I. Skenario
Joni, laki-laki berusia 26 tahun, datang ke Puskesma Baloi dengan keluhan
adanya papul merah disertai gatal disela jari tangan dan kaki, yang muncul 14
hari yang lalu. Gatal dirasakan terutama malam hari. Gatal dan papul merah
ini juga diderita oleh ibu si Joni. Sudah 3 bulan Joni menderita berak-berak
encer. Kadang demam tapi hanya beberapa jam. Penderita mengeluh sering
batuk berlendir, batuk berdarah dan disertai sesak napas. la mengatakan ada
beberapa luka dialat kelamin yang berulang, nyeri dan tidak gatal. Biasanya
dimulai sebagai bentul berair, yang dengan cepat pecah dan membentuk luka.
Joni seorang lajang yang sebelumnya sehat walafiat, sejak 4 bulaan lalu
datang ke Batam dan tinggal di rumah susun perusahaan bersama-sama
dengan kawan-kawannya sesama buruh kontrak satu pabrik perakitan
elektronik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak putih pada lidah Joni.
Nampak tato pada beberapa bagian tubuh penderita, dan pembesaran kelenjar
di ketiak dan lipat paha.
IV. Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan imunodefisiensi dan pembagiannya?
2. Apa yang menyebabkan timbul papul merah yang gatal disela jari tangan
dan kaki?
3. Mengapa keluhan gatal yang dirasakan terjadi pada malam hari?
4. Apa hubungan gatal yang dialami pasien dengan ibu penderita?
5. Apa penyebab berak-berak encer?
6. Bagaimana patomekanisme batuk berlendir, berdarah, dan sesak nafas?
7. Apa penyebab timbulnya luka di alat kelamin, nyeri, dan tidak gatal
padahal penderita seorang lajang?
8. Bagaimana hubungan infeksi dengan lingkungan tinggal penderita?
9. Apa yang menyebabkan terdapat bercak putih pada lidah penderita?
10. Bagaimana hubungan antara tato dan keluhan yang dirasakan?
11. Mengapa bisa terjadi pembesaran kelenjar di ketiak dan lipatan paha?
12. Bagaimana reaksi imun pada scenario?
13. Bagaiaman langkah-langkah diagnosis pada gejala yang dialami pasien?
14. Bagaimana DD (Diagnosa Differensial) dan DS (Diagnosa Sementara)
berdasarkan scenario?
15. Bagaimana tata laksana dari DS (diagnosis sementara)?
16. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan agar keluhan tidak terulang
kembali?
V. Pembahasan
1. Apa yang dimaksud dengan imunodefisiensi dan pembagiannya?
Imunodefisiensi adalah kelompok penyakit dengan defek pada
salah satu komponen sistem imun. Secara garis besar imunodefisiensi
dibagi dalam dua golongan yaitu imunodefisiensi primer atau congenital
dan imunodefisiensi sekunder atau di dapat.Imunodefisiensi primer
biasanya terjadi karena adanya peningkatan suseptibilitas terhadap infeksi
yang biasanya muncul pada masa balita atau kanak-kanak.
Imunodefisiensi sekunder terjadi anatara lain akibat malnutrisi,kanker
yang meluas,pengobatan dengan obat-obat imunosupresif dan radiasi serta
infeksi pada sel system imun, khususnya infeksi dengan human
immunodeficiency virus (HIV). Imunodefisiensi dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Immunodefisiensi Primer
Pada berbagai imunodefisiensi primer kelainan utama terletak
pada komponen-komponen system imun bawaan dan komponen-
komponen system imun di dapat,khususnya kelainan maturasi dan
aktivitas limfosit. Kelainan yang menyangkut pada fagosit dan atau
komplemen,sedangkan kelainan pada perkembangan limfosit biasanya
disebabkan mutasi gen yang menjadi berbagai molekul,termasuk di
antaranya enzim dan factor transkripsi yang diperlukan untuk
perkembangan limfosit.
2. Immunodefisiensi Sekunder
Golongan imunodefisiensi sekunder lebih sering dijumpai, dan
dapat disebabkan oleh berbagai factor etiologic,misalnya
malnutrisi,infeksi virus yang bersifatsititoksik terhadap sel limfosit
seperti yang dijumpai pada acquired immune deficiency syndrome
(AIDS), defidiensi akibat sinar X,obat obat sitotoksik dan
imunosupresif. Mungkin jugs imunodefisiensi sekunder terjadi akibat
keganasan misalnya pada penyakit Hodgkin, leukemia limfositik
kronik,myeloma dan penyakit waldenstrom, atau Karena adanya
hambatan pada proses respon imun seperti yang dijumpai pada penyakit
lepra lepromatosis atau malaria.
2. Apa yang menyebabkan timbul papul merah yang gatal disela jari
tangan dan kaki?
Gatal adalah suatu persepsi akibat terangsangnya serabut
mekanoreseptor. Biasanya impuls berawal dari rangsangan permukaan
ringan, misalnya pada rambatan kutu, bahan iritan, gigitan serangga yang
bertujuan untuk memberi sensasi nyeri yang cukup. Jalur
patomekanismenya yaitu pengeluaran histamine sebagai mediator
inflamasi yang menyebabkan pruritus atau gatal.Histamine dibentuk oleh
sel mast jaringan dan basofil.
Pada saat patogen berupa parasit bernama Sarcoptes scabies masuk
dalam tubuh dengan membawa antigen dan mencetuskan reaksi inflamasi
yang ditandai kalor, dolor, rubor, tumor, dan funsi lesia. Terjadi edema di
subepidermis maupun dermis menyebabkan peninggian permukaan yang
membentuk papul pada kulit. Pelebaran pembuluh darah menyebabkan
warna kemerahan disekitar papul atau eritema. Pelebaran pembuluh darah
atau telangiektasis pada wajah terutama akibat vasodilatasi arteriole yang
menetap yang disebabkan oleh kelemahan dinding pembuluh darah serta
perubahan yang timbul pada jaringan ikat sekitarnnya akibat paparan sinar
matahari yang menahun (Goldsmith LA, Katz SI, Poller AS, Wolff K,
2019.)
B. Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori; air dan garam bergerak
melewatinya dengan cepat untuk menjaga keseimbangan osmotik
antara isi usus dan darah. Dalam kondisi ini, diare dapat terjadi ketika
zat aktif osmotik yang tidak terserap dengan baik dan tertelan. Jika zat
tersebut diambil sebagai larutan isotonik, air dan zat terlarut hanya
akan melewati usus tanpa terserap, menyebabkan diare. Obat pencahar,
seperti magnesium sulfat, bekerja dengan prinsip ini.
Proses yang sama dapat terjadi jika zat terlarut adalah laktosa
(pada anak-anak dengan defisiensi laktase) atau glukosa (pada anak-
anak dengan malabsorpsi glukosa); kedua kondisi tersebut terkadang
merupakan komplikasi dari infeksi enterik. Jika zat yang diserap
dengan buruk diambil sebagai larutan hipertonik, air (dan beberapa
elektrolit) akan berpindah dari ECF ke dalam lumen usus, sampai
osmolalitas isi usus sama dengan ECF dan darah. Ini meningkatkan
volume tinja dan, yang lebih penting, menyebabkan dehidrasi karena
hilangnya air dalam tubuh. Karena kehilangan air tubuh lebih besar
daripada kehilangan natrium klorida, hipernatremia juga berkembang
(WHO, 1992).
7. Apa penyebab timbulnya luka di alat kelamin, nyeri, dan tidak gatal
padahal penderita seorang lajang?
Luka di alat kelamin Ini adalah karena adanya virus di alat kelamin
yang menyebabkan nyeri atau rasa tidak nyaman dan Kemerahan pada
alat kelamin sehingga menyebabkan kebiasaan Menggores di atau
menggaruk kulit di area yang mampu dijangkau sehingga pasien
merasakan nyeri dan luka yang berulang. Berdasarkan keluhan pasien
Luka di alat kelamin berulang nyeri dan tidak gatal diduga disebabkan
oleh infeksi virus herpes simpleks.
Virus herpes simpleks sering disingkat HSV terdiri dari dua jenis
virus yaitu virus herpes simpleks tipe satu atau HSV-1 dan herpes
simpleks tipe dua atau HSV-2. Virus herpes simpleks satu dan dua
pertama kali menginveksi sel epitel mukosa rongga mulut,Genital,kulit
dan kornea. HSV-1 merupakan penyebab luka di bibir dan luka di kornea
mata.Biasanya dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan Sekresi
dari atau di sekitar mulut. HSV 2 penyebab ditularkan melalui kontak
langsung dengan luka selama melakukan hubungan seksual,oleh karena
itu Herpes tersebut sebagai satu penyakit menular seksual. luasnya Lesi
merupakan tanda yang spesifik.Lesi mungkin dapat dalam berbagai posisi
seperti vesikel,pustula atau ulkus.Gangguan pada organ Genital hampir
terjadi 80% dan kekambuhan nya pada umumnya terjadi hampir 90% di
mana kekambuhan infeksi HSP dua lebih sering dibandingkan dengan
infeksi satu dengan perbandingan 4 : 1. (Siti Setiati, dkk)
3. Riwayat Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya
penyakit Keturunan dari pihak keluarga atau riwayat penyakit yang
menular.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Suhu, demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila
tidakada Gejala lain. Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari
jenis penyakit infeksi tertentu atau kanker yang lebih umum pada
Orang yang mempunyai sistem kekebalan tubuhlemah. Dokter akan
Memeriksa suhu anda pada setiap kunjungan.
2. Berat badan, pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap
kunjungan. Kehilangan 10% atau lebih dari berat badan Anda
mungkin akibat Darisindrom wasting, yang merupakan salah satu
tanda-tandaaids, Danyang paling parah Tahap terakhir infeksi HIV.
Diperlukan Bantuan tambahan gizi yang cukup jika anda telah
kehilangan berat Badan.
3. Mata, Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum
AIDS. Hal ini terjadi lebih sering pada orang yang memiliki CD4
jumlah Kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL). Termasuk gejala
floaters, Penglihatan kabur, atau kehilangan penglihatan. Jika
terdapat gejala Retinitis CMV, diharuskan memeriksakan diri
kedokter matasesegera Mungkin. Beberapa dokter menyarankan
kunjungan dokter mata Setiap 3 sampai 6bulan jika jumlah CD4
anda kurang dari 100 sel permikroliter (MCL).
4. Mulut, infeksi Jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum
padaorang Yang terinfeksi HIV. Dokter akan akan melakukan
pemeriksaanmulut Pada setiap kunjungan. Pemeriksaan gigi
setidaknya dua kalisetahun. Jika Anda beresiko terkena penyakit
gusi (penyakit Periodontal),Anda perlu ke dokter gigi Anda lebih
sering.
5. Kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar getah bening
(limfadenopati) tidak Selaludisebabkan oleh HIV. Pada
pemeriksaankelenjar getah Beningyangsemakin membesar atau jika
ditemukan ukuran yang Berbeda, Dokter akan memeriksa kelenjar
getah bening Anda pada Setiap kunjungan.
6. Perut, pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang
membesar (hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali).
Kondisi ini Dapat disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin
menunjukkan Kanker. Dokter akan melakukan pemeriksaan perut
pada kunjungan Setiap atau jika pasien mengalami gejala-gejala
seperti nyeri di kanan Atas atau bagian kiri atasperut Anda.
7. Kulit, merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV.
Pemeriksaan yang teratur dapat mengungkapkan kondisi yang
dapatdiobati mulai tingkat keparahan daridermatitis seboroik dapat
sarkoma Kaposi. Dokter akan melakukan pemeriksaan kulit setiap 6
bulan atau kapan gejala berkembang.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Kerokan Kulit (Scabies)
Pemeriksaan mikroskopis dari kerokan kulit untak
menemukan tungau.
4. Western Blot
Western Blot memiliki spesifisitas (kemampuan test untuk
menemukan orang yang tidak mengidap HIV) antara 99,6% – 100%.
Namun pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan membutuhkan
waktu sekitar 24 jam. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa
menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu,
tes harus diulangi setelah dua minggu dengan sampel yang sama.
Jika test Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka test
Western Blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan.
2. Epidemiologi
Setelah kasus pertama yang dilaporkan oleh Gottlieb dkk di
Amerika Serikat pada musim semi tahun 1981 , maka mulailah
bermunculan laporan dari berbagai negara maju di Eropa, dan
umumnya ditemukan pada kelompok masyarakat tertentu. Pada
waktu ini keadaan banyak berubah, kasus-kasus HIV dan AIDS
sudah sangat meningkat. Hal ini disebabkan oleh cara deteksi yang
makin canggih termasuk diagnosa laboratorik yang lebih mudah
dilakukan, dan yang terpenting adalah kesadaran penderita dan
pemberi layanan kesehatan. Di Indonesia, kasus HIV/AIDS pertama
dilaporkan pada tahun 1986 pada seorang warga Belanda dan sejak
itu infeksi HIV/AIDS terus meningkat dan tersebar di 33 provinsi
3. Etiologi
HIV ialah retrovirus yang disebut Lymphadenopathy
Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukemia Virus (HTL-
11 1 yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus
(retrovirus). LAV ditemukan oleh Montagnier dkk. pada tahun 1983
di Perancis, sedangkan HTLV-111 ditemukan oleh Gallo di Amerika
Serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini temyata banyak
ditemukan di Afrika Tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet
hijau Afrika, 70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tanpa
menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV. HIV
terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 . Partikel HIV
terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang dilindungi
envelop lipid asal sel hospes.
4. Patogenesis
Masuknya virus HIV ke dalam tubuh, dapat melalui
hubungan seksual, cairan tubuh atau jarum suntik yang tercemar
HIV, dan transfusi darah.
HIV menginfeksi sistem imun terutama sel limfosit CD4 dan
menimbulkan destruksi sel tersebut. HIV dapat berada laten dalam
sel imun dan dapat sewaktu-waktu aktif kembali. Replikasi virus di
dalam sel menimbulkan kematian sel dan menyebar juga limfosit
yang tidak terinfeksi, defisiensi imun dan AIDS. Bila sel CD4 turun
di bawah 100/µI, infeksi oportunistik dan terjadinya keganasan
meningkat. Dimensia akibat infeksi HIV dapat terjadi akibat
bertambahnya virus di otak.
6. Diagnosis
Diagnosis HIV ditegakkan dengan kombinasi antara gejala
klinis dan pemeriksaan laboratorium.Seperti juga halnya penyakit
infeksi lainnya, diagnosis laboratorium HIV dapat dengan cara
deteksi langsung virus HIV atau bagian-bagian dari virus HIV
misalnya dengan pemeriksaan antigen p24, PCR HIV-RNA atau
kultur virus; atau dengan cara tidak langsung yaitu adalah dengan
deteksi respon imun terhadap infeksi HIV atau konsekuensi klinis
dari infeksi HIV. Pemeriksaan tidak langsung lebih sering
dipergunakan karena lebih mudah dan murah daripada pemeriksaan
langsung, tetapi mempunyai kerugian terutama karena respon imun
memerlukan jangka waktu tertentu sejak mulai infeksi HIV hingga
timbul reaksi tubuh. Pada waktu yang sering disebut masa jendela
atau 'window period'\n\ tubuh telah terinfeksi tetapi pemeriksaan
antibodi memberikan hasil negatif.Masa jendela dapat berlangsung
hingga 6 bulan, tetapi sebagian besar berlangsung kurang dari 3
bulan.
A. Anamnesis
1) Kemungkinan sumber infeksi HIV
2) Gejala dan keluhan pasien saat ini
3) Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan
yang diterima termasuk infeksi oportunistik
4) Riwayat penyakit dan pengobatan tuberkulosis (TB)
termasuk kemungkinan kontak dengan TB sebelumnya
5) Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (IMS)
6) Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan
7) Riwayat penggunaan terapi anti retroviral (Anti Retroviral
Therapy (ART)) termasuk riwayat rejimen untuk PMTCT
(prevention of mother to child transmission) sebelumnya
8) Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada
perempuan
9) Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual
10) Kebiasaan merokok
11) Riwayat alergi
12) Riwayat vaksinasi
13) Riwayat penggunaan NAPZA suntik
B. Pemeriksaan fisis
1) Tanda vital
2) Berat badan
3) Tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi oportunistik
C. Pemeriksaan penunjang
1) Anti HIV rapid
2) Anti- HIV ELISA 3X
3) Anti-HIV Western Blot 1X
7. Pembantu Diagnosis
Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk
mendeteksi HIV, yang rutin dikerjakan di Kelompok Studi Khusus
AIDS (POKDISUS AIDS) Rumah Sakit Umum Dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) ialah pemeriksaan anti-HIV yang baru
reaktif setelah 12 minggu sejak infeksi. Pemeriksaan tersebut
dilakukan dengan 3 jenis Elisa yang berbeda. Bila hasilnya
nonreaktif tetapi klinis diduga menderita AIDS perlu pemeriksaan
lebih lanjut untuk konfirmasi dengan metode Western blot
B. GENORE
1. Definisi
Istilah Gonore, digunakan pada seluruh infeksi yang
dsebabkan oleh kuman Neisseria gononhoeae. lnfeksi ini merupakan
infeksi menular seksual (IMS) yang mempunyai insidens yang
cukup tinggi di antara l.M.S lainnya. Data morbiditas di RSCM
infeksi ini menempati urutan ke -3, setelah kondiloma akuminata,
infeksi genital non spesifik.
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
2. Etiologi
Etiologi Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan
oleh NEISSER pada tahun 1879 dan baru berhasil dilakukan kultur
pada tahun 1882, oleh LEISTIKOW. Kuman tersebut termasuk
dalam grup Neisseria, terdapat 4 spesies, yaitu N.gonoffhoeae dan
N.meningitidis yang bersifat patogen serta N.catanhalis dan
N.pharyngis sicca yang sukar dibedakan kecuali dengan tes
fermentasi.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang
(immatur), yakni pada vagina perempuan sebelum pubertas.
3. Gejala Klinis
Masa inkubasi sangat singkat, pada laki-laki umumnya
bervariasi antara 2-5 hari, kadangkadang lebih lama dan hal ini
disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri, tetapi
dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga
tidak diperhatikan oleh penderita. Pada perempuan masa tunas sulit
ditentukan karena pada umumnya asimtomatik. Gambaran klinis dan
komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan
anatomi dan faal genitalia.
A. Infeksi Genital
a) Pada laki-laki
Uretritis
Yang paling sering dijumpai adalah uretritis
anterior akuta dan dapat meluas ke proksimal, selanjutnya
mengakibatkan komplikasi lokal, asendens, dan diseminata.
Keluhan subyektif berupa rasa gatal dan panas di bagian
distal uretra di sekitar orifisium uretra ekstemum, kemudian
disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen
dari orificium uretra ekstemum yang kadang-kadang
disertai darah, dan disertai perasaan nyeri pada waktu
ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra
ekstemum hiperemis, edema dan ektropion. Pada beberapa
kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening
inguinal medial unilateral atau bilateral.
Tysonitis
Kelenjar Tyson ialah kelenjar yang menghasilkan
smegma. lnfeksi biasanya terjadi pada penderita dengan
preputium yang panjang dan kebersihan yang kurang baik.
Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya butir pus atau
pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan.
Bila duktus tertutup akan timbul abses dan merupakan
sumber infeksi laten.
Parauretritis
Sering pada orang dengan orifisium uretra
ekstemum terbuka atau hipospadia. lnfeksi pada duktus
ditandai dengan butir pus pada kedua muara parauretra.
Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan
benang-benang atau butir-butir. Bila salah satu saluran
tersumbat, dapat terjadi abses folikular. Diagnosis dengan
bantuan pemeriksaan uretroskopi.
Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa
gejala, sedangkan infeksi yang mengenai kelenjar Cowper,
dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya
benjolan pada daerah perineum disertai rasa penuh dan
panas, nyeri pada saat defekasi, dan disuria. Jika tidak
diobati abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra,
atau rektum dan mengakibatkan proktitis.
Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan rasa tidak nyaman
di daerah perineum dan suprapubis, malese, demam, nyeri
saat berkemih hematuri, spasme otot uretra hingga terjadi
retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, serta
obstipasi. Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat
dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan, dan didapatkan
fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati, abses
akan pecah, masuk ke uretra posterior atau rektum dan
mengakibatkan proktitis. Bila prostatitis berlanjut menjadi
kronik, gejalanya ringan dan intermiten, tetapi kadang-
kadang menetap. Terasa tidak nyaman pada perineum
bagian dalam dan bila duduk terlalu lama. Pada
pemeriksaan prostat teraba kenyal, berbentuk nodus, dan
sedikit nyeri pada penekanan.
Vesikulitis
Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai
vesikula seminalis dan duktus ejakulatoris, dapat timbul
menyertai prostatitis akut atau epididimitis akut. Gejala
subyektif menyerupai gejala prostatitis akut, berupa
demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada saat
ereksi atau ejakulasi. Pada pemeriksaan colok dubur dapat
diraba vesikula seminalis yang membengkak dan keras
seperti sosis, memanjang di atas lokasi prostat. Ada kalanya
sulit menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.
Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral, dan umumnya
disertai deferentitis. Keadaan yang mempermudah
timbulnya epididimitis ini adalah trauma pada uretra
posterior yang disebabkan oleh tatalaksana tidak tepat atau
kelalaian pasien sendiri. Epididimitis dan tali spermatika
membengkak dan teraba panas, juga testis, sehingga
menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri
sekali. Bila mengenal kedua epididimis dapat
mengakibatkan sterilitas.
Trigonitis
lnfeksi asendens dari uretra posterior dapat
mengenai trigonum vesika urinaria. Trigonitis
menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan
hematuria.
b) Pada Perempuan
Uretritis pada laki-laki dan perempuan
Gejala utama ialah disuria, kadang-kadang poliuria.
Pada pemeriksaan, orifisium uretra eksternum tampak
merah, edematosa dan ditemukannya sekret mukopurulen.
Parauretritis/Skenitis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses
jarang terjadi.
Servisitis
Dapat asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan
rasa nyeri pada punggung bawah. Pada pemeriksaan,
serviks tampak hiperemis dengan erosi dan sekret
mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila
terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis.
Bartholinitis
Labium minor pada sisi yang terkena membengkak,
merah dan nyeri tekan. Kelenjar Bartholin membengkak,
terasa nyeri sekali bila berjalan dan pasien sukar duduk.
Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses atau
dapat pecah melalui mukosa atau kulit. Bila kelainan tidak
diobati dapat rekuren atau menjadi kista.
Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis.
Ada beberapa faktor predisposisi, yaitu: masa puerperium
(nifas) dilatasi setelah kuretase pemakaian IUD, tindakan
pemasangan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim).
Orofaringitis
lnfeksi terjadi melalui kontak seksual orogenital.
Faringitis dan tonsilitis gonore lebih sering daripada
ginggivitis, stomatitis, atau laringitis. Keluhan umumnya
asimtomatik. Bila ada keluhan sukar dibedakan dengan
infeksi tenggorokan yang disebabkan kuman lain. Pada
pemeriksaan daerah orofaring tampak eksudat mukopurulen
jumlah sedikit atau sedang.
Konjungtivitis
lnfeksi ini terjadi pada bayi baru lahir dari ibu yang
menderita servisitis gonore. Konjungtivitis pada dewasa
terjadi akibat penularan pada konjungtiva melalui tangan atau
alat-alat. Keluhan yang timbul berupa fotofobi, konjungtiva
bengkak dan merah dan keluamya eksudat mukopurulen. Bila
tidak diobati dapat berakibat terjadinya ulkus komea,
enoftalmitis hingga kebutaan.
Gonore diseminata
Kira-kira 1 % kasus gonore akan berlanjut menjadi
gonore diseminata. Penyakit ini banyak didapat pada
penderita dengan gonore asimtomatik sebelumnya, terutama
pada perempuan. Gejala yang timbul dapat berupa: artritis
(terutama monoartritis), miokarditis, endokarditis, perikarditis
dan meningitis.
4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan
klinis, dan pemeriksaan pembantu. Apabila pada layanan kesehatan
tidak didapatkan fasilitas untuk melakukan pemeriksaan dalam dan
laboratorium, dapat digunakan alur pendekatan sindrom baik untuk
pasien lakilaki maupun perempuan.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, 2011, diagnosis
gonorea di tegakan berdasarkan:
A. Anamnesis
1) Pada wanita : Keluhan yang sering menyebabkan wanita
datang ke dokter adalah keluarnya cairan hijau kekuningan
dari vagina, disertai dengan disuria, dan nyeri abdomen
bawah
2) Pada pria : keluhan tersering adalah kencing nanah. Gejala
diawali oleh rasa panas dan gatal di distal uretra, disusul
dengan disuria, polakisuria dan keluarnya nanah dari ujung
uretra yang kadang disertai darah.Selain itu, terdapat perasaan
nyeri saat terjadi ereksi.
B. Pemeriksaan Fisik
Infeksi gonokokal dapat dikenali melalui tanda dan gejala
khas, namun pada saat penyakit diseminata atau tractus
reproduksi atas terjadi, mukosa tempat infeksi primer dapat
tampak normal dan pasien tidak mengalami tanda dan gejala
lokal. Pada infeksi orofaring, dapat ditemukan gambaran
faringitis ringan. Pada infeksi rektal, ditemukan discharge yang
mukopurulen.
Pada infeksi okuler, biasanya berasal dari autoinoculation
dari infeksi genital. Infeksi didapatkan pembengkakan jelas
kelopak mata, hyperemia hebat dan kemosis, dan discharge yang
banyak dan purulen. Konjungtiva yang terinflamasi mungkin
menutupi kornea dan limbus, bisa didapatkan ulserasi kornea dan
kadang terjadi perforasi. Pemeriksaan fisis juga dianjurkan
mencari tanda dari infeksi menular seksual lainnya (herpes
simpleks, sifilis, chanchroid, lymphogranuloma venerum, dan
kutil genital).
C. Pemeriksaan Laboratorium
Mikroskokop
Kultur
Pemeriksaan definitive
1) Sediaan langsung
2) Kultur
a) Media Transport
Media Stuart
b) Media Pertumbuhan
b) Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes
fermentasi memakai glukosa, maltosa, dan sukrosa.
N. Gononhoea hanya meragikan glukosa
4) Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase
TM dis. BBL 961192 yang mengandung chromogenic
cephalosporin, akan menyebabkan perubahan warna dari
kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim
beta-laktamase.
5) Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai di mana
infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu
dilakukan karena pengobatan pada waktu itu ialah
pengobatan setempat. Pada tes ini ada syarat yang perlu
diperhatikan:
Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
Urin dibagi dalam dua gelas
Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II
Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung air
seni paling sedikit 80-100 ml, jika air seni kurang dari 80 ml,
maka gelas II sukar dinilai karena baru menguras uretra
anterior.
C. SIFILIS
1. Definisi
Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Treponema palidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada
perjalannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat
menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat
ditularkan dari ibu ke janin.
2. Epidemiologi
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum
dikenal di Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari
penduduk Indian yang dibawa oleh anak buah Columbus waktu
mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492.
lnsidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun
1996 berkisar antara 0,04- 0,52%. lnsidens yang terendah di Cina,
sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia
insidensnya 0,61 %. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah
stadium laten, di susul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka
ialah sifilis stadium II.
3. Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn
dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo
Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema.
Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar
0, 15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan.
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan
pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada
stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.
Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar
badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam
darah untuk transfusi dapat hidup tujuh puluh dua jam.
4. Patogenesis
A. Stadium Dini
Pada sifilis yang didapat, T.pallidum masuk ke dalam
kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui
sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan
membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan selsel
plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah
kecil berproliferasi di kelilingi oleh T.pallidum dan sel-sel
radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler
dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh
darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang
menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan
pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis
tampak sebagai S I.
Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah
bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu
terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua
tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan
sebagai S II, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S
I. S I akan sembuh perlahan- lahan karena kuman di tempat
tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-
fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. S II juga
mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun
infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium
ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenita.
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi
sehingga T.pallidum membiak lagi pada tempat S I dan
menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui
jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren S II,
yang terakhir ini lebih sering terjadi daripada yang terdahulu.
Lesi menular tersebut dapat timbul berulang-ulang, tetapi pada
umumnya tidak melebihi dua tahun 3-10 tahun.
B. Stadium Lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya
treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi
tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara
treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,
sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu
faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S III berbentuk guma.
Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T.pallidum,
reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung
bertahun-tahun. Setelah mengalama masa laten yang bervariasi
guma tersebut timbul di tempat-tempat lain.
Treponema mencapai sistem kardiovaskular dan sistem
saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan
sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan
gejala klinis. Penderita dengan guma biasanya tidak mendapat
gangguan saraf dan kardiovaskular, demikian pula sebaliknya.
Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi
gejala.
5. Diagnosis
A. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat seksual dan
sosial pasien. Pertanyaan meliputi jumlah pasangan seksual,
penggunaan kondom, riwayat infeksi menular seksual pada
pasien dan pasangannya, penggunaan napza, dan paparan
terhadap produk darah. Tanyakan juga riwayat munculnya
chancre yang sembuh sendiri pada daerah kelamin, anus, vulva,
atau perineum.
F. Kepatuhan
Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan
dimana pasien mematuhi pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri,
bukan hanya karena mematuhi perintah dokter. Hal ini penting karena
diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat.
Kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada
setiap kunjungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan:
Fasilitas layanan Kesehatan
Karakteristik pasien
Paduan terapi ARV
Karaktersitik penyakit penyerta
Hubungan pasien dengan tenaga Kesehatan
Langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan:
Memberikan informasi
Konseling perorangan
Mencari penyelesaian masalah praktis dan membuat rencana terapi
(Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2011.)
DAFTAR PUSAKA
Abubakar R. 2016. Management of Scabies in Children Orphanage. Journal
Majority. Juke Kedokteran.unila.ac.id.4
Adhi, Djuanda,2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
Baratawidjaja, Karnen Garna dan Rengganis, Iris. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta:
FKUI
Goldsmith LA, Katz SI, Poller AS, Wolff K,. 2019. In: Structure of Skin Lesions
and Fundamental of Clinical Diagnosis. Fitzpatrick General Dermatology
9th edition, McGrawHill, 2019.
Mac Adam AJ and Sharpe AH. 2005. Infectious disease. In: Kumar V, Abbas AK,
Fausto N. Pathology basis of disease. 7th. Pennsylvania: Saunders
Elsevier. p.386-7.
PDPI JATIM. 2017. Batuk Berdahak Dan Kering, Kenali Perbedaannya Hingga
Penyebabnya. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jawa Timur.
Pusponegoro EHD, Nilasari H, Niode NJ,. Daili SF, Djauzi S, Lumintang
H. 2014. Buku Panduan Herpes Zoster di. Indonesia. Jakarta: Badan
Penerbit FK. UI
Robbins S.L, Cotran R.S, Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi Dasar Robbins.
Edisi 10. EGC, Jakarta
Siti Setiati, dkk. 2014. Ilmu penyakit dalam ( IPD) jilid 1 edisi VI. Internal
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
Siti Setiati, Idrus Alwi, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
VI. Jakarta : Interna Publishing
Sri Linuwih SW Menaldi, Kusmarinah Bramono, et al. 2015. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi Ketujuh. Depok : Balai Penerbit FKUI