Anda di halaman 1dari 8

HUKUM ASURANSI

KONVENSIONAL

Fikih Kontemporer
Kelompok 6
ASURANSI KONVENSIONAL,
TINJAUAN KRITIS DAN SOLUSINYA

Pada zaman sekarang, asuransi telah menggeliat dan merebak di setiap


belahan bumi. Perusahaan jasa asuransi pun banyak lahir (bermunculan) di
tengah hiruk pikuknya kemajuan zaman. Berbagai produk dan sistem
asuransi pun ditawarkan, mulai dari asuransi jaminan kesehatan, kematian,
kebakaran, kehilangan, kecelakaan, hingga asuransi kemacetan pembayaran.
Fenomena ini memancing beragam pertanyaan, apakah perusahaan asuransi
kontemporer sesuai dengan hukum dan prinsip syari’at Islam ?! apakah ada
sistem asuransi yang sesuai dengan prinsip Islam sebagai penggantinya ?!
pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan menjadi fokus bahasan kita pada
edisi kali ini, kita berdoa kepada Allah agar diselamatkan dari yang haram
dan mencukupkan kita dengan yang halal. Aamiin.
DEFINISI ASURANSI

Banyak definisi yang diberikan mengenai asuransi ini, namun definisi


yang mencakup adalah: “Sebuah perjanjian pihak pertama
(perusahaan asuransi) kepada pihak kedua (pihak nasabah) untuk
memberikan ganti atas uang yang diserahkan, baik nanti diberikan
kepada pihak kedua sendiri atau orang yang ditunjuk ketika terjadi
risiko kejadian yang telah tertera dalam akad perjanjian. Hal itu
sebagai pengganti dari uang yang telah diberikan pihak kedua kepada
pihak pertama, baik secara berangsur atau lainnya.”
SEJARAH ASURANSI

Jasa asuransi yang pertama kali muncul adalah asuransi transportasi laut di
Eropa, tepatnya di Italia Utara pada abad ke-15. Penyebab kemunculannya
ialah tatkala banyaknya risiko dan bencana yang menimpa kapal laut
pengangkut barang-barang saat itu. Model asuransinya yaitu pemilik barang
membayar uang kepada pemilik kapal dengan perjanjian apabila barangnya
rusak atau hilang maka dia akan mendapatkan tambahan uang. Pemilik
usaha asuransi mendapatkan keuntungan yang banyak, sedangkan pemilik
barang juga merasa aman terhadap barang-barang mereka.
Waktu terus berjalan dan asuransi pun menyebar ke berbagai negara,
termasuk Inggeris, sehingga di sana didirikan perusahaan asuransi pertama
kali. Setelah kejadian kebakaran hebat di London pada tahun 1666 M, maka
didirikan perusahaan asuransi kebakaran pertama kali.
Setelah itu, asuransi menyebar di negara-negara Amerika pada pertengahan
abad ke 18. Dan pada abad ke 19, asuransi akhirnya juga masuk ke negara-
negara Arab.
HUKUM ASURANSI KONVENSIONAL
Perusahaan-perusahan asuransi konvensional begitu marak pada zaman sekarang dengan berbagai
model serta jenisnya. Ada asuransi jiwa, kecelakaan, kerusakan, kesehatan, pendidikan, bahkan asuransi
pembayaran hutang. Namun, bagaimanakah status hukumnya ?! Majelis Ha’iah Kibar Ulama, setelah
mempelajari masalah ini secara terperinci, memutuskan dalam rapat mereka di Riyadh 4/4/1397H
bahwa asuransi konvensional hukumnya haram berdasarkan dalil-dalil berikut :

Pertama : Akad asuransi bila ditinjau merupakan salah satu bentuk akad tukar-menukar barang yang
didasarkan pada asas untung-untungan, sehingga sisi ketidakjelasannya besar, karena nasabah pada saat
akad tidak dapat mengetahui jumlah uang yang harus mereka setorkan dan jumlah klaim yang akan
diterima. Bisa jadi ia menyetor sekali atau dua kali setoran, kemudian menjadi kecelakaan, sehingga ia
berhak mengajukan klaim yang menjadi komitmen perusahaan asuransi. Dan mungkin juga sama sekali
tidak pernah terjadi kecelakaan, sehingga nasabah membayar seluruh setoran, tanpa mendapatkan apa
pun. Demikian juga perusahaan asuransi tidak dapat menentukan jumlah klaim yang harus mereka
bayarkan dan jumlah setoran yang akan diterima bila dicermati setiap akad secara terpisah. Padahal
telah dinyatakan dalam hadits shahih dari Nabi ‫ ﷺ‬Tentang larangan jual beli gharar (yang tidak jelas).

Kedua : Akad asuransi konvensional mengandung salah satu bentuk perjudian, dikarenakan padanya
terdapat unsur untung-untungan dalam hal tukar-menukar harta benda, dan terdapat kerugian tanpa
ada kesalahan atau tindakan apa pun, dan padanya juga terdapat keuntungan tanpa ada timbal
baliknya, atau dengan timbal balik yang tidak seimbang. Karena nasabah kadang kala baru
membayarkan beberapa setoran atau preminya, kemudian terjadilah kecelakaan, sehingga perusahaan
asuransi menanggung seluruh biaya yang menjadi klaimnya. Dan bisa saja tidak terjadi kecelakaan,
sehingga saat itu perusahaan berhasil mengeruk seluruh setoran premi nasabah tanpa ada imbalan
sedikit pun. Dan bila pada suatu akad unsur ketidakjelasan benar-benar nyata, maka akad itu termasuk
perjudian, dan tercakup dalam keumuman larangan perjudian.
JANGAN TERTIPU DENGAN
PERUBAHAN NAMA

Suatu hal yang telah disepakati oleh semua ahli ilmu bahwa : “Perubahan nama tidaklah
merubah hakikat hukum.” Sesuatu yang jelek tidak bisa menjadi bagus walau kita
menamainya dengan nama yang indah.(!) Demikian seterusnya.
Tatkala perekonomian dengan baris syari’ah sedang gencar digalakkan maka perusahaan-
perusahaan asuransi pun tidak mau ketinggalan. Mereka ramai-ramai memikat nasabah
dengan berbagai produk asuransi syari’ah. Mereka mengklaim bahwa produk-produk mereka
telah selaras dengan prinsip syariah. Secara global mereka menawarkan dua jenis pilihan :
Asuransi umum syari’ah
Pada pilihan ini, mereka mengklaim bahwa mereka menerapkan metode bagi hasil
(mudharabah). Yaitu bila telah masa habis kontrak, dan tidak ada klaim, maka perusahaan
asuransi akan mengembalikan sebagian dana/premi yang telah disetorkan oleh nasabah,
dengan ketentuan 60:40 atau 70:30. Adapun berkaitan dana yang tidak dapat ditarik kembali
mereka mengklaimnya sebagai dana tabarru’atau hibah (hadiah).
Asuransi Jiwa Syari’ah
Rincian dari jenis ini ialah bila nasabah hingga jatuh tempo tidak pernah mengajukan klaim, maka
premi yang telah disetorkan akan hangus. Perilaku ini diklaim oleh perusahaan asuransi sebagai hibah
dari nasabah kepada perusahaan.  
ASURANSI TA’AWUN
SEBAGAI SOLUSI
Islam tidak membutuhkan sistem-sistem perekonomian yang dibangun di atas
keharaman, tetapi perekonomiannya dibangun atas dasar saling membantu
dan sosial seperti zakat, wakaf, dan sebagainya.
Oleh karenanya, sebagai gantinya para ulama’ syariah dan ahli ekonomi
Islam mengusulkan agar asuransi dibangun atas dasar ta’awun (saling
membantu) sebagaimana usulan Ha’iah Kibar Ulama’dalam rapat mereka di
Riyadh pada bulan Rabi’ul Awwal 1397 H, mereka membolehkan asuransi
ta’awun yaitu bergeraknya sejumlah orang yang masing-masing sepakat
untuk mengganti kerugian yang menimpa salah seorang dari mereka sebagai
akibat risiko bahaya tertentu, yang itu diambil dari uang iuran yang telah
disepakati pembayarannya. Hal ini bisa diperluas menjadi sebuah lembaga
atau yayasan yang memiliki pegawai dan pengelola khusus.
Ini adalah akad tabarru’ yang bertujuan saling membantu, bukan tujuan
bisnis dan cari keuntungan, sebagaimana akad ini tidak mengandung riba,
perjudian, spekulasi, dan lain-lain yang ada dalam asuransi konvensional.
BILA TERDESAK HARUS ASURANSI
Dalam sebagian negara, terkadang seoramg muslim terdesak harus ikut asuransi, bila
tidak maka tertahan dari kemashlahatannya, seperti ketika beli mobil misalnya,
terkadang dia diharuskan untuk mengansuransikannya, bila tidak maka tertahan.
Bagaimana solusinya padahal kita tahu asuransi jenis ini adalah haram ?! Kita
katakan :
Insyaa Allah tidak ada dosa bagi kita, yang dosa adalah yang memaksa, karena kondisi
kita terpaksa dan terzhalimi sedangkan kaidah fiqih mengatakan :
‫ُو َر ات‬
ْ ‫المح ظ‬
ْ ‫ح‬
ُ ‫ات ُت بِ ْي‬
ُ ‫الض ُر ْو َر‬
َّ
“Keadaan darurat itu membolehkan sesuatu yang terlarang”

Hanya, harus diterapkan kaidah lainnya juga :


‫الضرورة تقدر بقدرها‬
“Darurat itu sekadarnya saja.”

Bila ditakdirkan terjadi kecelakaan maka ambillah secukupnya uang yang kita
bayarkan pada perusahaan asuransi, adapun selebihnya maka jangan mengambilnya
karena kita tidak berhak mendapatkannya dan kita yakin bahwa akad tersebut
haram dan batil. Dan bila perusahaan tetap memaksa untuk mengambilnya, maka
ambil dan sedekahkan dengan niat melepaskan diri dari perkara haram.

Anda mungkin juga menyukai