Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ASPEK HUKUM EKONOMI SYARIAH

“SEJARAN EKONOMI ISLAM DI DUNIA DAN INDONESIA”

Dosen Pengampu:

Dr. Zarul Arifin, MSI

OLEH:

DEWINTA SARI

NIM. 301.2020.003

Semester : III

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN

SAMBAS

2021 M/ 1443 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

B. Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam


C. Perkembangan Pemikiran Teori Ekonomi Islam
D. Perkembangan Praktik Ekonomi Islam
E. Ekonomi Islam di Indonesia

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejarah adalah ilmu yang membebaskan dirinya untuk diinterprestasi oleh
siapapun yang menelitinya. 1Lewat penulisan sejarah, antar satu peneliti dengan
peneliti lainnya bisa saja berbeda dalam mengartikan berbagai momen sejarah yang
telah terjadi. Sehingga tidak jarang kita jumpai berbagai artikel sejarah yang seakan
tidak menampilkan secara total fakta sejarah yang terjadi di lapangan. Salah satu yang
perlu kita cermati, adalah tentang majunya peradaban Islam lewat penguasaan ilmu
pengetahuan yang seakan hari ini dikaburkan.
Berbagai konsep keilmuan hari ini adalah hasil evolusi berbagai pemikiran dan
gagasan para tokoh terdahulu. Begitupun ilmu ekonomi yang sangat maju di barat
adalah hasil perkembangan dari masa ke masa, baik dari zaman pra Islam hingga
zaman modern yang kita rasakan saat ini. Ada suatu zaman dimana keilmuan dalam
dunia Islam mengalami puncak kejayaannya termasuk didalamnya ada ilmu ekonomi.
Sementara itu, Schumpeter (1776) membuat sebuah tesis “great gap” dengan
mengatakan bahwa analisis ekonomi hanya mulai dari Yunani dan tidak berkembang
lagi sampai kemunculan ilmuan Skolastik Eropa bernama St. Thomas Aquinas.
Padahal “great gap” Schumpeter ini justru terjadi pada masa kejayaan Islam, yaitu
ketika banyak ilmuan Muslim memberikan kontribusi besar dalam berbagai jenis
penemuan dan keilmuan termasuk dalam bidang ekonomi. Isi dari ilmu ekonomi
kontemporer hari ini dapat dilacak kemiripannya dengan karya ilmuan Arab abad
pertengahan seperti Abu Yusuf (731-798), Al Farabi (873-950), Ibnu Sina (980-
1037), AlGhazali (1058-1111), Ibnu Taimiyah (1263-1328), dan Ibnu Khaldun (1364-
1442). Terdapat kesinambungan antara karya intelektual Yunani, ilmuan Muslim abad
pertengahan dan Ilmuan skolastik2.
Keterhubungan itu dijelaskan oleh Adiwarman dalam bukunya Sejarah
Ekonomi Islam bahwa adanya pencurian ide-ide ekonom muslim oleh ekonom-
ekonom barat. Meskipun ekonom muslim telah memberikan kontribusi yang sangat
besar terhadap ilmu pengetahuan, kaum muslimin tidak lupa mengakui jasa ilmuan
Yunani, Persia, China dan India lewat penerjemahan yang masif berbagai literatur
kedalam bahasa arab. Oleh karena itu sejarah harusnya mencatat bahwa ilmu ekonomi
yang berkembang pesat di barat hari ini tidak bisa dilepaskan dari jasa ekonom-
ekonom muslim.3
Adam Smith (1776) juga menjelaskan bahawa ekonomi yang paling maju
adalah ekonomi pada zaman Muhammad bin Abdullah dan orang-orang sesudahnya.
4
Orang-orang sesudahnya disini berarti mengacu pada para sahabat dan tabi’in. Dari
pernyataan salah satu ilmuan ekonomi barat tersebut terbukti bahwa di zaman awal
1
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Bagaskara, 2012) Hlm. 4
2
Ali Rama, Schumpeterian “Great Gap” Thesis and Medieval Islamic Economic Thought: Interlink
Between Greeks, Medieval Islamic Scholars and European Scholastics (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2017), hlm 2.
3
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004)
Hlm. 9
Islam, ilmu ekonomi sudah sangat maju. Meskipun harus diakui dalam porsi yang
kecil, majunya ekonomi islam juga dipengaruhi oleh peradaban era Yunani dan
Romawi. Sehingga untuk melihat kiprah ilmuan muslim dalam kemajuan ilmu
ekonomi adalah dengan pemahaman sejarah secara tepat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam ?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam ?
3. Bagaimana Perkembangan Pemikiran Teori Ekonomi Islam ?
4. Bagaimana Perkembangan Praktik Ekonomi Islam ?
5. Bagaimana Ekonomi Islam di Indonesia ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
4
Prof. Dr. Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam (Bandung: Pustaka Setia Bandung,
2010), Hlm 15.
Monzer Kahf menjelaskan bahwa ekonomi adalah subset dari agama.
Sehingga ekonomi Islam difahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
paradigma Islam yang sumbernya merujuk pada al Quran dan Sunnah 5. Ekonomi
Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner. Kajian
ekonomi Islam tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang mendalam
terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu pendukungnya serta ilmu-ilmu yang
berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik, logika, ushul fiqh6.
Sedangkan Hasanuzzaman 7menjelaskan bahwa ilmu ekonomi Islam adalah
pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syari’ah yang mencegah
ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material sehingga tercipta
kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan
masyarakat.
Sementara M. Nejatullah Siddiqi 8mendefisinisikan ilmu ekonomi Islam
sebagai jawaban dari pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada
zamannya, dengan panduan Qur’an dan Sunnah, akal dan pengalaman.
Muhammad Abdul Manan 9berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam dapat
dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalahmasalah
ekonomi masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa
ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan
empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu: al-Quran, asSunnah, Ijma dan Qiyas.
Dawam Rahardjo10,memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan
pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang
berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud ekonomi Islam adalah
sistem. Sistem menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam
suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu.
Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian
umat Islam.
M.M. Metwally11mendefinisikan ekonomi Islam sebagai ilmu yang
mempelajari perilaku muslim dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-
Quran, As-Sunnah, Qiyas dan Ijma. M.M. Metwally 12memberikan alasan bahwa
dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat dikendalikan ke arah
bagaimana memenuhi kebutuhan dan menggunakan sumber daya yang ada. Dalam
Islam disebutkan bahwa sumber daya yang tersedia adalah berkecukupan, Oleh

5
Monzer Kahf, The Islamic Economy, Plainfield: Muslim Student Association (USCanada), 1978,
hlm. 18.
6
Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning od the Islamic Economic
System, (T.tt.: Plainfield In Muslim Studies Association of U.S and Canada, 1978), hlm. 16.
7
Hasanuzzaman, “Definition of Islamic Economics” dalam Jurnal of Research in Islamic Economics,
Vol 1 No. 2, 1984.
8
Muhammad N. Siddiqi, Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary Literature. Jeddah
and The Islamic Foundation, 1981.
9
M. Abdul Mannan, Islamic Economics: Theory and Practice., Delhi.Sh. M. Ashraf, 1970. Lihat juga
M.A Mannan, The Making of an Islamic Economic Society, Cairo, 1984.
10
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, hlm. 3-4
11
M.M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta: Bangkit Daya Insana, 1995
12
Ibid
karena itu, dengan kecakapannya, manusia dituntut untuk memakmurkan dunia
yang sekaligus sebagai ibadah kepada Tuhannya. Karena bersumber dari al
Qur’an dan Sunnah, maka ekonomi Islam memiliki ciri yang khas yang berbeda
dengan ekonomi konvensional yang bersumber dari akal pikiran manusia belaka.
Hanya saja aplikasi ekonomi Islam akan bervariasi tergantung pada penafsiran dan
pemikiran yang terilhami dari pemahamannya terhadap al Qur’an dan Sunnah13.
Pemikiran ekonomi Islam terus mengalami perubahan seiring dengan tuntutan
dan persoalan yang dihadapi. Sekalipun demikian, para pemikir dan pelaku
ekonomi Islam tetap menyandarkan aktifitas mereka pada syariah yang bersumber
pada al Qur’an dan Sunnah.

B. Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam


Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi
Islam rahmatan lil ‘alamin, kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam
semesta, termasuk manusia di dalamnya. Tidak ada penindasan antara pekerja dan
pemilik modal, tidak ada eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada
kerusakan ekosistem, tidak ada produksi yang hanya berorientasi untung semata,
jurang kemiskinan yang tidak terlalu dalam, tidak ada konsumsi yang berlebihan
dan mubadzir, tidak ada korupsi dan mensiasati pajak hingga trilyunan rupiah, dan
tidak ada tipuan dalam perdagangan dan muamalah lainnya. Dalam kondisi
tersebut, manusia menemukan harmoni dalam kehidupan, kebahagiaan di dunia
dan insya Allah di kehidupan sesudah kematian nantinya. Ekonomi Islam yang
ada sekarang, teori dan praktik, adalah hasil nyata dari upaya operasionalisasi
bagaimana dan melalui proses apa visi Islam tersebut dapat direalisasikan.
Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam berasal dari ayat Al-Qur’an: “Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”14
C. Perkembangan Pemikiran Teori Ekonomi Islam
Perkembangan teori ekonomi Islam dimulai dari diturunkannya ayat-ayat
tentang ekonomi dalam al-Qur’an, seperti: QS. Al-Baqarah ayat ke 275 dan 279
tetang jual-beli dan riba; QS. Al-Baqarah ayat 282 tentang pembukuan transaksi;
QS. Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS. Al-A’raf ayat 31, An-Nisa’ ayat 5 dan 10

13
Seperti yang disampaikan oleh Aslem Haneef, bahwa pemikir muslim di bidang ekonomi
dikelompokkan dalam tiga kategori : pertama, pakar bidang fiqih atau hukum Islam sehingga pendekatan yang
dilakukan adalah legalistik dan normatif; kedua, kelompok modernis yang lebih berani dalam memberikan
interpretasi terhadap ajaran Islam agar dapat menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat kini; ketiga para
praktisi atau ekonom muslim yang berlatar belakang pendidikan Barat. Mereka mencoba menggabungkan
pendekatan fiqih dan ekonomi sehingga ekonomi Islam terkonseptualisasi secara integrated dengan kata lain
mereka berusaha mengkonstruksi ekonomi Islam seperti ekonomi konvensional tetapi dengan mereduksi nilai-
nilai yang tidak sejalan dengan Islam dan memberikan nilai Islam pada analisis ekonominya. Selanjutnya
silahkan baca: Mohamed Asalam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought: A Selected Comparative
Analysis, Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co., 1995, hlm. 11
14
Al-Qur’an Surat 28: ayat 77.
tentang pengaturan pencarian, penitipan dan membelanjakan harta. Ayat-ayat ini,
menurut At-Tariqi 15menunjukkan bahwa Islam telah menetapkan pokok ekonomi
sejak pensyariatan Islam (Masa Rasulullah SAW) dan dilanjutkan secara metodis
oleh para penggantinya (Khulafaur Rosyidin). Pada masa ini bentuk permasalaan
perokonomian belum sangat variatif, sehingga teori-teori yang muncul pun belum
beragam. Hanya saja yang sangat subtansial dari perkembangan pemikiran ini
adalah adanya wujud komitmen terhadap realisasi visi Islam rahmatan lil ‘alamin.
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam dari sejak masa nabi sampai sekarang
dapat dibagi menjadi 6 tahapan16.
A. Tahap Pertama (632-656M), Masa Rasulullah SAW.
B. Tahap Kedua (656-661M), pemikiran ekonomi Islam di Masa Khulafaur
Rosyidin.
C. Tahap Ketiga atau Periode Awal (738-1037), Pemikir Ekonomi Islam
periode ini diwakili Zayd bin Ali (738M), Abu Hanifa (787 M), Awzai
(774), Malik (798), Abu Yusuf (798 M), Muhammad bin Hasan Al
Syaibani (804), Yahya bin Dam (818 M), Syafi’I (820 M), Abu Ubayd
(838 M), Amad bin Hambal (855 M), Yahya bin Hambal (855 M), Yahya
bin Umar (902 M), Qudama bin Jafar (948 M), Abu Jafar al Dawudi (1012
M), Mawardi (1058 M), Hasan Al Basri (728 M), Ibrahim bin Dam (874
M) Fudayl bin Ayad (802 M), Makruf Karkhi (815 M), Dzun Nun Al
Misri (859), Ibn Maskawih (1030 M), Al Kindi (1873 M), Al Farabi (950
M), Ibnu Sina (1037).
D. Tahap Kelima atau Periode Ketiga (1446-1931 M). Shah Walilullah Al
Delhi (1762 M), Muhammad bin Abdul Wahab (1787 M), Jamaluddin Al
Afghani (1897 M), Mufti Muhammad Abduh (1905 M), Muhammad Iqbal
(1938 M), Ibnu Nujaym (1562 M), Ibnu Abidin (1836), Syeh Ahmad
Sirhindi (1524M).
E. Tahap Keenam atau Periode Lanjut (1931 M – Sekarang). Muhammad
Abdul Mannan (1938), Muhammad Najatullah Siddiqi (1931 M), Syed
Nawad Haider Naqvi (1935), Monzer Kahf, Sayyid Mahmud Taleghani,
Muhammad Baqir as Sadr, Umer Chapra.
D. Perkembangan Praktik Ekonomi Islam
Praktek perbankan di zaman Rasulullah dan Sahabat telah terjadi karena telah
ada lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi utama opersional
perbankan, yakni:
1) menerima simpanan uang
2) meminjamkan uang atau memberikan pembiayan dalam bentuk
mudharabah, musyarakah, muzara’ah dan musaqah
3) memberikan jasa pengiriman atau transfer uang.

15
At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain. Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan. (Yogyakarta:
Magistra Insania Press, 2004), hlm.26
16
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), hlm. 149.
Penulis buku ini menkompilasi dari Sumber M. Najatullah Siddiqi (1995), M. Aslam Hannaef (1995), dan A.
Karim (2001).
Istilah-istilah fiqh di bidang ini pun muncul dan diduga berpengaruh pada
istilah teknis perbankan modern, seperti istilah qard yang berarti pinjaman atau
kredit menjadi bahasa Inggris credit dan istilah suq jamaknya suquq yang dalam
bahasa Arab harfiah berarti pasar bergeser menjadi alat tukar dan ditransfer ke
dalam bahasa Inggris dengan sedikit perubahan menjadi check atau cheque dalam
bahasa Prancis.
Perbankan telah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah hingga Abbasiyah.
Istilah bank tidak dikenal zaman itu, akan tetapi pelaksanaan fungsinya telah
terlaksana dengan akad sesuai syariah. Fungsi-fungsi itu di zaman Rasulullah
dilaksanakan oleh satu orang yang melaksanakan satu fungsi saja. Sedangkan
pada zaman Abbasiyah, ketiga fungsi tersebut sudah dilaksanakan oleh satu
individu saja. Perbankan berkembang setelah munculnya beragam jenis mata uang
dengan kandungan logam mulia yang beragam. Dengan demikian, diperluan
keahlian khusus bagi mereka yang bergelut di bidang pertukaran uang. Maka
mereka yang mempunyai keahlian khusus itu disebut naqid, sarraf, dan jihbiz
17
yang kemudian menjadi cikal bakal praktek pertukaran mata uang atau money
changer.
Peranan bankir pada masa Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan
Khalifah al-Muqtadir (908-932). 18Sementara itu, suq (cek) digunakan secara luas
sebagai media pembayaran. Sejarah pebankan Islam mencatat Saefudaulah al-
Hamdani sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring
antara Bagdad, Iraq dengan Alepo (Spanyol).19
Ilmu ekonomi Islam adalah suatu yang tidak bisa dipungkiri lagi adalah suatu
ilmu yang tumbuh dan menjadi gerakan perekonomian Islam sejak seperempat
abad yang lalu. Namun demikian, pergeseran orientasi dari pemikiran ekonomi ke
gerakan tak terpisahkan dari hapusnya institusi Khilafah tahun 201924 dan upaya
menghidupkanya kembali yang gagal hingga terbentuknya Organisasi Konfrensi
Islam. Dengan kata lain, salah satu produk penting yang menyertai kelahiran OKI
adalah terpicunya pemikiran ekonomi Islam menjadi gerakan perekonomian
Islam. Gerakan itu ditandai dengan diselengarakan Konfrensi Ekonomi Islam
secara teratur. Pemantapan hati negara-negara anggota OKI untuk mengislamisasi
ekonomi negaranya masing-masing tumbuh setelah Konferensi Ekonomi Islam III
yang diselenggarakan di Islamabad Pakistan bulan Maret 1983. 21Hasilnya,
17
Istilah jihbiz mulai dikenal pada masa Muawiyah (661-680M). Istilah ini dipinjam dari bahasa Persia
kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah jihbiz digunakan untuk orang yang melaksanakan
fungsi dan tugas mengumpulkan pajak tanah.
18
 Pada masa ini setiap wazir (menteri) mempunyai bankirnya masing-masing. Misalnya: Ibnu Furat
menunjuk Harun Ibnu Imran dan Josep Ibnu Wahab sebagai bankirnya.
19
Sudin Haron, Islamic Banking: Rules and Regulations, Pelanduk Publications, Petaling Jaya, 1997, h.
2. Sami Hassan Hamoud, Progress of Islamic Bankin: the Aspirations and the Realities, Islamic Economic
Studies, vol 2 No.1. December 1994, hlm. 71-80
20
Pasca Perang Dunia II berakahir banyak pemuda mahasiswa Muslim belajar ekonomi di Barat
sehingga mereka mendapat wawasan ekonomi yang luas. Menyadari hal itu mereka berupaya menghidupkan
kembali prinsip, nilai, norma dan hukum ekonomi Islami untuk kemudian mereka berusaha untuk
mengaplikasikannya di tanah air mereka.
21
Javed Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari Islamabad dalam
Islamisasi Ekonomi: Suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek Gerakan Perekonomian Islam, (Amrullh dkk., e.,)
sejumlah pemerintahan Islam sudah mendirikan Departemen atau Fakultas
Ekonomi Islam di universitas-universitas mereka, bahkan sudah mulai meng-
Islamkan lembaga pebankan mereka. Gerakan ekonomi syariah adalah suatu
upaya membentuk Sistem Ekonomi Islam (SEI) yang mencakup semua aspek
ekonomi sebagaimana didefinisikan oleh Umer Chapra dalam, The Future of
Economics.
Konferensi Negara-negara Islam sedunia, 21-27 April 1969 memberi dampak
positif berupa perkembangan bank Islam atau bank syari’ah di berbagai negara
yang ditengarai lebih dari 200 lembaga keuangan dan investasi syari’ah yang
berkembang sejak tahun 1975. Pada tahun tersebut, perkembangan sistem
ekonomi syari’ah secara empiris diakui dengan lahirnya Islamic Development
Bank (IDB).

E. Ekonomi Islam di Indonesia


Ketika Islam masuk ke Indonesia pertama kali, kita tahu bersama bahwa jalur
perdaganganlah yang digunakan sebagai jalur masuknya para pedagang muslim
dari Gujarat, Persia, Yaman, Cina dan beberapa negara lainnya. Kearifan akhlak
dan santunnya tata dagang dan penyelesaian akadyang dilakukan para pedagang
muslim memberikan referensi tersendiri bagimasyarakat pesisir kala itu.
Dalam sejarah Islam, kesadaran akan uang sebagai bagian dalam sistem
ekonomi telah muncul sebelum ekonomi itu itu diakui sebagai disiplin ilmu
tersendiri. Peranan uang dalam ekonomi Islam telah didiskusikan oleh Imam
Ghazali (1058-1111 M) dalam kitabnya yang terkenal “Ihya Ulumuddin”.
Menurut Ghazali, manusia memerlukan uang sebagai medium of exchange (alat
perantara/pertukaran) untuk membeli barang dan jasa. Ibnu Taymiyah
menyebutkan bahwa uang itu tidak hanya berfungsi sebaga medium of exchange.
Dua pandangan yang bertolak belakang ini telah mewarnai pemikiran ekonomi
Islam. Sehingga Ibnu Qayyim dalam pembahasannya tentang peranan uang
sependapat dengan Imam Ghazali. Namun Ibnu Khaldun dalam pandangannya
terhadap uang lebih cenderung kepada pendapat Ibnu Taymiyah.6 Sebagai sebuah
kesimpulan tentang fungsi uang dalam Islam, bahwa Islam melarang
memperlakukan uang sebagai commodity (barang) yang bisa diperjual-belikan. In
Islam, money is not identical with commodity that can be traded for the purpose
of making profit.
Islam hanya melihat uang itu sebagai alat tukar, alat perantara, dan alat untuk
menentukan nilai, bukan sebagai barang yang bisa diperjual-belikan.
Sekalipun, Muhammad Rasulullah dikenal sebagai seorang yang berprofesi
pedagang sebelum diangkat sebagai utusan Allah. Dan apa yang dilakukannya
tidak termasuk bagian dari sebuah sunnah. Namun apa yang diperbuatnya sebelum
menjadi nabi adalah sebuah kebaikan. Di mana prinsip berniaga yang dilakukan
oleh Muhammad bin Abdullah adalah jujur dan adil. Prinsip ini hingga sekarang
masih dimasukan dalam kategori perbuatan selalu diidamkan oleh sema manusia,
terlebih dalam Islam. Sekalipun demikian apa yang dilakukan Muhammad bin
PLP2M, Yogyakarta, 1985, hlm. 100-111.
Abdullah sebagai sesuatu yang harus diikuti. Oleh karena itu tak sedikit umat
Islam, bahkan menjadikan perbuatan dagang yang dilakukan oleh Muhammad bin
Abdullah sebagai sunnah yang harus diikuti.
Hubungan Samudera-Pasai dan Mataram misalnya, adalah sudah lama terjalin.
Banyak bukti sejarah yang menunjukkan hubungan Samedra Pasai – Mataram,
diantarnya pada makam Sultan Agung di Imogiri, Yogya, terdapat guci air abad
XVII kiriman Sultan Iskandar Muda dari Samudera-Pasai. Belum lagi kita
mendalami Serat Tajussalatin, kodifikasi hukum tata pemerintah dan petunjuk
memerintah dengan prinsip keadilan. Buku berbahasa dan berhuruf Jawa yang
dipakai di Keraton Yogya tersebut merupakan salinan dari Kitab Tajussalatin,
tulisan berhuruf Jawa berbahasa Pasai, berasal dari masa pemerintah Sultan
Alaad-Din Ri’ayat Syah (1589-1604). Dengan demikian, meskipun zaman itu
masih belum canggih, namun sudah terjalin jaringan intelektual antara Aceh dan
Jawa dan juga dengan seluruh Nusantara.
.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pembahasaan ini sebagai berikut:
1. Monzer Kahf menjelaskan bahwa ekonomi adalah subset dari agama. Sehingga
ekonomi Islam difahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma
Islam yang sumbernya merujuk pada al Quran dan Sunnah.
2. Pemikiran ekonomi Islam terus mengalami perubahan seiring dengan tuntutan dan
persoalan yang dihadapi. Sekalipun demikian, para pemikir dan pelaku ekonomi
Islam tetap menyandarkan aktifitas mereka pada syariah yang bersumber pada al
Qur’an dan Sunnah.
3. Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi Islam
rahmatan lil ‘alamin, kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam
semesta, termasuk manusia di dalamnya.
4. Perkembangan teori ekonomi Islam dimulai dari diturunkannya ayat-ayat tentang
ekonomi dalam al-Qur’an, seperti: QS. Al-Baqarah ayat ke 275 dan 279 tetang
jual-beli dan riba; QS. Al-Baqarah ayat 282 tentang pembukuan transaksi; QS. Al-
Maidah ayat 1 tentang akad; QS. Al-A’raf ayat 31, An-Nisa’ ayat 5 dan 10 tentang
pengaturan pencarian, penitipan dan membelanjakan harta.
5. Ketika Islam masuk ke Indonesia pertama kali, kita tahu bersama bahwa jalur
perdaganganlah yang digunakan sebagai jalur masuknya para pedagang muslim
dari Gujarat, Persia, Yaman, Cina dan beberapa negara lainnya.
B. Saran
Saran yang bisa pemakalah berikan tentang materi Sejarah Ekonomi Islam di
Dunia dan Indonesia adalah untuk mencoba lebih memahami materi yang di
sampaikan jika ada pokok pembahasan yang kurang atau ketidak lengkapan
materi,diharapkan agar pembaca atau pendengar bisa memahami,sekian terima kasin.
DAFTAR PUSTAKA

Abu ‘Ubayd al-Qasim bn Sallam. 1981. Al-Amwa’l. Beirut Libanon. Mu’assassat al-Nashir.

Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib al-Bashriy al-Bagdady al-Mawardy, t.t. al-
Ahkam al-Sulthaniyyah, Dar al-Fikr, Beirut.

Adiwarman A. Karim, Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Islam Indonesia. Diakses dari
http://www.dilibrary.net/images/topics/Materi%20-%20Adiwarman.pdf. Tanggal 30 Januari
2007.

At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain. Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan. (Yogyakarta:
Magistra Insania Press, 2004)

Cf. The Muqaddimah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dri bhasaArab oleh Franz
Rosenthal (3 jilid) diterbitkan oleh Bollingen Foundation Inc., New York

Dawam Raharjo, Menegakan Syariat Islam di Bidang Ekonomi, dalam Adiwarman Karim,
Bank Islam: analisis fiqh dan Keuangan, IIIT Indonesia, Jakarta, 2003

Muhammad Abdul Mannan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Prima Yasa.

Zainal Abidin Ahmad, Dasar-dasar Ekonomi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Anda mungkin juga menyukai