiayaan dapat
berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli,
transaksi pinjam meminjam dan transaksi sewa menyewa jasa (multijasa);
B. Saran
Demikian pembahasan makalah yang kami susun, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya
agar menjadi lebih baik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anshory, Abdul Ghofur Hukum Perbankan Syariah, PT Rafika Aditama:


Bandung, 2009.
Antonio, Muhammad Syafi’I. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani:
Jakarta, 2007.
Sjahdeini, Sutan Remi. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia (Islamic Banking in Indonesian Legal System)
Jakarta: Grafiti, Adikarya IKAPI & Ford Foundation, 2005.
Triyanta, Agus Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan
Formulasi Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam. Malang: Setara
Press, 2016.
Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Anda mungkin juga menyukai