BAB 1
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
A. Sistim Keuangan
Salah satu sub-sistem tatanan perekonomian di suatu Negara yang
berperan dan melakukan aktivitas dalam berbagai jasa keuangan ialah sistem
keuangan, dimana peranan ini dijalankan oleh lembaga keuangan. Fungsi
utama sistem keuangan adalah sebagai intermediasi (perantara) dari
masyarakat yang memiliki kelebihan dana (penabung) kepada pengguna dana
untuk kemudian dipergunakan bagi membeli berbagai barang dan jasa serta
melakukan investasi. Dari aktivitas ekonomi ini, perekonomian dapat tumbuh
dan meningkatkan standar kehidupan.
Berbagai studi menunjukkan bahwa sistem keuangan telah memainkan
peran vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya
sistem keuangan dapat pula menjerumuskan perekonomian kepada jurang
krisis ekonomi apabila tidak dikelola secara penuh kehati-hatian. Negara yang
maju perekonomiannya ialah Negara yang berhasil menata sistem keuangan
yang baik.
Sistem keuangan memiliki fungsi yang sangat vital dalam perekonomian
modern. Sistem keuangan berfungsi menyediakan mekanisme pembayaran,
menyediakan dana untuk pembiayaan/kredit, penciptaan alat penukaran, dan
berbagai sarana mobilisasi tabungan. Secara mendasar fungsi sistem keuangan
ada lima, yaitu 1:
1. Memobilisasi tabungan. Sistem keuangan dapat menciptkan berbagai
instrument yang dapat digunakan untuk memobilisasi dana dalam
jumlah kecil tetapi banyak
2. Mengalokasikan sumber daya. Sistem keuangan dapat berperan
sebagai pengumpul informasi mengenai peluang-peluang investasi
secara lebih efisien sehingga membantu memperbaiki sumber daya.
1
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 18-
19
1
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
2
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
2
Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 170-172
3
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
3
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan,(Jakarta: LPFE UI, 2004) hlm. 5
4
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4
Syarif Wijaya, Lembaga-lembaga Keuangan dan Bank, (Yogyakarta: BPFE-Yk, 2000), hlm. 6
5
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan edisi revisi, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2008),
hlm. 2
6
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 29
5
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
7
Veitzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2007), hlm. 20
8
Dahlan Siamat, op.cit, hlm. 5-6
6
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
Tabel 1.1.
Perbedaan Kedua Bentuk Lembaga Keuangan 9
Kegiatan Bank LKNB
Penghimpunan 1. Secara langsung berupa Hanya secara tidak langsung
dana simpanan dana masyarakat dari masyarakat (terutama
(tabungan, deposito, dan giro) melalui kertas berharga; dan
2. Secara tidak langsung dari bisa juga dari penyertaan,
masyarakat (surat berharga, pinjaman/kredit dari lembaga
penyertaan, pinjaman/kredit lain)
dari lembaga lain)
Penyaluran dana 1. Untuk tujuan modal kerja, 1. Terutama untuk tujuan
investasi, konsumsi investasi
2. Kepada badan usaha dan 2. Terutama kepada badan
individu usaha
3. Untuk jangka pendek, 3. Terutama untuk jangka
menengah dan panjang menengah dan panjang
Peran penting lembaga keuangan baik bank maupun non bank dalam
perekonomian ialah10:
1. Pengalihan aset (asset transmutation)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan pinjaman
kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu
yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari
pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur
sesuai keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank dan lembaga
keuangan bukan bank telah berperan sebagai pengalih aset dari unit
surplus (lenders) kepada unit defisit (borrowers). Dalam kasus yang
berbeda, pengalihan aset dapat pula terjadi jika bank dan lembaga
keuangan bukan bank menerbitkan sekuritas sekunder (giro, deposito
berjangka, dana pensiun dan sebagainya) yang kemudian dibeli oleh
unit surplus dan selanjutnya ditukarkan dengan sekuritas primer
(saham, obligasi, promes, commercial paper, dan sebagainya) yang
diterbitkan oleh unit defisit
9
Y Sri Susilo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Salemba Empat, 2000, h. 3
10
Ibid, h. 8
7
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
2. Transaksi (transaction)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank memberikan berbagai
kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang
dan jasa. Produk-produk yang dikeluarkan oleh bank dan lembaga
keuangan bukan bank (giro, tabungan, deposito, saham, dan sebagainya)
merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat
pembayaran
3. Likuiditas (liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk
produk-produk berupa giro, tabungan, deposito dan sebagainya.
Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas
yang berbeda-beda. Untuk kepentingan likuiditas pemilik dana, mereka
dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya.
4. Efisiensi (efficiency)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat menurunkan biaya
transaksi dengan jangkauan pelayanannya. Peranan bank dan lembaga
keuangan bukan bank sebagai broker adalah mempertemukan pemilik
dan pengguna modal. Lembaga keuangan memperlancar dan
mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan.
Lembaga keuangan syariah didirikan dengan tujuan mempromosikan
dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya
ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Adapun
yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan dan keuangan yang berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki wewenang dalam penetapan fatwa di bidang
syariah. Prinsip-prinsip syariah yang dianut oleh lembaga keuangan syariah
dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan
keuniversalan.
8
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
11
Andri Soemitra, op.cit, hlm. 36-39
12
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Alvabet, 2002, h. 2
13
Rimsky K Judiseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005, h. 92-93
9
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
14
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008, h. 26-31
15
Y. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2000, h. 6
10
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
16
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, h. 3
11
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah
uang sebagai dagangan utamanya 17.
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran
gerakan renaissance Islam modern, yaitu neorevivalis dan modernis18. Tujuan
utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada
lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan
ekonominya dengan berlandaskan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sehingga dapat ditarik suatu definisi umum yaitu Bank Syariah ialah
lembaga keuangan yang menjalankan fungsi perantara (intermediary) dalam
penghimpunan dana masyarakat serta menyalurkan pembiayaan kepada
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Bank syariah bukan hanya bank bebas bunga, namun memiliki orientasi
pencapaian sejahtera. Secara fundamental terdapat beberapa karakteristik
bank syariah, yaitu 19:
1. Penghapusan riba
2. Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio-
ekonomi Islam
3. Bank syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari bank
komersial dan bank investasi
4. Bank syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati-hati terhadap
permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal,
karena bank komersial syariah menerapkan profit-loss sharing dalam
konsinyasi, ventura, bisnis atau industri
5. Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara bank syariah dan
pengusaha
17
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta:
Ekonisia, 2003, h. 27
18
Abdullah Saeed. Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba and its
Contemporary Interpretation, Leiden: EJ Brill, 1996
19
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media,
2009, h.67
12
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
20
Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional
Bank Syariah, Jakarta: Djambatan, 2001, h. 24
21
Isa Abdurrahman, Al Muamalat Al Haditsah wa Ahkamah, Cairo, h. 29 dalam Warkum
Sumitro, Azaz-azaz Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait BMUI dan Takaful di Indonesia,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996, h. 18
13
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
22
Ibid, h. 29-34
14
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
Barang
Harga
Akad/Ijab qabul
b. Syarat, seperti:
Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan
jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah
Harga barang dan jasa harus jelas
Tempat penyerahan harus jelas karena akan berdampak pada
biaya transportasi
Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam
kepemilikan
2. Lembaga penyelesai sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah
terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya,
kedua pihak diarahkan untuk tidak menyelesaikannya di peradilan
negeri, melainkan sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga
yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di
Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbritase Syariah Nasional atau
Basyarnas.
3. Struktur organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi ada
tambahan satu struktur lagi di dalam struktur organisasi bank syariah,
yaitu dengan masuknya unsur Dewan Pengawas Syariah, yang bertugas
untuk mengawasi operasionalisasi bank agar produk-produknya sesuai
dengan prinsip syariah
4. Bisnis dan usaha yang dibiayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas
dari saringan syariah, karena itu bank syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang
diharamkan
15
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
23
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 33-34
16
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
24
M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung:
Pustaka Setia, 2012), hlm. 113-114
17
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
18
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
19
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 2
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
1
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung, Pustaka Setia, 2006), hlm. 16
20
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
2
Ibid, hlm. 16
21
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
22
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
23
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
24
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
3
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 3
4
Ibid, hlm 20 - 21
25
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 3
26
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
pada kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang terdapat di organisasi
tersebut, apabila organisasi memiliki sumber daya manusia yang berkualitas baik
dan jumlah yang cukup maka itu akan mampu menjadi keunggulan, begitu pula
sebaliknya apabila kualitas sumber daya manusia yang dimiliki buruk maka itu
akan menjadi kelemahan dari organisasi tersebut.
Organisasi atau perusahaan bisnis dikelola oleh orang-orang secara
kolektif. Permasalahan yang seringkali muncul berkaitan dengan orang-orang atau
karyawan berakar dari konsep manajemen yang mengasumsikan bahwa semua
orang pada hakikatnya sama dan mereka semua dapat diperlakukan sama. Intinya
adalah bahwa pluralitas di kalangan karyawan menuntut perhatian manajer agar
setiap pribadi dapat mengenali, menggali, dan mengembangkan potensi yang
dimilikinya, sehingga mereka dapat bekerja secara optimal dan produtkif dalam
organisasi atau perusahaan bisnis.
Eric Zimmerman dalam bukunya, Economic Principles and Probelms,
menyebutkan bahwa sumber daya berkembang secara dinamis menurut irama
kegiatan dan kebutuhan manusia. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah
sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Justru
sumber daya manusia inilah yang menentukan tujuan organisasi atau perusahaan
bisnis dapat tercapai atau tidak. Oleh karena itu, manajemen sumber daya manusia
menjadi sangat diperlukan dalam proses modernisasi dan industrialisasi.
Pengelolaan SDM harus dilaksanakan secara profesional, sehingga SDM
yang dimiliki oleh perusahaan dapat bekerja secara efektif. Pengelolaan SDM yang
profesional dimulai dari proses rekrutmen, seleksi, penempatan kerja, pelatihan,
sampai dengan pengembangan karir dan kompensasinya. Mungkin salah satu hal
yang menyebabkan stigma buruk dalam sistem pegawai negeri sipil (PNS) di
negara kita terkait dengan rendahnya kualitas PNS disebabkan oleh pengelolaan
SDM yang masih kurang profesional. Seringkali dari awal proses rekrutmen
terutama dalam rekrutmen tenaga dari honorer tidak melalui seleksi yang ketat
melainkan hanya dari kedekatan dengan pengambil kebijakan, sehingga hal ini
berimplikasi lebih lanjut pada kualitas SDM ketika para tenaga honorer tersebut
diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Belum lagi dahulu budaya “titip menitip”
terstruktur dalam pola rekrutmen PNS.
27
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 22
7
Moses N Kiggundu, Managing Organization in Developing Countries: An operational and
Strategic Approach, (Kumarian Press, 1989), hlm. 146
28
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
29
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
yang dapat dipertanggungjawabkan secara strategis, etis, dan sosial. Para manajer
bekerja melalui upaya orang lain atau bawahan sehingga ia membutuhkan
pemahaman tentang konsep manajemen sumber daya manusia. Manajemen
sumber daya manusia yang efektif mengharuskan manajer menemukan cara
terbaik dalam memperkerjakan orang-orang atau bawahan untuk mencapai tujuan
organisasi atau perusahaan. Pendayagunaan sumber daya manusia yang tepat
menyangkut pemahaman terhadap kebutuhan individual agar potensi sumber
daya manusia dapat digali dan dimanfaatkan secara penuh. Hal yang esensial dari
manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pendayagunaan secara
penuh dan berkesinambungan terhadap sumber daya manusia yang ada sehingga
mereka dapat bekerja secara optimal, efektif, dan produktif dalam mencapai tujuan
organisasi atau perusahaan.
Empat hal penting berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia
adalah sebagai berikut 11:
a. Penekanan yang lebih dari biasanya terhadap pengintegrasian berbagai
kebijakan sumber daya manusia dengan perencanaan.
b. Tanggung jawab pengelolaan sumber daya manusia tidak lagi menjadi
tanggung jawab manajer khusus, tetapi manajemen secara keseluruhan.
c. Adanya perubahan dari hubungan serikat pekerja manajemen menjadi
hubungan manajemen karyawan.
d. Terdapat aksentuasi pada komitmen untuk melatih para manajer agar
dapat berperan optimal sebagai penggerak dan fasilitator.
Penekanan yang pertama, menganggap bahwa manajemen sumber daya
manusia bukan hanya aktivitas strategik, melainkan sesuatu yang sentral dalam
pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia kini diakui sebagai sumber
daya organisasi yang paling berharga. Penekanan yang kedua, menegaskan
perlunya para manajer sumber daya manusia menyerahkan tanggung jawab
pengelolaan manusia atau karyawan kepada manajer senior. Penekanan yang
ketiga, memperlihatkan adanya pergeseran dari hubungan industri menjadi
hubungan karyawan. Penekanan yang keempat, bahwa pengelolaan organisasi
11
Samsudin, op.cit, hlm. 23
30
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
12
Veitzhal Rivai dan Eva Jauhari Sagala, op.cit, hlm. 12
13
Ibid, hlm. 16
31
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
32
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
tahapan 14, yaitu tahap pengrajin, manajemen ilmiah, hubungan manusia, sains
perilaku, dan fungsi sumber daya manusia.
1. Tahap Pengrajin
Orang-orang yang bekerja selama kurun waktu 1600 sampai 1700-an
diarahkan oleh sistem perajin (craf system). Di bawah sistem ini produksi barang
dan jasa dihasilkan oleh sekelompok pekerja di dalam sebuah ruang kerja yang
sempit, seperti rumah tangga setiap kepala perajin mempunyai beberapa
pemegang (apprencites) dan nomanden (journeyman) untuk melakukan
pekerjaannya. Jika ada perajin yang mengundurkan diri, yang menggantikan
adalah nomanden yang senior. Tidak ada kebingungan tentang jalur karir ataupun
upah. Sistem perajin berlangsung kurang lebih selama 200 tahun. Sistem perajin
paling cocok untuk industri kerajinan rumah tangga (domestic industry).
Karena permintaan produk meningkat, sistem perajin tidak lagi sanggup
memenuhinya. Perajin harus mengangkat lebih banyak nomanden dan pemegang,
dan ruang kerja yang sempit beralih menjadi semacam pabrik kecil. Pada saat yang
sama, mesin mulai diperkenalkan dan dapat digunakan untuk membantu
menghasilkan produk barang bermutu tinggi secara lebih cepat. Perubahan ini
mengantarkan masyarakat menuju Revolusi Industri.
2. Tahap Manajemen Ilmiah (Survival)
Pada awal tahun 1900-an, terjadi perubahan tempat dan metode kerja.
Berbagai mesin dan metode pabrik untuk meningkatkan produksi mulai
diperkenalkan. Melonjaknya produksi barang diiringi pula oleh munculnya
beberapa masalah karena mesin produksi membutuhkan beberapa orang untuk
mengoperasikannya sehingga jumlah pekerja meningkat secara dramatis. Hal ini
memaksa manajer menyusun peraturan dan prosedur guna mengawasi para
pekerja. Salah satu perkembangan paling signifikan yang mengemuka selama
kurun waktu itu adalah proses yang disebut dengan manajemen ilmiah (scientific
manajement). Dilihat dari perspektif manajemen, gerakan manajemen ilmiah ini
menciptakan suatu kebutuhan akan manajemen sumber daya manusia yang lebih
efektif.
14
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm. 26-29
33
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
34
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
pertama dengan mengindikasikan bahwa faktor sosial dan psikologis dalam suatu
lingkungan kerja dapat mempunyai dampak signifikan terhadap produktivitas
kerja para karyawan. Produktivitas bertalian langsung dengan intensitas kerja
sama dan kerja tim dalam kelompok. Tingkat kerja tim dan kerja sama
berhubungan dengan minat penyelia dan periset dalam kelompok kerja,
kurangnya pendekatan koersif terhadap perbaikan produktivitas, dan partisipasi
kalangan karyawan dalam perubahan yang memengaruhi mereka. Dalam
penelitiannya, Hawthorne menemukan kenyataan bahwa perasaan, emosi, dan
sentimen para karyawan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja, seperti
gaya kepemimpinan atasan, perhatian, sikap, dan dukungan manajemen. Berbeda
dengan pandangan Taylor yang melihat organisasi sebagai suatu sistem ekonomi
yang bersifat teknis dan mekanis.
Dipicu oleh hasil temuan Hawthorne maka dilakukan riset lanjutan
terhadap faktor sosial dan cara individu bereaksi terhadapnya. Temuan dari kajian
ini menunjukkan bahwa kebutuhan karyawan harus dipahami dan ditindaklanjuti
oleh manajemen agar mereka merasa senang bekerja, puas, dan produktif.
Komunikasi antara para karyawan dan penyeliannya dibina karena adanya
kebutuhan iklim kerja yang partisipatif. Cara ini ternyata dapat meningkatkan
kinerja dan produktivitas perusahaan.
4. Tahap Behavioralisme (Sains Perilaku)
Era sains perilaku (behavioral science) muncul sebagai dampak dari
meluasnya beragam temuan akademik dari berbagai disiplin ilmu, seperti
psikologi, ilmu politik, dan sosiologi, dan biologi. Sains perilaku lebih terfokus pada
organisasi secara keseluruhan dan kurang memperhatikan individu. Sains perilaku
mengkaji lingkungan tempat kerja yang mempengaruhi individu, karyawan, dan
sebaliknya. Perilaku oraganisasi (organization behavior) dan manajemen sumber
daya manusia tumbuh dan berkembang dari era sains perilaku.
5. Tahap Fungsi Sumber Daya Manusia
Pekerjaan para sekretaris dewasa ini semakin bertumpuk. Sekretaris
dituntut mengetahui pengaruh Undang-Undang Ketenagakerjaan terhadap
perkembangan perusahaan. Sekretaris juga diwajibkan menyimpan arsip
mengenai karyawan, sistem gaji, dan menyampaikan saran kepada atasan.
35
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
Kelompok yang lain mengkhususkan diri pada pengangkatan dan pelatihan para
karyawan. Kelompok lainnya mengurusi negosiasi dengan serikat pekerja atas
dasar kontrak yang dapat diterima setiap bagian pada akhirnya menjadi fungsi
sebuah unit sumber daya manusia.
Dalam suatu penelitian intensif yang dilakukan oleh L. James Harvey 15
ditemukan sembilan trend utama, yaitu:
Meningkatnya bobot fungsi sumber daya manusia
Perubahan ke arah pengawasan dan kebijaksanaan yang tersentralisasi dan
pelaksanaan-pelaksanaan yang terdesentralisasi
Pengembangan manajemen yang meningkat
Peningkatan otomatisasi dan pengembangan sistem informasi sumber daya
manusia
Integrasi program sumber daya manusia
Perubahan ke arah sistem merit dan akuntabilitas
Peningkatan perhatian terhadap sikap-sikap dari para pekerja
Peningkatan perhatian terhadap budaya dan nilai-nilai organisasi
Peningkatan dan perluasan program-program perbaikan produktivitas
E. Tujuan dan Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah memperbaiki kontribusi
produktiv orang-orang atau tenaga kerja terhadap organisasi atau perusahaan
dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Para
manajer dan departemen sumber daya manusia mencapai maksud mereka dengan
memenuhi tujuannya. Tujuan manajemen sumber daya manusia tidak hanya
mencerminkan kehendak manajemen senior, tetapi juga harus menyeimbangkan
tantangan organisasi, fungsi sumber daya manusia, dan orang-orang yang
terpengaruh. Kegagalan melakukan tugas itu dapat merusak kinerja, prodiktivitas,
laba, bahkan kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan. Empat tujuan
manajemen sumber daya manusia adalah 16:
15
L. James Harvey, Nine Major Trends in HRM, dalam Personel Administrator, American Society
for Personl Administration, 1986, hlm. 102-105, 108-109
16
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm. 30-32
36
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
a. Tujuan sosial
Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi atau
perusahaan bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan
tantangan terhadap masyarakat dengan meminimalkan dampak negatifnya.
Organisasi atau perusahaan diharapkan diatpa meningkatkan kualitas masyarakat
dan membantu memecahkan masalah-masalah sosial. Sebagai implikasinya,
beberapa organisasi atau perusahaan, khususnya perusahaan-perusahaan besar
menambahkan tanggung jawab sosial ke dalam tujuan perusahaan mereka dan
menghubungkan sumber daya manusia pada hal-hal seperti program kesehatan
lingkungan, proyek perbaikan lingkungan, serta menyelenggarakan dan
mensponsori berbagai kegiatan sosial.
Organisasi atau perusahaan bisnis merupakan bagian yang integral dari
kehidupan masyarakat. Perusahaan akan menjadi efektif selama menjalankan
aktivitas yang dibutuhkan masyarakat. Kontribusi perusahaan terhadap
masyarakat mengindikasikan faktor di luar organisasi akan berpengaruh terhadap
aktivitas dan kemajuan organisasi. Masyarakat mengharapkan perusahaan bisnis
untuk menyediakan produk dan jasa yang diperlukan dengan tingkat harga yang
wajar, bermutu, dan pengiriman yang tepat waktu. Masyarakat mengharapkan
perubahan bisnis mematuhi nilai dan norma sosial. Serta setiap perusahaan bisnis
dapat menyerap dan mendayagunakan sumber daya manusia yang ada, agar setiap
pekerja diperlakukan secara adil dan bijaksana.
b. Tujuan Organisasional
Tujuan organisasional adalah sasaran formal yang dibuat untuk membantu
organisasi mencapai tujuannya. Departemen sumber daya manusia dibentuk untuk
membantu para manajer mewujudkan tujuan organisasi, serta meningkatkan
efektivitas organisasional dengan cara:
Menyediakan tenaga kerja yang terlatih dan bermotivasi tinggi.
Mendayagunakan tenaga krja secara efisien dan efektif.
Mengembangkan kualitas kerja dengan membuka kesempatan bagi
terwujudnya aktualisasi diri karyawan.
Menyediakan kesempatan kerja yang sama, lingkungan kerja yang sehat
dan aman, dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak karyawan.
37
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
38
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
39
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
c. Seleksi
Dalam menyeleksi karyawan baru, departemen sumber daya manusia
biasanya menyaring pelamar melalui wawancara, tes, dan menyelidiki latar
belakang pelamar. Selanjutnya, merekomendasikan pelamar yang memenuhi
persyaratan pada manajer untuk diambil keputusan pengangkatan terakhir.
d. Pelatihan dan Pengembangan
Perkembangan organisasi atau perusahaan terkait erat dengan kualitas
sumber daya manusianya. Apabila sumber daya manusia kualitasnya rendah,
stagnasi organisasi atau perusahaan kemungkinan besar akan terjadi. Program
pelatihan dan pengembangan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang
untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, sikap, dan kinerja
sumber daya manusia. Aktivitas pelatihan ini mengajarkan keahlian baru,
memperbaiki keahlian yang ada, dan memengaruhi sikap dan tanggung jawab para
karyawan. Aktivitas pengembangan dirancang untuk mendidik karyawan sehingga
mereka siap dipromosikan dan mampu memandang peran mereka dalam
organisasi secara lebih luas. Pengembangan sumber daya manusia dibutuhkan
karena pekerjaan selalu berubah.
e. Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) merupakan salah satu
faktor kunci dalam mengembangkan suatu organisasi atau perusahaan secara
efektif dan efisian. Dengan dilakukannya penilaian prestasi kerja berarti suatu
organisasi atau perusahaan telah memanfaatkan secara baik sumber daya manusia
yang ada dalam organisasi. Informasi yang relavan dan reliable tentang prestasi
kerja sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja para karyawan karena akan
mempermudah perumusan kebijakan lebih lanjut. Informasi yang akurat dari
prestasi karyawan akan memungkinkan dilaksanakannya perencanaan karier bagi
mereka. Penilaian prestasi kerja secara individual akan sangat bermanfaat bagi
kemajuan organisasi atau perusahaan secara keseluruhan.
f. Kompensasi
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, terutama perusahaan yang profit-
making, maka pengaturan kompensasi merupakan faktor penting untuk dapat
memelihara dan mempertahankan prestasi kerja para karyawan. Suatu
40
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
41
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 3
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
42
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
1
Sondang P. Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hlm. 41
2
Faustino, Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Penerbit Andi,
2003), hlm. 83
3
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 30
43
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan,
Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 42-43
44
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
45
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BP STIE YKPN, 2004) dalam
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 36-37
46
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
2. Perencanaan progam
Perencanaan prorgam mengikuti penyusunan rencana kepegawaian.
Perencanaan program menyangkut pemilihan alat sumber daya manusia
yang paling efektif yang terpusat pada kelebihan maupun kekurangan
sumber daya manusia. Perencanaan program meliputi pengkoordinasian
beragam program untuk memenuhi rencana kepegawaian dalam bidang
personalia yang berbeda. Perencanaan program akan membantu manajer
dalam mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan perubahan relatif
terhadap perolehan, penyebaran, dan pendayagunaan orang-orang.
Terdapat tiga hal penting dalam membuat dan mengevaluasi program
sumber daya manusia, yaitu 6:
1. Membuat program alternatif berdasarkan model sumber daya manusia
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
2. Mengevaluasi berbagai alternatif yang dihasilkan menurut empat kriteria,
yakni kemungkinan untuk sukses, antisipasi besarnya biaya, kelayakan
teknis tindakan, dan kemungkinan dampak tindakan terhadap bagian lain
dari organisasi
3. Memutuskan untuk melaksanakan seperangkat program yang terintegrasi
berdasarkan pencapaian tujuan sumber daya manusia seefektif mungkin.
Beberapa keuntungan bagi perusahaan besar yang menggunakan
perencanaan sumber daya manusia, yaitu 7:
1. Integrasi yang strategis antara permintaan dan jumlah staf yang ada
2. Pemanfaatan sumber daya manusia yang tersedia secara efektif
3. Persaingan sumber daya manusia dan sasaran perusahaan masa depan
secara tepat guna
4. Hemat secara ekonomi dalam penerimaan para pegawai baru
5. Memperluas informasi sumber daya manusia sesuai dengan kegiatan
sumber daya manusia dan unit organisasi lain
6
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 37
7
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan,
Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 31
47
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6. Permintaan dalam jumlah besar pada pasar tenaga kerja lokal akan
terpenuhi
7. Koordinasi program sumber daya manusia dan kebutuhan yang tersedia.
Bagi perusahaan kecil mungkin juga ada keuntungannya. Namun dalam
praktiknya keuntungan yang diperoleh dengan adanya perencanaan SDM tersebut
tidak seimbang dengan waktu dan biaya yang dikeluarkan.
Menurut Hadari dalam Hastho Joko NU dan Meilan Sugiarto (2007),
perencanaan sumber daya manusia mempunyai beberapa manfaat, yaitu 8:
1. Meningkatkan sistem informasi sumber daya manusia
2. Bertolak dari manfaat pertama yang diatas, berarti juga perencanaan
sumber daya manusia bermanfaat untuk:
a. Meningkatkan pendayagunaan sumber daya manusia
b. Menyelaraskan aktivitas sumber daya manusia dengan sasaran
organisasi secara lebih efisien
c. Menghemat tenaga, waktu, dan dana serta dapat meningkatkan
kecermatan dalam proses penerimaan tenaga kerja
3. Untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi sumber daya manusia
oleh manajer sumber daya manusia
4. Dalam jangka panjang bermanfaat bagi organisasi atau perusahaan
untuk memperkirakan kondisi dan kebutuhan pengelolaan sumber daya
manusia selama 2, 3 atau 10 tahun mendatang. Sehingga perusahaan
dapat mengatur kebutuhan SDM yang diperlukan dalam jangka panjang
dan disesuaikan dengan rencana bisnis yang telah disusun.
5. Dalam jangka pendek bermanfaat untuk mengetahui posisi atau jabatan
atau pekerjaan yang lowong pada tahun mendatang. Dengan demikian
dapat dilakukan proses untuk mengisi kekosongan itu, baik dengan
memanfaatkan sumber tenaga kerja di dalam atau di luar negeri
Menurut Sunarto dan Sahedhi Noor9 manfaat dari perencanaan sumber daya
manusia, ialah:
8
Hastho Joko N.U dan Meilan Sugiarto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta, Ardana
Media, 2007)
9
Sunarto dan Sahedhy Noor, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE UST, 2003)
48
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
49
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
10
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, op cit, hlm. 51
50
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
51
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
11
Veitzhal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, op.cit, hlm. 36-38
52
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
12
Faustino Cardoso Gomes, op cit, hlm. 84
13
Veitzhal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, op.cit, hlm. 41
14
Danang Sunyoto, op.cit, hlm. 41-42
53
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
54
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
15
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, op cit, hlm. 52
55
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
16
Ibid, hlm. 70
17
Faustino Cardoso Gomes, op cit, hlm. 89 - 90
56
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
18
Veitzhal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, op cit, hlm. 71
19
Ibid, hlm. 71-72
57
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
20
Ibid, hlm. 79
21
Ibid, hlm. 79
58
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
22
Ibid, hlm. 79-80
59
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
23
Ibid, hlm. 81-83
60
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
24
Ibid, hlm. 86
25
Ibid, hlm. 87
61
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
26
Ibid, hlm. 87
27
Ibid, hlm. 90 - 93
62
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
63
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4. Proses terpadu
Pendekatan yang lebih disukai bagi pengembangan SDM adalah proses
terpadu menjadi bagian integral dari strategi perusahaan pada masing-
masing level. Strategi SDM seharusnya menyatu dengan proses perumusan
strategi. Untuk menjadi terpadu, perubahan-perubahan dalam lingkungan
dikaji dengan menghargai persoalan-persoalan SDM sama baiknya dengan
persoalan-persoalan lain yang terkait dengan perusahaan.
Pengembangan dan Penerapan Strategi SDM
Penilaian lingkungan Pengembangan strategi Penerapan strategi
Proses Terpadu
SDM dianggap sebagai Strategi perusahaan
bagian dari penilaian menutup usaha, termasuk
lingkungan SDM
Proses Penyatuan
Penilaian lingkungan yang Strategi SDM yang Manajemen SDM, penyesuaian
interaktif dan sejajar, hasil dikembangkan bersama- organisasi, kemampuan
pengaruh keseluruhan sama dengan strategi bisnis manajemen daya guna
persoalan-persoalan SDM
Proses Terpisah
Fokus penilaian lingkungan Strategi SDM yang
pada SDM, strategi dikembangkan sebagai
perusahaan yang dikaji perencanaan fungsional
untuk masukan persoalan yang terpisah
SDM
Sumber: Rivai dan Sagala (2009)
64
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 4
ANALISIS PEKERJAAN
A. Analisis Pekerjaan
Setelah proses perencanaan SDM terkait dengan kebutuhan-kebutuhan SDM
dilakukan, maka hal selanjutnya ialah melakukan analisis dan klasifikasi pekerjaan.
sebelum rencana tersebut direalisasikan dalam bentuk pengadaan karyawan.
Pengadaan karyawan merupakan fungsi operasional manajemen personalia,
sedangkan analisis jabatan atau pekerjaan merupakan proses mempelajari dan
mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan suatu pekerjaan
atau jabatan. Keduanya tidak terlepas dari lingkup perencanaan sumber daya
manusia 1.
Pengertian analisis jabatan atau pekerjaan adalah sebagai berikut 2:
a. Proses menghimpun informasi setiap jabatan atau pekerjaan yang berguna
mewujudkan tujuan bisnis sebuah perusahaan.
b. Proses menghimpun dan mempelajari berbagai informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan secara operasional beserta tanggung
jawabnya.
c. Kegiatan menghimpun dan menyusun informasi berkenaan dengan tugas,
jenis pekerjaan, dan tanggung jawab yang bersifat khusus.
Analisis jabatan atau pekerjaan adalah suatu proses, metode, dan teknik
untuk memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan dan
disajikan untuk berbagai kepentingan program kelembagaan, kepegawaian, dan
ketatalaksanaan. Analisis jabatan atau pekerjaan merupakan proses pengumpulan
dan pemeriksaan aktivitas kerja dalam sebuah posisi serta kualifikasi yang
diperlukan untuk melaksanakan aktivitas. Produk akhir dari analisis jabatan atau
pekerjaan adalah deskripsi tertulis dari persyaratan aktual suatu jabatan atau
pekerjaan 3.
1
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 61
2
Ibid, hlm. 63
3
Ibid, hlm. 65
65
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4
H John Bernandin & Joyce E. A. Russel, Human Resources Management, (New York: McGraw
Hill, 1993) hlm, 111
5
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 54
6
Veitzhal Rivai dan Ella J Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009), hlm. 101
7
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 65
66
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8
Faustiono C Gomes, op cit, hlm. 92
67
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
10. Safety, ini sama dengan efisiensi, tapi perhatiannya lebih diarahkan pada
identifikasi dan peniadaan perilaku-perilaku kerja yang tidak aman,
kondisi-kondisi fisik, dan kondisi-kondisi lingkungan.
11. Human resources planning, ini meliputi kegiatan-kegiatan antisipatif dan
reaktif melalui suatu organisasi untuk memastikan bahwa organisasi
tersebut memiliki dan akan terus memiliki jumlah dan macam orang pada
tempat yang tepat, waktu yang tepat, pelaksanaan pekerjaan yang
memaksimalkan dan mencapai tujuan perusahaan melalui kecakapan dan
kompetensi dari karyawannya.
12. Legal/ quasi legal requirements, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan
lainnya yang berkaitan dengan organisasi.
Dalam analisis pekerjaan terdapat dua langkah utama yang harus dilakukan,
yaitu 9: (1) penentuan tugas-tugas utama, kegiatan-kegiatan, perilaku-perilaku,
atau kewajiban-kewajiban yang akan dilaksanakan dalam pekerjaan; (2)
penetapan pengetahuan, kemampuan, kecapakapan, dan beberapak karakteristik
lainnya. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa hasil analisis pekerjaan
umumnya berupa: deskripsi pekerjaan yang berkaitan dengan isi dan lingkup; dan
klasifikasi pekerjaan.
Analisis jabatan atau pekerjaan merupakan suatu proses berpikir yang
bersifat abstrak mengenai suatu jabatan. Hasilnya dirumuskan menjadi deskripsi
atau spesifikasi jabatan atau pekerjaan dalam bentuk tertulis. Yang dimaksud
dengan deskripsi jabatan atau pekerjaan adalah 10:
a. Hasil analisis jabatan atau pekerjaan sebagai rangkaian kegiatan atau
proses menghimpun dan menginformasikan mengenai suatu jabatan
atau pekerjaan yang dirumuskan dalam bentuk tertulis.
b. Dokumentasi tentang batasan dan penjabaran suatu jabatan atau
pekerjaan menjadi tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab, kondisi
kerja, dan spesifikasinya.
9
Faustino Cardoso Gomes, op cit, hlm. 94
10
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 66
68
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
69
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
70
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
oleh psikolog tidak sebatas mencatat atau menguraikan pekerjaan yang dilakukan,
alat bantu yang harus dipersiapkan untuk melakukan pekerjaan tersebut, kepada
siapa hasil pekerjaan dilaporkan, dengan siapa saja seseorang berhubungan dalam
melakukan pekerjaan tersebut berhubungan atau tanggung jawab dalam
melaksanakan pekerjaan. Hal inilah yang merupakan esensi seorang psikolog
berkecimpung dalam suatu perusahaan dan keterlibatannya dalam pembuatan
analisis jabatan sehingga spesifikasi jabatan yang ditentukan dijadikan pedoman
untuk melakukan tes fisik maupun psikologis terhadap calon karyawan.
Spesifikasi jabatan merupakan prasyarat bagi seseorang untuk bisa
menduduki jabatan tersebut. Spesifikasi ini meliputan aspek pendidikan,
pengalaman kerja, keahlian penunjang, syarat kesehatan fisik, seperti panjang
jangakauan lengan, tidak buta warna, dan sebagainya; dan aspek psikologis, seperti
taraf kecerdasan, pengendalian emosi, kemampuan relasi sosial, tanggung jawab,
dan kepemimpinan. Tentunya semakin kompleks jabatan tersebut maka spesifikasi
yang ditetapkan akan semakin banyak. Dengan karakteristik inilah, bagian
personalia (HRD) akan mencari calon-calon yang memiliki kepribadian yang cocok
dengan kepribadian masing-masing pekerjaan. Sikap yang perlu diperhatikan oleh
penganalisis jabatan atau pekerjaan adalah:
a. Dengan sikap empatik memperkenalkan diri dan menjelaskan
maksudnya. Penganalisis jabatan atau pekerjaan harus menjelaskan
tujuan, fungsi, dan kewenangannya dan manfaat yang diperoleh dari
analisis jabatan pekerjaan.
b. Menunjukkan perhatian yang besar terhadap pekerjaan karyawan atau
pejabat yang bersangkutan untuk memperoleh informasi yang
diperlukan.
c. Tidak bersikap seakan-akan menggurui karyawan atau pejabat yang
bersangkutan. Hal ini menimbulkan pshchological-friction. Mereka akan
tersinggung dan kemungkinan besar akan menutup informasi
sebenarnya yang dapat mengurangi kuantitas dan kualitas informasi
yang diperoleh.
d. Mengumpulkan selengkap-lengkapnya informasi tentang tujuan
program,:
71
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
11
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta, BP-STIE YKPN, 2004) dalam
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 60-63
72
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8. Kriteria seleksi
9. Evaluasi pekerjaan
Dengan adanya analisis jabatan atau pekerjaan maka kualifikasi personel
tenaga kerja yang dibutuhkan dapat diketahui dan diprediksi. Untuk mendidik atau
melatih calon tenaga kerja agar dapat memangku jabatan tertentu, terlebih dahulu
harus diketahui keahlian khusus yang dibutuhkan. Analisis jabatan atau pekerjaan
dapat memberikan manfaat pada perbaikan syarat pekerjaan dan jabatan. Suatu
perencanaan ketenagakerjaan dalam organisasi akan lebih mudah dikerjakan bila
telah diketahui dengan tepat dan jelas batasan masing-masing jabatan atau
pekerjaannya sehingga duplikasi tugas dapat dihindari.
Menurut Nitisemito (1992)12 fungsi dari analisis pekerjaan adalah untuk:
a. Menentukan basis regional bagi struktur kompensasi.
b. Mengevaluasi tantangan lingkungan yang memengaruhi pekerjaan individu.
c. Menghapuskan persyaratan kerja yang dapat menyebabkan adanya
diskriminasi dalam pengadaan sumber daya manusia.
d. Merencanakan kebutuhan sumber daya manusia di waktu yang akan
datang.
e. Memadukan lamaran dan lowongan kerja yang ada.
f. Meramalkan dan menentukan kebutuhan-kebutuhan latihan bagi
karyawan.
g. Mengembangkan rencana-rencana pengembangan pegawai yang potensial.
h. Menetapkan standar prestasi kerja yang realistik.
i. Menempatkan karyawan sesuai dengan keterampilannya.
j. Membantu revisi struktur organisasi
k. Memperkenalkan karyawan baru dengan pekerjaan mereka
l. Memperbaiki alur kerja
Tindakan-tindakan yang diperlukan oleh manajemen SDM untuk mencapai
tujuan yang didasarkan pada informasi analisis pekerjaan adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi peran lingkungan terhadap pekerjaan individu.
2. Kaji kembali kemungkinan ada persyaratan kerja yang usang.
12
Nitisemito, Manajemen Personalia, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1992)
73
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
13
Robert L Mathis dan John H Jackson, manajemen Sumber Daya Manusia (terj), (Jakarta:
Salemba Empat, 2001)
74
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
14
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta, BP-STIE YKPN, 2004) dalam
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 73-74
75
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
15
Faustiono C Gomes,op cit, hlm. 95-101
16
Donald E Klingner & John Nalbandian, Public Personel Management, (New Jersey: Prentice
Hall, 1985), hlm. 153-155
76
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
pelayanan yang diinginkan; (e) uraian tugas tradisional merinci suatu perangkat
standar yang umum dari kualifikasi minimal untuk setiap kedudukan.
2. Analisis pekerjaan yang berorientasikan hasil
Analisis pekerjaan jenis ini berasumsi bahwa uraian pekerjaan akan
menjadi lebih bermanfaat jika uraian pekerjaan tersebut memperjelas harapan-
harapan organisasi kepada para pekerja, dan keterkaitan antara tugas-tugas,
standar-standar, kecakapan-kecapakan dan kualifikasi-kualifikasi minimal.
Kelebihan-kelebihan dari analisis ini antara lain, meliputi: (a) model ini
menyediakan suatu sarana untuk menghubungkan input-input personil terhadap
output-output organisasi bagi para perencana program; (b) menyediakan sarana
untuk memperkenalkan kepada para pekerja yang baru atas harapan-harapan,
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan untuk mengadakan evaluasi terhadap
kinerja karyawan secarfa lebih objektif; (c) memberikan gambaran yang jelas
mengenai harapan kinerja organisasi, dan kualifikasi minimal yang dibutuhkan
untuk promosi atau penempatan bagi para karyawan; (d) meningkatkan dampak
dari para manajer kepegawaian terhadap produktivitas organisasi dan pekerja
daripada membatasi dampak mereka pada manajemen kedudukan dan pemaksaan
pengawasan legislatif dari luar.
Model ini pun memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (a) perubahan-
perubahan di dalam syarat-syarat dan standar-standar yang menuntut peninjauan
kembali atas model ini; (b) setiap kedudukan/jabatan menuntut analisis pekerjaan
tersendiri; (c) beberapa kedudukan tidak mempunyai standar-standar kinerja
yang tidak dapat diukur.
Beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian manajer dalam analisis
pekerjaan atau jabatan, yaitu sebagai berikut.
a. Analisis jabatan atau pekerjaan harus memberikan fakta akurat yang
ada hubungannya dengan jabatan atau jenis pekerjaan. Fakta-fakta hasil
analisis itu akan digunakan untuk tujuan selanjutnya.
b. Analisis jabatan atau pekerjaan harus dapat memberikan fakta-fakta
yang diperlukan untuk macam-macam tujuan.
c. Selalu ditinjau kembali dan jika perlu dilakukan perbaikan. Dalam
organisasi yang besar, jabatan atau pekerjaan itu tidaklah statis, tetapi
77
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
17
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 70-72
78
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
79
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
18
Veitzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 123-126
80
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
81
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
82
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
83
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
19
Ibid, hlm. 127
20
Ibid. Hlm. 135
84
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
• Pendekatan mekanis
• Pendekatan motivasional
Pendekatan persepsi dan jenis kelamin mempunyai dasar di dalam rancang
bangun faktor manusia. Fokus utamanya adalah pada pengintegrasian antara
manusia dan sistem mesin, seperti dalam menyesuaikan rancang peralatan dan
kecocokan antara mesin dan operatornya. Dua pendekatan lainnya dengan jelas
menekankan masalah potensial yang sering terjadi dalam organisasi mengenai
rancang pekerjaan.
E. Teknik Rancang Ulang Pekerjaan
Berbagai perubahan sering menuntut rancang ulang berbagai macam
pekerjaan dalam organisasi. Rancang ulang pekerjaan dimaksudkan agar
karyawan tidak mengalami kebosanan, jika hal ini dibiarkan berlarut-larut dapat
berakibat negatif terhadap kehidupan karyawan. Hal-hal berikut merupakan
teknik dalam merancang ulang pekerjaan, yaitu:
1. Penyederhanaan pekerjaan
Pertanyaan yang sering muncul dari para ahli rancang ulang pekerjaan
adalah “dengan memperhitungkan kemampuan para karyawan, apakah
pekerjaan yang dilakukan terlalu rumit atau terlalu mudah”. Jika
berdasarkan analisis ditemukan bahwa pekerjaan yang ada ternyata terlalu
rumit, maka perlu dilakukan penyederhanaan pekerjaan. Salah satu
penyederhanaan kerja yang dapat ditempuh adalah dengan membagi
penyelesaian suatu pekerjaan kepada beberapa karyawan. Namun, dalam
melakukan penyederhanaan pekerjaan harus dijaga jangan sampai
pekerjaan yang harus diselesaikan begitu mudahnya sehingga tidak
memberikan tantangan, apalagi kalau sampai pekerjaan tersebut rutin dan
berulang-ulang. Misalkan memberi tanggung jawab penagihan
piutang/pembiayaan nasabah tidak hanya kepada satu orang, namun
kepada beberapa orang sebagai upaya meminimalkan berbagai risiko yang
muncul dari penagihan pembiayaan bermasalah/macet di lembaga
keuangan syariah.
85
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
86
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
87
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
21
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 74 - 80
88
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
89
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
90
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
kerja berjam-jam kerja. Kemungkinan absen di antara mereka dapat terjadi maka
dalam hal ini digunakan work force analysis. Karena itu pula perlu diperhatikan
dua hal berikut.
1) Tingkat absensi
Absensi akan timbul bila seorang karyawan tidak dapat hadir di tempat
kerja. Tingkat absensi merupakan perbandingan antara hari-hari yang hilang
dengan keseluruhan hari yang tersedia untuk bekerja. Dapat dimaklumi kiranya,
bahwa semakin tinggi tingkat absensi, maka besar kerugian yang diderita suatu
organisasi, lebih-lebih apabila organisasi tersebut suatu perusahaan yang bersifat
“Profit-Marking”. Kerugian timbul karena jadwal kerja terpaksa tertunda, terpaksa
pula melakukan kerja lembur, sedangkan jaminan-jaminan kepada karyawan terus
diberikan dan sebagainya. Dengan demikian jelaslah betapa pentingnya bagi setiap
organisasi, apapun bentuknya, untuk senantiasa menekan tingkat absensi tersebut.
Untuk mengetahui sebab-sebab absensi dapat dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut.
a. Mencatat nama karyawan yang absen.
b. Mencatat sebab-sebab ketidakhadiran.
c. Memperhatikan kelompok umur yang sering absen.
d. Kelompok jenis kelamin.
e. Hari-hari yang sering tidak masuk.
f. Kondisi pekerjaan.
2) Perputaran karyawan (turnover)
Perputaran (turnover) karyawan dimaksudkan agar terdapat aliran para
karyawan yang masuk dan ke luar organisasi (perusahaan), yang pada dasarnya
merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Makin tinggi “turnover” berarti makin
tinggi atau makin sering terjadi pergantian (keluar/masuk) karyawan, yang berarti
makin besar kerugian organisasi (perusahaan) yang bersangkutan. Hal tersebut
antara lain disebabkan hal-hal tersebut.
a. Timbulnya biaya baru untuk penarikan karyawan baru.
b. Timbulnya tambahan biaya untuk penarikan karyawan baru.
c. Perlunya waktu penyesuaian bagi karyawan.
91
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
92
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 5
REKRUTMEN TENAGA KERJA
1
Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 100-102
93
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
94
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Penerbit Andi,
2003, hlm. 105-106
95
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 95
96
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6
Veitzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, op cit, hlm. 150-151
7
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 95
97
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8
Veitzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, op cit, hlm. 147
9
Sondang P Siagian, op cit, hlm. 105-107
98
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
99
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
penarikan tenaga kerja dihentikan jika telah ada lamaran yang masuk dan tidak
lagi berusaha mencari alternatif lamaran sehingga benar-benar individu
terbaiklah yang diterima.
3. Faktor eksternal
Beberapa faktor eksternal yang perlu diperhitungkan dalam proses rekrutment
tenaga kerja, yaitu:
a. Tingkat pengangguran.
b. Kedudukan organisasi pencari tenaga kerja baru.
c. Langka tidaknya keahlian atau keterampilan tertentu.
d. Proyeksi angkatan kerja pada umumnya.
e. Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
f. Praktik penarikan tenaga kerja oleh organisasi-organisasi lain.
g. Tuntutan tugas yang kelak akan dikerjakan oleh para tenaga kerja baru.
Selain kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam proses rekrutmen,
ada beberapa tantangan yang berhubungan dengan rekrutmen, yaitu 10:
1. Para rekruter menghadapi permasalahan dalam menarik pelamar.
2. Sumber atau channel transisional perekruttan tidak memadai seperti yang
terjadi pada tahun 1900-an.
3. Departemen SDM harus terus menerus menemukan kebuhan pelanggannya,
manajer operasi yang memiliki pekerjaan harus diisi.
4. Kompetisi SDM menyebabkan para manajer menerima calon yang belum
memenuhi kualifikasi minimal sehingga perlu latihan-latihan
pengembangan yang lebih intensif.
Namun dari beberapa kelemahan/batasan dan tantangan tersebut, maka
yang sering timbul adalah11:
1. Rencana SDM dan strategi, yaitu berupa arahan perusahaan dan saran tipe
tugas dan pekerjaan yang perlu ditangani. Rencana SDM yang meliputi
pekerjaan harus diisi dengan merekrut dari luar dan diisi secara internal.
2. Kesempatan kerja yang sama, menolak adanya diskriminasi dalam semua
pekerjaan meliputi rekrutmen.
10
Veitzhal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 157
11
Ibid, hlm. 157
100
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
101
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
12
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 83-86
102
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
103
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
104
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5) Iklan/advertensi
Penggunaan Iklan/advertensi dalam mencari tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh suatu organisasi banyak dilakukan dalam praktiknya. Penarikan
tenaga kerja melalui iklan/advertensi merupakan hal yang umum dilaksanakan di
berbagai negara atau di manapun terjadi kebutuhan tenaga kerja. Cari ini dianggap
akan memudahkan untuk memperoleh calon tenaga kerja yang cukup banyak
sehingga membuka kemungkinan yang besar untuk memilih yang terbaik. Ada dua
macam iklan, yaitu:
a) Blind Advertisement, yakni advertensi yang tidak menyebutkan nama
perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.
b) Open Advertisement, yakni advertensi yang jelas-jelas menyebutkan
nama perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.
6) Sumber-sumber lain
Sumber lainnya adalah sebagai berikut:
a) Lingkungan pertanian (pada musim paceklik)
b) Imigran/Imigran (dari luar negeri maupun dari desa ke kota)
c) Organisasi-organisasi tertentu (oraganisasi buruh, veteran)
13
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 104-106
105
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
14
Faustino C Gomes, op cit, hlm. 112
106
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
107
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
rekrutmen tenaga kerja yang bersifat umum, sehingga dapat digunakan sebagai
pola umum rekrutmen ketenagakerjaan. Untuk membuat prosedur rekrutmen
tenaga kerja yang dibutuhkan harus dipenuhi tidak kebutuhan berikut ini.
a. Kewenangan untuk memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan dengan
cara analisis beban kerja dan angkatan kerja.
b. Adanya standar personalia sebagai pembanding yang diperoleh dari
analisis jabatan atau pekerjaan.
c. Adanya pelamar kerja yang akan dipilih atau diseleksi.
Dengan demikian, suatu prosedur rekerutmen tenaga kerja pada dasarnya
merupakan serangkaian metode untuk memperoleh informasi yang lengkap dari
pelamar melalui berbagai langkah yang kronologis dan sistematis. Setelah
mengetahui berbagai sumber dan prosedur yang harus kita tempuh perlu pula kita
pahami adanya berbagai variabel rekrutmen tenaga kerja yang perlu kita
pertimbangkan. Variabel-variabel penting tersebut antara lain adalah sebagai
berikut.
a. Pengaruh kebijaksanaan rekrutmen terhadap sikap dan tindakan para
karyawan. Kebijaksanaan mengutamakan karyawan yang sudah ada
perlu dipikirkan, apabila ini akan meningkatkan moral karyawan.
b. Tingkat spesialisasi yang diinginkan para karyawan. Pada berbagai
perusahaan, sumber utama karyawan yang memiliki keterampilan tinggi
biasanya berasal dari karyawan yang sudah ada ditambah latihan
khusus.
c. Partisipasi yang diinginkan para karyawan. Karyawan baru yang masih
asing dengan keadaan perusahaan baik produk atau prosesnya,
biasanya agak susah untuk diajak berpartisipasi.
d. Diterimanya prinsip senioritas. Apabila menganut prinsip senioritas,
perusahaan akan menganut kebijaksanaan promosi dari dalam.
e. Mobilitas manajer. Dalam berbagai perusahaan, promosi dalam
merupakan hadiah yang menyenangkan. Akan tetapi, sering terjadi
bahwa suatu jabatan tidak dapat begitu saja diisi oleh karyawan yang
sudah ada sebab adanya keterbatasan keterampilan masing-masing
karyawan tersebut.
108
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
109
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
110
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
111
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
112
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 6
SELEKSI TENAGA KERJA
A. Pengertian Seleksi
Seleksi dan penempatan merupakan langkah yang diambil segera setelah
terlaksananya fungsi rekrutmen. Sama halnya dengan fungsi rekrutmen, proses
seleksi dan penempatan merupakan salah satu fungsi terpenting dalam
manajemen sumber daya manusia, karena tersedia/tidaknya pekerja dalam jumlah
dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, diterima/tidaknya pelamar
yang telah lulus proses rekrutmen, tepat/tidaknya penempatan seorang pekerja
pada posisi tertentu, sangat ditentukan oleh fungsi seleksi dan penempatan ini.
Jika fungsi ini tidak dilaksanakan dengan baik maka dengan sendirinya akan
berakibat fatal terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi 1.
Seleksi merupakan tahapan yang harus dilakukan pelamar setelah ia
melamar pada suatu posisi atau pekerjaan. Seleksi adalah merupakan serangkaian
langkah kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah seseorang
diterima atau ditolak, dalam suatu instansi tertentu setelah menjalani serangkaian
tes yang dilaksanakan. Atau seleksi merupakan proses memilih dari para pelamar
melalui tahapan-tahapan tes, hingga diperoleh sejumlah pelamar yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan dan dinyatakan diterima. Sedangkan penempatan
adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan suatu instansi, atau bagian
personalia untuk menentukan seorang pegawai masih tetap atau tidak
ditempatkan pada suatu posisi atau jabatan tertentu berdasarkan pertimbangan
keahlian, keterampilan atau kualifikasi tertentu 2.
Dalam pengertian yang lain dikatakan bahwa seleksi tenaga kerja adalah
proses perusahaan memilih dari sekelompok pelamar, yang paling memenuhi
kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada saat ini.
Proses seleksi tenaga kerja dimulai ketika pelamar datang di perusahaan, dan
berakhir pada saat keputusan diterima/ditolak dari posisi yang dilamar oleh sang
pelamar pekerjaan tersebut.
1
Faustino C Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andi, 2003), hlm. 110
2
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm. 108
113
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
3
Veitzhal Rivai dan Ella Jauhari Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2009), hlm. 159
114
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 93
5
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta, 1994
115
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
suplai, ethis, dan organisasional. Berbagai tantangan ini sering menjadi kendala
proses seleksi, yang diuraikan sebagai berikut.
a. Tantangan Suplai. Makin besar jumlah pelamar yang memenuhi syarat
(qualified), maka akan semakin mudah bagi departemen personalia
untuk memperoleh karyawan baru yang berkualitas. Keterbatasan
suplai dapat diukur dari jumlah pelamar diterima dengan jumlah total
pelamar tersedia.
b. Tantangan Etis. Telah kita dengar istilah sistem keluarga (family
system) dalam proses seleksi atau penerimaan karyawan. Hal semacam
ini memang merupakan salah satu tantangan bagi manajer personalia
maupun para manajer organisasi lainnya dalam pengadaan sumber
daya manusia. Keputusan-keputusan seleksi sangat dipengaruhi oleh
etika mereka. Bila standar etis ini dilanggar, karyawan baru mungkin
dipilih secara tidak tepat.
c. Tantangan Organisasional. Proses seleksi bukan merupakan tujuan
akhir, tetapi merupakan prasarana organisasi berupaya untuk
mencapai tujuan dan sasaran-sasarannya. Secara ilmiah organisasi
menghadapi keterbatasan-keterbatasan seperti anggaran atau sumber
daya lainnya yang mungkin akan membatasi proses seleksi. Selain itu,
berbagai strategi, kebijaksanaan, dan taktik organisasi, juga merupakan
batasan-batasan.
Selain itu menurut Sondang Siagaan (2008) tantangan ini ditambah
dengan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Karena adakalanya
terjadi diskriminatif dalam proses seleksi pekerjaan berdasarkan ras, etnis, agama
atau daerah asal.
Dalam proses seleksi, calon harus mendapatkan kesempatan seluas-
luasnya untuk mengetahui lapangan kerja yang paling cocok agar dapat lebih
mengembangkan bakatnya yang tersembunyi. Dengan perkataan lain, proses
penilaian harus membantu calon untuk mengetahui lapangan yang paling tepat
untuknya agar dapat memberikan dharma bhaktinya kepada masyarakat. Pada
dasarnya, menurut Andrew E. Sikula, proses seleksi tersebut bersifat agak ‘negatif’
karena dalam proses tersebut pasti ada pelamar yang tepaksa ditolak karena tidak
116
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 95 - 96
117
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
sebenarnya dapat “ditutupi” oleh faktor seleksi lainnya yang cukup baik di pihak
lain. Seorang pelamar dapat diterima menjadi tenaga kerja dalam suatu organisasi
berdasarkan pada kumpulan hasil secara menyeluruh dan seluruh tes yang
dilakukan. Dari semua tes tersebut, mungkin nilainya ada yang agak kurang dalam
satu tes, tetapi berlebihan di tes-tes yang lain, sehingga jumlah hasil akhir yang
dicapai memenuhi persyaratan untuk diterima.
Hal lain yang perlu dilakukan untuk penentuan cakupan apakah suatu alat
seleksi bersesuaian dengan syarat pekerjaan adalah dengan melakukan tes
validasi. Terdapat tiga strategi validitas, yaitu 7:
1. Empirical validation
Bentuk keabsahan ini juga dikenal sebagai keabsahan kriteria, yang
menghendaki bahwa suatu angka tes, dalam pengertian statistik, dapat
dikorelasikan secara signifikan dengan unsur-unsur penting dari
performansi kerja. Hasil dari tes tertulis dapat dibandingkan dengan angka
evaluasi performansi.
2. Construct validation
Ini mencakup usaha mengidentifikasikan ciri-ciri psikologis atau
ketangkasan yang dikaitkan dengan keberhasilan kinerja pekerjaan dan
usaha merencanakan suatu tes yang mengukur ciri-ciri tersebut.
3. Content validation
Ini menuntut bahwa kualifikasi-kualifikasi minimum secara logis akan
dikaitkan dengan kewajiban-kewajiban dari jabatan yang akan ditempati
oleh para pelamar. Tipe penilaian ini menuntut bahwa pekerjaan harus
dianalisis untuk menentukan tugas-tugasnya, keadaan-keadaan khusus
yang membuat pekerjaan mudah atau sulit, standar-standar kinerja yang
realistik, keterampilan-keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan-
kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut
sesuai dengan standar-standar tersebut di bawah kondisi-kondisi itu, dan
kualifikasi minimal yang diperlukan untuk memastikan bahwa seorang
pelamar mempunyai SKAs (Skills, Knowledge,and Abilities).
7
Faustino C Gomes, op cit, hlm. 120
118
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8
Sadili Samsudin, op cit, hlm 96 - 99
119
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
120
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6. Kondisi fisik
Kondisi fisik seseorang pelamar kerja turut memegang peranan penting
dalam proses seleksi. Bagaimanapun juga, suatu organisasi secara optimal akan
senantiasa ingin memperoleh tenaga kerja yang sehat jasmani dan rohani
kemudian memiliki postur tubuh yang cukup baik, terutama untuk jabatan-jabatan
tertentu.
7. Penampilan fisik
Istilah asingnya adalah “personal appearance”, yakni ‘tampak’ seseorang di
hadapan orang lain atau yang ‘tampak’ pada orang lain. Menurut Drs. Manullang,
dalam jabatan-jabatan tertentu, fisik juga merupakan salah satu kualifikasi yang
menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam melaksanakan tugasnya, misalnya
tugas sebagai pramugari, pelayan toko, dan hubungan masyarakat. Pada umumnya
persyaratan ‘fisik’ ini merupakan kualifikasi tambahan, namun dipertimbangkan
dalam jabatan tertentu.
8. Bakat
Bakat atau aptitude seseorang calon pelamar turut pula memegang kunci
sukses dalam proses seleksi. Bakat ini dapat tampak pada tes-tes, baik fisik
maupun psikologis. Dari tes-tes tersebut dapat diketahui bakat yang tersembunyi,
yang suatu saat dapat dikembangkan. Bakat ‘tersembunyi’ karena masih berupa
benih yang belum dikembangkan. Dalam proses seleksi, yang lebih ditonjolkan
memang bakat yang nyata, meskipun kedua bakat tersebut tetap mendapat
perhatian.
9. Temperamen
Temperamen adalah pembawaan seseorang. Temperamen tidak
dipengaruhi oleh pendidikan, namun berhubungan langsung dengan ‘emosi’
seseorang. Menurut Drs. Manullang, tempramen merupakan sifat yang mempunyai
dasar bersumber pada faktor-faktor dalam jasmani bagian dalam, yang
ditimbulkan oleh proses-proses biokimia. Temperamen-temperamen ini akan
menentukan pula sukses tidaknya seleksi dan atau tempat yang cocok bagi
seseorang pelamar bila diterima bekerja.
121
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
10. Karakter
Karakter berbeda dengan tempramen meskipun ada hubungan yang erat
antara keduanya. Tempramen adalah faktor ‘endogen’, sedangkan karakter adalah
faktor ‘exogen’. Suatu karakter seseorang dapat diubah melalui pendidikan,
sedangkan tempramen tidak dapat diubah.
C. Tahapan dan Teknik Seleksi
Berikut ini tahap-tahap seleksi tenaga kerja yang dilakukan oleh pimpinan
suatu perusahaan, yaitu 9:
1. Penerimaan pendahuluan
Jika pelamar datang sendiri, wawancara pendahuluan dapat dilakukan. Ini
akan sangat membantu dalam upaya menghilangkan kesalahpahaman dan
menghindarkan pencarian informasi dari sumber tidak resmi.
2. Tes-tes penerimaan
Tes-tes penerimaan merupakan berbagai peralatan bantu yang menilai
kemungkinan padunya antara kemampuan, pengalaman, dan kepribadian
pelamar dan persyaratan jabatan. Agar tes dapat meloloskan para pelamar
yang tepat, maka ia harus valid. Selain tes validitas, juga harus melalui tes
reliabilitas yaitu tes seharusnya menghasilkan nilai-nilai yang konsisten
setiap waktu seorang pelamar melakukannya. Suatu tes disebut reliabel,
jika ia memiliki tingkat konsistensi yang tinggi. Dalam tes seleksi, biasanya
terdapat tiga macam tes, yaitu:
• Tes psikologis
Tes psikologis atau biasa dikenal dengan psikotes merupakan
berbagai peralatan tes yang mengukur atau menguji kepribadian,
bakat, minat, kecerdasan, dan motivasi dari pelamar.
• Tes pengetahuan
Bentuk tes yang menguji informasi atau pengalaman yang dimiliki
oleh para pelamar. Pengetahuan yang diujikan harus sesuai dengan
kebutuhan untuk melaksanakan pekerjaan.
9
Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta. 1994)
122
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
• Tes performa
Bentu teks yang mengukur kemampuan para pelamar untuk
melaksanakan beberapa bagian pekerjaan yang akan dipegangnya.
3. Wawancara seleksi
Wawancara seleksi adalah percakapan formal dan mendalam yang
dilakukan untuk mengevaluasi hal dapat diterima atau tidak diterimanya
seorang pelamar. Pewawancara mencari jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan umum. Tujuan utama wawancara pekerjaan adalah untuk
menghimpun informasi bagi pembuat keputusan seleksi. Wawancara yang
dikembangkan secara cermat dapat membuatnya mungkin untuk mencapai
tingkat keandalan yang dapat diterima. Adapun tujuan wawancara adalah:
Informasi mengenai pelamar.
Karena informasi yang diperoleh lewat alat seleksi lain mungkin tidak
lengkap, wawancara memberikan kesempatan bagi informasi aktual
untuk dijernihkan dan diinterpretasikan.
Menjual perusahaan.
Wawancara pekerjaan membuka kesempatan lebar bagi pewawancara
untuk meyakinkan si pelamar bahwa organisasi tersebut merupakan
tempat yang baik untuk bekerja.
Informasi mengenai perusahaan.
Selama wawancara, informasi umum mengenai perusahaan kebijakan
dan kesempatan kerja dijelaskan terhadap pelamar, pewawancara
perlu untuk mengarahkan pelamar terhadap jenis kesempatan di dalam
perusahaan dimana ia mungkin cocok.
Menjalin persahabatan.
Wawancara haruslah mewakili hubungan antar pribadi yang
bersahabat. Pada saat pewawancara dan pelamar mengakhiri
wawancara, kedua belah pihak hendaknya berpisah dengan perasaan
bahwa mereka adalah sahabat.
4. Pemeriksaan referensi
Referensi pribadi biasanya diberikan oleh keluarga atau teman-teman
terdekat baik yang ditunjuk oleh
123
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
124
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
10
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 100 - 101
125
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
yang akan dipangku sebab jabatan yang tidak memerlukan penampilan yang baik
tentunya tidak perlu menekankan penampilan fisik seorang pelamar.
Terdapat beberapa teknik seleksi yang dapat dipergunakan, yaitu 11:
1. Teknik seleksi menggunakan interview
Interview atau wawancara lazim digunakan dalam proses seleksi calon
pegawai atau calon karyawan. Kenyataan memang menunjukkan, bahwa di negara
mana saja, termasuk di Indonesia, pelaksanaan wawancara atas penerimaan
tenaga kerja baru tak dapat dihindarkan, meskipun hasil wawancara itu sendiri
belum tentu merupakan faktor utama dalam penentuan diterima tidaknya seorang
pelamar. Interview atau wawancara bagaimanapun juga memiliki kelemahan,
antara lain menurut Manullang12, adalah sebagai berikut.
• Subyektivitas pewawancara (aspek perasaan individu).
Kesalahan ini merupakan hasil prasangka pribadi pewawancara
terhadap kelompok-kelompok tertentu dari pelamar.
• Cara pengajuan pertanyaan (kurang jelas, terburu-buru).
Kesalahan ini akibat pewawancara mengajukan pertanyaan yang
terlalu mengambang arahnya dan terburu-buru.
• Pengaruh halo (sifat khusus seorang pelamar).
Kesalahan ini terjadi jika pewawancara menggunakan informasi
terbatas tentang pelamar untuk berprasangka dalam evaluasi
terhadap karakteristik-karakteristik lain pelamar.
• Dominasi pewawancara
Kesalahan ini akibat pewawancara menggunakan waktu wawancara
untuk membaur kepada pelamar, menyombongkan keberhasilan, atau
melakukan percakapan sosial.
Terdapat suatu gagasan untuk melenyapkan kelemahan-kelemahan
tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Mc. Murray dalam buku karangan Roger
Bellows, Psycology of Personnel in Business and Industry, yaitu:
Orang yang bertugas menginterview bekerja atas dasar kualifikasi
definitif yang tercantum dalam job specification.
11
Sadili Samsudin, op cit, hlm 101-104
12
M. Manullang, Manajemen Personalia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982
126
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
127
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
128
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
13
Veitzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 182 - 184
129
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
130
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
131
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 7
PENGEMBANGAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA
1
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
hlm. 107
132
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
2
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm.
145
133
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
3
Andrew E Sikula, Personnel Administration and Human Resources Management, St.
Barbara: John Willey and Sons, 1981
4
M. Manullang, Manajemen Personalia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982
134
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5
Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia cet. 16. (Jakarta: Bumi Aksara,
2008)
135
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6
Ibid, hlm. 147
136
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
1. Penentuan kebutuhan
Penentuan kebutuhan harus didasarkan pada analisis yang tepat.
Analisis kebutuhan harus mampu mendiagnosa sedikitnya dua hal,
yaitu masalah-masalah yang dihadapi sekarang; dan berbagai
tantangan baru yang diperkirakan akan timbul di masa depan.
Dalam mengidentifikasi kebutuhan pengembangan tenaga kerja, ada
tiga hal yang terlibat, yaitu: (a) satuan organisasi yang mengelola
sumber daya manusia; (b) para manajer berbagai satuan kerja; (c)
para karyawan yang bersangkutan.
2. Penentuan sasaran
Berdasarkan analisis akan pengembangan tenaga kerja, berbagai
sasaran ditetapkan. Sasaran yang ingin dicapai dapat bersifat teknikal
akan tetapi dapat pula menyangkut keperilakuan, atau mungkin juga
kedua-duanya. Bagi penyelenggaran program pengembangan gunanya
mengetahui sasaran tersebut adalah: (a) sebagai tolak ukur kelak
untuk menentukan berhasil tidaknya program pengembangan; (b)
sebagai bahan dalam usaha menentukan langkah selanjutnya seperti
isi program dan metode pengembangan yang akan digunakan.
3. Penetapan isi program
Setelah diketahui apa sasaran yang ingin dicapai dalam suatu program
pengembangan SDM, maka selanjutnya ialah ditentukan apa saja isi
program yang ingin diberikan kepada karyawan sebagai upaya
peningkatan kualitas SDM.
4. Identifikasi prinsip-prinsip belajar
Setelah penetapan isi, selanjutnya adalah penentuan bagaimanakah
prinsip-prinsip atau metode pembelajaran yang ingin diterapkan
dalam suatu program pengembangan tersebut. Hal ini dilakukan agar
peserta program merasa bahwa prinsip pembelajaran yang dilakukan
sudah tepat.
7
Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia cet. 16. (Jakarta: Bumi Aksara,
2008)
137
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5. Pelaksanaan program
Inilah puncak dari kegiatan program pengembangan yaitu
pelaksanaan program. Program pengembangan harus dilaksanakan
untuk kepentingan organisasi dan kebutuhan para peserta.
Terdapat beberapa teknik dalam pengembangan dan pelatihan SDM,
yaitu:
Pelatihan dalam jabatan
Pelatihan dalam jabatan pada dasarnya berarti penggunaan teknik
pelatihan dimana para peserta dilatih langsung di tempatnya bekerja.
Sasarannya ialah peningkatan kemampuan peserta latihan dalam
mengerjakan tugasnya.
Rotasi pekerjaan
Menggunakan teknik ini berarti para karyawan dilatih mengerjakan
beranekaragam tugas. Dengan prinsip partisipasi dan pengalihan
kemampuan, para karyawan pada umumnya tidak menghadapi
kesukaran untuk dialihtugaskan baik secara permanen maupun untuk
sementara waktu.
Sistem magang
Sistem magang ada empat bentuk, yaitu: (a) seorang karyawan belajar
dari karyawan lain yang dianggap lebih berpengalaman dan lebih
mahir melaksanakan tugas tertentu; (b) Coaching melalui seorang
pimpinan mengajarkan cara-cara kerja yang benar kepada
bawahannya, di tempat pekerjaan dan cara-cara yang ditunjukkan
oleh pimpinan tersebut ditiru oleh karyawan yang sedang mengikuti
latihan; (c) menjadi asisten pejabat yang lebih tinggi; (d) penugasan
karyawan untuk duduk dalam berbagai panitia dimana karyawan
bersangkutan tidak hanya menambah pengetahuannya mengenai
tugas-tugas yang terselenggara dalam organisasi, akan tetapi juga
meningkatkan keterampilan dalam interaksi antar manusia.
Sistem ceramah
Ceramah dapat diberikan dengan berbagai variasi, misalnya dengan
atau tanpa tanya jawab, dengan atau tanpa media, dll.
138
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
Pelatihan vestibul
Suatu metode pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan
keterampilannya, terutama yang bersifat teknikal, di tempat
pekerjaan, akan tetapi tanpa mengganggu kegiatan organisasi.
Role playing
Metode ini sering digunakan jika sasaran pelatihan dan
pengembangan bukan terutama peningkatan keterampilan, melainkan
yang menyangkut keperilakuan terutama yang berwujud kemampuan
menumbuhkan empati dan melihat sesuatu dari kacamata orang lain.
Studi kasus
Penggunaan studi kasus dalam instrumen pelatihan dan
pengembangan dapat memiliki dua makna, yaitu: (a) peserta
mempelajari situasi problematik tertentu dan cara mengatasi
permasalahan tersebut; (b) peserta menganalisis sendiri situasi
permasalahan itu dan mengambil keputusan tentang cara-cara terbaik
untuk mengatasinya.
Simulasi
Metode ini merupakan suatu bentuk pelatihan dan pengembangan
tenaga kerja dengan menggunakan suatu alat mekanikal yang identik
dengan alat yang digunakan oleh peserta dalam tugasnya.
Pelatihan laboratorium
Jika manajemen merasa bahwa tukar menukar pengalaman,
pemahaman perasaan, perilaku, persepsi, dan reaksi orang lain dalam
berinteraksi dalam pekerjaan, teknik yang dipandang tepat salah
satunya ialah pelatihan laboratorium.
Belajar sendiri
Metode ini digunakan organisasi untuk mempersiapkan bahan
pembelajaran, bentuknya dapat berupa buku pedoman, kaset atau
video, ataupun cd pembelajaran yang mengandung berbagai bahan
yang dibutuhkan oleh para karyawan.
Pendidikan
139
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8
Andrew E Sikula, Personnel Administration and Human Resources Management, 1981
140
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
141
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
142
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
11
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 140-141
12
Veitzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 214-215
143
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
144
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
15
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, 217-219
145
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
146
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
16
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 219
147
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
17
Faustino C Gomes, op cit, hlm. 204 - 212
148
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
149
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
18
H. John Bernandian dan Joyce E Russel, op cit, hlm. 306 - 310
150
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
19
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 111
20
Faustino Cardoso Gomes, op cit, hlm. 208
21
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 111 - 113
151
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
152
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
c. Pendekatan Kemitraan
Telah banyak terjalin kemitraan antara perusahaan bisnis dengan
perguruan tinggi untuk memberikan customized tranining.
Kemitraan dengan perguruan tinggi memberikan keuntungan
kepada perusahaan yang ingin menyelenggarakan pelatihan bagi
para karyawannya. Perguruan tinggi memiliki tenaga profesional
dalam bidang pendidikan dan pelatihan serta sangat memahami
cara-cara menstransformasikan tujuan pelatihan ke dalam materi
pelatihan yang bersifat customized. Keuntungan lainnya adanya
kredibilitas, formalitas, standarisasi, dan fleksibilitas yang dimiliki
oleh perguruan tinggi.
Menurut Juran, ada tiga keputusan penting yang harus dibuat
berkaitan dengan pelatihan.
1) Apakah pelatihan bersifat sukarela atau wajib?
Apabila pelatihan merupakan bagian yang penting dari organisasi
maka pelatihan seharusnya bersifat wajib.
2) Bagaimana pelatihan seharusnya dirangkai?
Meskipun penekanan dalan lingkungan organisasi adalah bottom
up, dalam hal jumlah pelatihan yang diberikan, rangkaian
pelatihan bersifat top down. Dengan kata lain, manajer menerima
pelatihan yang lebih sedikit daripada karyawan, tetapi mereka
menerimanya pertama kali.
3) Apa yang seharusnya diajarkan?
Materi pelatihan disesuaikan dengan sasaran organisasi mengenai
kualitas, produktivitas, dan daya saing. Kebutuhan akan pelatihan
ditentukan dengan membandingkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran organisasi.
Agar tetap survive, perusahaan harus dapat bersaing di era global. Ada
lima faktor penyebab diperlukannya pelatihan, yaitu sebagai berikut 22:
22
ibid, hlm. 113-115
153
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
154
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
23
Ibid, hlm 115-127
155
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
156
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
157
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
158
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
159
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
160
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
161
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
162
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 8
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIER
A. Perencanaan Karier
Dalam satu perspektif, karier merupakan urut-urutan posisi yang
diduduki oleh seseorang selama masa hidupnya di suatu institusi. Ini
merupakan karier yang objektif, meskipun demikian dari perspektif lainnya
karier terdiri atas perubahan nilai-nilai, sikap dan motivasi yang terjadi
karena seseorang menjadi semakin tua. Ini merupakan karier yang subjektif 1.
Kedua perspektif tersebut baik objektif maupun subjektif, terfokus pada
individu. Kedua perspektif tadi menganggap bahwa seseorang memiliki
beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka.
Menurut Henry Simamora 2 pengertian karier adalah urutan aktivitas-
aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan dan perilaku nilai-nilai, dan
aspirasi seseorang selama rentang hidup orang tersebut. Sedangkan
perencanaan karier adalah proses yang dilalui karyawan untuk
mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan
kariernya.
Menurut Hani Handoko3, pengertian karier ada tiga, yaitu:
Karier sebagai suatu urutan promosi atau pemidahan (transfer)
lateral ke jabatan-jabatan yang lebih menuntut tanggung jawab atau
ke lokasi-lokasi yang lebih baik dalam atau menyilang hierarki
hubungan kerja selama kehidupan seseorang.
Karier sebagai penunjuk pekerjaan-pekerjaan yang membentuk suatu
pola kemajuan yang sistemik dan jelas jalur kariernya.
Karier sebagai sejarah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi
yang dipegangnya selama kehidupan kerja.
1
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm.
164
2
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BP STIE YKPN.
2004)
3
T Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta. 1994)
163
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4
T. G. Gutteridge, Organizational Career Development Systems: The State of Practice,
dalam Bernandin dan Russel, Human Resources Management: An Experiental Appraisal, (New
York: McGraw Hill, 1993), hlm. 341
5
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
hlm. 133
164
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BP STIE YKPN.
2004)
165
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
7
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 134-135
166
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8
Marihot Tua Efendi Hariandja, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Penerbit Gramedia. 2005)
167
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
168
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
Passage stage
Dulu tahap ini dikatakan masa karyawan mempersiapkan pensiun,
yang terjadi pada usia di atas 55 tahun, sehingga karyawan tidak lagi
berpikir untuk naik jabatan atau beralih ke jabatan lain.
2. Jangkar karier
Jangkar karier merupakan poros yang disekelilingnya karier
seseorang berputar sebagai akibat dari pengetahuan yang dimiliki,
motif, nilai dan sikapnya. Jangkar karier seseorang merupakan
sesuatu yang bersifat evolutif, melalui proses penemuan diri sendiri
sampai pada keputusan untuk memilih satu pilihan karier yang sesuai
dengan keinginannya. Menurut Edgar Shein yang dikutip oleh Marihot
Tua E. H. (2005) bahwa ada lima jangkar karier yang dapat dipilih
seseorang berkaitan dengan suatu organisasi bisnis, yaitu:
Jangkar karier fungsional atau teknik
Kecenderungan untuk menghindari keputusan-keputusan yang
mendorong mereka pada manajemen umum, sebagai gantinya mereka
memilih kedudukan yang memampukan mereka untuk berkembang
dalam bidang fungsional atau teknik.
Jangkar karier manajerial
Kecenderungan seseorang untuk memilih jabatan yang memampukan
mereka atau mencari jalan untuk menjadi manajer umum dengan
tanggung jawab yang lebih besar, sehingga jika ketika memilih jalur
karier, kemungkinan mereka lebih menyukai vertical system.
Jangkar karier kreativitas
Kecenderungan seseorang yang memiliki motivasi yang kuat untuk
menciptkan sesuatu sehingga ia mendapatkan pengakuan.
Jangkar karier otonomi dan kemandirian
Kecenderungan seseorang yang tidak mau tergantung pada orang lain.
Jika mereka dipromosikan menjadi bawahan, mereka menjadi kurang
tertarik. Biasanya mereka lebih memilih menjadi konsultan fungsional
tertentu.
169
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
170
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
9
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 135
171
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
172
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
173
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
174
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
10
Sjafri Mangkuprawira, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, (Bogor: Ghalia
Indonesia. 2011)
175
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
11
Veitzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahaan, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 269-270
176
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
12
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm. 139-140
177
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
13
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 266
14
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 140
15
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 183-184
178
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
16
Sadili Samsudin, op cit, hlm 141
179
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
180
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
181
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
182
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
keusangan sebelum terjadi keusangan itu. Hal ini dapat dilakukan melalui
tugas-tugas awal yang menantang, perubahan yang berkala dalam
penugasan, proyek atau pekerjaan, iklim kerja yang dipenuhi dengan
komunikasi yang sering dan relevan, balas jasa yang terkait erat dengan
kinerja, dan gaya kepemimpinan yang partisipatif. Selanjutnya, tiga
karakteristik pribadi akan cenderung diasosiasikan dengan kadar keusangan
yang rendah, yaitu kemampuan intelektual yang tinggi, motivasi diri yang
tinggi, dan flesibelitas pribadi (tidak kaku).
c. Karier Akhir
Suatu titik balik terhadap produktivitas atau penurunan dan
pensiunan dini mewarnai krisis pertengahan karier. Individu yang produktif
dapat memikul peran staf senior atau manajemen puncak, atau mungkin
tetap sebagai konstributor dalam peran non-kepemimpinan. Dalam tahap ini,
individu mesti menjernihkan dirinya. Pada akhirnya, individu mulai
melepaskan diri dari belitan tugas-tugasnya dan bersiap-siap untuk pensiun.
Pemberian pelatihan kepada penerus, pengurangan beban kerja, atau
pendelegasian tugas-tugas utama periode karier akhir (late career) adalah
agar tetap produktif dan menyiapkan diri untuk pensiun. Selama karier akhir,
sebagian besar karyawan harus mengatasi keusangan setelah pertengahan
karier atau masa stabil serta bias usia negatif di pekerjaan.
Untuk menyesuaikan diri dengan karier akhir yang berhasil, individu
sebaiknya menjaga sikap positif, bepikir ke kepan, dan menerima dukungan
sosial dari kerabat kerja, dari suami atau istrinya. Karyawan yang berada di
penghujung karier sebaikya terlibat dalam perencanaan finansial jangka
panjang, mencari waktu bersenang-sengan dengan pasangan hidupnya, dan
merencanakan pensiunnya dengan baik.
Kesuksesan proses pengembangan karier tidak hanya penting bagi
organisasi secara keseluruhan. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang
berpengaruh pada pengembangan karier, yaitu 17:
17
Hastho Joko N.U dan Meilan Sugiarto, Manajemen Sumber Daya Manusia,
(Yogyakarta: Ardana Media. 2007)
183
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
184
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8. Kultur organisasi
Seperti sebuah sistem kemasyarakatan, organisasi pun memiliki
kultur dan kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang berkultur
profesional, objektif, rasional dan demokratis. Ada pula yang
memiliki kecenderungan feodalistik, tradisional, serta ada pula
yang cenderung mementingkan senioritas.
9. Tipe manajemen
Tipe manajemen yang memegang kendali organisasi dapat
berimplikasi pada manajemen karier dari para karyawannya.
D. Pengembangan Karier secara Individual dan Organisasional 18
1. Pengembangan Karier Secara Individual
Titik awal pengembangan karier dimulai dari diri karyawan. Menurut
T Hani Handoko (1994) kegiatan pengembangan karier secara indiviual
dapat dilakukan antara lain melalui 19:
a) Prestasi kerja
Kegiatan paling penting untuk memajukan karier adalah prestasi kerja
yang baik karena mendasari semua kegiatan pengembangan karier lainnya.
Kemajuan karier sangat bergantung pada prestasi kerja (performence).
b) Exposure
Kemajuan karier juga ditentukan oleh exposure, yang berarti menjadi
dikenal oleh orang-orang yang memutuskan promosi, transfer, dan
kesempatan karier lainnya. Tanpa exposure, karyawan yang berprestasi baik
mungkin tidak memperoleh kesempatan untuk mencapai sasaran kariernya.
c) Permintaan berhenti
Hal ini merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran karier bila ada
kesempatan karier di tempat lain. Dengan permintaan berhenti tersebut,
yang bersangkutan berpindah tempat kerja. Berpindah-pindah tempat kerja
bagi sementara manajer profesional merupakan bagian strategi karier
mereka.
18
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 145-149
19
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta. 1994)
185
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
186
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
b) Umpan balik
Tanpa umpan balik tentang upaya pengembangan karier mereka,
akan sulit bagi para karyawan untuk meneruskan persiapan waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran-sasaran karier. Umpan
balik memiliki tiga tujuan, yaitu: (1) untuk menjamin para
karyawan yang tidak dipromosikan bahwa mereka masih bernilai
dan akan dipertimbangkan untuk promosi-promosi selanjutnya
jika mereka memenuhi kualifikasi; (2) untuk menjelaskan
mengapa mereka tidak terpilih; (3) untuk menunjukkan apa
kegiatan-kegiatan pengembangan karier yang harus diambil.
c) Kelompok kerja kohesif
Bagi para karyawan yang ingin mencapai suatu karier dalam
organisasi, mereka harus merasa bahwa organisasi adalah
lingkungan yang memuaskan. Jika mereka merasa bahwa sebagai
bagian kelompok kerja kohesif, usaha-usaha pengembangan karier
mereka akan lebih terarah menuju peningkatan kesempatan-
kesempatan karier dalam organisasi.
Karier bukanlah sesuatu yang harus diserahkan begitu saja pada
setiap karyawan. Karyawan haruslah dikelola oleh organisasi untuk
memastikan pengembangan kariernya. Proses penyusunan jalur karier dalam
sebuah perusahaan disebut perencanaan karier organisasional. Dasar
pemikiran dan pendekatan terhadap program perencanaan karier sangat
bervariasi di antara perusahaan-perusahaan.
Sebagian besar organisasi atau perusahaan mengarahkan program
perencanaan karier untuk mencapai satu atau lebih tujuan berikut ini.
1) Pengembangan tenaga berbakat yang tersedia lebih efektif. Individu
mungkinkan lebih committed terhadap pengembangan yang menjadi
bagian dari rencana karier tertentu. Dengan cara ini, mereka dapat
lebih memahami tujuan pengembangan karier organisasional.
2) Kesempatan penilaian diri bagi karyawan untuk memikirkan jalur-jalur
karier tradisional atau karier yang baru. Beberapa karyawan yang
menonjol tidak menganggap mobilitas tradisional ke atas sebagai jalur
187
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
188
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
189
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
20
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 184
190
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
21
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 150
22
Ibid, hlm. 150
191
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
23
Ibid, hlm. 150 - 151
24
Ibid, hlm. 151
25
Ibid, hlm. 151 - 153
192
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
193
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
194
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
26
Ibid, hlm. 154
195
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
karier tradisional pada umumnya berupa kenaikan karier secara vertikal dari
suatu jenjang pekerjaan ke jenjang berikutnya. Jadi, seseorang diharapkan
mendalami suatu pekerjaan tertentu, kemudian menduduki jabatan manajer.
Pengembangan karier yang sifatnya vertikal dimungkinkan karena bentuk
organisasi yang sifatnya hierarkis (birokratis).
Pengembangan karier tradisional kurang memberikan kesempatan
kepada seseorang yang memiliki kompetensi teknikal yang tinggi, tetapi
tidak memiliki kemampuan manajerial karena tidak tersedia jalur
spesialisasi. Namun, beberapa perusahaan besar yang mempunyai sistem
pelatihan dan pengembangan yang terintegrasi memberikan kesempatan
kepada para karyawan untuk pindah jalur profesi atau memberikan
kesempatan kepada karyawannya menjadi generalis.
Tantangan eksternal seperti globalisasi, persaingan, kemajuan,
teknologi, atau tuntutan pelanggan mendorong suatu organisasi atau
perusahaan untuk berubah. Situasi ekonomi dan persaingan yang tajam
mendorong organisasi atau perushaan melakukan restrukturisasi,
perampingan organisasi, desentralisasi, merger, pemanfaatan IT, dan
sebagainya. Struktur organsasi yang bersifat hierarkis dianggap terlalu dalam
situasi yang sangat dinamis harus mampu bergerak secara cepat dan luwes.
Struktur organisasi yang lebih datar (horisontal) dianggap lebih tepat
untuk keadaan sekarang karena jarak antara konsumen dengan pengambil
keputusan lebih dekat. Bahkan, struktur organisasi yang bersifat network,
yaitu suatu organisasi yang hanya memiliki pusat kecil dan fungsi-fungsi
organisasinya dilaksanakan secara outsourcing, dianggap sebagai struktur
yang cocok untuk situasi ini. Tantangan lingkungan bisnis ini membuat rasa
aman menjadi hilang. Tempat seseorang dalam suatu organisasi tiba-tiba
menghilang. Hal ini dapat menimbulkan masalah besar dalam kehidupan
seseorang. Anggota tidak dapat lagi menggantungkan hidupnya pada
organisasi. Tanggung jawab pengembangan karier seseorang didorong
menjadi tanggung jawab individu. Seseorang harus mencari nilai tambah bagi
dirinya sendiri sehingga lebih luwes dalam mencari pekerjaan termasuk
196
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
27
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm. 156-157
197
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
28
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 190
198
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
F. Promosi Jabatan
Suatu motivasi yang mendorong seseorang untuk berpartisipasi aktif
dalam suatu organisasi atau perusahaan, antara lain kesempatan untuk maju.
Telah menjadi sifat dasar manusia pada umumnya untuk menjadi lebih baik
atau lebih maju dari pada posisi yang dimilikinya pada saat ini. Kesempatan
untuk maju itu dalam organisasi sering disebut promosi.
Promosi memberikan peranan penting bagi setiap karyawan, bahakan
menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan oleh karyawan. Karena dengan
promosi berarti adanya kepercayaan atau pengakuan mengenai kemampuan
suatu kecakapan karyawan yang bersangkutan untuk menjabat suatu jabatan
yang lebih tinggi. Dengan demikian promosi akan memberikan status sosial,
wewenang dan tanggung jawab serta penghasilan yang lebih besar serta
fasilitas yang lain bagi karyawan tersebut.
Jika ada kesempatan untuk dipromosikan bagi setiap karyawan yang
berdasarkan azas keadilan dan obyektifitas akan mendorong karyawan
bekerja giat, bersemangat, disiplin, dan berprestasi kerja yang semakin besar
hingga sasaran perusahaan yang lebih optimal yang dapat dicapai sesuai
dengan tujuan perusahaan tersebut.
Promosi mempunyai arti yang penting bagi setiap perusahaan, sebab
dengan adanya promosi dapat menjadikan perusahaan yang stabil dan
pendekatan moral karyawan sehingga lebih terjalin dengan baik. Kedua hal
ini `merupakan yang minimal yang harus dapat diwujudkan, bilamana
perusahaan tersebut mengandalkan promosi suatu barang tentu dengan
promosi tidak hanya diharapkan pada kedua hal tersebut, tetapi jauh lebih
luas daripada itu. Adanya kesempatan untuk dipromosikan juga akan
mendorong penarikan pelamar yang semakin banyak memasukan
lamarannya sehingga pengadaan karyawan yang baik bagi perusahaan itu
akan lebih mudah. Sebaiknya jika kesempatan untuk dipromosikan relatif
kecil atau tidak ada, maka gairah kerja, semangat kerja, disiplin kerja, dan
prestasi kerja akan menurun. Penarikan dan pengadaan karyawan semakin
sulit bagi perusahaan yang bersangkutan. Begitu besarnya peranan promosi
199
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
200
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
31
ibid, h.109
201
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
32
Ibid, hlm..111
202
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
c. Kerjasama
Karyawan dapat bekerja sama secara harmonis dengan sesama
karyawan baik horizontal maupun vertikal dalam mencapai
perusahaan. Dengan demikian akan terciptanya suasana hubungan
kerja yang baik dai antara semua karyawan.
d. Prestasi kerja
Karyawan mampu mencapai hasil kerja yang dapat dipertanggung
jawabkan, kualitas maupun kuantitasnya dalam bekerja secara efektif
dan efisiens, agar karyawan dapat memanfaatkan waktu dan
mempergunakan alat-alat dengan baik.
e. Kecakapan
Kecakapan itu cakap, kreatif, dan inovatif dalam menyelesaikan tugas-
tugas pada jabatan tersebut dengan baik. Dia bisa bekerja secara
mandiri dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik, tanpa
mendapat bimbingan yang terus-menerus dari atasanya.
f. Komunikatif
Karyawan itu dapat berkomunikasi secara efektif dan mampu
menerima atau mempersepsi informasi dari atasan maupun dari
bawahannya dengan baik, sehingga tidak terjadi miskomunikasi.
g. Loyalitas
Karyawan harus loyal dalam membela perusahaan atau korps dati
tindakan yang merugikan perusahaan atu korpsnya. Ini menunjukan
bahwa dia ikut berpartisipasi aktip terhadap perusahaan atau
korpsnya.
h. Kepemimpinan
Dia harus mampu membina dan memotivasi bawahannya untuk
bekerja sama dan bekerja secara efektif dalam mencapai sasaran
perusahaan. Dia harus jadi panutan dan memperoleh (personality)
yang tinggi dari bawahannya.
i. Pendidikan
Karyawan harus telah memiliki ijazah formal dari pendidikan formal
sesuai dengan spesifikasi jabatan tersebut.
203
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
33
Ibid, hlm.111
204
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
205
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 9
PENILAIAN PRESTASI KERJA
1
John H Bernandin dan Joyce E.A. Russel, Human Resource Management, (Singapore:
McGraw Hill, 1993), hlm. 379
2
Kae H Chung dan Leon C Megginson, Organizational Behavior: Developing
Management Skills, (New York: Harper & Row Publisher, 1981), hlm. 369
3
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 1994)
206
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
207
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4
Donald E Klingner dan John Nalbandian, Public Personel Management: Contects and
Strategies, New Jersey: Prentice Hall, 1985, hlm. 155
208
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5
Faustino C Gomes, op cit, hlm, 132-133
209
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
210
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6
Edwin B Fillipo, Manajemen Personalia, (Jakarta: Erlangga. 1994)
211
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
212
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
7
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
hlm. 161-162
213
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
pekerjaan, hal ini barati pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang baik. Dengan
demikian, penilaian prestasi kerja dapat didefinisikan sebagai proses formal
yang dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pelaksanaan pekerjaan atau
untuk kesesuaian tingkat prestasi kerja. Menurut Hall (1986), penilaian
prestasi kerja merupakan proses berkelanjutan dalam menilai kualitas kerja
pegawai dan usaha untuk memperbaiki unjuk kerja pegawai dalam
organisasi. Melalui penilaian itu, manajer dan organisasi dapat mengetahui
apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang
telah disusun sebelumnya. Dalam melakukan penilaian prestasi kerja,
seseorang pimpinan menggunakan uraian pekerjaan sebagai tolak ukur.
Penilaian prestasi kerja mencakup beberapa faktor berikut ini.
1. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan memilih perilaku
yang ditentukan oleh sistem pekerjaan.
2. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang pegawai
dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk
pegawai tersebut.
3. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi pegawai dalam
mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan
mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.
Pada umumnya para pimpinan kurang menyenangi tugas penilaian
prestasi kerja karena menyampaikan kritik terhadap prestasi kerja bawahan
bukanlah hal yang menyenangkan, bahkan dapat melukai perasaan orang
lain yang dinilai. Hal ini akan semakin dipersulit dengan kurangnya
kemampuan penilai dalam teknik penilaian prestasi kerja itu sendiri. Oleh
karena itu, penilai harus benar-benar mengetahui prosedur penilaian,
intstrumen yang digunakan, dan cara menggunakan instrumen penilaian
tersebut. Selain itu penilai juga mengetahui aspek-aspek yang dinilai dari
pegawai yang bersangkutan, prestasi kerja pegawai, pembinaan yang harus
dilakukan terhadap pegawai, dan pemberian penghargaan yang adil.
Sekalipun tugas semacam ini tidak selalu menyenangkan, penilaian
prestasi kerja perlu dilakukan karena beberapa alasan berikut ini.
1. Manajemen bertanggung jawab atas keberhasilan seluruh sistem.
214
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Penerbit
Andi, 2003), hlm. 136
215
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
9
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2009), hlm. 551
216
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
10
Ibid, hlm. 551
11
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 1994)
217
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
218
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
12
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 165
13
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 553
219
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
14
Ibid, hlm. 554 - 556
220
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
2. Posisi tawar.
3. Perbaikan kinerja.
4. Penyesuaian kompensasi.
5. Keputusan penempatan.
6. Pelatihan dan pengembangan.
7. Perencanaan dan pengembangan karier.
8. Evaluasi proses staffing.
9. Efisiensi proses penempatan karyawan
10. Ketidakakuratan informasi.
11. Kesalahan dalam merancang pekerjaan.
12. Kesempatan kerja yang adil.
13. Mengatasi tantangan-tantangan eksternal.
14. Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja.
15. Umpan balik ke SDM.
Langkah-langkah berikut dianggap akan sangat membantu efektivitas
penilaian prestasi kerja, yakni 15:
Sesuaikan kriteria prestasi kerja dengan situasi-situasi pekerjaan;
Gunakan pendekatan penilaian prestasi kerja yang pertisipasif;
Fokuskan pada perilaku-perilaku tertentu atau pencapaian tujuan;
Fokuskan pada problem solving ketimbang pada judgment;
Pisahkan diskusi-diskusi mengenai gaji dari penilaian prestasi kerja;
Berilah latihan kepada para evaluator prestasi kerja.
Sementara itu, Wilbur C. Rich menjelaskan bahwa guna memenuhi
norma-norma mengenai praktek dan presentasi yang efektif, penilaian
prestasi kerja harus memperhatikan hal-hal berikut 16:
a) Keterkaitan pekerjaan (be job-related) dan spesifikasi pekerjaan (job-
spesific), pengukuran tugas yang dilaksanakan tersebut dan sesuaikan
dengan pekerjaan yang diuji;
b) Mengukur hanya perilaku yang dapat dilihat;
15
Faustino Cardoso Gomes, op cit, hlm. 144
16
Wilbur C Rich, Appraising Employee Performance dalam Handbook of Public
Administration, editor James L Perry, (California: Jossey-Bass Inc, 1989), hlm. 389-390
221
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
222
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
223
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
yang dinilai adalah sifat-sifat yang diperlukan untuk jabatan yang nantinya
diarahkan untuk dipangkunya. Dengan demikian, sinkronisasi antara objek
penilaian dan tujuan penilaian dapat dicapai.
Objek penilaian karyawan itu mencakup dua hal pokok, yaitu hasil
pekerjaan (prestasi kerja) dan sifat-sifat pribadi. Ini berarti mencakup
kemampuan dan watak pribadi. Pada dasarnya, baik atau tidaknya seseorang
menggunakan kemampuan dan ilmunya sangat bergantung pada watak
seseorang atau upaya pengendalian dirinya.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa dalam menetapkan
jumlah dan jenis objek yang dinilai, harus dipertimbangkan tiga hal berikut.
a. Jenis jabatan yang dinilai.
b. Tujuan penilaian.
c. Objek penilaian, mencakup prestasi kerja dan watak pribadi
karyawan.
Masalah yang berkaitan dengan penilaian prestasi kerja adalah siapa
yang menilai prestasi kerja, apa jenis pengukuran yang digunakan, serta
kapan pengukuran dan evaluasi itu dilaksanakan. Idealnya, kesepakatan
mengenai pengukuran prestasi kerja diperoleh pada awal siklus penilaian
prestasi kerja, pada saat pihak menilai dan pihak yang dinilai bertemu untuk
mendefinisikan prestasi kerja yang diharapkan. Pada umumnya prosedur
penilaian prestasi kerja dilakukan oleh atasan langsung terhadap pegawai
yang dinilai. Walaupun penilaian merupakan tanggung jawab atasan
langsung atau penyelia, beberapa pihak lain dapat saja dan terkadang perlu
disertakan sebagai penilai.
Pihak ini dapat meliputi bawahan, mitra kerja, rekan sejawat, pegawai
yang dinilai, dan pelanggan. Satu hal yang sulit dijawab berkaitan dengan
penilaian prestasi kerja adalah bila kita dihadapkan pada pertanyaan, “apa
yang dinilai?” hal ini terjadi terutama pada jenis pekerjaan yang tidak rutin
dan hasil pekerjaannya sulit diidentifikasi.
Pada dasarnya, ada dua aspek yang dapat dinilai, yaitu keluaran dan
proses. Hal ini bergantung pada jenis pekerjaan dan fokus penilaian yang
dilakukan. Pada pekerjaan yang sifatnya berulang dan keluarannya mudah
224
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
17
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 562 - 563
225
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
18
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 169
226
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
227
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
letak strategis, keamanan, dan fasilitas yang tersedia. Hal itu menunjukan
kepada kita bahwa penilaian harus dilakukan secara objektif.
Suatu penilaian bisa dikatakan objektif bila semua faktor yang ada
dimasukkan dalam pertimbaangan penilaian. Hal ini jelas tidak mungkin,
karena memerlukan penelitian yang panjang dan biaya yang besar. Sebagai
jalan keluar dibuatlah peraturan yang pada akhirnya ditetapkan sebagai
kriteria penilaian, baik sepihak (oleh atasan) maupun berdasarkan
musyawarah. Untuk membuat kriteria tersebut, bukan hal yang mudah.
Banyak pertanyaan yang bisa diajukan untuk menjadikan sebuah kriteria
layak dipakai, di antaranya atas dasar apa penilaian dilakukan? Siapa yang
berinisiatif? Faktor-faktor apa yang dilakukan? Selalu berubah atau
dipertahankan? Selamanya atau untuk satu dua tahun saja? Bila pertanyaan-
pertanyaan tersebut bisa dijawab, dengan sendirinya kriteria siap diterapkan
dan layak untuk menjadi dasar penilaian.
Meskipun banyak kesulitan yang dijumpai dalam penilaian prestasi
kerja, mau tak mau penilaian prestasi kerja harus tetap dibuat. Banyak
keputusan yang relavan dibuat berdasarkan penilaian prestasi kerja, di
antaranya seleksi, promosi dan demosi, pegawai dipertahankan atau
dikeluarkan, dan transfer. Hal ini semua memerlukan adanya penilaian
prestasi kerja yang objektif. Perlu juga dipahami kesulitan melakukan
evaluasi prestasi kerja dengan menggunakan ukuran akuntansi.
Laporan akuntansi lebih menitikberatkan pada demensi objektivitas,
sementara laporan manajemen lebih menitikberatkan pada demensi
relevansi. Oleh karena itu, penulis mencoba memadukan antara demensi
objektivitas dan demensi relevansi dalam pembahasan penilaian prestasi
kerja. Setelah kita telah memiliki penilaian prestasi kerja yang objektif, sudah
tentu akan dilanjutkan dengan pemberian penalti.
Hasil penilaian yang baik akan membawa konsekuensi baik dan hasil
penilaian yang buruk akan membawa konsekuensi buruk sehingga setiap
orang dipacu untuk mencapai hasil penilaian yang baik dan mendapat
balasan yang sesuai dengan usahanya untuk mencapai prestasi kerja yang
baik itu. Pengukuran prestasi kerja diperlukan oleh manajemen sebagai
228
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
19
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 557-559
229
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
1. Kendala hukum/legal
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak
legal. Format penilaian kinerja yang digunakan harus sah dan dapat
dipercaya. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, keputusan penempatan
mungkin ditentang sebab melanggar hukum ketenagakerjaan dan atau
hukum lainnya yang berlaku.
2. Bias oleh penilai (penyelia)
Seringkali penyelia melakukan bias dikarenakan faktor pribadi atau
faktor subjektivitas dari individu penyelia tersebut. Bentuk-bentuk
bias yang umumnya terjadi adalah:
a. Hallo effect. Hal ini terjadi ketika pendapat pribadi penilai
memengaruhi pengukuran kinerja baik dalam arti positif maupun
negatif. Misalkan jika seorang penyelia tidak menyukai seorang
karyawan tertentu, maka penilaian yang dilakukan pun pasti akan
rendah untuk karyawan tersebut.
b. Kesalahan kecenderungan terpusat. Beberapa penilai tidak suka
menempatkan karyawan ke posisi ekstrim dalam arti ada
karyawan yang dinilai sangat positif atau sangat negatif. Dapat
dipastikan cara penilaian seperti ini menjadi tidak objektif, karena
ada pihak yang dirugikan dan ada pihak yang diuntungkan.
c. Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras. Bias karena terlalu
lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dalam
memberikan penilaian baik kepada kinerja karyawan. Begitu pula
sebaliknya jika telalu keras, penilai terlalu ketat (mengikuti sistem
tanpa melakukan fleksibilitas sesuai situasi dan kondisi) sehingga
nilai karyawan menjadi kurang baik.
d. Bias karena penyimpangan lintas budaya. Seringkali terjadi
penganutan nilai budaya yang berbeda antara penilai dan
karyawan yang dinilai. Misalkan penilai dari suatu etnis di Jawa
sedangkan karyawan yang dinilai mungkin berasal dari luar Jawa,
hal ini dapat mengakibatkan bias dalam penilaian. Karena sesuatu
230
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
20
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 172
231
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
21
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 561-562
22
M. Manulang, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982)
232
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
233
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
23
Danang Sanyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm.
201
234
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
235
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
236
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
237
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
24
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 177-180
238
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
239
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
Rosen, “Single criteria occur when only one quantity is measure and
observed, such as total output or profit.” Suatu studi pernah
dilakukan oleh Peter M. Blau untuk menerangkan ukuran tunggal.
Dalam studi ini dijelaskan adanya agen pekerjaan publik (public
employment agency) yang bertanggung jawab untuk membantu
pekerja mencari pekerjaan dan membantu majikan mencari
pekerja. Pewawancara pekerjaan dinilai dengan banyaknya
wawancara yang dilakukan sehingga pewawancara ini dimotivasi
untuk melakukan sebanyak mungkin wawancara, bukan untuk
menyediakan waktu yang cukup dalam wawancara sehingga bisa
memilih pekerja yang tepat untuk jabatan yang tersedia. Dari
kasus di atas, kita bisa melihat bahwa tujuan majikan untuk
mencari pegawai yang tepat tidak akan tercapai dengan alasan
utamanya, yaitu alat ukur yang diterapkan hanya menyangkut satu
aspek kegiatan.
b. Ukuran Berganda
Ukuran berganda terjadi pada saat beberapa kuantitas diukur
secara simultan, seperti output, kualitas, harga pokok,
keselamatan, dan pemborosan. Belajar dari kekurangan ukuran
tunggal maka ukuran berganda ini mencoba untuk memberikan
perhatian yang cukup pada semua aspek pekerjaan. Beberapa
penulis Amerika menekankan pentingnya ukuran berganda dalam
mengevaluasi prestasi kerja manajer. Peter Druker, sebagai
contoh, mengatakan, “... list market standing, innovation,
productivity, physical and financial resources, profitability, manager
performance and development, worker performance and attitude,
public responsibility”.
c. Ukuran Gabungan
Menciptakan keseimbangan penekanan pada tujuan yang
kontradiktif atau pembuatan kriteria dalam penilaian prestasi
kerja untuk tingkat individual atau tingkat organisasi merupakan
suatu hal yang sulit. Hal ini mendorong timbulnya penerapan
240
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
241
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 10
KOMPENSASI
A. Konsep Kompensasi
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pekerja balas jasa
atas kerja mereka 1. Masalah kompensasi berkaitan dengan konsistensi internal
dan konsistensi eksternal. Konsistensi internal berkaitan dengan konsep
penggajian relatif dalam organisasi. Sedangkan konsistensi eksternal berkaitan
dengan tingkat relatif struktur penggajian dalam organisasi dibandingkan dengan
struktur penggajian yang berlaku di luar organisasi. Keseimbangan struktur
penggajian yang berlaku di luar organisasi. Keseimbangan antara konsistensi
internal dan eksternal dianggap penting untuk diperhatikan guna menjamin
perasaan puas, dan para pekerja tetap termotivasi, serta efektifitas bagi organisasi
secara keseluruhan.
Kompensasi 2 adalah segala sesuatu yang diterima oleh pekerja sebagai
balas jasa atas kerja mereka. Masalah kompensasi berkaitan dengan konsisten
internal dan konsisten eksternal. Konsisten internal berkaitan dengan konsep
penggajian relatif dalam organisasi. Sedangkan konsisten eksternal berkaitan
dengan tingkat struktur penggajian dalam organisasi dibandingkan dengan
struktur penggajian yang berlaku di luar organisasi. Keseimbangan antara
konsistensi internal dan konsistensi eksternal dianggap penting untuk
diperhatikan guna menjadi perasaan puas dan para pekerja tetap termotivasi serta
efektivitas bagi organisasi secara keseluruhan.
Kompensasi mengandung arti yang lebih luas daripada upah atau gaji. Upah
atau gaji menekankan pada balas jasa yang bersifat finansial, sedangkan
kompensasi mencakup balas jasa finansial maupun non-finansial. Kompensasi
merupakan pemberian balas jasa, baik secara langsung berupa uang (finansial)
maupun tidak langsung berupa penghargaan (non-finansial).
1
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta, 1994, hlm. 155
2
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Penerbit Andi,
2003), hlm. 129
242
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
3
Edwin B Fillipo, Manajemen Personalia, (Jakarta: Erlangga. 1994)
4
Marihot Tua Efendi Hariandja, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Penerbit
Gramedia. 2005)
5
Sjafri Mangkuprawira, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, (Bogor: Ghalia
Indonesia. 2011)
243
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
6
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia¸(Jakarta: Rajawali Pers,
2009), hlm. 741
7
Nitisemito, Manajemen Personalia, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. 1992)
244
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
mencerminkan apa yang dibayarkan oleh para majikan lainnya kepada para
pekerja dengan kualifikasi yang sama. Gaji pada organisasi publik, di samping
dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, juga dipengaruhi oleh nilai-nilai. Walaupun
diakui bahwa nilai daya tanggap politik merupakan nilai yang paling dominan
pengaruhnya terhadap imbalan, juga diakui bahwa tiga nilai lainnya, yaitu social
equity, individual rights, dan administrative efficiency, ikut pula mempengaruhi
imbalan/kompensasi 8.
Pertama, kompensasi/imbalan tidak hanya menuntut agar semua kelompok
terwakili dalam tenaga kerja, tetapi juga menuntut agar semua kelompok tersebut
juga terwakili dalam berbagai jabatan (khususnya pekerjaan-pekerjaan
manajemen dan profesional dengan gaji yang tinggi). Secara tradisional, kelompok
minoritas dan kaum wanita tidak dipekerjakan pada jabatan-jabatan seperti yang
biasanya dipegang oleh kaum pria. Oleh karenanya mereka memperoleh gaji yang
rendah dibandingkan dengan rata-rata kaum pria. Nilai social equity menginginkan
agar evaluasi dan imbalan atas pekerjaan tidak semata-mata didasarkan pada
pertimbangan ekonomis, tetapi juga harus memperhatikan dampak-dampak dari
effirmative action compliance.
Kedua, nilai efisiensi administrasi mengarahkan para manajer instansi
pemerintah untuk memperoleh hal-hal paling bernilai melalui sumber daya yang
terbatas. Karena gaji dan tunjangan merupakan 50% dan 70% dari total
pengeluaran pemerintah, maka efisiensi menuntut supaya gaji dan tunjangan
dikelola secara hati-hati agar dapat menjamin tetap tersedianya secara memadai
suplay pelamar yang berkualitas.
Ketiga, nilai hak-hak perorangan mempengaruhi imbalan karena setiap
orang ingin digaji berdasarkan “a fair day’s pay for a fair day’s work”. Jadi karena
standar keadilan per orang berbeda maka diperlukan beberapa metode untuk
menyamakan kontribusi dari para pegawai menurut karakteristiknya (seperti
senioritas, atau kinerja) dan faktor-faktor manfaat kerja. Jadi, gaji dipengaruhi
bukan saja oleh keadaan pasar, tetapi juga oleh asumsi-asumsi pokitik dan nilai-
nilai kemasyarakatan.
8
Faustino Cardoso Gomes, op cit, hlm. 130
245
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
9
Ibid, hlm 133-134
10
Moekijat, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Mandar Maju. 1999)
246
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
11
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 746 - 748
247
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
3. Peraturan pemerintah
Peraturan pemerintah dalam bentuk penetapan upah minimum propinsi
atau kota secara langsung akan memengaruhi berapa tingkat upah yang
dapat dibayarkan oleh perusahaan.
4. Serikat pekerja
Kekuatan serikat pekerja dalam menekan perusahaan terkait penentuan
upah menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat memengaruhi
penentuan tingkat upah di dalam industri.
12
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 188
13
Ibid, hlm 188
248
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
249
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5. Mengendalikan biaya-biaya
Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk
mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat
biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik
organisasi dapat membayar kurang atau lebih kepada para karyawan.
6. Memenuhi peraturan-peraturan legal
Seperti aspek-aspek manajemen sumber daya manusia lainnya,
administrasi kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program
kompensasi yang baik memerhatikan kendala-kendala tersebut dan
memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi
karyawan.
Menurut Veithzal Rivai dan Ella J Sagala (2009), tujuan manajemen
kompensasi yang efektif, meliputi:
1. Memperoleh SDM yang berkualitas
Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi daya
tarik kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif terhadap
penawaran dan permintaan pasar kerja karena para pengusaha
berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang diharapkan.
2. Mempertahankan karyawan yang ada
Para karyawan dapat keluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan
akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi di
dalam perusahaan.
3. Menjamin keadilan
Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan internal dan
eksternal dapat terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa
pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga
pekerjaan yang sama dibayar dengan bayaran yang sama. Keadilan
eksternal berarti pembayaran terhadap pekerja dapat diperbandingkan
perusahaan lain di pasar kerja.
4. Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan
Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan
bertindak sebagai insentif untuk perbaikan perilaku di masa depan, rencana
250
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
251
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
252
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
253
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
didefinisikan sebagai imbalan yang dinilai di dalam dan dari mereka sendiri.
Imbalan intrinsik bersifat internal bagi individu dan normalnya berasal dari
keterlibatan dalam aktivitas-aktivitas atau tugas tertentu. Imbalan intrinsik
melekat pada aktivitas itu sendiri dan pemberiannya tidak tergantung pada
kehadiran atau tindakan orang lain atau hal lainnya. Imbalan intrinsik berpotensi
untuk memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku individu di dalam
organisasi, dan memiliki beberapa manfaat sebagai alat imbalan dan motivasi kerja
yang efektif. Manfaatnya melekat pada kenyataan, bahwa imbalan intrinsik adalah
self administered dan dialami langsung akibat pelaksanaan pekerjaan yang efektif.
Alat utama untuk memperkuat kemungkinan bahwa orang-orang akan
mendapatkan imbalan intrinsik dari pekerjaan mereka terletak dalam cara
organisasi-organisasi merancangan pekerjaan anggota-anggotanya. Sifat pekerjaan
itu sendiri tampaknya merupakan determinan utama dari tingkat kemampuan
seseorang untuk mengalami imbalan intrinsik. Oleh karena itu instrumen utama
untuk meningkatkan motivasi dan kinerja melalui aplikasi imbalan intrinsik
terletak pada rancangan pekerjaan itu sendiri.
Tabel. 10.1 Contoh Imbalan Ekstrinsik dan Intrinsik
Imbalan Intrinsik Imbalan ekstrinsik
Perasaan kompensasi pribadi Gaji
Perasaan pencapaian pribadi Tunjangan karyawan
Tanggung jawab dan otonomi pribadi Sanjungan dan pengakuan
Pengakuan formal
Perasaan pertumbuhan dan
Promosi
pengembangan pribadi Hubungan sosial
Status Lingkungan kerja
Kepuasan kerja Pembayaran insentif
Sumber: Sanyoto (2012)
Imbalan ekstrinsik dihasilkan secara eksternal oleh seseorang atau sesuatu
yang lainnya. Imbalan ekstrinsik tidak mengikuti kinerja sebuah aktivitas secara
alamiah atau secara inheren, namun diberikan kepada seseorang oleh pihak
eksternal atau dari luar. Sebagian besar imbalan ekstrinsik dikendalikan dan
dibagikan secara langsung oleh organisasi dan lebih berwujud daripada imbalan
intrinsik. Imbalan ekstrinsik sering diaplikasikan oleh organisasi dalam usaha
untuk memengaruhi perilaku dan kinerja anggotanya. Uang merupakan imbalan
254
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
ekstrinsik yang paling sering digunakan di dalam organisasi dan diberikan dalam
bermacam-macam bentuk dan dengan berbagai jenis.
Dessler, dalam bukunya Sumber Daya Manusia, mengatakan gaji adalah
sesuatu yang berkaitan dengan uang yang diberikan kepada pegawai atau
karyawan. Sistem pembayaran dapat dibedakan berdasarkan waktu kinerja, yaitu
pembayaran yang dilakukan atas dasar lamaran bekerja, misalnya per jam, hari,
minggu, bulan, dan sebagainya, dan pembayaran berdasarkan hasil kinerja, yaitu
pembayaran upah/gaji yang didasarkan pada hasil akhir dari proses kinerja,
misalnya jumlah produksi. Amstrong dan Murlis, dalam bukunya Pedoman Praktis
Sistem Penggajian, berpendapat gaji merupakan bayaran pokok yang diterima oleh
seseorang.
Upah menurut Rivai dan Sagala (2009) didefinisikan sebagai balas jasa yang
adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai
tujuan organisasi. Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan
kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau
banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif
tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Konsep upah biasanya dihubungkan
dengan proses pembayaran bagi tenaga kerja lepas.
Upah biasanya dibedakan dengan gaji yang dibayarkan kepada pemimpin-
pemimpin, pengawas, pegawai tata usaha, para pegawai kantor dan para manajer.
Gaji umumnya tingkatannya dianggap lebih tinggi daripada pembayaran kepada
pekerja upahan. Adanya anggapan bahwa gaji selalu mengandung tingkat
pembayaran yang lebih tinggi pada upah hanya dapat dibenarkan pada masa-masa
yang lalu, karena sekarang banyak pegawai yang tiap minggu, tiap bulan, atau tiap
tahun menerima pembayaran yang lebih banyak daripada pegawai kantor
(Moekijat, 1999)
Dewan Penelitian Pengupahan Nasional mendefinisikan, upah sebagai suatu
penerimaan imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu
pekerjaan/jasa yang telah dan akan dilakukan serta berfungsi sebagai jaminan
kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Upah
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah ditetapkan menurut suatu
255
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
256
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
Terdapat beberapa tujuan dalam pemberian upah dan gaji, yaitu 14:
a. Ikatan kerjasama
b. Kepuasan kerja
c. Pengadaan efektif
d. Motivasi
e. Stabilitas karyawan
f. Disiplin
g. Pengaruh serikat buruh
h. Pengarus asosiasi usaha sejenis/Kadin
i. Pengaruh pemerintah
Untuk menetapkan besarnya gaji atau upah yang adil terdapat lima
langkah 15:
a. Lakukanlah survei gaji terhadap beberapa perusahaan lain mengenai
besarnya upah untuk pekerjaan yang sebanding.
Survei gaji bertujuan untuk menetapkan tarif upah yang berlaku di
masyarakat. Survei gaji yang baik memberikan tarif upah yang spesifik
untuk jabatan spesifik. Survei secara formal tertulis merupakan yang
terbaik, namun dapat juga dilakukan melalui telepon dan surat kabar.
b. Tentukan nilai dari masing-masing pekerjaan melalui evaluasi jabatan.
Evaluasi jabatan merupakan suatu perbandingan sistematik yang dibuat
untuk menetapkan nilai dari satu pekerjaan dengan pekerjaan lain.
Evaluasi jabatan bertujuan menetapkan nilai relatif dari suatu jabatan.
Pada evaluasi ini, jabatan-jabatan dibandingkan satu terhadap yang lain
berdasarkan kesulitan pekerjaan, tanggung jawab, dan keterampilan yang
dibutuhkan.
c. Kelompokkan pekerjaan-pekerjaan serupa ke dalam tingkatan upah.
Tingkatan upah adalah suatu tingkat pembayaran yang terdiri dari
jabatan-jabatan dengan tingkat yang hampir sama.
d. Tetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan menggunakan
kurva upah.
14
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 762-763
15
Sadili Samsudin, op cit, hlm 189-190
257
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
16
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 191-192
258
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
259
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
D. Insentif
Sebagaimana telah dibahas di muka bahwa dalam penentuan upah atau gaji
bagi jabatan tertentu diperlukan evaluasi jabatan. Adapun pengupahan insentif
dimaksudkan untuk memberikan upah atau gaji yang berbeda, bukan didasarkan
pada evaluasi jabatan, namun karena adanya perbedaan prestasi kerja. dengan
demikian, dua orang yang memiliki jabatan yang sama, misalnya kepala mandor,
akan menerima upah yang berbeda, karena prestasinya berbeda, meskipun upah
dasarnya sama.
Insentif 17 diartikan sebagai bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan
kinerja dan gain sharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat
peningkatan produktivitas atau penghematan biaya. Sistem ini merupakan bentuk
lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan upah yang merupakan kompensasi
tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja.
17
Veithzal Rivai dan Ella J Sagala, op cit, hlm. 767
260
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
18
Ibid, hlm. 767
261
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
5. Intensif Organisasi
Pemberian laba pada para karyawan meningkatkan komitmen, partisipasi,
dan kemitraan mereka pada perusahaan sehingga mampu mengurangi tingkat ke
luar masuk karyawan. Program pembagian perolehan (gainsharing) merupakan
suatu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha bersama
untuk mencapai sasaran produktivitas. Untuk karyawan yang telah pensiun
diberikan kepemilikan saham karyawan setiap tahunnya. Beberapa sifat dasar
dalam sistem pengupahan insentif yang perlu mendapatkan perhatian adalah
sebagai berikut.
a) Sistem pembayarannya diupayakan sederhana agar mudah
dimengerti dan dihitung oleh karyawan yang bersangkutan.
b) Upah insentif yang diterima benar-benar dapat menaikkan motivasi
kerja mereka sehingga output dan efisiensi kerjanya juga meningkat.
c) Pelaksanaan pengupahan insentif hendaknya cukup hebat sehingga
karyawan yang berprestasi lebih tersebut cukup cepat pula
merasakan nikmatnya sebagai orang yang berprestasi lebih.
d) Penentuan standar kerja atau standar produksi hendaknya secermat
mungkin, dalam arti tidak terlalu tinggi sehingga tidak terjangakau
oleh umumnya karyawan atau tidak terlalu rendah sehingga terlalu
mudah dicapai karyawan.
e) Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya
cukup merangsang pekerja atau karyawan untuk bekerja lebih giat.
Menurut penelitian para ahli, penentuan insentif berlaku pula bagi tenaga
pimpinan, yang besarnya berkisar antara 50%-60% dari gaji bulanan. Jenisnya
bermacam-macam, antara lain bonus payment (premi), stock option (hak untuk
membeli/mendapatkan saham pada harga tertentu), dan phantom stock plan
(dicatat sebagai pemegang saham).
Selain itu terdapat pula bebrapa bentuk insentif yang dapat diberikan
kepada karyawan, yaitu (Rivai dan Sagala, 2009):
(a) bonus tahunan,
(b) insentif langsung,
(c) insentif individu,
262
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
19
Sadili Samsudin, op cit, hlm. 197-199
263
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
264
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
20
Ibid, hlm. 199
265
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
21
T Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia
266
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
267
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
penyakit, dan tanpa kelemahan fisik. Sedangkan sehat rohaniah adalah, bila
seseorang sudah berhasil mengadaptasikan dirinya pada organisasi tempat ia
bekerja, memiliki konsepsi yang akurat tentang kenyataan-kenyataan hidup, dapat
mengatasi berbagai stress dan frustasi, dan sebagainya. Penciptaan lingkungan
kerja yang sehat dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut 22:
a. Menjaga kesehatan karyawan dari berbagai gangguan penglihatan,
pendengaran, kelelahan, dan sebagainya (pengendalian suara asing,
pengaturan penerangan tempat kerja, pengaturan suhu udara,
pengaturan penggunaan warna, dan fasilitas istirahat).
b. Penyediaan fasilitas-fasilitas pengobatan dan pemeriksaan
kesehatan bagi karyawan dengan berbagai kemudahan sehingga
terjangkau bagi setiap karyawan yang memerlukan (termasuk
penyediaan dokter dengan stafnya).
2. Keamanan Karyawan
Pengertian keamanan (safety) adalah keadaan karyawan yang bebas dari
rasa takut dan bebas dari segala kemungkinan kecelakaan kerja. Menunurut T.
Hani Handoko, program-program keamanan yang dapat dilakukan antara lain
sebagai berikut 23:
a. Menggunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat pengaman.
b. Menggunakan peralatan yang lebih baik.
c. Mengatur lay-out pabrik dan penerangan sebaik mungkin.
d. Lantai-lantai, tangga-tangga, dan lerengan-lerengan harus dijaga
agar bebas dari air, minyak, dan oli.
e. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara baik.
f. Menggunakan berbagai petunjuk dan peralatan keamanan, beserta
larangan-larangan yang dianggap perlu.
g. Mendidik para karyawan dalam hal keamanan.
h. Membentuk komite manajemen serikat kerja untuk memecahkan
masalah-masalah keamanan, dan sebagainya.
22
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm. 202
23
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia
268
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
BAB 11
MOTIVASI, KEPUASAN DAN PRODUKTIVITAS KERJA
A. Motivasi Kerja
Analisis mengenai prestasi kerja kerja akan berkaitan dengan dua
faktor utama, yaitu1: (1) kesediaan atau motivasi dari pegawai untuk bekerja,
yang menimbulkan usaha pegawai, dan (2) kemampuan pegawai untuk
melaksanakannya. Dengan kata lain, prestasi kerja adalah fungsi dari
motivasi kerja dan kemampuan, atau P = f (m x a), dimana P = performance, m
= motivation, dan a = ability. Motivasi selalu menjadi perhatian utama dari
para manajer, juga para sarjana, karena motivasi berhubungan erat dengan
keberhasilan seseorang, organisasi, atau masyarakat di dalam mencapai
tujuan-tujuannya.
Motivasi berasal dari kata latin “Movere” yang berarti “dorongan atau
daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya
kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi adalah suatu perangsang
keinginan (want) daya penggerak kemauan bekerja seseorang, setiap motif
mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai 2.
Chung & Megginson menyatakan bahwa 3 “motivation is definied as
goal-directed behavior. It concerns the level of effort one exerts in pusuing a
goal... it closely related to employee satisfaction and job performance,
(motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran.
Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang
dalam mengejar suatu tujuan... motivasi berkaitan erat dengan kepuasan
pekerja dan prestasi kerja pekerjaan). Menurut Wayne F Cascio, motivasi
adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk
memuaskan kebutuhannya.
1
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Penerbit
Andi, 2003, hlm. 177
2
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi, (Jakarta: Bumi
Aksara. 2001)
3
Kae E Chung dan Leon C Megginson, Organizational Behavior Developing Managerial
Skills, New York: Harper & Row Publisher, 1981, hlm. 136
269
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Pustaka Setia, 2006,
hlm. 281
5
Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia. 1994)
6
Kae E Chung dan Leon C Megginson, Organizational Behavior Developing Managerial
Skills, hlm. 138
7
Indriyo Gito Sudarmo, Manajemen Personalia, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. 1997)
270
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
1. Apabila dalam diri manusia itu timbul suatu kebutuhan tertentu dan
kebutuhan tersebut belum terpenuhi maka akan menyebabkan
lahirnya dorongan untuk berusaha melakukan kegiatan.
2. Apabila kebutuhan belum terpenuhi, maka seseorang kemudian akan
mencari jalan bagaimana caranya untuk memenuhi keinginannya.
3. Untuk mencapai tujuan prestasi yang diharapkan maka seseorang
harus didukung oleh kemampuan, keterampilan maupun pengalaman
dalam memenuhi segala kebutuhannya.
4. Melakukan evaluasi prestasi secara foral tentang keberhasilan dalam
mencapai tujuan yang dilakukan secara bertahap.
5. Seseorang akan bekerja lebih baik apabila mereka merasa bahwa apa
yang mereka lakukan dihargai dan diberikan suatu imbalan atau
ganjaran.
6. Dari gaji atau imbalan yang diterima kemudian seseorang tersebut
dapat mempertimbangkan seberapa besar kebutuhan yang bisa
terpenuhi dari gaji atau imbalan yang mereka terima.
B. Teori Motivasi
Sejumlah teori telah dikembangkan para sarjana untuk menjelaskan
motivasi pekerja di dalam organisasi. Teori-teori itu dapat dikelompokkan ke
dalam dua kategori utama, yakni (1) content dan (2) process. Teori Content
meliputi teori-teori kebutuhan, antara lain, dari Maslow. Teori kebutuhan ini
menjelaskan bahwa perilaku manusia didorong oleh stimuli internal
(kebutuhan-kebutuhan) tertentu. Oleh karena itu teori ini lebih
memperhatikan sebab-sebab internal dan eksternal perilaku (needs dan
incentives). Ada tiga variabel utama dalam menjelaskan perilaku pekerja
yaitu:
Employee Needs. Seorang pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan
yang hendak dipenuhi, yang berkisar pada; (a) eksistence
(biological and safety), (b) relatedness (affection, companionship,
and influence), dan (c) growth (achievement and self–
actualization). Ini semua merupakan stimuli internal yang
menyebabkan perilaku;
271
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
272
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
8
Husein Umar, Riset Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Gramedia. 1998)
273
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
274
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
275
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
276
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
9
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Caps, 2012), hlm.
194-195
277
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
278
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
279
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
280
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
281
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
2. Teori Proses
a. Teori keadilan
Teori keadilan dan teori diskrepensi dapat menjalankan hubungan
kepuasan dengan penghargaan yang diterima secara ekstrinsik.
Dalam hal ini suatu keadilan merupakan daya penggerak yang
memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak
adil terhadap semua bawahannya secara objektif. Dalam teori
keadilan, masukan (input) meliputi faktor-faktor seperti tingkat
pendidikan, keahlian, upaya, masa kerja, kepangkatan, dan
produktivitas. Sedangkan hasil (outcome) adalah semua imbalan yang
dihasilkan dari pekerjaan seseorang seperti gaji, promosi,
penghargaan, prestasi dan status.
Teori Diskrepensi
Teori diskrepensi menjelaskan bahwa keadilan ditentukan oleh
keseimbangan antara apa yang dirasakan seseorang sebagai hal yang
seharusnya ia terima dengan apa yang secara nyata ia terima. Jika
level rewards yang secara nyata ia terima sebanding dengan apa yang
diharapkannya, maka ia akan merasa puas. Setiap ketidak-
seimbangan, atau diskrepensi, antara kedua level reward tersebut
jelas akan menimbulkan perasaan tidak puas.
Seorang pekerja biasanya mempunyai harapan tertentu yang
dibawanya saat memasuki suatu organisasi, atau ketika mengerjakan
suatu pekerjaan, berdasarkan pertimbangan atas input-input yang
dimilikinya, seperti pendidikan, pelatihan, senioritas, prestasi kerja,
dan kualifikasi-kualifikasi kerja biasanya berupa apa yang
diperolehnya dan pekerjaannya, seperti gaji, promosi, kedudukan
(posisi), dan bentuk penghargaan lainnya. Penghargaan yang
diberikan oleh hasil, atau penghargaan yang diterima dirasa
sebanding dengan inputs atau kualifikasinya, maka seorang pekerja
akan merasa puas, tanpa merasa terganggu oleh apa yang diterima
oleh pekerja lainnya.
282
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
Teori Keadilan
Teori keadilan justru memasukkan dimensi social comparisons dari
rasio antara input-outcomes. Orang, atau disebut sebagai focal person,
cenderung membandingkan input-inputnya dan hasil yang
diterimanya dengan input dan output dari pekerja lainnya, yaitu yang
sering disebut referent persons. Jika yang diterimanya dinilainya sama
dengan yang dimiliki dan diterima oleh referent person, maka pekerja
yang bersangkutan akan merasa bahwa sistem penghargaan telah adil,
dan ia akan merasa puas. Sebaliknya, jika outcomes yang diterimanya
lebih kecil dibandingkan dengan referent person, maka hal itu akan
menimbulkan ketidakpuasan.
Teori keadilan dan hubungannya dengan perilaku pekerja dijelaskan
oleh Chung & Megginson melalui gambar berikut 10:
Gambar 11.1. Persepsi Pegawai terhadap Gaji (Reward)
Is A Equity No change in
EQUAL
large and Behavior
than B Satisfaction
10
Kae E Chung dan Leon C Megginson, Organizational Behavior Developing Managerial
Skills, hlm. 149
283
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
284
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
akan timbul. Dalam hal yang sama, jika seseorang menerima dua kali
lipat sebanyak unit-unit keluaran yang lain, tetapi dianggap akan
disumbangkan dua kali sebanyak unit keluaran, rasio perbandingan
dipertahankan tanpa perasaan ketidak-adilan.
Isu-isu keadilan dihadapi di dalam organisasi pada dua level, menurut
syarat kebijaksanaan manajemen sumber daya manusia, dan dalam
kaitan relasi antara supervisor dan bawahan. Pada level
kebijaksanaan, usaha-usaha penting dibuat di dalam organisasi publik
untuk menghindari/menghalangi isu-isu keadilan dari permukaan.
Misalnya, sistem merit dibangun di sekitar gagasan bahwa nilai/kredit
diberikan untuk kemampuan dan kinerja, dan bukan karena faktor
personal atau politik. Yang sama-sama relavan dengan sistem merit
adalah konsep pembayaran yang sama bagi kerja yang sama. Sistem-
sistem penilaian, yang didasarkan pada analisis pekerjaan yang baik
dan yang menetapkan standar-standar kerja atau tujuan-tujuan
kinerja, mengurangi jenis-jenis keluhan.
Penetapan prosedur keluhan melindungi para pegawai dari tindakan
perseorangan yang sewenang-wenang dan menyediakan jalan yang
dapat diprediksikan dan dapat dipercaya dalam penyelesaian konflik.
Tidak dapat dielakkan bahwa persoalan-persoalan keadilan akan
terjadi pada setiap organisasi.
Ada beberapa cara untuk mengatasi perasaan sedang diperlakukan
tidak adil dari seorang pegawai, yaitu:
• Supervisor harus mengakui bahwa bagi seseorang untuk
mencapai suatu kesimpulan bahwa telah diperlakukan tidak adil
merupakan produk dari proses-proses logis internal unik yang
didorong oleh perasaan perih karena ketidak-adilan. Secara
rasional usaha menyelesaikan tuduhan perlakuan tidak adil
seringkali akan gagal karena kekuatan emosional yang
mendorong perasaan ketidak-adilan.
285
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
286
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
287
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
11
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 210
288
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
289
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
4. Mutu pengawasan
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan dan hubungan yang lebih baik dari
pimpinan dan bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa
dirinya merupakan bagian yang terpenting dari organisasi kerja
tersebut.
Terdapat hubungan antara motivasi dan kepuasan dari seorang
pekerja. Hubungan tersebut dapat digambarkan melalui Gambar 11.212.
Gambar 11.2 Kaitan Motivasi dengan Kepuasan Kerja
KEPUASAN
M
Tinggi Rendah
O
T Tinggi I. Nilai positif bagi organisasi II. Nilai positif bagi
I
dan bagi pegawai organisasi dan negatif bagi
V
A pegawai
S Rendah
III. Nilai negatif bagi organisasi, IV. Nilai negatif gati
I
positif bagi pegawai organisasi dan bagi
pegawai
12
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber daya Manusia, hlm. 179-180
290
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
organisasi. Bila seorang pekerja bekerja dengan baik tetapi tidak puas bisa
saja terjadi pengunduran diri dengan alasan untuk mengganti pekerjaan.
Pada kuadran ketiga terdapat kinerja untuk rendah dari pegawai yang
puas dengan pekerjaannya. Organisasi memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pegawainya, dan karenanya pegawai tidak mengeluh. Tetapi, kontras dengan
kuadran I, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pegawai tidak tergantung pada
perilaku yang bernilai bagi organisasi.
Pada kuadran IV, pegawai tidak bekerja dengan baik dan tidak
memperoleh rangsangan yang memuaskan dari organisasi. Situasi seperti
inilah yang akan mendorong keinginan pegawai untuk berhenti atau
keputusan organisasi untuk memberhentikan pegawai karena tidak ada
manfaat yang diperoleh, baik oleh pegawai ataupun oleh majikan pada sisi
yang lain.
Kesimpulan dari kuadran-kuadran tersebut adalah bahwa para
pekerja yang puas tidak perlu mereka yang produktif atau sebaliknya.
Menciptakan situasi kerja yang ditandai oleh produktivitasnya yang tinggi
dan kualitas kehidupan kerja yang memuaskan merupakan suatu usaha keras
yang sulit, yang memerlukan tindakan badan legislatif dan administratif
secara sungguh-sungguh.
Motivasi dan kepuasan kerja juga dapat dilihat dari bagaimana
pekerjaan didesain. Terdapat beberapa prinsip dasar dalam metode untuk
mengklasifikasikan dan merancang pekerjaan, yakni: simplifikasi,
standardiasi, spesialisasi. Pekerjaan yang disimplikasi dapat dilaksanakan
oleh setiap orang dengan pelatihan yang sedikit. Suatu pekerjaan juga harus
distandardisasikan, menggunakan cara terbaik untuk melaksanakannya.
Ketentuan ini dapat ditetapkan melalui pengamatan tujuan dan analisis
metode-metode kerja. pekerjaan yang sudah dispesialisasikan membuat
seseorang dapat dengan cepat mengembangkan ketrampilan tanpa buang-
buang waktu.
Menurut pendekatan Hackman dan Oldham mengenai rancangan
pekerjaan, dijelaskan bahwa motivasi kerja dari dalam yang tinggi, kepuasan
yang berkembang, kepuasan kerja secara umum, dan efektivitas kerja timbul
291
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
13
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 202-203
14
Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009
292
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
293
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
15
I Komang Ardana dkk, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu.
2012)
16
Danang Sunyoto, op cit, hlm. 205
17
Ibid, hlm. 205
18
Ibid, hlm. 208
294
Manajemen Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah
295