O l e h:
Muhammad Haris
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2021 M / 1442 H
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individul dan
masyarakat
Dari kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi
Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal
kehidupan, namun sebagian umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih
berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad
dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih
hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak negara
mulai mendalami sistem perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi
Syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari
saringan Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang
diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas,
berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila, perjudian, peredaran narkoba,
senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu
dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan
Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional Lembaga
tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam
koridor-koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai
kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan
pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai
mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor
dapat mengetahui kondisi dananya
3
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui lebih dalam pengertian dari Mustahik.
2. Untuk mengetahui Harta apa saja yang wajib untuk dizakati.
3. Untuk mengetahui mengenai kajian Para Ulama dan perundang- undangan di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
5
6
uang tidak lagi didukung oleh cadangan emas, dan hal inilah salah satu faktor
yang menyebabkan ketidakstabilan nilai uang.
3. Uang Giral
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui
pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral ini merupakan
simpanan nasabah di bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahkan
kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Kelebihan daripada uang giral
sebagai alat bayar adalah
a. Kalau hilang mudah untuk dilacak kembali, sehingga
tidak dapat diuangkan oleh yang tidak berhak
b. Dapat dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang
rendah
c. Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat
ditulis sesuai dengan nilai transaksi
Dalam perekonomian yang semakin modern seperti saat ini uang memainkan
peranan yang sangat penting bagi semua kegiatan masyarakat. Uang sudah
merupakan suatu kebutuhan, bahkan uang menjadi salah satu penentu stabilitas
dan kemajuan perekonomian di suatu negara. Namun demikian, bukan berarti
sistem barter sudah tidak ada, tetapi masih digunakan untuk tingkat perdagangan
tertentu saja seperti perdagangan antar negara dan di daerah pedesaan. Sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa uang memiliki manfaat yang dapat
diperoleh baik bagi pihak penerima uang maupun pembayar. Adapun manfaat
yang diperoleh dengan adanya uang antara lain3:
1. Mempermudah untuk memperoleh dan memilih barang
dan jasa yang diinginkan secara cepat
2. Mempermudah dalam menentukan nilai dari barang dan
jasa
3. Memperlancar proses perdagangan secara luas
4. Digunakan sebagai tempat menimbun kekayaan
2. Bank Syariah
a. Konsep Dasar Bank Islam
Praktek perbankan telah ada sejak jaman Babylonia, Yunani dan Romawi,
meskipun pada saat tersebut bentuk praktek perbankan tidak seperti saat ini.
Pada awalnya hanya terbatas pada tukar menukar uang, namun kemudian
berkembang menjadi usaha menerima tabungan, menitipkan ataupun
meminjamkan uang dengan memungut bunga pinjaman. Dan hal tersebut
semakin berkembang menjadi perbankan modern yang saat ini dilaksanakan
secara umum di seluruh dunia.
Pada abad ke-20 muncul suatu wacana perlunya suatu bank syariah yang
bebas bunga, demi melayani kebutuhan kaum muslim yang tidak berkenan
dengan penerapan bunga dalam perbankan karena termasuk dalam riba, yaitu
suatu transaksi yang dilarang oleh syariat Islam. Perkembangan bank syariah di
dunia maupun di Indonesia saat ini cukup pesat. Hal ini menandakan salah satu
momentum kebangkitan ekonomi Islam di dunia terutama perkembangan pada
sektor keuangan syariah.
Kata bank dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari banco dalam bahasa
Italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan
fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti
berlian, peti uang dan sebagainya1. Pada abad ke-12 kata banco merujuk pada
meja, counter atau tempat penukaran uang. Dengan demikian fungsi dasar bank
adalah menyediakan tempat untuk menitipkan uang dengan aman dan
menyediakan alat pembayaran untuk membeli barang dan jasa2.
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari
10
Sehingga dapat ditarik suatu definisi umum yaitu Bank Syariah ialah
lembaga keuangan yang menjalankan fungsi perantara (intermediary) dalam
penghimpunan dana masyarakat serta menyalurkan pembiayaan kepada
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Bank syariah bukan hanya bank bebas bunga, namun memiliki orientasi
pencapaian sejahtera. Secara fundamental terdapat beberapa karakteristik bank
syariah, yaitu8:
1. Penghapusan riba
2. Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran
12
1. Menabung 2. Pembiayaan
14
pada bank syariah terdapat kesatuan perjanjian antara bank dengan nasabah
penabung dan antara bank dengan nasabah pembiayaan. Nasabah penabung
menaruh dananya di bank syariah dengan mendapatkan sejumlah nisbah bagi
hasil. Kemudian dana tersebut digunakan untuk pembiayaan kepada nasabah
pembiayaan, dan bank mendapatkan sejumlah tertentu nisbah bagi hasil atas
usaha yang dibiayai tersebut. Sehingga bagi hasil yang akan didapatkan oleh
nasabah penabung tergantung kepada bagi hasil yang diterima bank syariah dari
nasabah pembiayaannya. Hal ini dapat dilihat pada gambar diatas.
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan
ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali
nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila
hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka. Setiap akad dalam
perbankan syariah haru memenuhi ketentuan akad, seperti berikut:
a. Rukun, seperti:
Penjual
Pembeli
Barang
Harga
Akad/Ijab qabul
b. Syarat, seperti:
Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang
dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah
Harga barang dan jasa harus jelas
Tempat penyerahan harus jelas karena akan
berdampak pada biaya transportasi
Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam
kepemilikan
2. Lembaga penyelesai sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat
perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua pihak diarahkan
untuk tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, melainkan sesuai tata cara
dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau
berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbritase
Syariah Nasional atau Basyarnas.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi ada
tambahan satu struktur lagi di dalam struktur organisasi bank syariah,
17
karena situasi darurat, maka itu adalah argumentasi yang keliru. Akad-akad
muamalah yang menjadi landasan dalam setiap transaksi di perbankan syariah
menunjukkan bahwa setiap transaksi itu selalu dengan prinsip syariah.
Produk-produk perbankan syariah baik produk penghimpunan dana
maupun produk penyaluran dana keduanya sesuai dengan prinsip syariah.
Apabila pada bank konvensional terjadi perjanjian yang terpisah antara pihak
bank dengan nasabah penabung dan antara pihak bank dengan nasabah
peminjam, sehingga keuntungan bank adalah selisih antara bunga yang diberikan
kepada nasabah penabung dengan bunga yang dikenakan kepada nasabah
peminjam. Maka pada bank syariah akad yang terjadi adalah akad yang
terintegrasi baik antara pihak bank dengan nasabah penabung maupun dengan
nasabah peminjam. Sehingga apabila bagi hasil yang diberikan dari nasabah
peminjam kecil maka bagi hasil yang diberikan kepada nasabah penabung pun
akan kecil pula.
Pola pengawasan pada bank syariah terjadi dua tahap, yaitu pengawasan
terhadap kinerja pengelolaan bank syariah dari aspek manajemen dilakukan oleh
dewan komisaris. Sementara dari aspek pengawasan terhadap pelaksanaan
aturan syariat dilakukan oleh dewan pengawas syariah. Selain itu produk yang
akan dikeluarkan pun harus memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional
(DSN) MUI, hal ini menimbulkan ketenteraman bagi pihak nasabah bahwasanya
seluruh akad, produk dan penyaluran pada bank syariah sudah benar-benar
sesuai dengan aturan prinsip syariat.
akan besar pula. Sehingga sistem ini akan terbukti lebih adil dan menenteramkan
bagi nasabah penabung.
Sementara nasabah peminjam pun tidak perlu lagi takut dengan bunga
tinggi, pada krisis 1997 banyak usaha yang bangkrut akibat kesulitan dalam
membayar bunga kredit yang tinggi. Dalam sistem bunga, bank tidak peduli
dengan kondisi perusahaan yang dibantu, yang penting bagi bank adalah
perusahaan tersebut. Berbeda dengan bank syariah, dimana yang diterapkan
adalah bagi hasil sehingga apabila pendapatan usaha pada saat itu sedang kecil
maka bagi hasil yang dibagikan akan kecil pula. Begitu pula sebaliknya apabila
pendapatan usaha meningkat, maka bagi hasil yang dibagikan pun akan
meningkat pula. Sehingga nasabah yang mengajukan pembiayaan di bank
syariah tidak perlu takut terhadap beban bunga yang tinggi lagi. Sebab bagi hasil
yang disetorkan kepada pihak bank tergantung pada pendapatan usaha yang
diperoleh.
langsung goyah dan telah terbukti dengan adanya krisis ekonomi tahun 1997.
Ketidakterkaitan antara sektor moneter dan riil ini mengakibatkan persoalan
serius. Beban bunga yang tinggi tidak akan mungkin mampu ditanggung oleh
para pengusaha. Namun karena pengusaha memerlukan likuiditas kredit bunga
tinggi terpaksa diambil. Tahap berikutnya bank tersebut mengalami kredit
macet, karena para pengusaha tidak mampu membayar beban yang harus
ditanggungnya. Selanjutnya, bank-bank yang mengalami kredit macet yang
besar itu terancam eksistensinya, karena di satu pihak bank harus membayar
bunga deposito yang tinggi, sedangkan di sisi lain pendapatannya menurun
drastic karena kredit macet. Oleh karenanya, negative spread yang diderita
bank-bank itu sangat besar yaitu sekitar 20%, sehingga modal dari sebagian
besar bank telah habis dimakan non performing loan dan negative spread.22
Hal ini berbeda pada sistem keuangan syariah yang menganggap uang
hanya sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditas. Sebagai alat tukar uang
tidak akan menghasilkan nilai tambah apapun kecuali apabila dikonversi
menjadi barang atau jasa. Dengan demikian setiap transaksi keuangan harus
dilatarbelakangi dengan sektor riil. Ketika banyak bank konvensional yang
mengalami negative spread dan mengalami kesulitan likuiditas, Bank Muamalat
Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia mampu melewati krisis
ekonomi ini dengan baik tanpa mengalami gejolak yang berarti. Hal ini
menunjukkan bank syariah tidak akan mengalami gejolak yang berarti apabila
terjadi krisis ekonomi, karena segala aktivitas perbankan syariah selalu
mempunyai sandaran sektor riil.
Kemampuan perbankan syariah dalam melewati krisis ini mendapat
pengakuan dari pemerintah yang membuahkan hasil dengan keluarnya Undang-
undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Hal ini menandai diakuinya
perbankan syariah sebagai salah satu sistem perbankan di Indonesia, apabila
dalam Undang-undang No. 7 tahun 1992 yang diakui hanya bank berdasarkan
prinsip bagi hasil maka dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 mulai
diakuinya perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Sehingga
semenjak UU No. 10 tahun 1998 ini diberlakukan Indonesia secara resmi
21
A.Kesimpulan
Mustahik adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Ketentuan
tentang siapa saja yang berhak menerima zakat telah diatur dengan jelas dalam QS
at-Taubah [9]: 60.
“Sesungguhnya Zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba
sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk kepentingan di jalan
Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari
Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”(QS at-Taubah [9]: 60).
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
29
DAFTAR PUSTAKA
Husnan, Ahmad. 1996. Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru. Jakarta:
Pustaka Al- Kautsar.