Anda di halaman 1dari 7

Tugas Pertemuan 5

Perkembangan Bank syariah di Indonesia

Mata Kuliah: Istititusi dan Tata Kelola Keuangan Syariah

Oleh:

1. Yayat Taryadi (121012100001)


2. Sidiq Haryono (121012101004)

Magister Ekonomi

Islamic Economics and Finance (IEF)

Universitas Trisakti

1
1. SEJARAH BERDIRINYA BANK SYARIAH DI INDONESIA
Gagasan pendirian bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak
pertengahan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional Hubungan
Indonesia-Timur Tengah pada 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar internasional
yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan
Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun, ada beberapa alasan yang menghambat
terealisasinya ide ini:

1) Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan karena
itu, tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, yakni UU No 14/1967.
2) Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari
atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak dikehendaki
pemerintah.
3) Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam
itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain
pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.

Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun 1988, di saat
pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi
industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas
bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali bahwa
perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya rekomendasi dari
lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22
Agustus 1990, yang kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional
(Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya,
Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank
syariah di Indonesia (Frianto Pandia, 2005: 189).

Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank syariah pertama di Indonesia yang lahir
sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang memungkinkan berdirinya
bank yang sepenuhnya melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah (Sutan Remy
Syahdeini, 2014: 97) BMI lahir sebagai hasil kerja tim Perbankan MUI tersebut di atas.
Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November
1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp.
84 miliar. Pada tanggal 3 Nopember 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana
Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp.
106.126.382.000,-. Dana tersebut berasal dari presiden dan wakil presiden, sepuluh
menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan
Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad.
Selanjutnya, Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan
penopang bank syariah. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei
1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi.

2
Keberadaan BMI ini semakin diperkuat secara konstitusi dengan munculnya Undang-
Undang (UU) No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, di mana perbankan bagi hasil
diakomodasi. Dalam UU tersebut, pasal 13 ayat (c) menyatakan bahwa salah satu usaha
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menyediakan Pembiayaan bagi nasabah berdasarkan
prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Menanggapi Pasal tersebut, pemerintah pada tanggal 30 Oktober 1992 telah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan
prinsip bagi hasil dan diundangkan pada tanggal 30 Oktober 1992 dalam lembaran
negara Republik Indonesia No. 119 tahun 1992 (Syukri Iska, 2012: 253).

Pendirian BMI ini diikuti oleh Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun
demikian, keberadaan dua jenis lembaga keuangan tersebut belum sanggup menjangkau
masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh karena itu, dibentuklah lembaga-lembaga
keuangan mikro syariah yang disebut Baitul Maal Wattamwil (BMT). Setelah dua tahun
beroperasi, Bank Muamalat mensponsori berdirinya asuransi Islam, Syarikat Takaful
Indonesia (STI) dan menjadi salah satu pemegang sahamnya. Tiga tahun kemudian, yaitu
1997, Bank Muamalat mensponsori lokakarya ulama tentang reksadana syariah yang
kemudian diikuti dengan beroperasinya Reksadana Syariah oleh PT Danareksa
Investment Management.

Pada tahun 1998 muncul UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam UU ini terdapat beberapa perubahan yang memberikan
peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah.

Pemberlakuan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam
bentuk SK Direksi BI/ Peraturan Bank Indonesia, telah memberikan landasan hukum
yang lebih kuat bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Peraturan-peraturan
tersebut memberikan kesempatan yang luas untuk mengembangkan jaringan perbankan
syariah antara lain melalui izin pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS) oleh bank
konvensional. Dengan kata lain, bank umum dapat menjalankan dua kegiatan usaha,
baik secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah (Heri Sudarsono, 2007:
30-34).

Pada tanggal 16 Juli 2008, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan
yang memberikan landasan hukum industri perbankan syariah nasional dan diharapkan
mendorong perkembangan bank syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh
lebih dari (>5% per tahun namun pasarnya (market share) secara nasional masih di
bawah 5%. Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah,
baik secara kelembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa lembaga hukum baru
diperkenalkan dalam UU No. 21 Tahun 2008, antara lain yakni menyangkut pemisahan
(spin-off) UUS baik secara sukarela maupun wajib dan Komite Perbank- an Syariah
(Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, 2008).
3
2. PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Berikut tabel perkembangan kelembagaan dan kinerja perbankan syariah di Indonesia
selama kurun satu dekade terakhir sebagai berikut:
Item 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Juli 2021
Asset 199.717 248.109 278.916 304.001 365.662 435.021 489.689 538.498 608.892 631.586
Pembiayaan 151.059 188.555 204.335 218.761 254.670 293.459 329.277 365.125 394.625 405.290
DPK 150.450 187.200 221.886 235.977 285.159 341.706 379.963 425.290 475.796 503.976
NPF 3.488 5.116 9.027 9.721 10.873 11.806 9.977 11.729 12.617 13.321
(Amount)
NPF %) 2,31% 2,71% 4,42% 4,44% 4,27% 4,02% 3,03% 3,21% 3,20% 3,29%
Jumlah 3.064 3.392 2.922 2.747 2.654 2.631 3.292 3.566 3.591 3.975
Kantor
Tenaga kerja 35.351 47.880 46.097 56.515 55.482 55.687 59.389 61.460 62.300 56.937
Sumber : Data Statistik Perbankan Syariah OJK (OJK, http://www.ojk.go.id, akses 20/10/2021)

Perkembangan industri lembaga keuangan perbankan syariah di atas semakin


menunjukkan keunggulannya dalam memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional.
Jika dilihat dari jumlah Bank Umum Syariah di Indonesia dari tahun 2000 s.d. 2021
perbankan syariah mengalami pertumbuhan pesat. Dari tahun 1992 s.d. 1999 hanya ada
satu Bank Umum Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI).

Kemudian dari tahun 2000 s.d. 2003 Bank Umum Syariah bertambah satu yaitu Bank
Syariah Mandiri (BSM). Kemudian dari tahun 2004 s.d. 2007 Bank Umum Syariah
bertambah satu lagi yaitu Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Pada tahun 2008
bertambah dua Bank Umum Syariah yaitu unit Usaha Syariah yang melakukan spin-off
(BRI Syariah dan Bank Syariah Bukopin), pada tahun 2009 bertambah satu lagi Bank
Umum Syariah di Indonesia yaitu BNI Syariah. Pada tahun 2010 s.d. sekarang terjadi
perkembangan yang pesat dengan pertambahan 6 Bank Umum Syariah di Indonesia
yaitu BJB Banten Syariah, Bank Viktoria Syariah, Bank Panin Syariah, BCA Syariah,
Bank Net Syariah (sebelumnya Maybank Syariah Indonesia), BTPN Syariah, Bank
Aceh Syariah dan Bank NTB Syariah.

Pada tahun 2021, lahir Bank Syariah Indoensia (BSI) yang merupakan hasil merger tiga
bank syariah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). yakni PT Bank BRI Syariah Tbk
(BRIS), PT Bank BNI Syariah (BNIS), dan PT Bank Syariah Mandiri (BSM). BSI
merupakan Bank Syariah terbesar di Indonesia dengan aset sebesar Rp 245,7 triliun.
Sedangkan modal intinya Rp 20,4 triliun. Dengan jumlah tersebut, BSI akan langsung
masuk top 10 bank terbesar di Indonesia dari sisi aset. Tepatnya di urutan ke-7.

4
Daftar Bank Syariah di Indonesia:
Berikut daftar bank syariah di Indonesia:
Unit Usaha Syariah
1. PT Bank Danamon Indonesia, Tbk
2. PT Bank Permata, Tbk
3. PT Bank Maybank Indonesia, Tbk
BPRS = 165 4. PT Bank CIMB Niaga, Tbk
UUS = 20 5. PT Bank OCBC NISP, Tbk
6. PT Bank Sinarmas
7. PT BTN (Persero), Tbk.
BUS = 12 8. PT BPD DKI
9. PT BPD Daerah Istimewa Yogyakarta
10. PT BPD Jawa Tengah
11. PT BPD Jawa Timur, Tbk
12. PT BPD Sumatera Utara
Bank Umum Syariah 13. PT BPD Jambi
1. PT. Bank Syariah Indonesia, Tbk 14. PT BPD Sumatera Barat
2. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk 15. PT BPD Riau dan Kepulauan Riau
3. PT. Bank Aceh Syariah 16. PT BPD Sumselbabel
4. PT. BPD Nusa Tenggara Barat Syariah 17. PT BPD Kalimantan Selatan
5. PT. Bank Victoria Syariah 18. PT BPD Kalimantan Barat
6. PT. Bank Jabar Banten Syariah 19. PD BPD Kalimantan Timur
7. PT. Bank Mega Syariah 20. PT BPD Sulselbar
8. PT. Bank Panin Syariah, Tbk
9. PT. Bank Syariah Bukopin
10. PT. BCA Syariah
11. PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah
12. PT. Bank Net Indonesia Syariah

Perkembangan asset perbankan syariah digambarkan dalam grafik berikut:

Asset

700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Juli 2021

Perkembangan asset perbankan syariah semakin menunjukkan peningkatan dan


diharapkan akan tersu meingkatkan market share di masa mendatang.
5
3. ROADMAPS PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
Otoritas Jasa Keuangan telah meluncurkan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah
Indonesia 2020-2025 pada Kamis (25/2). Visi roadmap ini akan dicapai dengan
berlandaskan pada tiga pilar arah pengembangan dengan beberapa inisiatif strategis di
dalamnya. Tiga pilar tersebut diantaranya Penguatan Identitas Perbankan Syariah,
Sinergi Ekosistem Ekonomi Syariah, Penguatan Perizinan, Pengaturan, dan Pengawasan.

OJK menyebutkan beberapa isu yang menghambat pertumbuhan industri perbankan


syariah, yaitu model bisnis, IT, SDM, selain juga faktor external literasi, dimana hal ini
bukan hal yang baru dan selalu disebutkan namun merupakan isu lama yang belum
optimal memperoleh solusi.

Untuk mendukung pengembangan perbankan syariah, diperlukan adanya satu komando,


satu institusi yang fokus memperbaiki, dan mencari solusi atas masalah yang sebenarnya
sudah terdeteksi dari setidaknya lebih dari lima tahun lalu. Saat ini perlu diapresiasi
dibentuknya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang sudah
mengemban beberapa peran penting dalam mengatasi isu-isu tersebut.

Namun political power dari KNEKS belum cukup kuat untuk memberi influential
power yang signifikan di kancah perekonomian dan perbankan syariah nasional. Bank
Syariah Indonesia (BSI) dengan amunisi modal yang sangat kuat juga harus berani ambil
langkah signifikan. Political power yang kuat perlu juga didukung dengan regulasi yang
kuat seperti RUU Ekonomi Syariah, sehingga saya harap isu-isu yang disebutkan tersebut
tidak muncul lagi.

4. TANTANGAN BANK SYARIAH


Meskipun perkembangan industri perbankan syariah cukup baik namun perlu disadari
masih adanya beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan syariah dapat
meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya
secara berkesinambungan. Tantangan yang harus diselesaikan perbankan syariah di
Indonesia antara lain sebagai berikut:

a. Pemenuhan gap sumber daya insani (SDI), terutama dari sisi kualitas. Ekspansi
perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh penyediaan SDI secara
memadai sehingga secara akumulasi diperkirakan menimbulkan gap mencapai
20.000 orang.
b. Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan
berbasis kekhususan kebutuhan masyarakat.
c. Kelangsungan program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
d. Transformasi teknologi perlu menjadi fokus utama pengembangan bank syariah
sesuai dengan tuntutan dan perkembangan saat ini.
6
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim. 2007. Bank Islam Analisis Fiqh danKeuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Amir Machmud dan Rukmana. 2010. Bank Syariah: Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia, Jakarta: Erlangga.
Andri Soemitra. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana.
Frianto Pandia. 2005. “Lembaga Keuangan”, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
http://www.ojk.go.id
https://www.republika.co.id
http://www.media.neliti.com, Nofinawati, Perkembangan Perbankan Syariah di
Indonesia
M. Syafi’i Antonio. 1999. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum,Jakarta: Gema Insani
Yogyakarta : Fajar Media Press.
Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Anda mungkin juga menyukai