Anda di halaman 1dari 35

Konsep Dasar Transaksi

Muamalah dalam Bank


Syariah
Bag.2
Prinsip Al-Wadiah
(Simpanan)
• Al-Wadiah artinya titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penyimpan menghendakinya.
Dasar Hukum
(Al-Qur’an)
• QS. An-Nisa:58:
sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk
menyampaikan amanat (titipan), kepada yang berhak
menerimanya.

• QS. Al-Baqarah:283:
Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa
kepada Tuhannya.
Dasar Hukum
(Sunnah)
• HR. Abu Dawud dan Tirmidzi (menurut hadis ini Hasan
sedang Imam Hakim mengkategorikannya Sahih):
Berkatalah Rasulullah SAW, sampaikanlah (tunaikanlah)
amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan
membalas kepada khianat kepada orang yang telah
mengkhianatimu.

• HR. Thabrani:
Dari Ibnu Umar berkata, bahwasannya Rasulullah SAW telah
bersabda “tiada kesempurnaan iman bagi orang yang tidak
beramanah, tiada Salat bagi yang tak bersuci”.
Dasar Hukum
(Ijma’)
• Para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah berijma’ (consensus) akan
legitimasi Al-Wadiah, karena kebutuhan manusia terhadapnya hal ini jelas
terlihat seperti yang dikutip oleh Dr. Azzuhaily dalam Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu dari Mughni wa Syarh Kabir Li Ibni Qudamah dan Al-Mabsuth Li
Imam Sarakhsy.
• Penjelasan:
Pada dasarnya penerima simpanan adalah “Yad Al-Amanah” (tangan
amanah) artinya, ia tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan
yang terjadi pada asset titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian
atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
Hal ini telah dikemukakan oleh Rasulullah dalam hadis:
“jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak
menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai (akan
titipan)”.
Dasar Hukum
(Ijma’)
• Tetapi dalam aktivitas perekonomian modern ini si
penerima simpanan tidak lagi meng-idle-kan asset tersebut
tetapi mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian
tertentu.
• Untuk itu ia harus meminta izin dari pemberi titipan untuk
kemudian mempergunakan hartanya tersebut dengan
catatan ia menjamin untuk mengembalikan asset tersebut
secara utuh manakala si pemberi titipan menghendakinya.
• Dengan demikian ia tidak lagi Yad Al-Amanah tetapi Yad Ad-
Dhamanah (tangan penanggung) yang bertanggungjawab
atas segala kehilangan/kerusakan yang terjadi pada barang
tersebut.
Dasar Hukum
(Ijma’)
• Mengacu pada pengertian Yad Ad-Dhamanah, bank
sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan
prinsip Al-Wadiah untuk tujuan current account
(Giro), saving account (Tabungan berjangka).
• Sebagai konsekuensi dari Yad Ad-Dhamanah, semua
keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan
tersebut adalah milik bank (demikian pula
penanggung kerugian) sebagai imbalan si penyimpan
mendapat jaminan keamanan akan hartanya,
demikian juga fasilitas-fasilitas giro lainnya.
Dasar Hukum
(Ijma’)
• Sungguhpun demikian bank sebagai penerima titipansekaligus juga pihak
yang telah memanfaatkan dana tersebut tidak dilarang untuk memberikan
semacam incentive berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan
sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau
persentase secara advance tetapi betul-betul kebijaksanaan dewan direksi.
• Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW (HR. Muslim):
Diriwayatkan dari Abu Rafie “bahwa Rasulullah SAW pernah meminta
seseorang untuk meminjamkannya seekor unta, maka diberiknya unta,
qurban, setelah selang beberapa waktu, Rasulullah memerintahkan Abu
Rafie mengembalikan unta tersebut kepada si empunya, tetapi Abu Rafie
kembali berbalik ke Rasulullah SAW seraya berkata: Ya Rasulullah unta yang
sepadan tidak kami temukan yang ada hanya unta yang lebih besar dan
berumur empat tahun. Rasulullah SAW membalas: berikanlah itu karena
sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar”.
Dasar Hukum
(Ijma’)
• Dari hadis-hadis diatas bonus sama sekali berbeda dengan bunga (interest)
dalam prinsip dan sumber pengambilan, sungguhpun dalam praktek, nilai
nominalnya mungkin akan lebih kecil, sama atau lebih besar dari nilai suku
bunga.
• Dalam dunia perbankan modern yang penuh dengan kompetisi insentif
semacam ini dijadikan sebagai banking policy, dalam upaya untuk merangsang
semangat menabung masyarakat, sekaligus sebagai indikator kesehatan bank
terkait, karena semakin besar prosentase keuntungan yang diberikan ke si
penabung dalam bentuk bonus semakin efisien pula pemanfaatan dan
tersebut dalam investasi yang produktif dan menguntungkan.
• Dewasa ini banyak bank-bank Syariah di luar negeri telah berhasil
mengombinasikan prinsip Al-Wadiah dengan prinsip Al-Mudharabah.
• Kombinasi ini berarti besarnya bonus ditentukan oleh dewan direksi dalam
prosentasi dari keuntungan yang dihasilkan oleh dana Al-Wadiah tersebut
dalam suatu periode tertentu.
Prinsip Syarikah/ Musyarakah
(Prinsip Bagi Hasil)
• Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua
pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana
masing-masing pihak berhak atas segala
keuntungan dan bertanggung jawab akan segala
kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya
masing-masing.
Dasar Hukum
(Al-Qur’an)
• QS. An-Nisa:12
Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka
mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.
• QS. Ash-Shad:24
Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim
kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang shaleh, yang demikian itu
sangat sedikit.
Dasar Hukum
(Hadis)
• HR. Abu Daud:
Dari hadis Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW bersabda “Allah SWT telah berkata kepada
saya; menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah
satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain, seandainya
berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut”.
• HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakim:
Rahmat Allah SWT tercurahkan atas dua pihak yang sedang
berkongsi selama mereka tidak melakukan pengkhianatan,
manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan
keberkatanpun akan sirna dari padanya.
Dasar Hukum
(Ijma’)
• Muslimin telah berkonsensus akan legitimasi syarikah secara global,
walaupun perbedaan pendapat terdapat dalam beberapa elemen dari
padanya.
• Jenis-jenis:
1. Syarikah Amlak
a. Amlak Jabr
b. Amlak Ikhtiar
2. Syarikah Uqud
c. Inan
d. Mufawadhah
e. Wujuh
f. Abdan
g. Mudharabah
Syarikah Amlak
• Berarti eksistensi suatu perkongsian tidak perlu
kepada suatu kontrak membentuknya tetapi terjadi
dengan sendirinya.
Syarikah Amlak
(Amlak Jabr)
• Terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan
paksa.
• Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk
membentuknya.
• Paksa tidak ada alternative untuk menolaknya. Hal
ini terjadi dalam proses waris mewaris, manakala
dua saudara atau lebih menerima warisan dari
orang tua mereka.
Syarikah Amlak
(Amlak Ikhtiar)
• Terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi
bebas.
• Yaitu adanya pilihan/option untuk menolak contoh dari
jenis perkongsian ini dapat dilihat apabila 2 orang atau
lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak
ketiga.
• Penjelasan:
Kedua bentuk syarikah diatas mempunyai karakter yang
agak berbeda dari syarikat-syarikat lainnya karena dalam
kedua syarikat ini masing-masing anggota tidak mempunyai
(hak untuk mewakilkan dan mewakili) terhadap partnernya.
Syarikah Uqud
• Berarti perkongsian yang terbentuk karena suatu
kontrak.
Syarikah Uqud
(Inan)
• Syarikah Inan atau limited company mempunyai karakter sebagai berikut:
a. Besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus identic.
b. Masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam
pengelolaan usaha, tetapi ia juga dapat menggugurkan hak tersebut dari
dirinya.
c. Pembagian keuntungan dapat didasarkan atas prosentase modal masing-
masing, tetapi dapat pula atas dasar negosiasi. Hal ini diperkenankan karena
adanya kemungkinan tambahan kerja, atau penanggung resiko dari salah
satu pihak.
d. Kerugian keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal
masing-masing.

Item c & d dalam penjelasan tertuang dalam suatu kaidah fiqiah: “keuntungan
dibagikan sesuai ditanggung sampai batas modal masing-masing”.
Penjelasan
• Syarikah Inan merupakan bentuk perkongsian yang paling banyak diterapkan dalam
dunia bisnis. Hal ini dikarenakan keluasan ruang lingkupnya dan kefleksibelan syarat-
syaratnya.
• Contoh:
a. Perseroan Terbatas (PT) atau Limited Company, dimana bank, koperasi, leasing
merupakan bentuk-bentuk dari padanya.
b. Usaha-usaha patungan/joint venture
c. Penyertaan saham atau modal/equity participation
d. Pembiayaan proyek khusus/special investment, hal ini bias dilakukan antara lembaga
keuangan dengan nasabah.
e. Pembiayaan proyek atau usaha secara kredit, dimana pihak-pihak terkait secara
berangsur mengembalikan kredit tersebut dan sebagai konsekuensinya bank mundur
secara teratur. Usaha ini dinamakan descreasing participation atau musyarakah
mutanaqisah.
f. Pengeluaran letter of credit (L/C), hal ini mungkin terjadi seandainya bank
mengikutsertakan dana nasabah dalam pembiayaan awalnya.
Syarikah Uqud
(Mufawadhah)
• Berbeda dari syarikah inan, syarikah mufawadhah
mengharuskan:
a. Keidentikkan penyertaan modal dari setiap
anggota.
b. Setiap anggota menjadi wakil dan kafil
(guarantor) bagi partner lainnya. Untuk itu
keaktifan semua anggota dalam pengelolaan
usaha menjadi suatu keharusan.
c. Pembagian keuntungan dan kerugian didasarkan
atas besarnya modal masing-masing.
Penjelasan
• Melihat ketatnya syarat-syarat bentuk syarikah ini,
Mufawadhah hanya dapat diterapkan dalam
keenam produk usaha diatas jikalau semua pihak
aktif langsung dalam pengelolaan dan menyertakan
dana ratio yang sama.
Syarikah Uqud
(Wujuh)
• Syarikah Wujuh dinamakan demikian karena dalam
Syarikah ini para anggota hanya mengandalkan
Wujuh (wibawa dan nama baik) mereka dan unsur
modal/dana sama sekali absen dari padanya.
• Pembagian untung rugi dilakukan secara negosiasi
diantara para anggota.
Penjelasan
• Sesuai dengan pengertian diatas Syarikah Wujuh
dapat diterapkan dalam:
a. Suatu kelompok nasabah yang terbentuk dalam
satu perkongsian dan mendapat kepercayaan dari
bank untuk suatu proyek tertentuk. Dalam kredit
ini pihak debitur tidak menyediakan kolateral
apapun apapun kecuali wibawa dan nama baik.
b. Suatu perkongsian diantara diantara para
pedagang yang membeli secara kredit dan
menjual dengan tunai.
Syarikah Uqud
(Abdan)
• Yaitu Syarikah sekerja dimana dua orang atau lebih
yang sama atau berdekatan bentuk kerjanya
menerima pesanan dari pihak ketiga dan membagi
keuntungan melalui negosiasi bersama.
• Contoh perkongsian ini:
a. Beberapa penjahit yang membuka toko jahit
mengerjakan pesanan secara bersama.
b. Perkongsian antara insinyur listrik, tukang kayu,
penata taman, tukang bangunan dalam suatu
kontrak pembangunan rumah.
Syarikah Uqud
(Mudharabah)
• Adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana,
dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab
atas pengelolaan usaha.
• Keuntungan dibagikan sesuai dengan ratio laba
yang telah disepakati bersama secara advance,
manakala rugi shahib al-mal akan kehilangan
sebagian imbalan dari kerja keras dan keterampilan
manajerial selama proyek berlangsung.
Syarat-syarat Mudharabah
• Modal
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlah seandainya modal
berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga
semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada Mudharib, untuk memungkinkannya
melakukan usaha.
• Keuntungan
a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari
keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti.
b. Kesepakatan ratio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan
dituangkan dalam kontrak.
c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah Mudharib
mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada Rab al’mal.
Penjelasan
• Mengacu kepada syarat terakhir dalam keuntungan, dana mudharabah pada
hakikat pelaksanaannya hampir menyerupai dana kredit dari pihak pemberi
dari (finacer).
• Mudharib pada hakikatnya memegang 4 (empat) jabatan fungsionaris.
1. Mudharib adalah yang melakukan dharb, perjalanan dan pengelolaan usaha,
dan dharb ini merupakan saham penyertaan dari padanya.
2. Wakil: manakala berusaha atas nama perkongsian yang dibiayai oleh shahib
al-mal. Hal ini akan tampak jelas sekali terutama dalam mudharabah al-
munaqayyadah (Mudharabah terbatas).
3. Syarik: partner penyerta, karena dia berhak untuk menyertai shahib al-mal
dalam keuntungan usaha.
4. Pemegang amanat: dana mudharabah dari shahib al-mal, dimana ia dituntut
untuk menjaganya dan mengusahakannya dalam investasi sesuai ketentuan-
ketentuan yang telah disepakati bersama, termasuk mengembalikannya
manakala usaha sudah usai.
Implementasi
• Bank syariah dapat mempergunakan dana pihak
ketiga (giro, tabungan dan deposito) atas dasar
prinsip mudharabah baik untuk dalam bentuk
equity (dengan anak perusahaannya) maupun
dalam bentuk pembiayaan proyek.
Tujuan pembiayaan:
• Pembiayaan mudharabah dapat dipergunakan oleh
bank untuk hal-hal yang sangat beragam seperti:
a. Investasi dalam suatu proyek yang sepenuhnya
dimiliki oleh suatu badan usaha tertentu.
b. Membiayai nasabah yang telah diketahui
kredibilitas dan bonafiditasnya serta diharapkan
usaha yang dikelolanya cukup feasible dan
profitable.
Aspek teknis
1. Pembiayaan Badan Usaha
2. Pembiayaan Proyek/Kontrak
3. Syarat-syarat permohonan Pembiayaan
4. Margin Pembiayaan
5. Agunan
Prinsip Pengembalian keuntungan
(Tijarah)
• Yaitu proses pemindahan hak milik barang atau
asset dengan mempergunakan uang sebagai
medium.
Dasar hukum
(Al-Qur’an)
1. QS. An-Nisa: 29 ;
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu
makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu”.

2. QS. Al-Baqarah: 275 ;


“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”.
Dasar hukum
(Hadis)
1. HR. Albazzar:
“dari Rafaah bin Rafie r.a bahwa Rasulullah saw pernah
ditanya pekerjaan apakah yang mulia, Rasulullah
menjawab; pekerjaan seseorang dengan tangannya dan
setiap jual beli yang mabrur”.

2. HR. al-Baihaqi
“dari Abu Said al-Hudri bahwa Rasulullah saw bersabda;
sesungghnya jual beli itu dilakukan dengan suka sama suka,
Pedagang yang jujur dan benar berada di Surga bersama
para Nabi, shiddiqin dan syuhada”.
Dasar hukum
(Ijma’)
• Umat Islam telah berkonsensus dalam keabsahan
jual beli, karena manusia sebagai anggota
masyarakat selalu membutuhkan apa yang
dihasilkan dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu
jual beli adalah salah satu jalan untuk
mendapatkannya secara sah. Dengan demikian
maka mudahlah bagi setiap individu untuk
memenuhi kebutuhannya.
Daftar Pustaka
Muhammad. 2014. Sistem & Prosedur Operasional
Bank Syariah. UII Press: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai