Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Skabies atau scabies adalah penyakit kulit menular yang bersifat zoonosis dan disebabkan
oleh sarcoptes scabiei. Penyakit ini telah dikanl sejka lama yaitu ketka Bonomo dan Cestoni
mampu mengilustrasikan sebu tungau sebagai penyebab Skabies pada tahun 1689. Literatur lain
menyebutkan bahwa Skabieps diteliti pertama kali oleh Aristotle dan Cicero sekita 3000 tahun
yang lalu dan menyebutnya sebagai lice in the flash.
Sebanyak 300 juta orang pertahun didunia dilaporkan terserang Skabies. Epedemi
berlangsung dalam siklus 30tahunan dengan selang 15 tahun antara suatu akhir epidemi dan
timbulnya yang baru dan biasanya rangsung selama 15 tahun juga. Penyakit ini tesebar luas
diseuruh dunia terutama didaerah-daerah yang erat kaitannya dengan lahan kritis, kemiskinan,
rendhnya sanitasi dan status gizi, baik pada hewan maupun manusia. Skabies dapat dimasukan
dalam PHS (penyakit akibat hubungan seksual). Kenaikan insiden Skabies sejka tahun 1960an
sedikit banyak sejalan dengan gonore dan lebih banyak pada pria seperti PHS lainnya serta usia
20-30 tahun.
Di Indonesia, kasus Skabies cukup tinggi ketika zaman penjajahan Jepang berlangsung.
Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian, dan sarana pembersih tubuh pada saat itu,
sehingga kasus skabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa. Sebanyak 915 dari 1008
(90.8%) orang terserang skabies di desa Sudimoro kecamatan Kuren, Malang dilaporkan oleh
Poeranto tahun 1997. Perbandingan pederita laki-laki dan peremepuan adalah 83,7% berbanding
18,3%. Data penderita Skabies yang terhimpun dari klinik penyakit Kulit dan Kelamin, RS PMI
Bogor dari tahun 2000-2004, masing-masing 16 pasien (2000); 18 pasien 2001, 7 pasien 2002, 8
pasien 2003, dan 5 pasien 2004. Data-data diatas menunjukan bahwa pderita skabies di indonesia
masih cukup tinggi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mempelajari, memahami dan
mendiskusikan mengenai LBM III yang bertema Gatal Dimalam Hari, sehingga kita dapat
mengetahui beberapa diagnosis banding terhadap pasien dengan keluhan gatal dimalam hari,
menentukan diagnosisnya berdasarkan temuan klinis dan hasil pemeriksaan sehingga akan
mengarah pada suatu diagnosis definitif dan melakukan terapi yang tepat terhadap pasien.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario

LBM I I I : GATAL DI MALAM HARI
Anak W, 5 tahun, laki-laki, dibawa ibunya ke puskesmas untuk memeriksakan diri.
Menurut ibunya, pasien mengalami gatal dan muncul bercak kemerahan disela jari
tangan, ketiak dan pantat. Keluhan dirasakan sejak 1bulan lalu, bercak awalnya timbul
disela jari tangan kemudian meluas ke tempat yang lain. Keluhan gatal dirasakan semakin
hebat pada malam hari, dan sering menyebabkan pasien terbangun. Pasien tinggal
bersama kedua orang tuanya serta 5 orang saudaranya, diperkampungan padat penduduk.
Diketahui kedua orang tua dan 2 orang kakaknya, serta beberapa orang tetangga juga
mengalami keluhan yang sama.
Menurut orang tua pasien, sejak 2 hari terakhir pasien juga mengalami demam
disertai keluar nanah dari sela jari dan rasa nyeri pada ketiak. Keluhan lain tidak
ditemukan.
Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, tanda vital T: 120/80 mmHg, N:
110x/menit, RR: 22x/menit, temp axilla: 38
o
C, terdapat pembesaran lymphonodulli
region axilla dextra et sinistra, efloresensi diregio palmar manus, axilla dan glutea tampak
lesi pacth dan papul eritematus, batas tegas, ukuran milier, susunan anuler, distribusi
diskrit dan multiple diatas kulit yang eritematus dan oedem, dibeberapa tempat terdapat
pus, krusta kehitaman dan ekskoriasi.


2.2 Terminologi
a. Ukuran Milier : Ukuran lesi sebesar kepala jarum pentul
b. Susunan Anuler : Susuna seperti lingkaran atau berbentuk cincin
c. Distribusi Diskrit : Lesi tampak tersebar satu- satu/ terpisah dari yang lain
d. Ekskoriasi : kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga kulit
tampak merah disertai bintik-bintik perdarahan.

3

2.3 Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : An. W
Usia : 5 Tahun
Alamat : -
Pekerjaan: -
Agama : -
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan Utama : gatal dan muncul bercak kemerahan
Onset : 1 Bulan
Lokasi : pada sela jari tangan, ketiak dan pantat.
Kronologi : bercak awalnya timbul disela jari tangan kemudian
meluas ke tempat yang lain.
Keluhan Penyerta : Keluhan gatal dirasakan semakin hebat pada
malam hari, dan sering menyebabkan pasien terbangun. Sejak 2 hari terakhir
pasien juga mengalami demam disertai keluar nanah dari sela jari dan rasa
nyeri pada ketiak.
3. Riwayat Penyakit Keluarga : 2 orang tua dan 2 kakak mengalami hal serupa
4. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tinggal diperkampungan padat penduduk
dan diketahui beberapa tetangga mengalami hal serupa
5. Pemeriksaan Fisik :
a. Vital Sign : TD :120/80 mmHg
HR : 110x/menit
RR: 22x/menit
T : 38
o
C
b. Pemeriksaan Palpasi : Pembesaran lymphonodulli region axilla dextra et
sinistra
6. Status Dermatologis : Lokasi efloresensi diregio palmar manus, axilla
dan glutea. lesi pacth (+) papul eritematus (+) : batas tegas, ukuran milier, susunan
anuler, distribusi diskrit dan multiple diatas kulit yang eritematus dan oedem,
dibeberapa tempat terdapat pus (+) , krusta kehitaman(+) dan eksoriasi(+).

2.4 Permasalahan
1. Apa yang menyebabkan timbulnya bercak kemerahan serta gatal yang semakin
memberat pada malam hari ?
2. Hubungan keluhan utama dengan peningkatan dan pembesaran lymphonoduli?
3. Hubungan keluhan dengan riwayat keluhan yang sama dengan keluarga maupun
tetangga sekitar?
4. Deferential diagnosis ?

4

2.5 Pembahasan Permasalahan
2.5.1 Timbulnya bercak kemerahan serta gatal semakin memberat pada malam
hari
Bercak merah bisa berasal dari vasodilatasi pembuluh kapiler, sehingga terdapat
warna merah pada permukaan kulit. Penyebabnya bias dikarenakan adanya proses
inflamasi dalam tubuh. Dimana terdapat antigen yang masuk kemudian sistem
imun tubuh melawan dengan mengeluarkan mediator-mediator inflamasi dalam
proses inflamasi, dan salah satu tanda dari proses inflamasi itu adalah vasodilatasi
pembuluh kapiler. Rasa gatal pada malam hari dapat dicurigai sebagai adanya
tungau. Semakin memberat pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2.5.2 Hubungan keluhan utama dengan peningkatan temperature tubuh dan
pembesaran lymphonoduli
Peningkatan temperature tubuh dan pembesaran lymphonoduli merupakan suatu
pertanda bahwa terdapat reaksi pertahanan tubuh terhadap antigen yang masuk
kedalam tubuh. Ketika agen infeksius tersebut masuk pada sebuah bagian tubuh
maka kelenjar limfe yang berada disekitar lokasi tersebut akan mengadakan
respon tubuh untuk melawan agen tersebut sehingga terjadilah pembesaran
kelenjar limfe.

2.5.3 Hubungan keluhan dengan riwayat keluhan yang sama dengan keluarga
maupun tetangga sekitar
Hal ini dapat dicurigai sebagai sebuah infeksi yang dapat menular pada satu
individu dengan individu lain secara kontak langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan keluhan gatal yang semakin memberat dimalam hari, dapat diduga
pula riwayat penyakit serupa ini merupakan salah satu dari empat tanda cardinal
pada infeksi tungau yaitu penyakit ini menyerang secara berkelompok misalnya
pada sebuah keluarga maupun perkampungan padat penduduk.



5

2.5.4 Deferential Diagnosis

2.5.4.1 Skabies
a. Definisi
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal
agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil produknya (Handoko dkk, 2005).
b. Epidemiologi
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah
endemic skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika
Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia
Tenggara.
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit
tungau scabies (Chosidow , 2006). Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi
skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis
kelamin, ras, dan umur. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi
hidup di daerah yang padat.

c. Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia
obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili
Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang
torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar kaki (Burns,
2004).
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm.
Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau
melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis (Mitolin et al,
2008). Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan
dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu
6

dan ditandai dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung
terdapat bulu dan dentikel (Burns, 2004).

Gambar 1. Sarcoptes scabiei
Tungau skabies memiliki empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua
pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di
bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan
rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga
dan peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki keempat (Burns, 2004). Siklus hidup
tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit,
tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang
dihasilkankan oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu
tungau betina tidak meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan
muncul dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya.
Larva kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka
berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina
dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8 12 hari (Brook, 1995).

7


Gambar 2. Siklus hidup sarcoptes scabiei
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya
dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu
individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies
dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus
immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko
tinggi untuk menderita Norwegian scabies
d. Patogenesis
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kutu
sarcoptes scabei. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial
ekonomi yang rendah, higiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter,
perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Penyakit scabies
dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling
sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat
tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan
seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa
scabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat
utama.
8

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk
betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara
8 12 hari (Handoko, R, 2001).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah
menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah
meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. (Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 14
hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit
pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan
dapat terserang. (Andrianto dan Tang Eng Tie, 1989).
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal
yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan
gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.(Handoko, R, 2001). Reaksi alergi
yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang penting dalam
perkembangan lesi dan terhadap tim bulnya gatal. Sarcoptes scabiei melepaskan substansi
9

sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel langerhans ketika
melakukan penetrasi ke dalam kulit. (Hickz and Elston, 2009).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas
tipe IV dan tipe I (Burns, 2004). Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan
Imunoglobulin-E pada sel mast yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi
sel-sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi
hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi
tungau dan akan memproduksi papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari
perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T yang banyak pada infiltrat kutaneus.
Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan
lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya.
Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga
terjadinya infeksi sekunder (Harahab, 2000).
Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung.
Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini
sering menular ke seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak langsung dapat
melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula
ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit, namun skabies
bukan manifestasi utama dari penyakit menular seksual (Walton and Currie, 2007).
e. Manifestasi Klinis
Gatal-gatal dan kemerahan dapat terjadi 6-8 minggu setelah kutu menginfeksi.
Lesi yg timbul dapat berupa nodul atau papula yg merah, bersisik, timbul krusta
(ekskoriasi) pada sela-sela jari, pinggir jari, pergelangan tangan dan pinggir telapak
tangan, siku, ketiak, skrotum, penis, labia dan areola pada wanita. Erupsi eritema difus
pada tubuh dapat terjadi akibat reaksi hipersensitivitas terhadap antigen kutu.
10


Penyakit skabies memiliki 4 gejala klinis utama (cardinal sign), yaitu:
1. Pruritus nokturna, Artinya rasa gatal di malam hari, yang disebabkan aktivitas
tungau yang lebih tinggi dalam suhu lembab. Rasa gatal dan kemerahan diperkirakan
timbul akibat sensitisasi oleh tungau.
2. Penyakit ini dapat menyerang manusia secara kelompok. Mereka yang tinggal di
asrama, barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar
terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular melalui pemakaian handuk,
baju maupun seprai secara bersama-sama. Skabies mudah menyerang daerah yang
tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya rendah.
3. Adanya lesi kulit yg khas. Berupa papula, vesikel pada kulit atau terowongan-
terowongan di bawah lapisan kulit (kanalikuli) yang berbentuk lurus atau berkelok-
kelok berukuran 1-10 mm. Jika terjadi infeksi skunder oleh bakteri, maka akan timbul
gambaran pustul (bisul kecil). Kanalikuli ini berada pada daerah lipatan kulit yang
tipis, seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar kemaluan, wajah dan kulit kepala
(pada anak), siku bagian luar, kulit sekitar payudara, bokong dan perut bagian bawah.
Gejala yang ditunjukan adalah waena merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit
yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan
muncul gelembung berair pada kulit. Pada crusted scabies terdapat lesi berupa plak
hiperkeratotik tersebar di telapak tangan dan kaki disertai penebalan dan distrofi kuku
jari tangan dan kaki. Pruritus (gatal) bervariasi bahkan hilang sama sekali pada
keadapenan
4. Pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopis positif adanya kutu, telur atau
skibala (butiran feses).
11

f. Klasifikasi
Bentuk-bentuk skabies antara lain (Stephen et al, 2011):
1. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah
yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Namun
bentuk ini seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit
mendapatkan terowongan tungau.

2. Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan
berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup
terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar
ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan
walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.

3. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala
dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Sehingga
penderita dapat memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. Akan tetapi dengan
penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah
penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk.
Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.

4. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing
dan gembala. Lesi tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus tetapi pada
daerah yang sering berkontak dengan hewan peliharaan tersebut, seperti dada,
perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri bila
menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena varietas hewan
tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
12

5. Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)
Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada
dalam jumlah yang banyak dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang
di kulit, sehingga dapat menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan.
Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang
hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini.
Plak hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan
distrofi kuku jari kaki dan tangan. Lesi tersebut menyebar secara generalisata
seperti daerah leher dan kulit kepala, telinga, bokong, siku, dan lutut. Kulit yang
lain biasanya terlihat xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak
ditemukan pada bentuk penyakit ini (Amirudin, 2003).
Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi
imunologik misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia
type 1, pasien yang menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan
neurologik dan retardasi mental.

6. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan
kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Lesi skabies pada anak
dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan,
telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga
terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah. Nodul pruritis
erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral badan pada
anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi
infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak
tangan dan jari.




13

g. Diagnosis
Menurut Handoko, 2007, diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya dua dari
empat tanda kardinal skabies yaitu:
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.
3. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-
abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata panjang 1cm, dan pada ujung terowongan
itu ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat- tempat dengan
stratum korneum yang tipis seperti jari- jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
umbilikus, genetalia pria dan perut bagian bawah.
4. Menemukan tungau. Untuk menemukan tungau atau terowongan, dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain:
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10%
lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk
mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas
objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya
kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai
parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.
c. Epidermal shave biopsy
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan
pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian
diperiksa dibawah mikroskop.
14

d. Burrow ink test
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan
tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30
menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan
kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta
didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli
yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.
e. Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat.
Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop.
f. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E
g. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin
tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.

Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit
merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan
berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
15

2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral
agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam
keadaan hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena
sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada
setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.


h. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan
udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain
pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).
i. Diagnosis Banding

Skabies merupakan the great immitator, karena menyerupai banyak penyakit kulit
dengan keluhan gatal. Diagnosa bandingnya adalah prurigo, pedikulosis korporis,
dermatitis dan lain-lain. Setiap dermatitis yang mengena daerah aerola, selain penyakit
paget, harus dicurigai pula bahwa adanya skabies. Skabies krustosa dapat menyerupai
dermatitis hiperkeratosis, psoriasis, dan dermatitis kontak.

.
16

j. Penatalaksaan
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien, biaya
pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala, dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal,
genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan
scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien
harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam
dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan,
pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian
akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan.
Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan
untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian
terapi skabisid yang lengkap.
Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies :
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam hari
sebelum tidur.
3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila perlu
direndam dengan air panas.
5. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu walaupun rasa gatal
yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
17

6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut
menjaga kebersihan.

Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya,
mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan terjangkau
biayanya. Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topical maupun oral.

a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini
memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini
merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap
mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam
penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di
kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat,
sebum, dan juga melalui urin.
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam
dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian
kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur
kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan
dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa:
rasa terbakar, perih, dan gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang
sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.

b. Presipitat Sulfur 2-10%
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M (Hizks,
2009). Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep
konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan
salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan
18

satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal. Bila kontak dengan
jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid
(CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman bila
digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi
2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian
dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.

c. Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa
muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bias diterima. Efek
samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil, menyusui bayi, dan anak-anak kurang dari 2
tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di
negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate
digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.

d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke
mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh
tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.
Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Lindane
tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian
secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24
jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat
diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang
19

menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian
menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain
1%. Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan
kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala,
mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak
mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan
lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pancytopenia.

e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion.
Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila
diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti
pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas
yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai
efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.

f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun tidak
mempunyai aktifitas sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit.
Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia
digunakan untuk pengobatan penyakit filarial terutama oncocerciasis. Diberikan secara
oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada
umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin
topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek samping yang sering adalah kontak
dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.
20


g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.

h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air digunakan
selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian. Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.

Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun scabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan
dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung,
mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan
sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika
dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum
terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.

Penatalaksanaan skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi
hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa
minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid intralesi
atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari.

Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.

Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang
secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis
21

yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan
aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,
dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .


Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat
gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan.
Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa
antibiotic topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.
Crotamiton antipruritic topikal sering membantu pada kulit yang gatal.
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang berkelanjutan
selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon tubuh dari
kekebalan terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin
karena diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau
22

skabies tetap ditemukan pada pasien. Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak
diobati.

k. Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau beberapabulan, dapat
timbul dermatitits akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis,
limfangitis, folikulitis, dan furenkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang
diserang skabies dapat mengakibatkn komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.
Dermatitis iritan dapat timbul karena menggunakan preparat anti skabies yang berlebihan,
baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan
konsentrasi 15% dapat menyebabkan Dermatitis bila digunakan terus menerus selama
beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila
digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari, terutama disekitar genitalia pria. Gama
Benzena heksaklorida sudah diketahui menyebabbkan dermatitis iritan bila digunakan
secara berlebihan.

l. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakeaan obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi ( antara lain higene), maka penyakit
ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.







23

2.5.4.2 Prurigo
Definisi
Prurigo ialah erupsi papular kronik dan
rekurens. Terdapat berbagai macam prurigo,
yang sering terlihat adalah prurigo hebra, disusul
oleh prurigo nodularis.
Klasifikasi
Klasifikasi yang dikemukakan oleh KOCSARD
membagi prurigo menjadi 2 kelompok :
I. Prurigo simpleks
II. Dermatosis pruriginosa
Selain itu masih ada prurigo lain yang sebenarnya tergolong salah satu bentuk
neurodermatitis,yaitu prurigo nodularis.
I. PRURIGO SIMPLEKS
Prurigo papul ditemukan pada berbagai tingkat usia dan paling sering pada
orang dengan usia pertengahan. Tempat yang sering terkena ialah badan dan
bagian ekstensor ekstremitas.Muka dan bagian kepala yang berambut juga dapat
terkena tersendiri atau bersama-sama dengan tempat lainnya. Lesi biasanya
muncul dalam kelompok-kelompok sehingga papul-papul,vesikel-vesikel dan
jaringan-jaringan parut sebagai tingkat perkembangan terakhir dapat terlihat pada
saat yang bersamaan.
Beberapa variasi prurigo pernah dilaporkan.Prurigo melanotik Pierini dan
Borda terjadi pada wanita usia pertengahan,berupa pruritus bersamaan dengan
sirosis biliaris primer.Lesi berupa hiperpigmentasi retikular,sangat gatal,terutama
mengenai badan.
Pengobatannya simtomatik,diberikan obat untuk mengurangi gatal baik
sistemik maupun topikal.

24

II. DERMATOSIS PRURIGINOSA
Pada kelompok penyakit ini prurigo papul terdapat bersama-sama dengan
urtika,infeksi piogenik,tanda-tanda bekas garukan,likenifikasi dan
eksematisasi.Termasuk dalam kelompok penyakit ini antara lain ialah :
strofulus,prurigo kronik multiformis Lutz dan prurigo Hebra.
a) Strofulus
Penyakit ini juga dikenal sebagai urtikaria papular,liken urtikatus dan
strofulus pruriginosis.Sering dijumpai pada bayi dan anak-anak.Papul-papul kecil
yang gatal tersebar di lengan dan tungkai,terutama menganai bagian
ekstensor.Lesi mula-mula berupa urticated papules yang kecil.Akibat garukan
menjadi ekskoriasi dan mengalami infeksi sekunder atau likenifikasi.
Lesi-lesi muncul kembali dalam kelompok,biasanya pada malam hari.Tetapi
lesi dapat bertahan sampai 12 hari.Semua tingkatan perkembangan dan regresi
papul-papul dapat dilihat pada saat yang bersamaan.Serangan dapat berlangsung
bulanan sampai tahunan.Biasanya tidak disertai pembesaran KGB maupun gejala
konstitusi.
Urtikaria papular merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap gigitan fleas
(kutu berkaki 6 dapat melompat), gnats (agas,sejenis nyamuk yang kecil
hitam),nyamuk,kutu,dan yang tersering ialah kepinding.
Pengobatan mencakup pemberantasan serangga,terutama fleas (cat & dog
fleas dan kuman fleas) serta kutu busuk.Tempat-tempat tidur binatang
peliharaan,lemari,sela-sela rumah,permadani dan perkakas rumah tangga
disemprot dengan insektisida.Secara topikal penderita diberi losio
antipruritus.Krim kortikosteroid juga dapat dipakai.Antihistamin peroral dapat
menghilangkan rasa gatal.
b) Prurigo kronik multiformis Lutz
Kelainan kulitnya berupa papul prurigo disertai likenifikasi dan
eksematisasi.Penderita juga mengalami pembesaran KGB.Pengobatan bersifat
simtomatik.
25

c) Prurigo Hebra
Prurigo Hebra adalah penyakit kulit kronik dimulai sejak bayi atau
anak.Kelainan kulit terdiri atas papul-papul miliar berbentuk kubah yang sangat
gatal dan lebih mudah diraba daripada dilihat.Tempat terutama di daereah
ekstremitas bagian ekstensor.
Epidemiologi
Sering terdapat pada keadaan sosio-ekonomi dan higiene yang
rendah.Umumnya terdapat pada anak.Penderita wanita lebih banyak daripada
laki-laki.
Etiologi dan Patogenesis
Penyebabnya yang pasti belum diketahui.Umumnya ada saudara yang juga
menderita penyakit ini,karena itu ada yang menganggap penyakit ini herediter.
Sebagian ahli berpendapat bahwa kulit penderita peka terhadap gigitan
serangga,misalnya nyamuk.Mungkin antigen atau toksin yang ada dalam ludah
serangga menyebabkan alergi.Disamping itu juga terdapat beberapa faktor yang
berperan,antara lain : suhu,investasi parasit (misalnya Ascaris dan Oxyuris).Juga
infeksi fokal misalnya tonsil atau saluran cerna,endokrin,alergi makanan.Pendapat
lain mengatakan penyakit ini didasari faktor atopi.
Gejala Klinis
Sering dimulai pada anak berusia diatas 1 tahun.Kelainan yang khas adalah
adanya papul-papul miliar tidak berwarna,berbentuk kubah,lebih mudah diraba
daripada dilihat.Garukan menimbulkan erosi,ekskoriasi,krusta,hiperpigmentasi
dan likenifikasi.Jika telah kronik,tampak kulit yang sakit lebih gelap kecoklatan
dan berlikenifikasi.
Tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan simetris,dapat meluas
ke bokong dan perut,muka dapat pula terkena.Biasanya bagian distal lengan dan
tungkai lebih parah daripada bagian proksimal.Tungkai lebih parah daripada
lengan.
26

KGB regional biasanya membesar,tidak nyeri,tidak bersupurasi,pada
perabaan teraba lebih lunak.Pembesaran tersebut disebut bubo prurigo.
Bila penyakitnya ringan disebut prurigo mitis,hanya terbatas di ekstremitas
bagian ekstensor dan sembuh sebelum akil balik.Jika penyakit lebih berat disebut
prurigo feroks (agria),lokasi lesi lebih luas dan berlanjut hingga dewasa.
Histopatologi
Gambaran histopatologi tidak khas,sering ditemukan
akantosis,hiperkeratosis,edema pada epidermis bagian bawah,dan dermis bagian
atas.Pada papul yang masih baru terdapat pelebaran pembuluh darah,infiltrasi
ringan sel radang sekitar papul dan dermis bagian atas.Bila telah kronik,infiltrat
kronis ditemukan di sekitar pembuluh darah serta deposit pigmen di bagian basal.
Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding adalah skabies.Pada skabies,gatal terutama pada
malam hari.orang-orang yang berdekatan juga terkena.Kelainan kulit berupa
banyak vesikel dan papul pada lipatan-lipatan kulit.
Pengobatan
Dengan menghindari hal-hal yang berkaitan dengan prurigo,yaitu
menghindari gigitan nyamuk atau serangga,mencari dan mengobati infeksi
fokal,memperbaiki higiene perseorangan maupun lingkungan.Pengobatan berupa
simtomatik yaitu mengurangi gatal dengan pemberian sedativa.Contoh
pengobatan topikal ialah dengan sulfur 5-10% dapat diberi dalam bentuk bedak
kocok atau salap.Untuk mengurangi gatal dapat diberikan mentol 0,25-1% atau
kamper 2-3%.Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik topikal.Kadang
dapat diberi steroid topikal bila kelainan tidak begitu luas.
Prognosis
Sebagian besar akan senbuh spontan pada usia akil balik.


27

PRURIGO NODULARIS
Definisi
Prurigo adalah penyakit kronik,pada orang dewasa,ditandai adanya nodus
kutan yang gatal,terutama terdapat di bagian ekstensor.
Etiologi
Kausanya belum diketahui,tetapi serangan gatal timbul bila mengalami
ketegangan emosional.Penyakit ini dianggap sebagai neurodermatitis
sirkumskripta bentuk nodular atipik.
Gejala Klinis
Merupakan penyakit kulit kronik dan terutama mengenai wanita.Lesi berupa
nodus,dapat tunggal atau multipel,mengenai ekstremitas terutama pada
permukaan anterior paha dan tungkai bawah.Lesi sebesar kacang polong atau
lebih besar,keras dan berwarna merah atau kecoklatan.Bila perkembangannya
sudah lengkap maka lesi akan berubah menjadi verukosa atau mengalami fisurasi.
Pengobatan
Lesi kulit memberi respons cepat terhadap penyuntikan kortikosteroid
intralesi.Biasanya dipakai suspensi triamsinolon asetonid 2,5-12,5 mg per
ml.Dosis 0,5-1 ml per cm2 dengan dosis maksimum 5ml untuk sekali
pengobatan.Pengobatan lain dengan talidomid dosis 2 x 100 mg perhari dan
pengobatan dilanjutkan sampai 3 bulan.
Prognosis
Penyakit bersifat kronis.Setelah sembuh dengan pengobatan,biasanya residif.







28

2.5.4.3 Pedikulosis Korporis
a. Definisi
Infeksi kulit disebabkan oleh pediculus humanus var. corporis

b. Epidemiologi
Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang dengan hygiene
yang buruk, misalnya pengembala, disebabkan mereka jarang mandi atau jarang
mengganti atau mencuci pakaian. Maka penyakit itu sering disebut penyakit
vagabond. Hal ini disebabkan karena kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada serat-
serat kapas disela-sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap
darah. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim
dingin karena orang memakai baju tebal serta jarang dicuci.

c. Cara Penularan
1. Melalui pakaian
2. Pada orang yang dadanya berambut terminal kutu ini dapat melekat pada rambut
tersebut dan dapat ditularkan melalui kontak langsung.

d. Etiologi
Pediculus humanus var corporis mempunyai 2 jenis kelamin yakni jantan dan betina,
yang betina berukuran panjang 1,2 4,2mm dan lebar kira-kira setengah panjangnya,
sedangkan yang jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang
ditemukan pada kepala.

e. Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukkan untuk menghilangkan rasa
gatal. Rasa gatal ini disebabkan oleh pengaruh liur dan ekskreta dari kutu pada saat
menghisap darah.



29

f. Gejala klinik
Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukkan pada badan,
karena gatal baru berkurang dengan garukkan yang lebih itensif. Kadang-kadang
timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.

g. Pembantu Diagnosis
Menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian.

h. Diagnosis Banding
Neurotic excoriation

i. Pengobatan
Pengobatannya ialah dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis keseluruh tubuh
dan didiamkan selama 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Jika masih belum
sembuh diulangi 4 hari kemudian. Obat lain ialah emulsi benzyl benzoate 25% dan
bubuk malathion 2%. Pakaian agar direbus atau disetrika, maksudnya untuk
membunuh telur dan kutu. Jika terdapat infeksi sekunder diobati dengan antibiotic
secara sistemik dan topical.

j. Prognosis
Baik dengan menjaga hygiene.






30

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit menular yang bersifat zoonosis dan disebabkan oleh tungau
Sarcoptes scabiei. Penularan skabies terjadi melalui kontak langsung dan tidak langsung. Akibat
infestasi tungau pada kulit menyebabkan rasa gatal yang hebat sampai timbulnya eritrema,
papula dan vesikula hingga terjadi kerusakan kulit. Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia
terutama pada daerah-daerah yang erat sekali kaitannya dengan lahan kritis, kemiskinan,
rendahnya sanitasi dan status gizi, baik pada hewan maupun manusia .
Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang
manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau. Bentuk kelainan kulit pada
penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel, erosi, ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta
bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi. Pencegahan dapat dilakukan agar tidak terjadi
penyebaran infeksi lebih lanjut. Diagnosa dapat ditegakkan apabila terdapat minimal 2 dari 4
tanda cardinal. Penatalaksanaan scabies dapat dilakukan secara umum maupun khusus. Bila
infeksi sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan munculnya pustul
maupun timbulnya gejala infeksi sistemik Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah
primethrin 5% topikal yang dioleskan di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.











31

DAFTAR PUSTAKA

Aisah S.2007. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Penerbit
Fakultas Kedokteran FKUI.
Anonymous. 2010 Pedikulosis. Available at http://www.scribd.com/doc/49849374/Pedikulosis diakses
pada 20 Desember 2013
Cahyarini. Citra. 2013. Efloresensi. Avaiable at http://www.scribd.com/doc/136447186/Efloresensi-Dr-
Citra diakses pada 19 Desember 2013
Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010 Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Dwi, Suriana. 2011. Referat scabies. Avaiable at http://www.scribd.com/doc/73924069/Referat-Skabies
diakses pada 19 Desember 2013
Nindya, gabriella. 2012. Skabies beserta penatalaksanaannya. Available at
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/5112/3902 diakses pada 19 Desember 2013
Rahayu, anita. 2010 Referat Prurigo. Available at http://www.scribd.com/doc/67581369/61776580-
Referat-Prurigo diakses pada 20 Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai