Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MUSTAHIK DAN HARTA


YANG WAJIB DIZAKATI
(Kajian Para Ulama Dan Perundang- Undangan Di Indonesia)

Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas


mata kuliah Manajemen Zakat Dan Wakaf Produktif
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Suparman Usman, S. H. /Dr. Itang, M. Ag.

O l e h:
Muhammad Haris

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2021 M / 1442 H
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, saya dapat menyusun,


menyesuaikan, serta dapat menyelesaikan makalah ini. Di samping itu, saya
mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yan telah banyak membantu
dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, baik dalam bentuk moril maupun
dalam bentuk materi sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Saya sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memang masih
banyak kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, saya telah
berusaha semaksimal mungkin dalam membuat makalah ini. Di samping itu, saya
sangat mengharapkan kritik serta sarannya dari semua teman-teman demi
tercapainya kesempurnaan yang di harapkan dimasa akan datang.

Serang, 10 September 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam
mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al
Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah
Sistem Ekonomi Syariah
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan
ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan
banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak
dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli yang
meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek
perundang-undangan Al Quran selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini,
menandakan bahwa betapa aktivitas ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Ekonomi Syariah menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai
dengan pandangan Islam, yakni bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan
dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal
dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi
Keseimbangan merupakan faham ekonomi yang moderat tidak menzalimi
masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat
kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana

1
2

yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individul dan
masyarakat
Dari kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi
Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal
kehidupan, namun sebagian umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih
berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad
dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih
hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak negara
mulai mendalami sistem perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi
Syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari
saringan Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang
diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas,
berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila, perjudian, peredaran narkoba,
senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu
dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan
Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional Lembaga
tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam
koridor-koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai
kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan
pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai
mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor
dapat mengetahui kondisi dananya
3

4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan


golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai
rahmatan lil alamin.
Lembaga Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal
bunga, baik dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam
pembiayaan bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer
Chapra , penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara
penyedia dana dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di
antara kedua pihak menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan dijamin
dengan laju keuntungan di depan meskipun bisnis itu ternyata tidak
menguntungkan.
Sistem bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga
tersebut tinggi maupun rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum
pengusaha sehingga akan menghambat investasi dan formasi modal yang pada
akhirnya akan menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan
kerja serta laju pertumbuhan yang rendah. Suku bunga yang rendah akan
menghukum para penabung dan menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dan
kekayaan, karena suku bunga yang rendah akan mengurangi rasio tabungan
kotor, merangsang pengeluaran konsumtif sehingga akan menimbulkan tekanan
inflasioner, serta mendorong investasi yang tidak produktif dan spekulatif yang
pada akhirnya akan menciptakan kelangkaan modal dan menurunnya kualitas
investasi.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal
sebagai berikut:
a) Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan
Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
b) Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan
Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution,
berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur
4

c) Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan


profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di
dunia dan kebahagiaan di akhirat
d) Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah
berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa
menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam
(qardh/ kredit) guna transaksi sosial
e) Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang
halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan
syiar Islam

Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah


modal. Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi
meliputi materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan
kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang
mempunyai kemampuan di bidangnya
Sumber Daya Insani (SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga
keuangan syariah, adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesionalitas
yang tinggi, karena kegiatan usaha Lembaga keuangan secara umum merupakan
usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat
Untuk SDI lembaga keuangan syariah, selain dituntut memiliki
kemampuan teknis perbankan juga dituntut untuk memahami ketentuan dan
prinsip syariah yang baik serta memilik akhlak dan moral yang Islami, yang
dapat dijabarkan dan diselaraskan dengan sifatsifat yang harus dipenuhi, yakni:
a. Siddiq, yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri, terhadap orang,
dan Allah SWT
b. Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana
c. Fathonah, yakni professional, disiplin, mentaati peraturan,
bekerja keras, dan inovatif
d. Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati
dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha
5

e. Tabligh, yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi


pihak lain untuk meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka
bumi.

Selain peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui pendidikan


dan pelatihan, perlu juga diciptakan suasana yang mendukung di setiap lembaga
keuangan syariah, tidak terbatas hanya pada layout serta physical performance,
melainkan juga nuansa non fisik yang melibatkan gairah Islamiyah.
Ekonomi Islam muncul sebagai suatu disiplin ilmu, setelah melalui
serangkaian perjuangan yang cukup lama yang pada awalnya terjadi pesimisme
terhadap eksistensi ekonomi Islam dalam kehidupan masyarakat saat ini,
Terciptanya suatu pandangan bahwa terdapatnya dikotomi antara agama dengan
keilmuan dalam hal ini termasuk didalamnya ilmu ekonomi. Namun sekarang
hal ini sudah mulai terkikis. Dan para ekonom barat pun sudah mulai mengakui
eksistensi dari ekonomi Islam sebagai suatu ilmu ekonomi yang memberi warna
kesejukan dalam perekonomian dunia. Ada banyak pendapat di seputar
pengertiandan ruang lingkup ekonomi Islam. Dawam Rahardjo, memilih istilah
ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan pemaknaan, pertama yang dimaksud
dengan ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran
Islam. Kedua, yang dimaksud ekonomi Islam adalah sebagai suatu sistem.
Sistem yang menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam
suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu.
Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian
umat Islam. Ketiga wilayah tersebut, yakni teori, sistem dan kegiatan ekonomi
umat Islam merupakan tiga pilar yang harus membentuk sebuah sinergi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi fokus pembahasan ini
diantaranya;
1. Apa Penjelasan Mengenai Mustahik?
2. Apa saja Harta Yang Wajib Untuk Dizakati?
3. Bagaimana Kajian Para Ulama Dan Perundang- Undangan Di Indonesia?
6

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui lebih dalam pengertian dari Mustahik.
2. Untuk mengetahui Harta apa saja yang wajib untuk dizakati.
3. Untuk mengetahui mengenai kajian Para Ulama dan perundang- undangan di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Lembaga Keuangan


1. Konsep Dasar Uang
Pada awalnya, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri, mereka
memperoleh makanan atau berburu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Karena kebutuhannya masih sangat sederhana, mereka belum membutuhkan
orang lain. Dalam periode awal ini, manusia belum mengenal transaksi
perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan semakin majunya
peradaban, kegiatan serta interaksi antar sesama manusia semakin meningkat.
Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga semakin beragam. Satu sama lain
mulai saling membutuhkan, karena tidak ada individu yang secara sempurna
mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Pada tahapan manusia yang masih
sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar menukar kebutuhan
dengan cara barter.
Pertukaran barter mensyaratkan adanya keinginan dan kebutuhan yang
sama pada waktu bersamaan dari pihak-pihak yang melakukan pertukaran.
Namun seiring dengan semakin kompleksnya kebutuhan sehingga menimbulkan
suatu kendala utama dalam melakukan pertukaran yaitu sulit untuk memperoleh
barang dan jasa yang diinginkan dengan jenis barang dan jasa yang dibutuhkan
oleh orang lain atau kesulitan mencari kesamaan permintaan (double
coincidence of wants). Selain itu kesulitan melakukan pertukaran adalah masalah
menentukan nilai yang tepat bagi barang dan jasa yang dipertukarkan.
Untuk mengatasi segala kendala yang muncul akibat sistem barter
akhirnya dipikirkanlah sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat tukar yang
lebih efisien dan efektif. Alat tukar tersebut akhirnya kita kenal dengan nama
“uang” seperti sekarang ini. Dengan dimunculkannya uang segala kendala akibat
sistem barter dapat diatasi bahkan fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar

5
6

saja, melainkan beralih ke fungsi-fungsi lainnya yang jauh lebih luas.


Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara
umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat
pembayaran utang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan
jasa. Dengan kata lain, bahwa uang merupakan alat yang dapat digunakan dalam
melakukan pertukaran baik barang maupun jasa dalam suatu wilayah tertentu
saja1. Dalam perkembangannya uang telah berevolusi, dari perkembangan
tersebut uang dapat dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu
1. Uang komoditas (commodity money)
Uang komoditas adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa
diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang.
Namun tidak semua barang bisa menjadi uang, diperlukan tiga kondisi utama,
agar suatu barang atau komoditas bisa dijadikan uang:
a. Kelangkaan, persediaan barang tersebut harus terbatas
b. Daya tahan, barang tersebut harus tahan lama
c. Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang
harus bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan
jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi
2. Uang Kertas
Ketika uang logam masih digunakan sebagai uang resmi dunia, ada beberapa
pihak yang melihat peluang meraih keuntungan dari kepemilikan mereka atas
emas dan perak. Pihak-pihak ini adalah bank, orang yang meminjamkan uang
dan goldsmith. Mereka melihat bukti peminjaman, penyimpanan atau penitipan
emas dan perak di tempat mereka juga bisa diterima di pasar. Goldsmith
mengeluarkan surat bukti penyimpanan dengan nilai yang besar atas nilai emas
dan perak yang dimiliki, kemudian bukti penyimpanan ini diterima oleh
masyarakat sebagai salah satu alat tukar. Hal ini berlanjut sampai dengan uang
kertas menjadi alat tukar yang dominan, dan kemudian semua sistem
perekonomian menggunakannya sebagai alat tukar utama. Pada awalnya uang
kertas yang kita gunakan saat ini, setiap pencetakannya harus berdasarkan pada
cadangan emas yang disimpan pada bank sentral. Namun saat ini pencetakan
7

uang tidak lagi didukung oleh cadangan emas, dan hal inilah salah satu faktor
yang menyebabkan ketidakstabilan nilai uang.
3. Uang Giral
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui
pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral ini merupakan
simpanan nasabah di bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahkan
kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Kelebihan daripada uang giral
sebagai alat bayar adalah
a. Kalau hilang mudah untuk dilacak kembali, sehingga
tidak dapat diuangkan oleh yang tidak berhak
b. Dapat dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang
rendah
c. Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat
ditulis sesuai dengan nilai transaksi
Dalam perekonomian yang semakin modern seperti saat ini uang memainkan
peranan yang sangat penting bagi semua kegiatan masyarakat. Uang sudah
merupakan suatu kebutuhan, bahkan uang menjadi salah satu penentu stabilitas
dan kemajuan perekonomian di suatu negara. Namun demikian, bukan berarti
sistem barter sudah tidak ada, tetapi masih digunakan untuk tingkat perdagangan
tertentu saja seperti perdagangan antar negara dan di daerah pedesaan. Sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa uang memiliki manfaat yang dapat
diperoleh baik bagi pihak penerima uang maupun pembayar. Adapun manfaat
yang diperoleh dengan adanya uang antara lain3:
1. Mempermudah untuk memperoleh dan memilih barang
dan jasa yang diinginkan secara cepat
2. Mempermudah dalam menentukan nilai dari barang dan
jasa
3. Memperlancar proses perdagangan secara luas
4. Digunakan sebagai tempat menimbun kekayaan

B. Konsep Uang Dalam Islam


8

Al-Ghazali berpendapat bahwa dalam ekonomi, uang dibutuhkan sebagai


nilai suatu barang. Dengan adanya uang sebagai ukuran nilai barang, maka uang
akan berfungsi pula sebagai media pertukaran. Uang diciptakan untuk
melancarkan pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran
tersebut. Menurut Al- Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai
warna namun dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak mempunyai harga
namun merefleksikan harga semua barang, uang memberikan kegunaan jika
uang itu dipergunakan untuk membeli barang. Merujuk pada Al-Qur’an, Al-
Ghazali mengecam orang yang menimbun uang yang dikatakannya sebagai
penjahat. Hal yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham
menjadi perhiasan emas dan perak, kegiatan mereka lebih rendah dari penimbun
uang. Peredaran uang palsu sangat dikecam pula, namun konteks menurut jaman
ini uang palsu adalah uang yang kandungannya tidak sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Al-Ghazali. Menurut beliau, mencetak dan mengedarkan uang
palsu lebih berbahaya daripada mencuri, sebab merugikan bagi siapapun yang
menggunakannya. Al-Ghazali membolehkan peredaran uang yang sama sekali
tidak mengandung emas dan perak asalkan pemerintah menyatakan sebagai alat
pembayaran resmi7.

C. Peran Lembaga Keuangan

Dengan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian masyarakat,


maka mereka membutuhkan suatu institusi yang bertugas untuk mengelola uang
yang mereka miliki. Hal inilah yang melahirkan lembaga keuangan, pada
awalnya lembaga keuangan modern yang muncul adalah bank. Lembaga
keuangan bank dibutuhkan sebagai suatu lembaga intermediary (perantara)
antara pihak yang surplus dana kepada pihak yang defisit dana. Perkembangan
selanjutnya lembaga keuangan bank maupun non bank semakin berkembang
pesat di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
792 Tahun 1990, lembaga keuangan diberi batasan sebagai semua badan yang
kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran
9

dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Meski


dalam peraturan tersebut lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai
investasi perusahaan namun peraturan tersebut tidak berarti membatasi kegiatan
pembiayaan lembaga keuangan hanya untuk investasi perusahaan. dalam
kenyataannya, kegiatan pembiayaan lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi
investasi perusahaan, kegiatan konsumsi dan kegiatan distribusi barang dan jasa.

2. Bank Syariah
a. Konsep Dasar Bank Islam
Praktek perbankan telah ada sejak jaman Babylonia, Yunani dan Romawi,
meskipun pada saat tersebut bentuk praktek perbankan tidak seperti saat ini.
Pada awalnya hanya terbatas pada tukar menukar uang, namun kemudian
berkembang menjadi usaha menerima tabungan, menitipkan ataupun
meminjamkan uang dengan memungut bunga pinjaman. Dan hal tersebut
semakin berkembang menjadi perbankan modern yang saat ini dilaksanakan
secara umum di seluruh dunia.
Pada abad ke-20 muncul suatu wacana perlunya suatu bank syariah yang
bebas bunga, demi melayani kebutuhan kaum muslim yang tidak berkenan
dengan penerapan bunga dalam perbankan karena termasuk dalam riba, yaitu
suatu transaksi yang dilarang oleh syariat Islam. Perkembangan bank syariah di
dunia maupun di Indonesia saat ini cukup pesat. Hal ini menandakan salah satu
momentum kebangkitan ekonomi Islam di dunia terutama perkembangan pada
sektor keuangan syariah.
Kata bank dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari banco dalam bahasa
Italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan
fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti
berlian, peti uang dan sebagainya1. Pada abad ke-12 kata banco merujuk pada
meja, counter atau tempat penukaran uang. Dengan demikian fungsi dasar bank
adalah menyediakan tempat untuk menitipkan uang dengan aman dan
menyediakan alat pembayaran untuk membeli barang dan jasa2.
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari
10

masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada msyarkat untuk berbagai


tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank
dapat sebagai4:
1. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik
dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat
akan menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur
kepercayaan.
2. Agent of development
Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor
moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut
harus saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya agar mampu mewujudkan tujuan pembangunan bangsa.
3. Agent of services
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran
dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain
kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya
dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum, misalnya jasa
pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa penjaminan.
Dalam Al-Qur’an, istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi
jika yang dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur,
manajemen, fungsi, hak dan kewajiban maka semua itu disebutkan dengan jelas
seperti zakat, sadaqah, ghanimah (rampasan perang), ba’i (jual beli), dayn
(utang dagang), maal (harta), dan sebagainya, yang memiliki fungsi yang
dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi5.

Dalam Undang-undang No. 21 tahun 2008 diterangkan bahwa yang


dimaksud dengan perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Dari definisi perbankan syariah di atas ada dua kelembagaan yang
terdapat pada perbankan syariah yaitu Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
11

Munculnya dua kelembagaan ini pada perbankan syariah di Indonesia terkait


dengan dual banking system yang dianut pada sistem perbankan di Indonesia.
Menurut Undang-undang No. 21 tahun 2008 Bank Syariah adalah Bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Permbiayaan Rakyat
Syariah. Sementara Unit Usaha Syariah menurut Undang-undang No. 21 tahun
2008 adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Bank syariah secara umum adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran
serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai
dagangan utamanya6.
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran
gerakan renaissance Islam modern, yaitu neorevivalis dan modernis 7. Tujuan
utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain
sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan
ekonominya dengan berlandaskan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Sehingga dapat ditarik suatu definisi umum yaitu Bank Syariah ialah
lembaga keuangan yang menjalankan fungsi perantara (intermediary) dalam
penghimpunan dana masyarakat serta menyalurkan pembiayaan kepada
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Bank syariah bukan hanya bank bebas bunga, namun memiliki orientasi
pencapaian sejahtera. Secara fundamental terdapat beberapa karakteristik bank
syariah, yaitu8:
1. Penghapusan riba
2. Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran
12

sosio- ekonomi Islam


3. Bank syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari bank
komersial dan bank investasi
4. Bank syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati-hati
terhadap permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada
penyertaan modal, karena bank komersial syariah menerapkan
profit-loss sharing dalam konsinyasi, ventura, bisnis atau industri
5. Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara bank syariah
dan pengusaha
6. Kerangka yang dibangun dalam membantu bank mengatasi
likuiditasnya dengan memanfaatkan instrument pasar uang antar
bank syariah dan instrument bank sentral berbasis syariah.
Fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam
pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut9:
1. Manajer investasi, bank syariah dapat mengeloa investasi dana
nasabah
2. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang
dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya

3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah


dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan
sebagaimana lazimnya
4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas
keuangan syariah, bank Islam juga wajib memiliki kewajiban untuk
mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan,
mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan di antaranya adalah10:
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara
Islami, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan
13

agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis


usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar, dimana
jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah
menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang lebar antara pemilik modal dengan pihak yang
membutuhkan dana
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka
peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin yang
diarahkan pada kegiatan usaha yang produktif menuju terciptanya
kemandirian usaha.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang pada umumnya
merupakan program utama dari Negara-negara yang sedang
berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan
kemiskinan berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat
kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program
pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara,
program pembinaan konsumen, program pengembangan modal
kerja dan program pengembangan usaha bersama
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas
bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi
diakibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat
antara lembaga keuangan
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam
terhadap bank konvensional yang masih menerapkan
sistem bunga.

B. Konsep Dasar Perbankan Syariah

1. Menabung 2. Pembiayaan
14

Penabung Bank Peminjaman

4. Bagi hasil 3. Bagi hasil

pada bank syariah terdapat kesatuan perjanjian antara bank dengan nasabah
penabung dan antara bank dengan nasabah pembiayaan. Nasabah penabung
menaruh dananya di bank syariah dengan mendapatkan sejumlah nisbah bagi
hasil. Kemudian dana tersebut digunakan untuk pembiayaan kepada nasabah
pembiayaan, dan bank mendapatkan sejumlah tertentu nisbah bagi hasil atas
usaha yang dibiayai tersebut. Sehingga bagi hasil yang akan didapatkan oleh
nasabah penabung tergantung kepada bagi hasil yang diterima bank syariah dari
nasabah pembiayaannya. Hal ini dapat dilihat pada gambar diatas.

Terdapat beberapa ciri-ciri bank syariah yang membedakan dengan bank


konvensional, yaitu19:
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian
diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku
dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar
dalam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai
batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak
2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan
pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat
pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir,
sehingga yang dipergunakan adalah nisbah bagi hasil.
3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak
15

menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang


ditetapkan di muka, karena pada hakikatnya yang mengetahui
tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah
semata. Tingkat keuntungan yang dipergunakan adalah tingkat
keuntungan aktual, apabila tingkat keuntungan aktual lebih kecil
daripada tingkat keuntungan proyeksi maka yang dipergunakan
adalah tingkat keuntungan aktual tersebut.
4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh
penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi
bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai
penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip- prinsip syariah sehingga pada
penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti
5. Terdapatnya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur
organisasi bank syariah yang bertugas untuk mengawasi
operasionalisasi bank dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan
pimpinan bank Islam harus menguasai dasar-dasar muamalah Islam.
Unsur Dewan Pengawas Syariah inilah hal utama yang membedakan
struktur organisasi antara bank syariah dan bank konvensional.
6. Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak
pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana, juga
mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya
berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana
yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil
pemiliknya.

Menurut M. Syafi’i Antonio ada beberapa perbedaan


mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional,
yaitu21:

1. Akad dan Aspek Legalitas


16

Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan
ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali
nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila
hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka. Setiap akad dalam
perbankan syariah haru memenuhi ketentuan akad, seperti berikut:
a. Rukun, seperti:
 Penjual
 Pembeli
 Barang
 Harga
 Akad/Ijab qabul
b. Syarat, seperti:
 Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang
dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah
 Harga barang dan jasa harus jelas
 Tempat penyerahan harus jelas karena akan
berdampak pada biaya transportasi
 Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam
kepemilikan
2. Lembaga penyelesai sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat
perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua pihak diarahkan
untuk tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, melainkan sesuai tata cara
dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau
berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbritase
Syariah Nasional atau Basyarnas.

3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi ada
tambahan satu struktur lagi di dalam struktur organisasi bank syariah,
17

yaitu dengan masuknya unsur Dewan Pengawas Syariah, yang bertugas


untuk mengawasi operasionalisasi bank agar produk-produknya sesuai
dengan prinsip syariah
4. Bisnis dan usaha yang dibiayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas
dari saringan syariah, karena itu bank syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang
diharamkan
5. Lingkungan kerja dan corporate culture
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang
sejalan dengan syariah, baik dalam hal etika, profesionalitas,
kapabilitas dan kepribadian.

C. Kekuatan Perbankan Syariah

Perbankan syariah memiliki karakteristik yang menjadi keunggulan


perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Keunggulan- keunggulan tersebut menjadi kekuatan yang mampu
menggerakkan perbankan syariah di Indonesia untuk berkembang ke
arah lebih baik dalam rangka memperluas market share perbankan
syariah.

a. Kesesuaian dalam prinsip syariah


Selama ini ada sebahagian masyarakat terutama bagi kelompok
masyarakat yang religious enggan untuk menyimpan dananya di bank karena
untuk menghindari riba berupa bunga bank. Maka kelahiran bank syariah
memberikan pemecahan masalah terhadap masyarakat agar dapat menyimpan
dananya di bank dan tidak lagi menyimpan di rumah. Selain itu dengan
kehadiran bank syariah maka kondisi kedaruratan yang selama ini menjadi dasar
masyarakat muslim untuk menabung di bank konvensional telah hilang seiring
dengan telah hadirnya bank syariah di Indonesia. Sehingga apabila masih ada
orang yang berargumentasi menabung di bank konvensional boleh secara agama
18

karena situasi darurat, maka itu adalah argumentasi yang keliru. Akad-akad
muamalah yang menjadi landasan dalam setiap transaksi di perbankan syariah
menunjukkan bahwa setiap transaksi itu selalu dengan prinsip syariah.
Produk-produk perbankan syariah baik produk penghimpunan dana
maupun produk penyaluran dana keduanya sesuai dengan prinsip syariah.
Apabila pada bank konvensional terjadi perjanjian yang terpisah antara pihak
bank dengan nasabah penabung dan antara pihak bank dengan nasabah
peminjam, sehingga keuntungan bank adalah selisih antara bunga yang diberikan
kepada nasabah penabung dengan bunga yang dikenakan kepada nasabah
peminjam. Maka pada bank syariah akad yang terjadi adalah akad yang
terintegrasi baik antara pihak bank dengan nasabah penabung maupun dengan
nasabah peminjam. Sehingga apabila bagi hasil yang diberikan dari nasabah
peminjam kecil maka bagi hasil yang diberikan kepada nasabah penabung pun
akan kecil pula.
Pola pengawasan pada bank syariah terjadi dua tahap, yaitu pengawasan
terhadap kinerja pengelolaan bank syariah dari aspek manajemen dilakukan oleh
dewan komisaris. Sementara dari aspek pengawasan terhadap pelaksanaan
aturan syariat dilakukan oleh dewan pengawas syariah. Selain itu produk yang
akan dikeluarkan pun harus memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional
(DSN) MUI, hal ini menimbulkan ketenteraman bagi pihak nasabah bahwasanya
seluruh akad, produk dan penyaluran pada bank syariah sudah benar-benar
sesuai dengan aturan prinsip syariat.

b. Sistem adil dan menenteramkan


Sistem perbankan syariah lebih adil baik dari aspek nasabah penabung
maupun nasabah peminjam. Nasabah penabung saat ini tidak perlu lagi takut
dananya hilang seperti pada saat krisis 1997 dimana banyak bank yang terpaksa
dilikuidasi, karena bank syariah dalam setiap aktivitasnya selalu didasarkan pada
sektor riil. Dan bagi hasil pun dapat lebih besar daripada bunga yang diberikan
oleh bank konvensional, apabila bagi hasil yang diberikan oleh nasabah
peminjam besar maka bagi hasil yang diberikan kepada nasabah penabung pun
19

akan besar pula. Sehingga sistem ini akan terbukti lebih adil dan menenteramkan
bagi nasabah penabung.
Sementara nasabah peminjam pun tidak perlu lagi takut dengan bunga
tinggi, pada krisis 1997 banyak usaha yang bangkrut akibat kesulitan dalam
membayar bunga kredit yang tinggi. Dalam sistem bunga, bank tidak peduli
dengan kondisi perusahaan yang dibantu, yang penting bagi bank adalah
perusahaan tersebut. Berbeda dengan bank syariah, dimana yang diterapkan
adalah bagi hasil sehingga apabila pendapatan usaha pada saat itu sedang kecil
maka bagi hasil yang dibagikan akan kecil pula. Begitu pula sebaliknya apabila
pendapatan usaha meningkat, maka bagi hasil yang dibagikan pun akan
meningkat pula. Sehingga nasabah yang mengajukan pembiayaan di bank
syariah tidak perlu takut terhadap beban bunga yang tinggi lagi. Sebab bagi hasil
yang disetorkan kepada pihak bank tergantung pada pendapatan usaha yang
diperoleh.

c. Terbukti tahan krisis


Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada semenjak pertengahan tahun 1997
berawal dari gejolak moneter di negara tetangga, sehingga nilai tukar rupiah
mengalami depresiasi besar. Kebijakan uang ketat sebagai upaya untuk menahan
tekanan depresiasi rupiah direspons oleh pasar dengan berkurangnya
kepercayaan investor terhadap rupiah. Intervensi Bank Indonesia dalam bentuk
menaikkan tingkat suku bunga SBI sebagai upaya dalam menahan tekanan
terhadap pelemahan nilai tukar mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga
perbankan yang menyebabkan ekonomi kekurangan likuiditas yang
mengakibatkan kegiatan dunia usaha menjadi stagnan. Gejolak yang terjadi ini
merupakan konsekuensi logis dari lepasnya keterkaitan sektor moneter dengan
sektor riil. Uang tidak lagi hanya sekedar berfungsi sebagai alat tukar melainkan
telah menjadi barang komoditas sebagai akibat adanya motif spekulasi dari para
pemegang uang. Sehingga sektor moneter seringkali telah lebih maju daripada
sektor riil yang mengakibatkan munculnya fenomena bubble economic, yaitu
seakan-akan ekonomi mengalami pertumbuhan yang tinggi namun tanpa
memiliki fondasi yang kuat, sehingga apabila diterpa sedikit masalah maka akan
20

langsung goyah dan telah terbukti dengan adanya krisis ekonomi tahun 1997.
Ketidakterkaitan antara sektor moneter dan riil ini mengakibatkan persoalan
serius. Beban bunga yang tinggi tidak akan mungkin mampu ditanggung oleh
para pengusaha. Namun karena pengusaha memerlukan likuiditas kredit bunga
tinggi terpaksa diambil. Tahap berikutnya bank tersebut mengalami kredit
macet, karena para pengusaha tidak mampu membayar beban yang harus
ditanggungnya. Selanjutnya, bank-bank yang mengalami kredit macet yang
besar itu terancam eksistensinya, karena di satu pihak bank harus membayar
bunga deposito yang tinggi, sedangkan di sisi lain pendapatannya menurun
drastic karena kredit macet. Oleh karenanya, negative spread yang diderita
bank-bank itu sangat besar yaitu sekitar 20%, sehingga modal dari sebagian
besar bank telah habis dimakan non performing loan dan negative spread.22
Hal ini berbeda pada sistem keuangan syariah yang menganggap uang
hanya sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditas. Sebagai alat tukar uang
tidak akan menghasilkan nilai tambah apapun kecuali apabila dikonversi
menjadi barang atau jasa. Dengan demikian setiap transaksi keuangan harus
dilatarbelakangi dengan sektor riil. Ketika banyak bank konvensional yang
mengalami negative spread dan mengalami kesulitan likuiditas, Bank Muamalat
Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia mampu melewati krisis
ekonomi ini dengan baik tanpa mengalami gejolak yang berarti. Hal ini
menunjukkan bank syariah tidak akan mengalami gejolak yang berarti apabila
terjadi krisis ekonomi, karena segala aktivitas perbankan syariah selalu
mempunyai sandaran sektor riil.
Kemampuan perbankan syariah dalam melewati krisis ini mendapat
pengakuan dari pemerintah yang membuahkan hasil dengan keluarnya Undang-
undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Hal ini menandai diakuinya
perbankan syariah sebagai salah satu sistem perbankan di Indonesia, apabila
dalam Undang-undang No. 7 tahun 1992 yang diakui hanya bank berdasarkan
prinsip bagi hasil maka dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 mulai
diakuinya perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Sehingga
semenjak UU No. 10 tahun 1998 ini diberlakukan Indonesia secara resmi
21

menganut dual banking system dalam sistem perbankannya, dimana perbankan


konvensional dan perbankan syariah berdampingan dalam sistem perbankan di
Indonesia.
d. Mempunyai payung hukum perundang-undangan
Dengan lahirnya Undang-undang no. 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah, perbankan syariah memiliki peraturan perundang-undangan sebagai
payung hukum dalam operasional perbankan syariah di Indonesia. Selama ini
kendala dalam perkembangan perbankan syariah adalah ketiadaan payung
hukum tersendiri yang khusus mengatur tentang perbankan syariah. Apabila kita
melakukan kilas balik sejarah dari awal berdirinya bank syariah di Indonesia
pada tahun 1992, pada waktu itu istilah bank syariah belum diakui dalam sistem
perbankan di Indonesia. Hanya saja waktu itu bank syariah diakomodir dengan
diakuinya bank dengan prinsip bagi hasil dalam Undang-undang No. 7 tahun
1992, yang mengakibatkan perkembangan perbankan syariah pada rentang
waktu tersebut sangat lambat.
Sampai dengan tahun 1998 hanya ada satu perbankan syariah di
Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia. Seiring waktu sebagai pembuktian
akan bank syariah yang tahan krisis maka lahirlah Undang-undang No. 10 tahun
1998 yang mulai mengakui bank berdasarkan prinsip syariah dalam sistem
perbankan di Indonesia. Dan mulai bermunculan bank-bank syariah baik berupa
bank umum maupun unit usaha syariah yang merupakan unit usaha dari bank
konvensional yang khusus berkonsentrasi dalam menangani nasabah yang
hendak bertransaksi secara syariah serta bank perkreditan rakyat syariah
(BPRS), yang diikuti perkembangan asset dan nasabah bank syariah yang cukup
pesat. Akan tetapi masih ada keresahan dari pihak perbankan syariah
bahwasanya mereka masih membutuhkan Undang- undang yang khusus
mengatur tentang perbankan syariah, hal ini perlu dilakukan mengingat
banyaknya instrument yang dibutuhkan oleh perbankan syariah tidak mampu
atau belum diakomodir dalam peraturan perundang-undangan tentang perbankan
yang berlaku. Dan hal yang dinantikan ini akhirnya terwujud dengan lahirnya
Undang-undang no. 21 tahun 2008. Diharapkan dengan lahirnya Undang-
22

undang ini diharapkan target penguasaan market share perbankan syariah


sebesar 5% yang tidak tercapai pada tahun 2008 mampu direalisasikan pada
tahun 2009. Dan semoga ke depannya perbankan syariah mampu memiliki
penguasaan market share yang seimbang dengan perbankan konvensional.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Mustahik adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Ketentuan
tentang siapa saja yang berhak menerima zakat telah diatur dengan jelas dalam QS
at-Taubah [9]: 60.
“Sesungguhnya Zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba
sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk kepentingan di jalan
Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari
Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”(QS at-Taubah [9]: 60).
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

- Orang fakir, yaitu orang yang penghasilannya tidak cukup untuk


memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari pada taraf yang paling
minimal sekalipun.
- Orang miskin, yaitu orang yang penghasilannya hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup (yang pokok) sehari-hari pada taraf yang
minimal.
- Amil zakat, yaitu lembaga atau perorangan yang mengelola zakat.
- Muallaf, yaitu orang yang baru masuk Islam.
- Riqab, yaitu untuk memerdekakan hamba sahaya.
- Gharimin, yaitu untuk membebaskan beban orang yang berutang untuk
kepentingan kebaikan.
- Sabilillah, yaitu untuk kepentingan di jalan Allah.
- Ibnu Sabil, yaitu orang yang dalam perjalanan yang kehabisan bekal dan
perjalanan tersebut untuk tujuan kebaikan, seperti mahasiswa atau santri
yang menuntut ilmu di luar kota. 

29
DAFTAR PUSTAKA

Asnaini, Zubaedi. (2006). Zakat Produktif Dalam Perspektif Islam. Bengkulu:


Pustaka Pelajar.

Hidajat, R. (2017). Penerapan Manajemen Zakat Produktif Dalam Meningkatkan


Ekonomi Umat Di Pkpu (Pos Keadilan Peduli Umat) Kota Makassar.
Millah: Jurnal Studi Agama, 1(1), 63–84.
https://doi.org/10.20885/millah.vol17.iss1.art4

Qadir, Abdurrahman. 2001. “Zakat Dalam Dimensi Mahdhah Dan Sosial”.


Jakarta: Raja Grafindo.

Yafie, Ali. 1994. “Menggagas Fiqih Sosial”. Bandung: Mizan.

Qardawi, Yusuf. 1997. ”Kiat Sukses Mengelola Zakat, Terjemahan Asmuni


Solihan Zamakhayari”. Jakarta: Media Dakwah.

Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta,Pustaka Litera Antarnusa, 2011.

Husnan, Ahmad. 1996. Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru. Jakarta:
Pustaka Al- Kautsar.

Anda mungkin juga menyukai