Anda di halaman 1dari 26

PENDAPAT-PENDAPAT ULAMA TENTANG

ASURANSI
Akhmad Zaeni
Sub Pokok Bahasan

• Pendapat Ulama yang Mengharamkan Asuransi


• Pendapat Ulama yang Menghalalkan Asuransi
• Meletakkan yang Haram dan Halal pada Tempatnya
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
1. Syaikh Ibnu Abidin dari Mazhab Hanafi
• Ahli fiqih yang pertama berbicara tentang asuransi adalah
Muhammad Amin Ibnu Umar yang dikenal dengan Ibnu
Abidin Addimasyqi. Tokoh Ulama Hanafiyah yang karya
ilmiahnya banyak tersebar di Dunia Islam (1784 – 1836).
• Dalam kitabnya yang terkenal Hasyisyah Ibnu ‘Abidin, bab
Al Jihad, pasal isti’man al kafir, beliau menulis, “Telah
menjadi kebiasaan bila para pedagang menyewa kapal dari
seorang Harby, mereka membayar upah pengangkutannya.
Di samping itu, ia membayar juga sejumlah uang untuk
seorang Harby yang berada di negeri asal penyewa kapal,
yang disebut sebagai sukarah (premi asuransi) dengan
ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang
berada di kapal yang disewa, bila musnah karena
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
1. Syaikh Ibnu Abidin dari Mazhab Hanafi
kebakaran, atau kapal tenggelam, atau kapal dibajak dan
sebagainya, maka penerima uang premi asuransi itu
menjadi penanggung, sebagai imbalan dari uang yang
diambil dari para pedangan itu. Penanggung itu
mempunyai wakil yang mendapat perlindungan
(musta’man) yang di negeri menberdiam di kota-kota
pelabuhan Negara Islam atas seizin penguasa. Si wakil
tersebut menerima premi dari para pedagang, dan bila
barang-barang mereka tertimpa peristiwa yang
disebutkan di atas, dia (si wakil) yang membayar para
pedagang sebagai uang pengganti sebesar uang yang
diterimanya”
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
1. Syaikh Ibnu Abidin dari Mazhab Hanafi
• Beliau mengatakan,”Yang jelas, menurut saya, tidak boleh
(tidak halal) bagi si pedagang itu mengambil uang pengganti
dari barang-barangnya yang telah musnah, karena yang
demikian itu iltizamu ma lam yulzam “mewajibkan sesuatu
yang tidak lazim/wajib”
• Dengan ungkapan inilah, sehingga Ibnu Abidin dianggap
orang pertama di kalangan fuqoha yang membahas masalah
asuransi.
2. Syaikh Muhammad Bakhit Almuth’ie (Mufti Mesir 1854-1935)
• Menjawab pertanyaan beberapa ulama Kota Slanik
(Semenanjung Balkan) tentang sekitar penempatan seorang
muslim akan harta bendanya di bawah penjaminan suatu
perusahaan yang bernama Qumbaniyah As-Sukuriyah dengan
membayar sejumlah uang kepada perusahaan itu.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
2. Syaikh Muhammad Bakhit Almuth’ie (Mufti Mesir 1854-1935)
• Dalam kitabnya Risalah ahkam as-Sukurtah.
• Beliau menjawab,”Menurut hukum syara’, jaminan atas harta benda
adakalanya dengan tanggungan (kafalah) atau dengan jalan
ta’addy/itlaf. ....... “
• Adapun penjaminan dengan ta’addy/itlaf, suatu tindakan melawan
hukum atau perusakan, maka yang menjadi prinsip dalam hal itu
adalah firman Allah surah Al Baqarah ayat 194,”Barang siapa yang
menyerang kamu, maka serangla ia, seimbang serangannya
terhadapmu.” Perusahaan tidak melakukan ta’addy/itlaf atas harta
benda orang tersebut. Bahkan, harta benda itu musnah disebabkan
takdir semata. Seandainya ada orang yang merusakkannya, maka
penjaminan itu harus dibebankan atas orang yang melakukan
tindakan melawan hukum atau melakukan perusakan itu, bukan
kepada orang lain. Maka, dari jalan ini, penjaminan perusahaan itu
tidak tepat.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
3. Syaikh Muhammad al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki dari
Mesir.
• Dalam kitabnya Al Islam wal Munaahiji Al Isytiraakiyah
(Islam dan Pokok-pokok Ajaran Sosialisme), hal 29, ia
menyatakan bahwa asuransi itu mengandung riba, karena
berbagai hal :
1. Apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi
dikembalikan kepada terjamin dengan disertai
bunganya dan ini adalah riba. Apabila jangka waktu
yang tersebut dalam polis belum habis dan perjanjian
diputuskan, maka uang premi dikembalikan dengan
dikurangi biaya-biaya administrasi. Dan, muamalah
semacam ini dilarang oleh hukum agama (syara’).
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
3. Syaikh Muhammad al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki Mesir.
2. Ganti kerugian yang diberikan kepada terjamin pada waktu
terjadinya peristiwa yang disebutkan dalam polis, juga tidak
dapat diterima oleh syara’. Karena, orang-orang yang
mengerjakan asuransi bukan syarikat di dalam untung dan
rugi, sedangkan orang-orang lain ikut memberikan sahamnya
dalam uang yang diberikan kepada terjamin.
3. Maskapai asuransi dalam kebanyakan usahanya,
menjalankan pekerjaan riba (pinjaman berbunga, dll)
4. Perusahaan asuransi di dalam usahanya mendekati pada
usaha lotere, dimana hanya sebagian kecil dari yang
membutuhkan dapat mengambil manfaat.
5. Asuransi dalam arti ini merupakan salah satu alat untuk
berbuat dosa. Banyak alasan usang dicari-cari guna
mengorek keuntungan dengan mengharap datangnya
peristiwa yang tiba-tiba.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
4. Syaikh Muhammad Yusuf Al Qardhawi, Ulama dan Dai terkemuka di
dunia Islam saat ini. Guru Besar Universitas Qatar..
• Dalam Kitabnya Al Halal wal Haram fil Islam (Halal dan Haram
dalam Islam) mengatakan bahwa asuransi (konvensional) dalam
praktik sekarang ini bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah
Islam. Contoh dalam asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa.
• Usaha semacam ini jauh dari watak perdagangan dan solidaritas
bersyarikat.
• Alasan kerelaan kedua belah pihak dan sudah saling mengetahui
manfaatnya, tidak dapat diterima. Kerelaan tidak dianggap
sebagai alasan halalnya perbuatan tersebut, selama muamalah
itu tidak menegakkan prinsip-prinsip keadilan secara tegas, yang
tidak terdapat di dalamnya penipuan dan kezaliman serta
perampasan oleh satu pihak kepada pihak lain.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
5. Syaikh Abu Zahro, Ulama fikih termasyhur dan banyak menulis
tentang hukum Islam. Guru Besar Universitas Kairo Mesir..
1. Asuransi yang bersifat perkumpulan dengan tujuan sosial adalah
halal (hukumnya) dan tidak ada syubhah di dalamnya.
2. Tidak menyetejui akad-akad asuransi yang tidak bersifat
perkumpulan dengan alasan ada subhatu qimar dan gharar di
dalamnya, sehingga gharar itu menjadi penyebab tidak sahnya
suatu akad.
3. Ada riba di dalamnya, karena adanya bunga yang
diperhitungkan. Ini satu pihak, dan dari pihak lain ia memberikan
sejumlah kecil uang, lalu menerima lebih banyak jumlahnya.
4. Merupakan aqd al sharf ‘persetujuan jual beli uang’. Dan aqd al
sharf itu tidak sah bila tidak tunai.
5. Tidak ada keadaan memaksa (dharurah) dalam bidang
perekonomian yang mewajibkannya.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
6. Dr. Muhammad Muslehuddin,. Guru Besar Hukum Islam Universitas
London..
Dalam disertasisnya Insurance and Islamic Law, menyatakan
bahwa kontrak asuransi konvensional ditolak oleh ulama atau
cendikian muslim dengan alasan :
1. Asuransi merupakan kontrak perjudian
2. Asuransi hanyalah pertaruhan
3. Asuransi bersifat tidak pasti
4. Asuransi jiwa adalah alat dengan mana suatu usaha dilakukan
untuk mengganti kehendak Tuhan.
5. Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tentu, karena peserta
asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarkan
sampai ia meninggal
6. Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang dibayarkan
oleh peserta asuransi dalam surat-surat berharga (sekuritas)
berbunga. Dan, dalam hal asuransi jiwa, si peserta asuransi atas
kematiannya, berhak mendapatkan jauh lebih banyak dari
jumlah yang telah dibayarkannya, dan itu merupakan riba
(bunga).
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
7. Seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba, yang hukumnya
haram. Karena itulah, para ulama dengan keras menyatakan
perang terhadap asuransi, dan secara tegas berpendapat bahwa
kontrak asuransi secara diametrik bertentangan dengan standar-
standar etika yang ditetapkan oleh Hukum Islam. Asuransi
berbahaya, tidak adil dan tidak pasti.
7. Prof. Dr. Wahbah as Zuhaili, ulama ahli fiqih, Guru Besar Universitas
Damaskus Syiria.
• Dalam kitabnya yang masyhur Al Fiqih Al Islami Wa Adzillatuhu
hal 455-499 mengatakan bahwa pada hakekatnya akad asuransi
termasuk dalam aqd gharar yaitu akad yang tidak jelas tentang
ada tidaknya suatu yang diakadkan. Padahal, Nab Muhammad
saw. Melarang jual beli gharar. Jika diqiyaskan kepadanya akad
pertukaran harta, maka akad asuransi memberi kesan gharah
seperti gharar yang terdapat pada akad jual beli.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
• Oleh karena itu, kata as Zuhaili, tidak halal (haram) bagi seorang
pedagang dan bagi seorang mukmin mengambil ganti rugi dari
harta yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Karena hal itu
merupakan harta yang tidak perlu bagi orang yang
memerlukannya, karena ia merupakan jaminan yang cacat dan
batal menurut hukum syara’.
8. Dr. Husain Hamid Hisan, ulama dan cendikiawan muslim dari
Universitas Al Malik Abdul Aziz Mekah Al Mukaramah.
• Dalam kitabnya yang fundamental dengan hujjah yang kuat
tentang gharar, maisir dan riba dalam asuransi, yakni Hukmu Asy
Syaaria’ah Al Islamiyah Fii Uquudi at Ta’min (Akad Asuransi Dalam
Hukum Islam), menyatakan :
1. Akad asuransi adalah Mu’awwadhah Maliyah yang
mengandung unsur gharar.
2. Akad asuransi mengandung unsur judi dan taruhan.
3. Akad asuransi mengandung unsur riba.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
9. Prof. KH. Ali Yafie
1. Masalah asuransi penting mendapat perhatian para ulama
karena ia merupakan suatu kenyataan (waqi’ah) yang
mempunyai peranan dalam banyak segi hukum kehidupan
masyarakat dan melibatkan banyak orang dan golongan di
dalamnya.
2. Asuransi diciptakan di Dunia Barat dan diatur oleh hukum
Barat sehingga ia mempunyai watak, bentuk, sifat dan
tujuannya sendiri yang membedakannya (dalam
kebutuhannya) dari wujud muamalat yang dikenal dalam fiqih
yang beredar dalam Dunia Islam.
3. Dari tiga jenis asuransi, dua diantaranya yakni asuransi
perkumpulan (at ta’min at ta’awuni) dan asuransi wajib (at
ta’min a; ilzami) dapat memperoleh tempat dalam lingkungan
patokan-patokan muamalah yang ditetapkan oleh hukum
syara’. Oleh karena itu, layak diberi perhatian kearah
pengembangannya menjadi wasilah masyru’ah.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
4. Jenia asuransi lainnya, yaitu asuransi perusahaan (at ta’min at
tijari) tidak memberikan pemecahan atas pangkal ide asuransi
yang baik. Dan menurut hukum dan prekteknya, ia kait
mengait dengan hal-hal yang dilarang oleh hukum agama di
dalam muamalah.
5. KUHP yang merupakan peraturan warisan penjajahan yang di
dalamnya mengatur tentang asuransi, perlu mendapat
peninjauan kembali untuk disesuaikan dengan kemaslahatan
dan kepribadian bangsa kita sendiri.
6. Sarana-sarana yang disediakan oleh hukum syara’ selaku upaya
untuk mendapatkan jaminan ketenteraman dalam kehidupan
seseorang dan masyarakat, perlu didukung oleh
pengorganisasian yang kuat dan pengelolaan yang jitu.
7. Para ulama dan cendekiawan muslin secara bersama-sama
harus mengupayakan penggalian hukum syara’ untuk
disumbangkan kepada Usaha Pembinaan Hukum Nasional
yang menjamin kepentingan dan mencerminkan kepribadian
bangsa yang beragama.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
10. Pandangan-pandangan para ulama yang dituangkan dalam pendapat
lembaga Internasional maupun nasional, muktamar atau fatwa oleh
majelis, majma’, dan atau ormas Islam.
1. Muktamar Ekonomi Islam, bersidang tahun 1976 di Mekah,
dihadiri 200 ulama, profesor syariah dan pakar-pakar ekonomi
dari negera-negara muslim. Muktamar berkesimpulan bahwa,
asuransi konvensional hukumnya haram karena mengandung riba
dan gharar.
2. Majma’ al Fiqh al Islami al Alami (Kesatuan Ulama Fiqih Dunia)
bersidang tahung 1979 di Mekah. Keputudan mayoritas ulama :
asuransi jenis perniagaan haram hukumnya, baik asuransi jiwa
maupun yang lainnya.
3. Majelis Kesatuan Ulama Besar, dalam musyawarah tahun 1977 di
Arab Saudi. Keputusannya, asuransi jenis perniagaan hukumnya
haram.
4. Majma’ Fiqh al Islami, dalam sidang tahun 1985 di Jedah,
memutuskan pengharaman asuransi jenis perniagaan
(konvensional). Majma Fiqh menyerukan agar seluruh umat Islam
dunia menggunakan asuransi ta’awuni.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
5. Pekan Fiqih II – Pekan Ibnu Taimiyah di Damaskus tahun 1961 dan
Muktamar II Lembaga Research Islam di Kairo, Mei 1965. Pada
prinsipnya kedua forum ini memberi perhatian yang sangat besar
tentang asuransi masa kini, yang perlu diluruskan karena
bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalat dalam Islam.
6. Fatwa Jawatan Kuasa Kebangsaan Malaysia, 15 Juni 1972,
Insurance Nyawa (asuransi jiwa) sebagaimana yang dijalankan
oleh perusahaan asuransi sekarang adalah muamalah yang fasid
karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, dimana akadnya
mengandung gharar, judi, dan riba, maka hukumnya menurut
Islam adalah haram.
7. Fatwa Kerajaan Arab Saudi, asuransi yang ada saat ini
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Karenanya,
perlu pengaturan dan persyaratan-persyaratan tertentu agar
sesuai dengan ketentuan syara’.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
8. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada prinsipnya MUI
menolak asuransi konvensional, tetapi menyadari realita dalam
masyarakat bahwa asuransi tidak dapat dihindari. Karenanya, DSN
MUI dalam fatwanya telah memutuskan tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah.
9. Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdhatual Ulama
(NU) memperbolehkan Asuransi Sosial dan asuransi umum
dengan syarat-syarat tertentu, mengharamkan asuransi jiwa
kecuali memenuhi syarat-syarat tertentu.
10. Keputusan Muktamar Muhammadiyah di Malang, 1987.
Memutuskan bahwa asuransi hukumnya haram karena
mengandung unsur gharar, maisir dan riba, kecuali asuransi sosial
yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti Taspen, Astek,
asuransi beasiswa karena banyak mengandung maslahat, maka
untuk sementara masih diperbolehkan (hukumnya ibahah).
11. Fatwa Majelis Hisbah Persis, Bandung, 1995, memtuskan :
8. Semua asuransi konv
Pendapat Ulama yang Mengharamkan
Asuransi
11. Fatwa Majelis Hisbah Persis, Bandung, 1995, memtuskan :
1. Semua asuransi konvensional yang ada saat ini mengandung
unsur gharar, maisir dan riba.
2. Sedangkan gharar, maisir dan riba hukumnya haram.
3. Adapun Takaful, dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti
(asuransi syariah), dengan catatan Takaful masih harus terus
berusaha menyempurnakan apa yang telah ada.
Pendapat Ulama yang Membolehkan
Asuransi
1. Syaikh Abdurrahman Isa, Guru Besar Universitas Al Azhar Kairo.
❖ Asuransi menyangkut kepentingan umum, maka halal menurut
syara’ Karena merupakan praktek muamalah baru yang tidak
ditemui imam-imam terdahulu, dan tidak diperolehnya nash yang
melarangnya, baik dari kitab, sunnah maupun ijma’.
2. Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Universitas Kairo)
Asuransi bagaimanapun bentuknya adalah koperasi yang
menguntungkan masyarakat. Sepanjang dilakukan bersih dari riba,
maka asuransi hukumnya boleh.
3. Syekh Abdul Wahab Khulaf, Guru Besar Hukum Islam Universitas
Kairo.
Asuransi itu boleh sebab termasuk akad mudharabah. Perikatan
asuransi jiwa adalah akad yang sah, berguna bagi para anggota
(nasabah), bagi perusahaan asuransi, bagi masyarakat dan tidak
merusak seseorang. Juga tidak memakan harta seseorang dengan
tidak benar, melainkan merupakan tabungan, koperasi dan
memberikan kecukupan bagi
Pendapat Ulama yang Membolehkan
Asuransi
kepentingan nasabah-nasabah yang usianya telah lanjut dan
kepentingan ahli warisnya, ketika dia tiba-tiba meninggal dunia.
Syariat Islam hanya mengharamkan yang merusak atau bahayanya
lebih besar dari manfaatnya.
4. Prof. Dr. Muhammad Al Bahi, Wakil Rektor Universitas Al Azhar Mesir
Ia berpendapat bahwa asuransi hukumnya halal karena beberapa
sebab :
1. Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong menolong
2. Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk
mengembangkan harta benda.
3. Asuransi tidak mengandung unsur riba
4. Asuransi tidak mengandung tipu daya.
5. Asuransi tidak mengurangi tawakkal kepada Allah swt.
6. Asuransi suatu usaha yang menjamin anggotanya yang jatuh
melarat karena suatu musibah.
7. Asuransi memperluas lapangan kerja baru.
Pendapat Ulama yang Membolehkan
Asuransi
5. Ustadz Bahjah Ahmad Hilmi, Penasihat Pengadilan Tinggi Mesir
Tujuan asuransi ialah meringankan dan memperlunak tekanan
kerugian dan memelihara harta nasabah, yang sekiranya ia
menanggung sendiri kerugian itu, betapa berat beban yang
dipikulnya, akibat hilangnya harta bendanya. Karena terpeliharanya
harta benda merupakan salah satu tujuan agama, maka asuransi
boleh menurut syara;.
6. Syekh Muhammad Dasuki
Asuransi hukumnya halal karena sama dengan syirkah mudharabah,
akadnya sama dengan kafalah atau syirkatul ‘ainan.
7. Dr. Muhammad Najatullah Shiddiq, berkebangsaan India, Pengajar
Universitas King Abdul Aziz
Menganalogikan asuransi dengan kafalah atau ganti rugi.
8. Syaikh Muhammad Ahmad, MA. LLB. Sarjana dan Pakar Ekonomi
Pakistan.
Membolehkan asuransi jiwa dan asuransi konvensional lainnya
dengan alasan :
Pendapat Ulama yang Membolehkan
Asuransi
Membolehkan asuransi jiwa dan asuransi konvensional lainnya
dengan alasan :
1. Persetujuan asuransi tidak menghilangkan arti tawakkal kepada
Allah.
2. Di dalam asuransi tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan.
3. Tujuan asuransi adalah kerja sama dan tolong menolong
9. Syaikh Muhammad Al Madni, Ulama di Al Azhar Kairo
Asuransi hukumnya menurut syara boleh, sebab premi asuransi
diinvestasikan dan bermanfaat untuk tolong menolong.
10. Prof. Mustafa Ahmad az Zarqa, Guru Besar Universitas Syiria
Jika ada diantara anggota sebuah asuransi sebelum preminya selesai
diangsur, maka kepadanya dibayar penuh oleh perusahaan asuransi
sebesar uang yang telah diperjanjikan. Asuransi yang semacam ini
tidak mengandung unsur tipuan bagi kedua belah pihak, karena itu
hukum syara’ membolehkan.
Meletakkan yang Halal dan Haram pada
Tempatnya
Ustadz Bahjat Ahmad Hilmi, ulama Mesir sebagaimana dikutip Prof. KH.
Ali Yafie mengatakan bahwa,”Sesungguhnya perbedaan pendapat di
kalangan ahli hukum Islam sekarang mengenai masalah asuransi
disebabkan mereka tidak mempunyai gambaran yang luas (utuh) tentang
ta’min (asuransi) itu sendiri, menurut yang dimaksud para ahli hukum
syariah, serta bagaimana konsep, sistem operasional, serta kontrak-
kontrak asuransi dalam prakteknya.

Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, selaku praktisi dan sekaligus ahli
asuransi jiwa dan asuransi syariah, setelah memperhatikan beberapa
pendapat ulama terdahulu baik yang menghalalkan maupun
mengharamkan, menyimpulkan :
1. Asuransi sebagai suatu konsep atau sistem, tanpa melihat kepada
cara-cara dalam merealisasikan dan mempraktekkan konsep dan atau
sistem itu, sangat relevan dengan tujuan-tujuan umum syariah yang
diserukan oleh nash-nash juz’i nya. Karena konsep dan sistem
asuransi sesunggunya mirip ta’awun yang telah diatur dengan rapi.
Meletakkan yang Halal dan Haram pada
Tempatnya
Menurut Syakir Sula, tidak ada ikhtilaf dalam kebolehan asuransi
menurut makna tersebut. Ikhtilaf kemudian terjadi, ketika melihat
akad-akad yang dilangsungkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi
konvensional yang kita kenal sekarang ini.
2. Dapat dibuktikan secara pasti bahwa kontrak-kontrak yang digunakan
dalam sistem operasional dan praktik-praktik asuransi konvensional
saat ini, tidak terlepas dari praktik-praktik gharar, maisir dan riba.
Ketiga hal ini sudah merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
praktik asuransi
3. Telah dipahami bersama bahwa adanya tujuan dan maksud serta
perencanaan yang baik, memang disyaratkan. Tetapi bukan berarti
semua cara/jalan untuk mencapai tujuan dan maksud tersebut
diperbolehkan. Kita telah memahami bahwa tujuan-tujuan dan
maksud-maksud syariah harus dicapai dan diwujudkan dengan jalan-
jalan yang tidak diharamkan. Karena jika ditempuh dengan cara atau
jalan yang diharamkan, maka tujuan dan maksud syara’ yang lain
akan diabaikan.
Meletakkan yang Halal dan Haram pada
Tempatnya
4. Konsep asuransi yang disyariatkan Islam untuk mewujudkan ta’awun,
tadhamun atau takaful adalah konsep asuransi yang dilakukan
dengan cara dimana di dalamnya terdapat akad-akad tabarru’.
5. Konsep asuransi yang ideal menurut kaidah-kaidah hukum Islam
adalah asuransi yang dikelola dengan sistem mutual (saling
menjamin) dan asuransi sosial.
6. Kosep asuransi syariah yang dikembangkan di beberapa negara saat
ini, seperti Sudan, Malaysia, Indonesia, Brunei, Timur Tengah dan
beberapa negara nonmuslim lainnya, sebenarnya belum merupakan
konsep asuransi ideal yang benar-benar sesuai yang diinginkan syara.
Akan tetapi, konsep ini merupakan konsep antara sambil terus
melakukan pengkajian dan perbaikan, menuju konsep asauransi yang
ideal.
7. Asuransi alternatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah adalah
asuransi ta’awuni, tadhamun dan takafuli yang di dalam
operaionalnya dapat mengeleminasi adanya unsur gharar, maisir dan
riba.

Anda mungkin juga menyukai