Anda di halaman 1dari 68

Model dan Akad Asuransi

Syariah di Indonesia
Akhmad Zaeni, Ir
Pokok Bahasan

1. Akad Tabarru’
2. Akad Wakalah bil Ujroh
3. Akad Mudhorobah Musytarakah
4. Akad Wakaf
1. Akad Tabarru’ (Hibah/Dana Kebajikan)
1. Pengertian Akad Tabarru’
2. Antara Akad Tabarru’ dan Musahamah (Kontribusi)
3. Landasan Syar’i Akad Tabarru’
4. Pengelolaan Dana Tabarru’ pada Asuransi Syariah
5. Skema/Model Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah
6. Skema/Model Akad Risk Sharing dalam
Pengelolaan Dana Tabarru’
2. Akad Wakalah bil Ujroh
1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh
2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil Ujroh
3. Pengelolaan Dana Wakalah bil Ujroh pda
Asuransi Syariah
4. Skema/Model Akad Wakalah bil Ujroh pada
Asuransi Syariah
5. Skema/Model Akad Wakalah bil Ujroh pada
Reasuransi Syariah
1. 1. Pengertian Akad Tabarru’
• Syekh Wahbah az-Zuhaili, Tabarru’ dalam
pengertian hibah, adalah akad pemberian
kepemilikan kepada orang lain tanpa adanya ganti,
yang dilakukan secara sukarela ketika pemberi
masih hidup.
• Hibah mencakup sedekah, hadiah dan ‘athiyah.
• Sedekah : pemberian yang dilakukan oleh seseorang
kepada orang yang membutuhkan dengan tujuan
untuk mendekatkan diri kepada Allah.
1. 1. Pengertian Akad Tabarru’
• Hadiah : pemberian seseorang kepada orang
yang layak mendapatkan sebagai
penghormatan dan untuk menciptakan
keakraban.
• ‘Athiyah : pemberian seseorang yang
dilakukan ketika dia dalam keadaan sakit
menjelang kematian.
1. 1. Pengertian Akad Tabarru’
• Fatwa DSN-MUI tentang Akad Tabarru’ pada
Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah,
sebagai semua bentuk akad yang dilakukan
dalam bentuk hibah dengan tujuan kebaikan
dan tolong menolong antar peserta, bukan
untuk tujuan komersial.
• Dalam Akad Tabarru’ (hibah) peserta
memberikan hibah yang akan digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah.
• Adapun perusahaan hanya bertindak sebagai
pengelola dana hibah (dana tabarru’)
1. 1. Pengertian Akad Tabarru’
• Peraturan Menteri Keuangan , Tabarru’ adalah
akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu
peserta kepada dana tabarru’ untuk tujuan tolong
menolong di antara para peserta, yang tidak bersifat
dan bukan untuk tujuan komersial.
• Aplikasi Akad Tabarru dalam Asuransi Syariah
diimplementasikan dalam bentuk kontribusi peserta
berupa dana tabarru’, yaitu dana yang hanya
diperuntukkan bagi keperluan saling tolong
menolong sesama peserta takaful (asuransi syariah).
• Mekanisme tolong menolong ini dalam dunia
asuransi disebut sebagai pengelolaan resiko.
1. 1. Pengertian Akad Tabarru’
• Fungsi pengelolaan resiko, oleh peserta diwakilkan
kepada perusahaan asuransi syariah sebagai :
– Wakil (wakiil) dalam akad wakalah bil ujroh
– Mudharib dalam akad mudharabah
– Nazhir dalam akad wakaf (waqf)
• Akad antara kumpulan peserta dengan perusahaan
dapat menggunakan akad komersial (tijarah) :
wakalah bil ujroh atau mudharabah atau akad wakaf
sebagaimana dilakukan oleh beberapa negara.
• Akad tijarah (Adiwarman A. Karim) adalah segala
macam perjanjian yang menyangkut for profit
transaction.
1. 1. Pengertian Akad Tabarru’
• Konteks akad dalam asuransi syariah, akad tabarru’
bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat
ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama
lainsesama peserta takaful (asuransi syariah) apabila
ada diantaranya yang mendapat musibah. Dana
klaim yang diberikan diambil dari rekening
kumpulan dana tabarru’ yang sudah diniatkan untuk
kepentingan dana kebajikan atau dana tolong
menolong oleh semua peserta ketika akan menjadi
peserta asuransi syariah.
• Karena itu dalam akad tabarru’, pihak yang memberi
dengan ikhlas memberikan sesuatu tanpa ada
keinginan untuk menerima apapun dari orang yang
menerima, kecuali balasan dari Allah SWT.
1. 1. Pengertian Akad Tabarru’
• Husain Hamid Hisan, menggambarkan akad-akad
tabarru’ sebagai cara yang disyariatkan Islam untuk
mewujudkan ta’awun dan tadhamun. Dalam akad
tabarru’, orang yang menolong atau
berderma/hibah (mutabarri’) tidak berniat mencari
keuntungan dan tidak menuntut “pengganti”
sebagai imbalan dari apa (hibah) yang telah
diberikan. Karena itulah akad tabarru’ dibolehkan.
• Hukumnya dibolehkan karena jika barang/ sesuatu
yang hilang atau rusak di tangan penerima derma–
oleh sebab apapun- maka tidak akan merugikan
dirinya, karena ia tidak memberi ganti sebagai
imbalan atas derma yang diterimanya.
1. 1. Pengertian Akad Tabarru’
• Mohd. Fadli Yusof, pendiri dan mantan CEO Syarikat
Takaful Malaysia SDN BHD menjelaskan manfaat dan
batasan penggunaan dana tabarru’ : Secara umum
tabarru’ mempunyai pengertian yang luas. Dana
tabarru’ bisa digunakan untuk membantu siapa saja
yang mendapat musibah. Tetapi dalam bisnis
Takaful, karena melalui akad khusus maka
kemanfaatannya hanya terbatas pada peserta
takaful saja.
• Kumpulan dana tabarru’ hanya dapat digunakan
untuk kepentingan para peserta takaful saja yang
mendapat musibah. Sekiranya dana tabarru’
tersebut digunakan untuk kepentingan lain, maka ini
berarti melanggar syarat akad.
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
• Ma’sum Billah, lebih cenderung tidak menggunakan
istilah tabarru’, tetapi menggunakan istilah al
musahamah (kontribusi). Hal ini sebagai solusi atas
perdebatan bahwa dalam akad tabarru’ tidak boleh ada
pengembalian lagi (mudharabah). Karena
premi/kontribusi sudah diikhlaskan dan hanya
mengharapkan ridha Allah SWT. Sementara dalam
praktek asuransi syariah pada saat ini, khususnya produk
term insurance (asuransi jiwa syariah) dan pada seluruh
produk general insurance (asuransi umum syariah)
terdapat yang disebut mudharabah, (bagi hasil) yang
diberikan kepada nasabah apabila tidak terjadi klaim (no
claim bonus) atau berhenti jika kontrak belum berakhir.
• Ada kerancuan antara teori dan praktek
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
• Ma’sum Billah, jika kontribusi yang telah dibayarkan
dalam polis umum dianggap sebagai tabarru’
(sumbangan) atau sedekah (amal) atau hibah (hadiah) ,
bukannya sebagai kontribusi (al musahamah), hal ini
dapat menimbulkan pertentangan antara prinsip
tabarru’, shadaqah dan hibah dengan praktek asuransi
umum dilihat dari sudut pandang syariah, karena :
1. Istilah tabarru’, shadaqah dan hibah pada prinsipnya
bisa saling bertukar tempat dan makna, yaitu
sumbangan (donasi). Sebaliknya istilah al musahamah
(kontribusi) tidak melibatkan ide sumbangan (donation).
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
• Menurut hukum Islam, tidaklah bagi seorang
penyumbang untuk meminta manfaat apapun atas harta
yang disumbangkannya setelah harta tersebut
dikeluarkan sebagai sumbangan. Hal ini dinyatakan
berkali-kali oleh Rasulullah SAW :
“Dari Ibnu Abbas berkata : Bersabda Rasulullah SAW,
orang yang mengambil kembali hadiahnya/
sumbangannya adalah seperti anjing yang menjilat
kembali muntahnya. Tidak ada perbuatan yang buruk
seperti itu bagi kita”
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
“Dari Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra. Bahwasanya
Nabi saw bersabda, tidak halal bagi seseorang yang kan
memberikan hadiah dan setelah itu dia diambilnya
kembali kecuali seorang ayah yang memberi hadiah
kepada anaknya. Perumpamaan orang yang memberi
hadiah kemudian mengambilnya kembali adalah seperti
anjing yang maka hinggga ketika kekenyangan, ia
memuntahkannya dan kemudian dijilat kembali
muntahnya”
• Akan tetapi di dalam al musahamah (kontribusi) yang
diberikan seseorang bukanlah untuk orang lain, yaitu
kontribusi bisa juga untuk pemberi kontribusi itu sendiri.
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
• Akan tetapi di dalam al musahamah (kontribusi) yang
diberikan seseorang bukanlah untuk orang lain, yaitu
kontribusi bisa juga untuk pemberi kontribusi itu sendiri.
Terlebih lagi, hakekat kontribusi jauh dari hakekat
sumbangan. Dalam kontribusi, pemberi kontribusi tidak
berhenti untuk memperoleh manfaat atas dana yang
dikontribusikannya; pemberi kontribusi juga berhak
untuk menarik kembali kontribusi tersebut, bahkan
setelah kontribusi dikeluarkan, kecuali kalau kontribusi
tersebut dikeluarkan sebagai amal.
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
2. Dalam polis asuransi umum, baik operator maupun
peserta sama-sama setuju bahwa peserta akan
membayar kontribusi yang disepakati kepada operator
dengan alasan untuk perlindungan masa depan dengan
kompensasi yang layak terhadap resiko jika resiko
tersebut terjadi sesuai dengan subject matter selama
dalam masa pertanggungan.
Namun jika resiko tersebut tidak terjadi, peserta berhak
untuk mengklaim bonus yang belum diklaim (no claim
bonus) dari pihak penanggung setelah batas waktu
masing-masing polis. Hal ini tidak bisa dibenarkan
secara syar’i jika menggunakan akad tabarru’.
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
• Lebih lanjut Ma’sum Billah menjelaskan, akan tetapi jika
kita menganggap kontribusi sebagai al musahamah
(kontribusi) maka tidak akan menimbulkan
pertentangan antara prinsip dasar Islam dan praktek
asuransi , karena pada dana yang dikontribusikan orang
yang memberikan kontribusinya, memiliki hak untuk
mengklaim atau memperoleh manfaat darinya.
Karenanya dalam polis asuransi umum, jika pemegang
polis mengklaim perlindungan atau no claim bonus
dengan alasan kontribusi telah dibayarkannya, maka
klaim tersebut tidak bertentangan dengan prinsip
syariah, karena dianggap al musahamah.
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
• Syakir Sula, dari argumentasi Ma’sum Billah , saya
berpendapat jika menggunakan istilah kontribusi, maka
konsep hakiki asuransi syariah sebagai isntrumen
ta’awanu ‘alal birri wattaqwa, saling tolong menolong
dalam kebajikan dan takwa bagi sesama peserta
maknanya menjadi hilang karena bergeser dari konsep
spiritual ‘mengharapkan pahala dari Allah’ menjadi
‘mengharapkan penggantian materi dari penanggung’.
Hal ini tentu jauh bergeser dari alasan yang dijadikan
dasar hukum bagi sejumlah fatwa terhadap kebolehan
asuransi syariah karena berdasarkan prinsip ta’awun,
kooperatif yang dikeluarkan oleh ulama dan lembaga
fikih dunia.
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
• Menurut Syakir Sula, penggunaan akad tabarru’ antara
satu peserta dengan peserta lainnya dalam konsep
asuransi syariah sudah tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara syar’i. Sejumlah ayat Al
Qur’an dan hadits nabi dapat dijadikan sandaran
hukum. Misalnya, merupakan sunah nabi untuk
membalas hibah orang lain apabila orang yang diberi
mampu melakukannya. Dan itu sudah berlaku umum
sebagai bagian dari budaya (urf) dan akhlak seorang
muslim.
• Jadi menurut, Syakir Sula, yang dilarang dalam konteks
hadits tentang hibah di atas adalah ketika pemberinya
dengan sengaja (proaktif) ingin mengambil kembali
hibah yang telah diberikannya.
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
• Beberapa hal yang harus diperhatikan stakeholder
asuransi syariah untuk menjaga sharia compliance
(kepatuhan terhadap syariah) dalam implementasi akad
tabarru’ :
1. Perlu adanya sosialisasi secara terus menerus kepada
masyarakat, khususnya peserta asuransi syariah bahwa
dalam melaksanakan akad tabarru’ (hibah) tidak boleh
berharap atau meminta kembali dana tabarru’ yang
sudah dibayarkan, agar mendapat pahala kebajikan
yang berlipat ganda sebagaimana dijanjikan Allah swt.
1. 2. Antara Akad Tabarru’ dan
Musahamah (Kontribusi)
2. Bahwa dalam implementasi akad tabarru’ pada asuransi
(umum ) syariah dan sebagian pada produk term
insurance (asuransi jiwa syariah), pengelola atau
perusahaan asuransi syariah sepatutnya mencari
keunggulan kompetitif lain, sehingga tidak tergoda
untuk mengikuti cara-cara asuransi (konvensional)
dalam praktek no claim bonus.
3. Bahwa konklusi yang diberikan fatwa DSN, sifatnya
dalam rangka mendorong dan menumbuhkembangkan
asuransi syariah yang masih dalam tahap awal
pengenalan kepada masyarakat, sehingga perlu
tahapan-tahapan sebelum sampai kepada implementasi
yang sempurna, sebagaimana kaidah fikih “maala
yudraku laa yudraku kulluhu” (jika tidak bisa meraih
semuanya, jangan tinggalkan semuanya)
1. 3. Landasan Syariah Akad Tabarru’
• Tabarru’ berasal dari kata tabarra’a –yutabarra’u –
tabarru’an : artinya sumbangan, hibah, dana kebajikan
atau derma.
• Orang-orang yang memberi sumbangan disebut
mutabarri’ (dermawan)
• Tabarru’ merupakan pemberian sukarela seseorang
kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan
berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi
kepada orang yang diberi.
• Dalam akad tabarru’, peserta memberikan dana hibah
yang akan digunakan untuk menolong peserta atau
peserta lain yang tertimpa musibah.
1. 3. Landasan Syar’i Akad Tabarru’
• Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak
menerima dana tabarru’ (muamman/mutabarru’ lahu)
dan secara kolektif selaku penanggung (muammin /
mutabarri’).
• Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana
hibah, atas akad wakalah dari para peserta selain
pengelolaan investasi.
• Niat tabarru’ (dana kebajikan) dalam akad asuransi
syariah adalah alternatif yang sah yang dibenarkan oleh
syara’ dalam melepaskan diri dari praktek gharar yang
diharamkan oleh Allah swt.
1. 3. Landasan Syariah Akad Tabarru’
• Jumhur ulama mendefinisikan tabarru’ (hibah /
pemberian) dengan :”Akad yang mengakibatkan
pemillikan harta, tanpa ganti rugi, yang dilakukan
seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain
secara sukarela”.
2. Akad Wakalah bil Ujroh
1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh
2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil Ujroh
3. Pengelolaan Dana Wakalah bil Ujroh pda
Asuransi Syariah
4. Skema/Model Akad Wakalah bil Ujroh pada
Asuransi Syariah
5. Skema/Model Akad Wakalah bil Ujroh pada
Reasuransi Syariah
2. 1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh

• Wakalah atau wikalah → bahasa :


– perlidungan (al hafidz),
– pencukupan (al kifayah),
– tanggungan (ad dhaman),
– pendelegasian (at tafwidh),
– atau dapat juga dimaknai dengan
memberi kuasa atau mewakilkan
2. 1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh
• Wahbah Az Zuhaili :
– Wakaalah (wikaalah) : melindungi
– “Dan mereka menjawab, “cukuplah Allah
(menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-
baik Pelindung” (QS Ali Imran 3:173)
– “Tidak ada ilah selain Dia, maka jadikanlah Dia
sebagai Pelindung” (QS. Al Muzammil, 73 :9).
– Wakalah : penyerahan
– Misal : wakkala wamruhu ila fulan
(menyerahkan urusannya kepada fulan)
– tawakkaltu alallah (saya berserah diri kepada
Allah)
2. 1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh
• Wahbah Az Zuhaili :
– “Dan hanya kepada Allah saja hendaknya orang-orang
beriman bertawakkal” (QS. Ibrahim, 14:12)
– “Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah, Tuhanku
dan Tuhanmu” (QS. Hud, 11:56).
– Maksudnya : “saya bertumpu kepada Allah dan saya
menyerahkan urusan saya kepada-Nya”
• Ulama Mazhab Hanafi, wakalah : sebagai tindakan
menempatkan orang lain di tempatnya untuk melakukan
tindakan hukum yang tidk mengikat dan diketahui. Atau
penyerahan tindakan hukum dan penjagaan terhadap
sesuatu kepada orang lain. Tindakan hukum itu mencakup
pembelanjaan harta benda, spt jual beli, kerjasama bisnis
atau hal-hal lain yang secara syara’ bisa diwakilkan seperti
misalnya ketika memberi izin kepada orang lain untuk masuk
bertamu di rumah kita.
2. 1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh
• Ulama Mazhab Syafi’i : wakalah adalah penyerahan
kewenangan terhadap sesuatu yang boleh dilakukan
sendiri dan bisa diwakilkan kepada orang lain, untuk
dilakukan oleh wakil tersebut selama pemilik
kewenangan asli masih hidup. Pembedaan antara masih
hidup ini adalah untuk membedakan antara wakalah
dan wasiat.
• Kesimpulan : Wakalah adalah seseorag yang
menyerahkan urusannya kepada orang lain untuk
mengerjkan sesuatu, perwakilan tersebut berlaku
selama yang mewakilkan masih hidup.
• Dalam praktek asuransi syariah, pihak yang mewakilkan
(muwakif) adalah pemegang polis/peserta, wakilnya
adalah perusahaan asuransi yang diberi amanah atau
kuasa.
2. 1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh
• Ujroh dalam pelaksanaan wakalah adalah imbalan
atau fee atau upah yang diberikan oleh pihak yang
diwakilkan kepada pihak yang mewakilkan.
• Ujroh secara bahasa : al ajru yang berarti ‘iwad
(ganti), kata al ujrah atau al ajru berarti al iwad
(ganti) atau dengan kata lain imbalan yang
diberikan sebagai upah atau ganti suatu
perbuatan.
• Kamus Bahasa Indonesia : upah adalah uang dan
sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalasan
jasa atau sebagai pembayaran tenaga yang sudah
dilakukan untuk mengerjakan sesuatu.
2. 1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh
• Nabi Saw memberikan upah kepada mereka yang
berhak mendapat upah. Sebagaimana hadits riwayat
Bukhari dan Muslim “... Ibnu Abbas r.a. Berkata : Nabi
saw berbekam dan memberi ujrah tukang bekamnya”
• Ibnu Qudama, dalam kitabnya Al Mughni mengatakan
:”Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan baik dengan
imbalan mupun tanpa imbalan. Hal ini karena Nabi Saw
pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan
hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan
kepada Abu Rafi’ untuk melakukan qabul nikah,
(semuanya) tanpa memberi imbalan. Nabi juga pernah
mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah
(zakat) dan beliau memberikan (ujrah) kepada meraka”.
2. 1. Pengertian Akad Wakalah bil Ujroh

• Jadi adanya ujrah dalam praktek wakalah,


tidak menjadi keharusan bagi pemberi
mandat kepada utusannya, akan tetapi bila
telah terjadi kesepakatan antara yang
memberi mandat dengan yang mewakili
untuk memberikan imbalan dalam jumlah
dan jangka waktu tertentu, maka
hukumnya wajib untuk dipenuhi.
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
1. Firman Allah Swt mengenai Akad Wakalah bil
Ujroh
“Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan
hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih
baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu
untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut
dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seorangpun (QS. Al Kahfi, 18:19)
Imam Al Qurthubi, mengatakan dalam
pembangkitan dengan uang perak ini menjadi dalil
yang menunjukkan adanya wakalah (mewakilkan)
yang sah dilakukan.
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga
lagi berpengalaman” (QS. Yusuf, 12:55)

“... Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian


yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya...” (QS. Al Baqarah, 2:283)

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-
anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang baik”
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
Syekh Wahbah az Zuhaili : ayat ini mengandung
pengingat bagi para wali dan pengasuh anak yatim
untuk bersikap dan memperlakukan mereka
dengan bentuk perlakuan yang para wali tersebut
sangat ingin anak-anak mereka nantinya ketika
mereka ditinggal mati juga diperlakukan seperti
itu.

Ayat-ayat yang lain :


- QS. At Taubah, (9:60)
- QS. An Nisa (4:58)
- QS. An Nisa (4:29)
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
2. Hadits Nabi Saw Mengenai Akad Wakalah bi Ujroh
Rasulullah Saw mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan
seorang Anshor untuk mengawinkan (qabul
perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a.” (HR
Malik dalam al Muwaththa’)

Seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. untuk


menagih hutang kepada beliau dengan cara kasar,
sehingga para sahabat berniat untuk
“menanganinya”. Beliau bersabda, “Biarkan ia,
sebab pemilik hak berhak untuk berbicara
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
3. Kaidah Fiqih terkait Akad Wakalah bi Ujroh
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya”

“Pada dasarnya, segala bentuk muamalat adalah


sah”

“Pada dasarnya, segala bentuk transaksi bisnis


adalah boleh”
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
4. Pendapat para Ulama Mengenai Akad Wakalah bi
Ujroh
Ibnu Qudama, dalam kitabnya Al Mughni mengatakan
:”Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan baik dengan
imbalan mupun tanpa imbalan. Hal ini karena Nabi Saw
pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan
hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan
kepada Abu Rafi’ untuk melakukan qabul nikah,
(semuanya) tanpa memberi imbalan. Nabi juga pernah
mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah
(zakat) dan beliau memberikan (ujrah) kepada meraka”
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
Imam Asy-Syaukani dalam Nail al Authar, “Hadits Busr
bin Sa’id tersebut menunjukkan pula bahwa orang yang
melakukan sesuatu dengan niat tabarru’ (semata-mata
mencari pahala dalam hal menjadi wakil) boleh
menerima imbalan”

Imam Asy-Syaukani dalam Fath al Qadir, “Wakalah sah


dilakukan baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan,
hal itu karena Nabi Saw pernah mengutus para
pengawalnya untuk memungut sedekah (zakat) dan
beliau memberikan imbalan kepada mereka... Apabila
wakalah dilakukan dengan memberikan imbalan maka
hukumnya sama dengan hukum ijarah”
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
Syekh Wahbah Az Zuhaili, “ Umat sepakat bahwa
wakalah boleh dilakukan karena diperlukan.
Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan
maupun tanpa imbalan”

Ibnu Qudamah,“(jika) muwakil mengijinkan wakil


untuk mewakilkan (kepada orang lain), maka hal
itu boleh, karena hal tersebut merupakan akad
yang telah diijinkan kepada wakil, oleh karena itu,
ia boleh melakukannya (mewakilkan kepada orang
lain) ”
2. 2. Landasan Syar’i Akad Wakalah bil
Ujroh
Pendapat Ibnu Qudamah yang terakhir ini, dapat
dijadikan dalil hukum untuk membolehkan
perusahaan asuransi syariah yang telah mendapat
amanah sebagai wakil dari peserta asuransi
(pemegang polis) untuk mengelola dana tabarru’,
untuk mewakilkan kembali pengelolaan resiko
dana tabarru’ tersebut kepada reasuransi syariah
(asuransinya asuransi syariah), demikian
selanjutnya ke retrosesi syariah (asuransinya
reasuransi syariah).
3. Akad Mudharabah Musytarakah
3.1. Pengertian Akad Mudharabah
Musytarakah
• Mudharabah atau qiradh adalah muamalah yang
termasuk dalam jenis-jenis tijarah.
• Iraq : mudharabah
• Hijaz : qiradh, diambil dari kata qordh yaitu memotong,
karena pemilik modal memotong sebagian hartanya
untuk ‘amil (pengelola) agar mengelola dan
memberikan padanya sebagian dari keuntungannya.
• Syakh Wahbah Az Zuhaili, mudharabah adalah akad
yang di dalamnya pemilik modal memberikan modal
(harta) kepada ‘amil (pengelola) untuk mengelolanya,
dan keuntungan menjadi milik bersama sesuai dengan
apa yang mereka sepakati. Sedangkan kerugian
menjadi tanggungan pemilik modal. ‘Amil tidak
menanggung kerugian apapun kecuali pada usaha dan
kerjanya.
3.1. Pengertian Akad Mudharabah
Musytarakah
• Mudharabah musytarakah merupakan akad baru,
yaitu penggabungan antara akad mudharabah dan
musyarakah.
• Pengertian Akad Mudharabah musytarakah adalah
bentuk akad mudharabah dimana pengelola
(mudharib) turut menyertakan modalnya dalam
kerjasama investasi tersebut. Hal ini diperlukan
dalam praktek asuransi syariah karena dengan cara
ini mengandung unsur kemudahan dalam
pengelolaan, serta dapat memberikan manfaat
dan kemaslahatan yang lebih besar bagi para
pihak.
3.1. Pengertian Akad Mudharabah
Musytarakah
• Pengertian Akad Mudharabah musytarakah
menurut regulasi adalah akad tijarah yang
memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai
mudharib untuk mengelola investasi dana tabarru’
dan/atau dana investasi peserta, yang digabungkan
dengan kekayaaan perusahaan, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa
bagi hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan
berdasarkan komposisi kekayaan yang
digabungkan dan telah disepakati sebelumnya.
3.1. Pengertian Akad Mudharabah
Musytarakah
• Dalam konteks perbankan syariah, Majma’ al Fiqh
al Islam, mendefinisikan Mudharabah
musytarakah yaitu mudharabah, dimana para
pemilik dana terdiri dari jumlah orang banyak yang
memberikan dananya untuk dikembangkan oleh
pihak kedua (bank) pada sektor yang dianggap
mendatangkan keuntungan, yang terkadang
sektornya tertentu. Para pemilik dana memberikan
ijin kepada pengelola untuk menggabungkan dana
mereka menjadi satu, termasuk dana pengelola.
Dan pengelola memberikan ijin kepada para
pemilik dana menarik seluruh dana mereka atau
sebagiannya berdasarkan persyaratan tertentu.
3.1. Pengertian Akad Mudharabah
Musytarakah
• Akad Mudharabah musytarakah ini dalam istilah
fiqih masuk kategori hybrid contract yang
mujtami’ah atau mukhtalifah, dimana akad
tersebut menggunakan nama akad baru, tetapi
tetap menyebut nama akad yang lama.
• Selain pada asuransi syariah, jenis mulit akad
(hybrid contract) seperti ini juga dapat dilihat pada
produk sewa beli (bay’ at takfiry) Lease and
purchase. Contoh lainnya diterapkan pada produk
deposito bank syariah.
3.2. Landasan Syar’i Akad Mudharabah
Musytarakah
• Para imam mazhab sepakat bahwa mudharabah adalah
boleh berdasarkan Al Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas.
Dalil Al Qur’an, berdasarkan firman Allah Swt,”dan yang
lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah.” (QS. Al Muzammil, 73:20).
• Mudharib (pengelola) adalah orang yang bepergian di
bumi untuk mencari karunia Allah.
• Juga firman Allah,”Apabila shalat telah dilaksanakan,
maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah.” (QS. Al Jum’ah, 62:10). Ayat-ayat ini
secara umum mencakup di dalamnya pekerjaan dengan
memberikan modal.
3.2. Landasan Syar’i Akad Mudharabah
Musytarakah
• Dalil sunnah, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas r.a., bahwa Abbas bin Abdul Muthollib
apabila memberikan harta/modal untuk
mudharabah, maka dia mensyaratkan kepada
pengelolanya (mudharib) agar jangan
menyeberangi laut, menuruni lembah, dan
membeli binatang tunggangan yang memiliki hati
basah. Jika mudharib melakukan hal-hal tersebut,
maka dia harus menanggungnya. Kemudian syarat
tersebut sampai kepada Rasulullah, dan beliau pun
membolehkannya.
3.2. Landasan Syar’i Akad Mudharabah
Musytarakah
• Ibnu Majah meriwayatkan dari Shuhaib r.a. bahwa
Nabi Saw bersabda,”Ada tiga perkara yang di
dalamnya terdapt keberkahan, yaitu menjual
dengan tangguh, muqaradah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk di
rumah, bukan untuk dijual.”
• Ibnu Taimiyah dalam majmu fatawa-nya
menetapkan landasan hukum mudharabah dengan
ijma yang berlandaskan nash. Mudharabah sudah
dikenal di kalangan bangsa Arab jahiliyah, terlebih
kalangan suku Quraisy . Mayoritas orang Arab
bergelut dalam bidang perdagangan. Para pemilik
modal memberikan modal mereka kepada ‘amil.
3.2. Landasan Syar’i Akad Mudharabah
Musytarakah
Rasulullah pun pernah mengadakan perjalanan
dagang dengan membawa modal orang lain
sebelum diangkat menjadi Nabi. Beliau juga
pernah mengadakan perjalanan dagang dengan
mengelola modal Khadijah. Kafilah dagang
terdapat di dalam Abu Sofyan, meyoritas mereka
melakukan mudharabah dengan Abu Sofn dan lain
sebagainya.
• Ketika Islam datang, Rasullah mengakui dan
menyetujui akad ini. Para sahabat nya pun
melakukan perjalanan dagang dengan mengelola
modal oran lain berdasarkan akad mudharabah
sementara beliau tidak melarang hal ini.
3.2. Landasan Syar’i Akad Mudharabah
Musytarakah
Sunnah merupakan perkataan, perbuatan dan
pengakuan Rasulullah Saw. Maka ketika beliau
mengakui mudharabah, berarti mudharabah telah
ditetapkan oleh sunnah
4. Akad Wakaf pada Asuransi Syariah
4.1. Pengertian Akad

• Lafal Waqf (pencegahan) memiliki pengertian yang


sama dengan tahbis (penahanan) dan tasbil
(pendermaan untuk fii sabilillah)
• Bahasa : Wakaf adalah menahan untuk berbuat
atau membelanjakan.
• Pengertian wakaf menurut ulama salaf, secara
garis besar dibagi menjadi 3 kelompok besar
1. Pengertian Wakaf menurut Abu Hanifah
2. Pengertian Wakaf menurut mayoritas ulama
3. Pengertian Wakaf menurut Mazhaf Maliki
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

1. Pengertian Wakaf Menurut Abu Hanifah


Wakaf adalah menahan harta dari otoritas
kepemilikan orang yang mewakafkan, dan
menyedekahkan kemanfaatan barang wakaf
tersebut untuk tujuan kebaikan. Berdasarkan
pengertian tersebut, wakaf tidak menimbulkan
konsekuensi hilangnya barang yang diwakafkan.
Orang yang mewakafkan boleh saja mencabut
wakaf tersebut, boleh juga menjualnya. Sebab
pendapat yang paling shahih menurut Abu Hanifah
adalah bahwa wakaf hukumnya ja’iz (boleh), bukan
lazim (wajib, mengandung hukum yang mengikat).
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

2. Pengertian Wakaf Menurut Mayoritas Ulama


Wakaf adalah menahan harta yang bisa
dimanfaatkan sementara barang tersebut masih
utuh, dengan menghentikan sama sekali
pengawasan terhadap barang tersebut dari orang
yang mewakafkan dan lainnya, untuk pengelolaan
yang dibolehkan dan riil, atau pengelolaan revenue
(penghasilan) barang tersebut untuk tujuan
kebajikan dan kebaikan demi mendekatkan diri
kepada Allah.
Dasarnya adalah hadits Ibnu Umar :
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. Bahwa Umar bin al


Khaththab r.a. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar,
lalu ia datang kepada Nabi Saw untuk meminta
petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata,:Wahai
Rasulullah! Saya memperoleh tanah di Khaibar yang
belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik
bagiku melebihi tanah tersebut, apa perintah engkau
kepadaku mengenainya?” Nabi Saw menjawab,”jika
mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan
(hasil)nya,” Ibnu Umar berkata,”Maka Umar
menyedekahkan tanah tersebut, (dengan
mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak
dihibahkan dan tidak diwawriskan. Ia menyedekahkan
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

hasilnya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba


sahaya yang tertindas), sabilillah, ibnu sabil dan
tamu. Tidak berdosa atas orang yang
mengelolanya untuk memakan dari hasil tanah itu
secara ma’ruf (wajar) dan memberi makan
(kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai
harta hak milik.” Rowi berkata, “Saya
menceritakan hadits tersebut kapada Ibnu Sirin,
lalu berkata ghairu musta’tsilin makan (tanpa
menyimpannya sebagai harta hak milik).” (HR.
Bukhari Muslim, Tirmizdi dan Nasa’i).
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

3. Pengertian Wakaf Menurut Mazhab Maliki


Wakaf adalah si pemilik harta menjadikan hasil
dari harta yang dia miliki- meskipun kepemilikan
itu dengan cara menyewa atau menjadikan
penghasilan dari harta tersebut, misalnya dirham,
kepada orang yang berhak dengan suatu sighat
(akad, pernyataan) untuk suatu tempo yang
dipertimbangkanoleh orang yang mewakafkan.
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

4. Pengertian Wakaf Menurut Regulasi (Indonesia)


Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda milik untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta bendanya,
sedangkan Nazhir adalah pihak yang menerima harta
benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya. (UU No.
41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Bab 1 Pasal 1.)
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

4. Pengertian Wakaf Menurut Regulasi (Indonesia)


Komisi Fatwa MUI mendefinisikan wakaf sebagai
menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa
lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak
melakukan tindakan hukum terhadap benda
tersebut (menjual, memberikan atau
mewariskannya) , untuk disalurkan hasilnya pada
suatu yang mubah (tidak haram) yang ada.
Wakif dan Nazhir bisa perorangan, organisai
maupun badan hukum.
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

• Syarat Wakaf : wakif, nazhir, harta benda wakaf, ikrar wakaf,


peruntukan harta benda wakaf, dan jangka waktu wakaf.
• Harta benda wakaf bisa harta benda tidak bergerak maupun
harta benda bergerak
• Harta benda tidak bergerak :
1. Hak atas tanah sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku
2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas
tanah wakaf
3. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
4. Hak milik atas satuan rumah susun
5. Benda tidak bergerak lain sesuai ketentuan syariah dan
perundag-undangan yang berlaku
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

• Harta benda bergerak :


1. Uang
2. Logam mulia
3. Surat berharga
4. Kendaraan
5. Hak atas kekayaan intelektual
6. Hak sewa (benda bergerak lain sesuai
ketentuan syariah dan perundang-undangan
yang berlaku)
• Akad wakaf dalam asuransi syariah, maka yang
dimaksudkan adalah atas uang.
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

• Ketentuan Komisi Fatwa MUI tentang wakaf uang :


1. Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al Nuqud) adalah
wakaf yang dilakukan oleh seseorang kelompok
orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk
uang tunai
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-
surat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan
untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin
kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan atau
diwariskan.
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

• UU 41/2914, wakaf uang disinggung dalam empat


pasal 28, 29, 30 dan 31.
• Pasal 28, “Wakif dapat mewakafkan benda
bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan
syariah yang ditunjuk oleh Menteri”, pasal ini
mengandung makna :
1) Legalitas wakaf uang sudah jelas dan tidak
perlu diperselisihkan lagi,
2) Pengelolaan wakaf uang melalui lembaga
keuangan syariah
3) Lembaga keuangan syariah tersebut ditunjuk
oleh Menteri (Agama).
4.1. Pengertian Akad Wakaf (Aqd Waqf)

• Implementasi wakaf pada asuransi syariah adalah


posisi dana wakaf (wakaf fund) hanyalah sebagai
modal awal yang tidak boleh berkurang.
4.2. Landasan Syar’i Akad Wakaf (Aqd
Waqf)
• “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna) sebelumkamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.” (QS. Ali Imron, 3:92)
• Perumpamaan (nafkah) yang dikeluarkan oleh
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir; pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al
Baqarah, 2:261)
4.2. Landasan Syar’i Akad Wakaf (Aqd
Waqf)
• “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah kemudian mereke tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tiada menyakiti
(perasaan penerima), mereka memperoleh pahala
di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati” (QS. Al Baqarah, 2:262)

Anda mungkin juga menyukai