Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Thahara dan Najis

Mata Kuliah : Fikih Ibadah Dan Praktik


Dosen Pengampuh : Djamila Usup,S.Ag., M.HI.

Disusun Oleh Kelompok 6 :

Gusti Muhaimin Al’aziiz Managaweang : 20112058

Ferdiansyah Perenrengi : 20112049

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MANADO
1443 H /2021 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Lantar Belakang
Dalam pembahasan fiqih, secara umum selalu diawali dengan uraian
tentang thaharah. Secara khusus, dalam semua kitab atau buku fiqih ibadah selalu
diawali dengan thaharah. Hal ini tidak lain karena thaharah ( bersuci ) mempunyai
hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan dengan ibadah.
Sebaliknya, ibadah juga berkaitan erat dengan thaharah. Artinya, dalam
melaksanakan suatu amalan ibadah, seseorang harus terlebih dahulu berada dalam
keadaan bersih lagi suci, baik dari hadas besar maupun hadas kecil, termasuk
sarana dan prasarana yang digunakan dalam beribadah, mulai dari pakaian, tempat
ibadah dan lain sebagainya. Dengan kata lain, thaharah dengan ibadah ibarat dua
sisi mata uang, dimana dimana antara satu sisi dengan sisi lainnya tidak dapat
dipisahkan.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian thaharah, dan najis?
2.      Bagaimana cara bersuci dari najis?
3.      Apa pPengertian wudlu, tayamum dan mandi?
4. Apa saja hikmah bersuci?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Thaharah, Najis, dan Hadast


1.      Pengertian Thaharah
Secara bahasa, thaharah artinya membersihkan kotoran, baik kotoran yang
berwujud maupun kotoran yang tidak berwujud.
Adapun secara istilah, thaharah artinya menghilangkan hadats, najis, dan
kotoran dengan air atau tanah yang bersih. Dengan demikian, thaharah adalah
menghilangkan kotoran yang masih melekat di badan yang membuat tidak sahnya
shalat dan ibadah lain.1
3.      Pengertian najis
Najis adalah suatu benda kotor menurut syara’ (hukum agama). Benda-
benda najis itu meliputi :
a.         Darah, dan nanah
b.         Bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan belalang
c.         Anjing dan babi
d.        Segala sesuatu yang dari dubur dan qubul
e.         Minuman keras, seperti arak
f.          Bagian atau anggota tubuh binatang yang terpotong dan sebagainya sewaktu
masih hidup.
Selain itu, najis dibagi menjadi 3 yaitu:
a.         Najis ringan (Mukhofafah)
b.         Najis sedang (Mutawasithoh)
c.         Najis berat (Mugholadhoh)
d.        Najis ma’fu

11 H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), hal. 9
B.       Bagaimana cara bersuci dari hadast dan najis
1.      Cara bersuci dari hadast
a.       Hadas kecil penyebabnya keluar sesuatu dari dubur dan kubul, menyentuh
lawan jenis yang bukan muhrimnya, dan tidur nyenyak dalam keadaan tidak tetap.
Cara mensucikan hadas kecil ini adalah dengan wudhu atau tayamum.
b.      Hadas Besar penyebabnya keluar air mani, bersetubuh ( baik keluar mani atau
tidak ), menstruasi atau nifas ( keluar darah karena melahirkan ), dan lain
sebagainya. Cara mensucikan hadast besar adalah dengan mandi wajib.
2.      Cara bersuci dari najis
a.       Najis Ringan (mukhofafah), yaitu air kencing bayi lelaki yang berumur dua
tahun, dan belum makan sesutu kecuali air susu ibunya. Menghilangkannya cukup
diperceki air pada tempat yang terkena najis tersebut. Jika air kencing itu dari bayi
perempuan maka wajib dicuci bersih. Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya
pakaian dicuci jika terkena air kencing anak perempuan, dan cukup diperciki air
jika terkena kencing anak laki - laki “. (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim).
b.      Najis Sedang (mutawasitoh), yaitu segala sesuatu yang keluar dari dubur dan
qubul manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan, dan bangkai
(kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan belalang) serta susu, tulang, dan bulu
hewan yang haram dimakan. Dalam hal ini tikus termasuk golongan najis, karena
tikus hidup di tempat - tempat kotor  seperti comberan dan tempat sampah
sekaligus mencari makanan disana. Sedangkan kucing tidak najis2. Rasulullah
SAW telah bersabda, “Sungguh kucing itu tidak najis, karena ia termasuk
binatang yang jinak kepada kalian“. (HR Ash-habus Sunan dari Abu Qotadah ra.)
Najis mutawasitoh dibagi dua :
1.        Najis Ainiyah, yaitu yang berwujud (tampak dan tidak dilihat). Misalnya,
kotoran manusia atau binatang.

2 Tasman, Skripsi “Studi Tentang Tingkat Pemahaman Pengalaman Thoharoh Bagi Siswa Kelas XI
MAN Lampa Polman”, (Makassar: UIN Alauddin, 2010), hal. 22
2.        Najis hukmiyah, yaitu najis yang tidak berwujud ( tidak tampak dan tidak
terlihat ), seperti bekas air kencing, dan arak yang sudah mengering.
Cara membersihkan najis mutawashitho ini, cukupalah dibasuh tiga kali agar sifat
- sifat najisnya (yakni warna, rasa, dan baunya) hilang.
c.       Najis berat (mugholladhoh) adalah najis anjing dan babi. Cara
menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu air yang
bercampur tanah. Rasulullah SAW bersabda : “Jika bejana salah seorang
diantara kalian dijilat anjing, cucilah tujuh kali dan salah satunya hendaklah
dicampur dengan tanah”. (HR.Muslim)
Selain tiga jenis kotoran diatas, ada satu lagi, yaitu najis ma’fu ( najis
yang dimaafkan ) Antara lain nanah dan darah yang cuma sedikit, debu, air dari
lorong - lorong yang memercik sedikit yang sulit dihindarkan.

C.      Pengertian wudlu,tayamum dan mandi


1.         Wudlu
Wudlu yaitu mempergunakan air untuk anggota-anggota badan tertentu yang
dimulai dengan niat.
Adapun Syarat-syarat wudlu ada lima dan ini juga menjadi syaratnya mandi,
adalah:
a.         Air mutlaq
Selain air mutlaq tidak dapat menghilangkan hadast, mencuci najis, dan tidak
dapat digunakan thaharah.
b.        Mengalirkan air pada anggota yang dibasuh.
c.         Pada anggota wudlu tidak terdapat sesuatu yang membahayakan bagi
berubahnya air.
d.        Tiada pembatas antara anggota basuhan dengan air.
e.         Masuknya waktu bagi orang-orang yang berkeadaan hadast.
Adapun rukun wudlu adalah sebagai berikut :
a.         Niat
Hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya tepat
pada waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri
3
: “Qhasdus Syai’in, muqtarinan bi fi’lihi” yang artinya meniatkan sesuatu secara
beriringan dengan  perbuatan.
b.      Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah
dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri).
c.       Membasuh kedua tangan sampai siku-siku.
d.      Mengusap sebagian rambut kepala.
e.       Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki.
f.       Tertib ( berturut-turut ).
2.         Tayamum
Menurut pengertian bahasa, tayammum berarti maksud atau tujuan.
Sedang menurut pengertian syariat, tayamum berarti menuju ke pasir untuk
mengusap wajah dan sepasang tangan dengan niat agar diperbolehkan melakukan
shalat.
Adapun rukun dan tata cara tayamum adalah sebagai berikut :
a.       Niat
Para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana niat tayamum seharusnya.
Ulama Malikiyah dan Syafi’iah berpendapat hampir sama, niat tayamum yang
dianggap sah adalah niat tayamum untuk diperbolehkan melaksanakan sholat atau
niat melaksanakan kewajiban tayamum, sedangkan untuk menghilangkan hadats
tidak sah.
Sedangkan ulama Hanafiah berpendapat bahwa niat hanya merupakan
syarat sah tayamum, bukan rukun. Menurut kelompok ini,  yang penting niat
disertai tujuan tayamum.
b.      Mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu.
Menurut  Malikiyah dan Hanabillah orang yang akan bertayamum harus
menepukkan tanganya ke tanah yang suci satu kali kemudian mengusapkanya ke
tangan dan wajah, sedangkan menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah harus

3 Mulla Naraqi, Rahasia Ibadah,(Jakarta: Cahaya, 2008), hal. 11-12


menepukkan tangan dua kali, yang pertama untuk diusapkan ke tangan dan yang
kedua ke wajah.
Batasan dalam mengusap wajah tidak diharuskan debu merata sampai kulit
dasar jenggot meskipun tidak lebat. Sedangkan bagian tangan sebagian ulama
berpendapat hanya mengusap sampai pergelangan tangan saja dan menganggap
sampai ke siku sebagai sunnah, namun sebagian mengqiyaskan dengan wudhu
yaitu membasuh sampai siku-siku.
c.       Tartib
Syafi’iah dan Hanabilah berpendapat bahwa tartib menjadi rukun tayamum
untuk menghilangkan hadats kecil, sedangkan untuk menghilangkan hadats besar
tidak menjadi rukun. Malikiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa tartib hanya
sunah, bukan wajib.
3.      Mandi
Mandi adalah meratakan atau mengalirkan air keseluruh tubuh. Sedangkan
mandi besar atau junub atau wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci
dan bersih ( air mutlak ) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut
keseluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib
adalah untuk menghilangkan hadast besar yang harus dihilangkan sebelum
melakukan ibadah sholat. Mandi itu disyariatkan berdasarkan Firman Allah
SWT :

 “Dan jika kamu junub hendaklah bersuci!” (Q.S Al-Maidah : 6)


Hal-hal yang mewajibkan mandi wajib. Mandi itu diwajibkan atas lima perkara :
a.         Keluar air mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-
laki atau wanita.
b.        Hubungan intim, walau tidak sampai keluar mani.
Firman Allah Ta’ala : “ jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci ”.
c.         Terhentinya haid dan nifas.
d.        Mati, bila seorang menemui ajal wajiblah memandikannya berdasarkan ijma’.
e.         Orang kafir bila masuk islam.
Rukun ( Fardhu ) dan Tata Cara Mandi Besar.
1.        Niat (bersamaan dengan membasuh permulaan anggota tubuh).
2.        Membasuh air dengan tata keseluruhan tubuh, yakni dari ujung rambut sampai
ujung kaki. 4
Tata Cara Mandi Wajib. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi ialah
sebagai berikut :
a.         Membaca Niat. Yaitu “ Nawaitul ghusla lirof’il hadatsil fardlol ilaahita’ala  ”.
b.        Membilas atau membasuh seluruh badan dengan air ( air mutlak yang
menyucikan ) dari ujung kaki ke ujung rambut secara merata.
c.         Hilangkan najis yang lain bila ada.

D.       Hikmah bersuci
Islam adalah agama yang cinta keindahan. Keindahan selalu identik dengan
kebersihan dan kesucian. Demikianlah sebuah hadits berbunyi “Kebersihan itu
sebagian dari iman”. Artinya keimanan belum tanpa adanya kebersihan. Baik
jasmani maupun rohani.Anjuran bersuci dalam Islam terjembatani dalam
pelaksanaan wudlu’ sebelum shalat. Demikian pula anjuran mandi sebelum
pertemuan jum’atan atau berkumpul tahunan dalam rangka shalat idul adha
maupun idul fitri. Begitu juga dengan anjuran memotong kuku, membersihkan
gigi, membersihkan pakaian dengan mencuci.
Kitab Fiqih Manhaji Madzhab Imam Syafi’I menerangkan adanya hikmah
dibalik anjuran tersebut diantaranya. 
1.         Menunjukkan fitrah Islam sebagai agama yang suci.
2.         Menjaga kehormatan dan kewibawaan seorang Islam. Karena manusia pada
dasarnya condong pada sesuatu yang bersih, suka berkumpul dengan orang-orang
yang bersih dan menjauhi sesuatu yang kotor. Maka perintah bersuci adalah jalan
menuju kehormatan dan kewibawaan Islam itu sendiri. Lebih-lebih ketika
bersinggungan dengan msyarakat lainnya.

4 Labibul Anam, Skripsi “Aplikasi Teori Saddu Dzari’ah Dalam…,hal. 14


3.         Menjaga kesehatan. Karena penyakit itu datang disebabkan kuman-kuman
serta bakteri-bakteri yang dibawa oleh kotoran, maka Islam menganjurkan
umatnya untuk menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit. Seperti
mebersihkan badan, mencuci muka, mencuci tangan, mencuci kaki, karena
anggota yang disebutkan merupakan tempat dimana kotoran yang menbawa
penyakit itu bersarang.
4.         Mempermudah diri mendekati Ilahi. Allah Tuhan Yang Mahas Suci senang
akan hal-hal yang suci. Karena itu keitka shalat untuk menghadapi-Nya haruslah
dalam keadaan suci secara lahir maupun batin.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Bersuci dari hadas maupun najis termasuk dalam perihal thaharah atau
bersuci. Dalam hukum Islam juga disebutkan, bahwa segala seluk beluknya
termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting. Macam - macam Thaharah ada
empat yaitu pertama, tentang wudhu yaitu menghilangkan najis dari
badan. Kedua, tentang bertanyamum yaitu pengganti air wudhu disaat
kekeringan. Ketiga, mandi besar yaitu menyiram air keseluruh tubuh disertai
niat. Keempat, Istinja’ yaitu membersihkan kotoran yang keluar dari salah satu
dua pintu keluarnya kotoran itu.
Bersuci bisa juga menggunakan alat - alat bantu yang dianjurkan oleh
Rasullullah SAW yaitu Air, tanah, dan masih banyak lagi yang bisa digunakan.
Macam - macam hadas juga terbagi menjadi dua ialah hadas kecil yaitu yang
disebabkan oleh keluar sesuatu dari dubur dan kubul, sedangkan hadas besar yaitu
yang disebabkan oleh keluarnya air mani dan bersetubuh. Dan macam - macam
Najis terbagi menjadi tiga yaitu Najis Mukhofafah, Najis Mutawashitho, dan Najis
Mogholladhoh.
B.       Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari
makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat
menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Aliy As’ar. 1980. Terjemah Fathul Mu’in, Kudus: Menara Kudus.

Abdul Rosyad Shiddiq. 2006. Fikih  Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Isnatin Ulfah. 2009. Fiqih Ibadah. Ponorogo: STAIN Press.

Muhamad Dainuri. 1996. Kajian Kitab Kuning Terhadap Ajaran Islam.


Magelang: Sinar Jaya.

Sayyid Sabiq. 1984. Fikih Sunnah jilid 1. Jakarta: Mulyaco.

Moh. Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha


Putra.

Anda mungkin juga menyukai