Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kemiskinan dianggap sebagai bagian dari masalah penting yang memiliki
pengaruh besar terhadap kehidupan individu dan sosial. 1 Kemiskinan menjadi
problematika hidup yang sejak dahulu dihadapi manusia. Berbagai aturan dan sistem
sosial, tidak mampu memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut dan inilah
penyebab maraknya berbagai kejahatan dan pertikaian antara sesama manusia di tengah
tengah kehidupan kita.
Kemiskinan dalam ekonomi Islam lebih kompleks dan mendekati realita jika
dibandingkan dengan kemiskinan yang ada dalam ekonomi konvensional, kemiskinan
dalam ekonomi Islam tidak melulu masalah duniawi saja tapi juga masalah ukhrawi,
meskipun ada juga beberapa persamaan dengan ekonomi konvensional untuk pemaknaan
kemiskinan material. Yang paling penting adalah, Islam sebagai agama yang pertengahan
juga memerangi kemiskinan.2 Berbeda dengan motif ekonomi konvensional yang
berangkat dari sebab bahwa kemiskinan merupakan penghambat pertumbuhan ekonomi
sebagaimana diungkapkan di atas, dalam Islam "permusuhan" terhadap kemiskinan
berangkat dari rasa cinta atau mahabbah kepada Allah, kemudian pengharapan atau roja
terhadap rahmat serta ampunan Allah, dan rasa takut atau khouf pada siksa dan azab dari
Allah, yang ketiganya ini merupakan implementasi dari pengesaan terhadap Allah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Kemiskinan?
2. Bagaimana Pandangan Islam terhadap Kemiskinan?
3. Apa saja Faktor Faktor Kemiskinan?
4. Bagaimana solusinya dalam islam?
5. Bagaimana status dan kedudukan harta dalam islam?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian Kemiskinan
2. Agar mengetahui Pandangan Islam terhadap Kemiskinan
3. Agar mengetahui Faktor Faktor Kemiskinan
4. Agar mengetahui solusinya dalam islam
5. Agar mengetahui status dan kedudukan harta dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk
memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi ketidakmampuan
ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang
rendah ini juga akan berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar
hidup rata-rata seperti standar kesehatan masyarakat dan standar pendidikan. Kondisi
masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan kemampuan pendapatan
dalam memenuhi standar hidup (Nugroho, 1995).
Pada prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya
kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun
pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari
standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan kondisi
ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari
rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan
dirinya (Suryawati, 2004).
Definisi mengenai kemiskinan dibentuk berdasarkan identifikasi dan pengukuran
terhadap sekelompok masyarakat/golongan yang selanjutnya disebut miskin (Nugroho,
1995). Pada umumnya, setiap negara termasuk Indonesia memiliki sendiri definisi
seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan miskin. Hal ini dikarenakan kondisi yang
disebut miskin bersifat relatif untuk setiap negara misalnya kondisi perekonomian,
standar kesejahteraan, dan kondisi sosial. Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau
ukuran-ukuran berdasarkan kondisi tertentu, yaitu pendapatan rata-rata, daya beli atau
kemampuan konsumsi rata-rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan.
Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan
dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk menjamin
kelangsungan hidup (Suryawati, 2004: 122). Kemampuan pendapatan untuk mencukupi
kebutuhan pokok berdasarkan standar harga tertentu adalah rendah sehingga kurang
menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup pada umumnya. Berdasarkan pengertian
ini, maka kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan
pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat
menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup.

B. Pandangan islam terhadap kemiskinan


Islam memandang kemiskinan berdasarkan norma dan nilai ideologisnya.
Sebagaimana disebut oleh Sadeq (1997). Dua tingkat kemiskinan telah tersirat dalam
sumber-sumber Islam. Pertama, kemiskinan kronis atau biasa disebut ‘hardcore poverty’
sebagaimana tersirat dalam konsep ‘faqir‘ dan ‘miskin’ dalam terminologi Islam. Kedua,
kemiskinan yang rendah, yang dapat disebut ‘general poverty’, sebagaimana tercermin
dalam nisab zakat. Meskipun ada beberapa pendapat berbeda tentang (faqir dan miskin),
tetapi dua konsep itu masih mengacu kepada kemiskinan. Faqir mengacu pada seseorang
yang tidak memiliki tempat tinggal atau tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi
keperluan dasar seperti makanan, pakaian, akomodasi, dan kebutuhan lainnya, untuk
dirinya sendiri dan tanggungannya, dan miskin mengacu pada yang serupa, tetapi masih
memiliki penghasilan namun tidak mencukupi kondisinya. Kedua konsep itu merujuk
pada kondisi ekonomi seseorang yang tidak bias memenuhi kebutuhan dasar.
Kemiskinan maupun kekayaan pada dasamya merupakan ujian bagi seorang
muslim di dunia. Miskin dan kaya bukan ukuran seseorang hina atau mulia. Kemiskinan
dan kekayaan keduanya sama-sama merupakan cobaan dan ujian bagi seorang hamba.
Orang yang miskin diuji dengan kekafirannya, apakah ia dapat bersabar ataukah tidak.
Sementara orang kaya diuji dengan kekayaannya, apakah ia dapat bersyukur ataukah
kufur terhadap nikmat Allah Ta'ala.

Anda mungkin juga menyukai