Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN TUTORIAL MODUL MATA KUNING

I. Skenario
Seorang pria 20 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan mata berwarna
kuning, demikian pula kulit diseluruh tubuh. Keadaan ini sudah berlangsung 1
minggu, disertai badan terasa lemah. Penderita juga mengeluh nafsu makan
menurun dan kencing berwarna teh tua.

II. Kata sulit


-
III.Kalimat kunci :
1. Seorang pria berusia 20 tahun
2. Badan terasa lemah
3. Nafsu makan menurun
4. Kencing berwarna teh tua
5. Keadaannya sudah berlangsung selama 1 minggu
6. Mata dan kulit diseluruh tubuh berwarna kuning

IV. Mind Mapping

1
V. Pertanyaan :
1. Apa yang menyebabkan mata dan kulit berwarna kuning?
2. Jelaskan definisi dari ikterus !
3. Jelaskan mengenai metabolisme bilirubin !
4. Jelaskan patomekanisme dari penyakit ikterus !
5. Jelaskan pengaruh usia pada penyakit ikterus !
6. Apa yang menyebabkan badan pasien terasa lemah ?
7. Jelaskan penyebab kencing berwarna teh tua !
8. Mengapa nafsu makan pasien bisa menurun ?
9. Upaya apa yang dilakukan agar penyakit kuning tidak terjadi ?

VI. Jawaban Pertanyaan :


1. Apa yang menyebabkan mata dan kulit berwarna kuning?
Jawab :

Perubahan warna kulit yang terlihat pada pasien dengan kulit kuning
berhubungan dengan kondisi selain hiperbilirubinemia, seperti karotenemia
(disebabkan oleh konsumsi berlebihan makanan kaya beta karoten). (S
Siakavellas, G Papatheodoridis, 2018)

Kulit dapat berwarna kuning karena adanya penimbunan pigmen.


Penimbunan pigmen berwarna kuning itu bisa saja terjadi karena bilirubin
ataupun β-karoten. Penimbunan pigmen β-karoten atau dikenal
Hiperkarotenemia ditandai dengan pigmentasi kulit kuning-jingga, terutama
pada telapak tangan dan telapak kaki yang disebabkan oleh penimbunan
karotenoid. Mengkonsumsi berlebihan makanan kaya karoten seperti wortel,
labu, jeruk, mangga, pepaya, tomat ataupu β-karoten suplement untuk
beberapa bulan akan menyebabkan hiperkarotenemia.

β-karoten dapat menyebabkan kulit kuning tapi tidak dengan mata, β-


karoten juga tidak dapat menyebabkan kencing berwarna teh tua, sehingga
dapat disimpulkan bukan pigmen ini yang menjadi cikal bakal perubahan
warna kulit oleh pasien pada skenario.

Bilirubin adalah pigmen yang terbentuk sebagai hasil akhir


metabolisme heme, yang apabila meningkat dapat menyebabkan perubahan
kulit maupun sklera menjadi kuning serta dapat mewarnai urin menjadi teh

2
tua, serta dapat memberikan manifestasi berupa gejala-gejala lainnya yang
dialami pasien. (S Siakavellas, G Papatheodoridis, 2018)

2. Jelaskan definisi dari ikterus !


Jawab :
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan
lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Ikterus lebih
mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit,
sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin
serum total. Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari
unsur porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat
penghancuran sel darah merah oleh sel retikuloendotelial (Setiati, 2014).
Ikterus ialah pigmentasi berwarna kuning atau kehijauan pada kulit yang
disebabkan oleh hiperbilirubinemia, dimana kadar bilirubin plasma lebih
dari 2,5-3 mg/dl. Selain pada kulit, penimbunan pugmen tersebut dapat
terlihat pada sklera mata dan mukosa. (Sulaiman, 2012)

3. Jelaskan mengenai metabolisme bilirubin !


Jawab :
Bilirubin berasal dari pemecahan heme akibat penghancuran sel
darah merah oleh sel retikuloendotel. Akumulasi bilirubin berlebihan di
kulit, sklera, dan membran mukosa menyebabkan warna kuning yang
disebut ikterus. Kadar bilirubin lebih dari 3 mg/dL biasanya baru dapat
menyebabkan ikterus. Ikterus mengindikasikan gangguan metabolisme
bilirubin, gangguan fungsi hati, penyakit bilier, atau gabungan ketiganya.
Metabolisme bilirubin dimulai pada tahap prehepatik yaitu oleh
penghancuran eritrosit setelah usia 120 hari oleh sistem retikuloendotel
menjadi heme dan globin. Pada tahap intrahepatik globin akan mengalami
degradasi menjadi asam amino dan digunakan sebagai pembentukan protein
lain. Heme akan mengalami oksidasi dengan melepaskan karbonmonoksida
dan besi menjadi biliverdin. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin
menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Setelah dilepaskan
ke plasma bilirubin tidak terkonjugasi berikatan dengan albumin kemudian
berdifusi ke dalam sel hati. Pada tahap pascahepatik bilirubin tidak
terkonjugasi dalam sel hati akan dikonjugasi oleh asam glukuromat
membentuk bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk), kemudian dilepaskan ke

3
saluran empedu dan saluran cerna, di dalam saluran cerna bilirubin
terkonjugasi dihidrolisis oleh bakteri usus β-glucuronidase, sebagian
menjadi urobilinogen yang keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap
kembali oleh darah lalu dibawa ke hati (siklus enterohepatik) namun, sekitar
5% dari urobilinogen dengan sifatnya yang larut dalam air dapat mencapai
ginjal dan diekskresi melalui urine. (Rosida A, 2016).

Penghancuran eritrosit oleh


sel retikuloendotelial

Globin Hemoglobin

Heme

Heme Oksigenase

Biliverdin

Biliverdin Reduktase

Bilirubin tidak terkonjugasi


Masuk ke hepar

asam glukuromat

Bilirubin terkonjugasi

Ekskresi melalui empedu

Dibawa ke usus

Bakteri Usus

Urobilinogen

Diekskresi melalui Sebagian direabsorpsi


feses (sterkobilin) oleh darah ke hepar 4
Disekresikan lagi Sebagian mencapai
dalam empedu ginjal

Ekskresi lewat urin

Gambar. Siklus hemolisis eritrosit

4. Jelaskan patomekanisme dari penyakit ikterus !


Jawab :

a. Pembentukan bilirubin berlebihan.

Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit


merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang
berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik.
Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai
bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati dalam
mengkonjugasi bilirubin. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar
bilirubin tak terkonjugasi dalam darah, karena bilirubin tak terkonjugasi

5
tidak larut dalam air, bilirubin ini tidak dapat diekskresi dalam urin dan
tertinggal didalam tubuh sehingga menyebabkan kulit maupun sklera mata
berwarna kuning. Namun demikian tetap terjadi proses konjugasi didalam
hepar secara berlebihan sehingga bilirubin tetap diteruskan ke usus halus
maupun usus besar dan menyebabkan peningkatan pembentukan
urobilinogen, yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan eksresi dalam
feses dan urine. Urine dan feses berwarna lebih gelap. (Price SA, Wilson
LM., 2005)

b. Gangguan ambilan bilirubin.

Ambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hati dilakukan oleh


protein penerima dengan cara mengikat bilirubin. Beberapa obat yang
telah terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin dalam hati yaitu asam
flavaspidat, (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan
beberapa zat warna kolesistografik. Hyperbilirubinemia tak terkonjugasi
dan icterus biasanya menghilang bila obat pencetus dihentikan. (Price SA,
Wilson LM., 2005)

c. Gangguan konjugasi bilirubin.

Gangguan konjugasi bilirubin terjadi ketika hepar mengalami


penyakit dan tidak dapat menangani bilirubin bahkan dalam jumlah yang
normal. Kerusakan hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu
sehingga bilirubin direk akan  meningkat. Kerusakan sel hati juga akan
menyebabkan bendungan didalam hati sehingga bilirubin darah akan
mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan
peninggian kadar bilirubin konjugasi dalam darah.  Bilirubin direk ini larut
dalam air sehingga mudah di ekskresikan oleh ginjal ke dalam air kemih.
Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi
bilirubin dalam saluran pencernaan yang. kemudian akan menyebabkan
tinja berwarna pucat, karena sterkobilinogen menurun. (Sherwood L.,
2018)

d. Gangguan ekskresi bilirubin


Gangguan ekskresi bilirubin baik yang disebabkan oleh faktor
fungsional maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air,
sehingga dapat diekskresi dalam urine dan menimbulkan bilirubinuria
serta urine yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urine sering

6
menurun sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkon-
jugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti
peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam empedu
dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat hiperbilirubinemia
terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan akibat hiperbilirubinemia
tak terkon- jugasi. Perubahan warna berkisar dari oranye-kuning muda
atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi total
aliran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik,
yang merupakan nama lain ikterus obstruktif. (Price SA, Wilson LM.,
2005)

e. Masalah bilirubin terkonjugasi


Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit
hepatoselular dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus
atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan
disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau
kolangiola. Penyakit hepatoselular biasanya mengganggu semua fase
metabolisme bilirubin- ambilan, konjugasi, dan ekskresi-tetapi ekskresi
biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab kolestasis intrahepatik yang
lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter
Dubin-Johnson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada keadaan ini,
terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang
menyebab- kan terjadinya retensi bilirubin dalam sel. Obat yang sering
mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral,
estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin. (Price SA, Wilson
LM., 2005)

5. Jelaskan pengaruh usia pada penyakit ikterus !


Jawab :

Ikterus pada bayi


Ikterus paling umum terjadi pada bayi baru lahir. Istilah medis untuk
kondisi ini adalah ikterik neonatorum. Secara epidemiologi ikterus terjadi
pada 60 % bayi yang lahir cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan.
Sebagaian besar ditemukan pada minggu pertama kehidupan. Sekitar 10%
bayi yang disusui masih mengalami ikterus pada usia satu bulan. Ikterus

7
secara klinis mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-
7 mg/dl. Kondisi ini dapat dikarenakan organ hati bayi belum matang atau
disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat. (Oswari Hanifah,
2017)

Ikterus pada orang dewasa


Pada orang dewasa, meskipun organ hepar sudah matang namun
terdapat penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan Ikterus. Berdasarkan
penelitian 55% dari 700 orang dewasa mengalami ikterus akut yang
disebabkan oleh gangguan intrahepatik seperti hepatitis virus, alcoholic liver
disease, dan drug-induced liver injury. Sisanya 45% kasus disebabkan oleh
gangguan ekstra-hepatik, termasuk penyakit yang disebabkan oleh batu
empedu atau kolelitiasis, hemolisis, dan keganasan (Fargo MV, 2017)

6. Apa yang menyebabkan badan pasien terasa lemah ?


Jawab :

A. Pemecahan eritrosit berlebihan


Ikterus dapat disebabkan oleh meningkatnya kejadian
pemecahan sel darah merah (hemolitik). Sel darah merah memiliki
fungsi transportasi untuk membawa O2, apabila banyak sel darah
merah yang dipecah, O2 yang menjadi salah satu bahan
pembentukan energi akan menyebabkan produksi ATP menurun
akibatnya badan dapat terasa lemas. Selain O2, sel darah merah
berfungsi membawa nutrisi ke jaringan, apabila kadar sel darah
merah kurang dalam darah maka jaringan akan kekurangan zat
nutrisinya yang bermanifestasi sebagai rasa lemas

B. Kerusakan organ hati


Hepar yang terganggung misalnya proses fibrotic pada
kasus sirosis hati dapat menyebabkan tubuh terasa lemah. Hati
sebagai tempat terjadinya metabolisme sumber energi tubuh seperti
karbohidrat, lemak, dan protein akan menyebabkan gangguan dari
metabolisme-metabolisme tersebut sehingga energi tidak
dihasilkan dengan maksimal.

7. Jelaskan penyebab kencing berwarna teh tua !


Jawab :

1. Pemecahan berlebihan eritrosit

8
Sekali bilirubin berada didalam colon, kira-kira setengah dari
bilirubin “konjugasi” diubah oleh kerja bakteri menjadi urobilinogen yang
mudah larut dalam air. Beberapa urobilinogen direabsorbsi melalui
mukosa usus (colon) dan kembali ke dalam darah. Dari urobilinogen yang
diserap, sebagian besarnya akan masuk ke hati dan dapat dieksresikan
kembali oleh hati kedalam usus (siklus enterohepatik), tetapi kira-kira
sebanyak 5% dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Setelah terpapar
dengan udara dalam urin, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin.
Sedangkan, didalam feses, urobilinogen diubah dan dioksidasi menjadi
sterkobilin. (Guyton, A. C., 2007)

Pada Ikterus hemolitik, fungsi ekskresi hati tidak terganggu, tetapi


sel darah merah dihemolisis begitu cepat sehingga sel hati tidak dapat
mengekskresi bilirubin secepat pembentukannya. Oleh karena itu,
konsentrasi bilirubin bebas pada plasma meningkat diatas nilai normal.
Selain itu, kecepatan pembentukan urobilinogen dalam usus sangat
meningkat, dan sebagian besar urobilinogen diabsorbsi kedalam darah dan
akhrinya dieksresikan ke dalam urin dalam keadaan banyak mengandung
urobilinogen tadi, manifestasi dari peristiwa ini adalah perubahan warna
urin menjadi teh tua. (Guyton, A. C., 2007)

Gambar Pembentukan dan eksresi bilirubin

2. Obstruksi saluran empedu


Penyebab lain urin berwarna teh tua yang mungkin terjadi pada
skenario adalah menigkatnya kadar bilirubin terkonjugasi dalam darah, hal

9
ini disebabkan oleh sumbatan pada saluran empedu sehingga sekresi
bilirubin tidak terjadi secara optimal, hal inilah yang juga berpengaruh
pada rasa lemas yang dirasakan oleh pasien.

Pada obstruksi saluran empedu, hati tetap mengkonjugasikan


bilirubin, tetapi bilirubin yang telah dikonjugasi tidak dapat disalurkan
dengan optimal, sehingga bilirubin terkonjugasi akan dibawa kembali
kealiran darah, bilirubin yang telah terkonjugasi ini memilki sifat larut air,
karena sifatnya tersebut sebagian besar bilirubin terkonjugasi dapat ikut
tersaring diginjal dan dikeluarkan bersama dengan urin, zat pigmen
empedu ini kemudian akan menyebabkan urin pasien berwarna teh tua.
(Price SA, Wilson LM. 2005)

8. Mengapa nafsu makan pasien bisa menurun ?


Jawab :
Menurut Guyton & Hall (2007), nafsu makan adalah keinginan
untuk mendapatkan jenis makanan tertentu yang berguna untuk dimakan.
Sensasi rasa lapar, selain karena keinginan makan juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, budaya, dan pengaturan fisiologi di otak, terutama
hipotalamus. Beberapa pusat syaraf di hipotalamus yang berperan adalah
nucleus lateral hipotalamus (pusat nafsu makan), nucleus ventromedial
hipotalamus (pusat kenyang), nucleus paraventrikuler, dorsomedial (proses
dan perilaku makan) dan arkuata (mengatur pengeluaran dan pelepasan
hormon serta pengeluaran energi). Amigdala (bagian utama dari sistem
nervus olfaktorius) dan korteks prefrontal adalah pusat saraf yang lebih
tinggi dari hipotalamus yang juga berperan penting dalam pengaturan
perilaku makan, terutama dalam pengaturan nafsu makan.

Nucleus-nucleus hipotalamus mempengaruhi sekresi beberapa


hormon penting yang berasal dari kelenjar adrenal, tiroid serta sel-sel
pulau pankreas dalam mengatur keseimbangan energi dan metabolisme.
Hipotalamus menerima sinyal saraf dari saluran pencernaan yang
memberikan informasi sensorik mengenai isi lambung, diantaranya sinyal
kimia dari zat nutrisi dalam darah (glukosa, asam amino, dan asam lemak),
sinyal dari hormon gastrointestinal, sinyal dari jaringan lemak dan sinyal
dari korteks cerebri (penglihatan, penciuman dan pengecapan).

Pusat makan dan kenyang di hipotalamus memiliki banyak reseptor


neurotransmitter dan hormon yang mempengaruhi perilaku makan.

10
Sebagian dari banyak zat yang telah terbukti mampu mengubah perilaku
nafsu makan dan rasa lapar pada beberapa percobaan terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu zat oreksigenik yang menstimulasi rasa lapar dan zat
anoreksigenik yang menekan nafsu makan.

Zat oreksigenik, meliputi neuropeptida Y (NPY), agouti related


protein (AGRP), melanine concentrate hormone (MCH), oreksi A dan B,
endorfin, galanin (GAL), asam amino (asam glutamat dan asam gamma
amino-butirat), kortisol dan ghrelin, sedangkan yang termasuk dalam Zat
anoreksigenik antara lain α-melanocytestimulating hormone (α-MSH),
leptin, serotonin, norepinefrin, hormon pelepaskortikotropin, insulin,
kolesistokinin, peptida mirip glucagon, cocaine and amphetamine-relguated
transcript (CART) dan peptide YY (PYY).

Sebagian besar energi yang disimpan dalam tubuh terdiri atas lemak
dan jumlahnya dapat bervariasi pada berbagai individu. Penelitian
menunjukkan bahwa hipotalamus merasakan adanya proses penyimpanan
energi melalui kerja leptin (hormon peptide yang dilepaskan dari sel-sel
lemak (adiposit). Bila jumlah jaringan lemak meningkat, adiposit akan
melepaskan leptin lebih banyak lagi ke dalam darah yang kemudian
bersirkulasi ke otak dan menempati reseptor leptin di hipotalamus (nucleus
arkuata dan paraventrikuler), sedangkan Ghrelin dilepaskan terutama oleh
sel oksintik lambung dan usus. Kadarnya dalam darah meningkat selama
puasa, sesaat sebelum makan dan menurun drastis setelah makan, yang
mengisyaratkan hormon ini berperan untuk merangsang perilaku makan
(Guyton & Hall, 2007).
Pada skenario, yang mungkin terjadi salah satunya adalah
penurunan nafsu makan oleh pengaruh hormon kolesistokinin. Hormon ini
dilepaskan apabila makanan berlemak mencapai duodenum, tujuannya
adalah untuk merangsang pengeluaran dari empedu, namun apabila seksresi
dari empedu terhambat, kolesistokinin akan terus diproduksi sehingga dapat
menekan nafsu makan karena tergolong zat anoreksigonik. (Guyton & Hall,
2007).

11
9. Upaya apa yang dilakukan agar penyakit kuning tidak terjadi ?
Jawab :

a. Menjaga kebersihan diri dan Lingkungan.


Pencegahan penyakit ini bisa di lakukan dengan mudah dengan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Kebersihan diri diantaranya
berupa mandi minimal 2 kali sehari, mencuci tangan akan membantu
untuk mencegah penyakit Hepatitis. (Joseph, A., Samant, H., 2020)
b. Menjaga kebersihan lingkungan
Menjaga kebersihan lingkungan dapat dilakukan dengan cara
menjaga kebersihan bahan makanan, alat makanan dan lingkungan
tempat makanan. Sebagian besar penyebab penularan terjadi karena
makanan yang di konsumsi kurang terjaga dengan baik kebersihannya.
(Joseph, A., Samant, H., 2020)
c. Membiasakan makan makanan yang matang
Selain makanan yang bersih baik dari bahan, pengolahan dengan
alat makan dan tempat penyajian maupun lingkungan, pencegahan
penyakit Hepatitis ini bisa dilakukan dengan mengurangi makan
makanan mentah yang terkontaminasi tidak hanya pada makanan tetapi
juga air mentah yang belum di masak. (Joseph, A., Samant, H., 2020)

d. Hindari minum keras seperti minuman beralkohol dan perbanyak


minum air
Alkohol dapat memicu penyakit jika di konsumsi dan tidak baik
untuk organ hati. Memperbanyak minum air sesuai kebutuhan tubuh
seperti minum 2 liter per hari. Hal ini juga baik untuk metabolisme
tubuh. (Joseph, A., Samant, H., 2020)

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Özge Aşkın, Tuğba Kevser Üstünbaş Uzunçakmak, Neval Altunkalem, Yalçın


Tüzün. Vitamin deficiencies/hypervitaminosis and the skin.Vol 39. İstanbul
University Cerrahpaşa : Clinics in Dermatology : 2021 :847-857
2. Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Vol. II. Jakarta: Interna
Publishing: 2014
3. Rosida A. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala Kedokteran.
2016;12(1):123-31.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 1. Jakarta. EGC. 2005 : 483-484
5. Oswari H. Apa Yang Saya Perlu Tahu Mengenai Kuning Pada Bayi Baru
Lahir. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia: 2017
Fargo M V., Grogan SP, Saguil A. Evaluation of Jaundice in Adults. Am Fam
Physician. 2017;95(3):164-8.
6. Joseph A, Samant H. Jaundice. Treasure Island (FL) : StatPearls Publishing;
2021.
7. Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. Hal. 906-907.
8. Slyvia, A. dan M. Lorraine. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses -
Proses Penyakit Edisi 6 Vol. 2. Jakarta: EGC.
9. Fatima Maulidina Fajrian. Enzim Transferase dengan Bilirubin Total
Penderita Ikterus Obstruktif. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada :2020
10. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC;2000.H.455-63.
11. Daniel S. Wibowo and Widjaya Paryana, 2009. Anatomi Tubuh Manusia.
Singapore : Graha Ilmu Publishing, Hal : 353-356.
12. Dwi Adhiyanto, T tabung Cholangiogram.
13. H. M. Saxton and Basil Strickland, 1972. Practical Procedures In Diagnostic
Radiology. London : University Press, Hal 116
14. Ristania D. Soetikno, 2014. Prosedur Pemeriksaan Radiologi Gastrointestinal
Dan Urogenital. Bandung : penerbit buku PT Refika Aditama, Hal : 53- 55.
15. Sulaiman, HA. Akbar, HN. Lesmana, A. Noer, HMS. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Hati. Jakarta : CV Sagung Seto : 2012

13

Anda mungkin juga menyukai