Anda di halaman 1dari 11

Nama : Siti Nahrisa

NPM : 21111011

Kelas : Manajemen 2-A (Semester 2)

Mata Kuliah : Manajemen Bisnis Islam (Tugas 2) BAB I

Dosen : Drs. Hamid Ibrahim, MH

PERKEMBANGAN MANAJEMEN BISNIS ISLAM

A. Pendahuluan
Manajemen berasal dari kata manage (bahasa latinnya: manus) yang berarti:
memimpin, mengatur, atau membimbing. George R. Terry mendefinisikan manajemen
sebagai proses yang khas dan terdiri atas tindakan-tindakan, seperti perencanaan,
pengorganisasian, pengaktifan dan pengawasan yang dilakukan untuk melakukan serta
mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya.
Manajemen adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan
dengan menggunakan atau mengordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain. Manajemen
terdapat tiga unsur yang penting, yaitu adanya orang yang lebih dari pada satu, adanya
tujuan yang ingin dicapai dan orang yang bertanggung jawab atas tercapainya tujuan
tersebut. Seiring pengertian manajemen ini dikaitkan dengan pengertian organisasi.
Organisasi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam manajemen, sehingga
organisasi dianggap alat manajemen dalam pencapaian tujuannya. Dengan istilah
organisasi diartikan sebagai wadah kegiatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam
pencapaian tujuan bersama, dimana terdapat orang yang mengatur kegiatan untuk
pencapaian tujuan tersebut dan orang yang melaksanakan kegiatan itu.

B. Ekonomi dan Bisnis Syari’ah


1. Ekonomi Syari’ah
Ekonomi Syari’ah merupakan suatu cabang ilmu sosial yang bertujuan
membantu manusia dalam mengelola sumber daya dalam rangka menggapai tujuan
syariat (maqasid syariah), yaitu terwujudnya kesejahteraan umat manusia secara
material dan immaterial dunia dan akhirat (al falah). Islam memiliki pandangan
bahwa harta atau kekayaan bukanlah indikator kesuksesan seseorang. Kepemilikan
harta bahkan merupakan bentuk ujian dari Tuhan untuk membuktikan apakah
manusia mampu menjaga amanah atau tidak. Namun demikian, dengan harta
manusia bisa meningkatkan kesuksesan dan kemuliaannya di hadapan Allah SWT,
yaitu ketika menggunakan atau membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai
ketentuan Allah SWT.
Untuk mencapai falah, maka kehidupan manusia di dunia ini harus dilindungi.
Syari’ah Islam diturunkan bertujuan untuk menjaga lima kemaslahatan pokok dan
inilah yang menjadi tujuan syari’ah (maqasid syari’ah). Tujuan syari’ah yang
masyhur ada 5 (lima) , yaitu perlindungan terhadap agama (Al-dien), jiwa (Al-nafs),
intelektualitas (Al-’aql), keturunan (Al-nasl), dan harta kekayaan (Almaal). Wujud
konkrit yang diharapkan dari ekonomi Islam adalah lahirnya sistem perekonomian
yang adil tumbuh sepadan, bermoral dan berperadaban Islam. Perekonomian Islam
bukan mengejar pertumbuhan semata atau pemerataan semata, namun
mengutamakan adanya proporsionalitas sehingga tercapai kesinambungan
pertumbuhan ekonomi yang dibangun atas kegiatan ekonomi yang bermoral dan
berperadaban Islami.
2. Bisnis Syari’ah
Secara bahasa, Syariat (as-Syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’
al istisqa’) atau jalan yang lurus (at-thariq al-mustaqim). Sedang secara istilah
Syari’ah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui
Rasulullah Saw untuk seluruh umat manusia, baik menyangkut masalah ibadah,
akhlak, makanan, minuman, pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia
dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat. Jadi bisnis syari’ah adalah bisnis yang diaplikasikan dengan memakai nilai-
nilai keislaman atau syariat islam.
Menurut Syafi’i Antonio, Syari’ah mempunyai keunikan tersendiri, Syari’ah
tidak saja komperhensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa Syari’ah
dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan
ini terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara
kalangan muslim dan non-muslim. Dengan mengacu pada pengertian tersebut,
Hermawan Kertajaya dan Syakir Sula memberi pengertian bahwa bisnis syari’ah
adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan penghormatan atas
hak masing-masing.

C. Perbankan Syari’ah
1. Pengertian Bank Syari’ah

Lembaga keuangan islam utama adalah bank islam atau bank syari’ah, yaitu
lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil
melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan
prinsip syari’ah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syari’ah yang bersifat
makro maupun mikro. Bank syari’ah tidak hanya mengejar materiilnya saja tetapi
juga immateriilnya. Selain itu, dimensi keberhasilan bank syari’ah meliputi
keberhasilan dunia dan akhirat (long term oriented) yang sangat memperhatikan
kebersihan sumber, kebenaran proses, dan kemanfaatan hasil.

2. Fungsi dan Peran Bank syari’ah adalah :


- Manajer Investasi
- Investor
- Penyediaan Jasa Keuangan dan Lalu Lintas Pembayaran
- Pelaksanaan Kegiatan Sosial
3. Prinsip dan Ciri Bank Syari’ah
a. Prinsip Bank Syari’ah
- Pembayaran terhadap pinjaman tidak dengan sistem bunga, karena dalam bank
syariah nilai tidak ditentukan diawal.
- Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil
usaha institusi yang meminjam dana.
- Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
- Unsur gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
- Investasi hanya diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan
syariah.
- Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.
- Melakukan kegiatan usaha perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan
yang sah.
- Memberikan zakat (Arifin, 2006), dan lainnya.
b. Ciri-Ciri Bank Syari’ah
Bank syari’ah mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan bank konvensional,
yaitu sebagai berikut (Sudarsono, 2007) :
- Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan
dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan
dengan kebebasan tawar-menawar dalam batas wajar.
- Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran
selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun
batas waktu perjanjian telah berakhir.
- Di dalam kontak-kontak pembiayaan proyek, bank syari’ah tidak menerapkan
perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan di muka.
- Penyerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan
dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai
titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang
dibiayai bank.
4. Produk-Produk Bank Syari’ah
- Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadi’ah)
- Prinsip Bagi Hasil (Profit-Sharing)
- Prinsip Jual Beli
- Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
- Prinsip Jasa

D. Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)


Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut
tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran
dana yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwil
sebagai usaha pengumpulan dan dan penyaluran dana komersial. BMT merupakan
lembaga keuangan mikro berbasis syari’ah (Islam). BMT beroperasi mengikuti
ketentuan-ketentuan syari’ah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat
secara Islam.

a. Tujuan dan fungsi BMT


Lembaga ekonomi mikro ini pada awal pendiriannya memfokuskan diri untuk
meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya melalui pemberian pinjaman modal. Pemberian modal
pinjaman sedapat mungkin dapat mendirikan ekonomi para peminjaman. Dalam rangka
mencapai tujuan tersebut, BMT memainkan peran dan fungsinya dalam beberapa hal :
- Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan
mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat dan
daerah kerjanya.
- Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih professional dan islami
sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
- Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan anggota. Setelah itu BMT dapat melakukan penggalangan dan
mobilisasi atas potensi tersebut sehingga mampu melahirkan nilai tambah
kepada anggota dan masyarakat sekitar.
- Menjadi perantara keuangan antar agniyah sebagai shohibul maal
dengan dhu’afah sebagai mudhorib, terutama untuk dana sosial. BMT dalam
fungsi ini bertindak sebagai amil yang bertugas untuk menerima dana zakat,
infaq, sadaqah, dan dana sosial dan kemudian disalurkan kembali kepada
golongan yang membutuhkan.
- Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun
penyimpanan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha.

E. Pegadaian Syari’ah
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa
rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan juga dapat
dinamai al-habsu (Pasaribu,1996). Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama,
sedangkan al-hasbu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga
dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut (Syafi’i, 2000). Sedangkan
menurut Sabiq (1987), rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan
boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barang itu.
Pengertian ini didasarkan pada praktek bahwa apabila sesesorang ingin berhutang
kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang tak bergerak atau
berupa barang bergerak berada dalam penguasaan pemberi pinjaman sampai penerima
pinjaman melunasi hutangnya.
Dari beberapa pengertian rahn tersebut, dapat disimpulkan bahwa rahn
merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai
harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan
boleh mengambil utang.
- Manfaat Pegadaian
Bank yang menerapkan prinsip ar-rahn dapat mengambil manfaatnya :
a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan
fasilitas pembiayaan yang diberikan bank tersebut.
b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa
dananya tidak kan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena
ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme penggadaian, sudah barang tentu akan
sangat membantu saudara kita yang kesulitan dalam dana terutama didaerah-
daerah.

F. Asuransi Syari’ah
Dalam Undang-Undang Hukum Dagang pasal 246 disebutkan: ”Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan nama seorang penanggung mengikat
diri kepada seorang tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena satu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tertentu.
Sedangkan menurut UU No.2 tahun 1992 tentang uasaha perasuransian, asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dari beberapa diatas, dapat diketahui setidaknya ada tiga unsur yang ada di asuransi.
Pertama, bahaya yang dipertanggungkan; kedua, premi pertanggungan; ketiga sejumlah
uang ganti rugi pertanggungan. Mayoritas ulama mengatakan bahwa praktik asuransi
yang demikian hukumnya haram menurut Islam, karena:
a. Adanya unsur gharar, yaitu unsur ketidakpastian tentang hak pemegang polis
dan sumber daya yang dipakai menutup klaim.
b. Adanya unsur maysir, yaitu unsur judi karena dimungkinkan ada pihak yang
diuntungkan diatas kerugian orang lain.
c. Adanya unsur riba, yaitu diperolehnya pendapatan dari membungakan.

Asuransi dalam Islam dikenal dengan istilah takaful yang berarti saling
memikul resiko diantara sesama orang, sehingga antara satu dengan yang lainnya
menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas
dasar tolong menolong dalam kebaikan dimana masing-masing mengeluarkan
dana/sumbangan/derma (tabarru’) yang ditunjuk untuk menanggung resiko tersebut.
Takaful dalam pengertian tersebut sesuai dengan surah Al Maidah(5):2 “Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Asuransi syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah.
Menurut Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang asuransi syari’ah, yaitu usaha
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang /pihak melaui
investasi dalam bentuk asset/dan tabarru’/ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.
Jadi dasar didirikannya asuransi syari’ah adalah penghayatan terhadap
semangat saling bertanggung jawab, kerjasama dan perlindungan dalam kegiatan-
kegiatan masyarakat , demi terciptanya kesejahteraan umat dan masyarakat umumnya.
Sebagai seorang muslim, kita wajib percaya bahwa segala hal yang terjadi diatas tidak
terlepas dari qadha dan qadhar Allah Swt. terhadap hamba-hambanya. Hal ini telah
dijelaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya yang berbunyi “Dan tiada seorangpun
dapat mengetahui dengan pasti apa yang diusahakannya esok, dan tiada seorangpun
yang mengetahui dibumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (QS Luqman[31]:34)

G. Pasar Modal Syari’ah


Pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual
dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual
dalam pasar modal merupakan perusahaan untuk menjual efek-efek di pasar modal
yang disebut emiten, sedangkan pembeli disebut investor.
Pasar modal Syari’ah secara sederhana dapat diartikan sebagai pasar modal
yang menerapkan prinsip-prinsip Syari’ah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan
terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi.
Sedangkan efek Syari’ah adalah efek yang dimaksudkan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang akad, pengelolaan perusahaan,
maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip Syari’ah yang penetapannya
dilakukan oleh DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia) dalam
bentuk fatwa.
a. Dasar Hukum Pasar Modal Syari’ah
- Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
- Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
- Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan
Efek Syariah
b. Prinsip Pasar Modal Syari’ah
- Investasi halal dan sesuai syari’ah
- Menggunakan uang sebagai alat pertukaran nilai
- Risiko kerugian cenderung rendah
- Transaksi menggunakan akad
- Mekanisme yang jelas
c. Manfaat Pasar Modal Syari’ah
- Menjadi tempat bagi para pemodal untuk ikut serta dalam kegiatan bisnis,
mendapatkan keuntungan, dan menanggung segala risiko yang terjadi
- Menjadi ruang bagi emiten untuk mendapatkan modal dari pihak eksternal
dalam rangka memenuhi kebutuhan bisnisnya
- Sebagai kesempatan bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber pendapatan
lain, yakni berupa pajak, serta menopang perekonomian nasional
d. Fungsi Pasar Modal
Pasar modal syariah memiliki dua fungsi utama dalam perekonomian nasional, antara
lain:
1. Fungsi Ekonomi
Pasar modal ini menjadi wadah yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak
investor dan pihak yang memerlukan dana. Tentunya, prinsip yang dipakai tak
berlawanan dengan prinsip syariat islam.
2. Fungsi keuangan
Beda halnya dengan fungsi ekonomi, fungsi keuangan dari pasar modal syariah yakni
memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk mendapatkan return bagi pemilik
dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Meskipun berdasarkan prinsip syariah dan diatur dengan aturan Islam, tetapi pada
dasarnya pasar modal syariah sifatnya umum sehingga dapat dimanfaatkan oleh
siapapun tanpa melihat latar belakang suku, agama, dan ras tertentu.
Kegiatan yang dilarang dalam pasar modal syari’ah, yaitu :
- Tadlis
- Taghrir
- Tanajusy atau Najsy
- Ikhtikar
- Ghisysy
- Ghabn
- Bai’ Alma’dum, dan
- Riba

H. Obligasi Syari’ah
Obligasi syariah adalah pernyataan utang dari instansi penerbit kepada pemegang
obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang dengan disertai kupon
bunganya saat jatuh tempo pembayaran, namun penerapannya mengikuti ketentuan
syariat.
Jenis-jenis Obligasi syari’ah :
- Ijarah
- Musyarakah
- Istishna
- Mudharabah
- Wakalah
- Muzara’ah
- Korporasi
- SBSN (Surat Berharga Syariah Negara)

1. Prinsip Obligasi Syari’ah


Setelah perusahaan menerbitkan obligasi syariah, maka perusahaan
tersebut harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah
tersebut. Prinsip obligasi syariah antara lain:

1. Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang
spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk
menentukan manfaat yang timbul.
2. Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat
yang diterima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari
kegiatan usaha yang lain.
3. Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata
merupakan fungsi waktu dari uang (time value of money).
4. Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada
(bay al dayn bi al dayn).
5. Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik usaha harus
mengikat diri (aqad jaiz).
6. Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue
sharing), dimana pemilik usaha (emiten) mengikat diri untuk membatasi
penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
7. Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun
kepada emiten (bila sesuai dengan ketentuan).
8. Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari (modal awal) kalau perusahaan
mengalami kerugian.
9. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang.

Sumber Referensi : Arifin, Z., 2006, Dasar-Dasar Manajemen Bank


Syariah, Pustaka Alvabet, Jakarta., dan
https://www.academia.edu/32441513/BAB_I_PERKEMBANGAN_MANAJE
MEN_BISNIS_SYARIAH
https://www.qoala.app/id/blog/keuangan/investasi/pasar-modal-syariah/
https://lifepal.co.id/media/obligasi-syariah/

Anda mungkin juga menyukai