Anda di halaman 1dari 38

NAMA : FRISAHILLAH ANZANIAH SALEH

NIM : PO5303201211340

KLS : 1C

TUGAS : ETIKA KEPERAWATAN

1. Download Uudengan peraturan yang terkait pratek keperawatan dan di pelajari lebih
lanjut.
⮚ Peraturan- menteri- kesehatan- nomor- 1796- Tahun- 2011- tentang- Registrasi-
tenaga- kesehatan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1796/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG REGISTRASI TENAGA
KESEHATAN

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 23 ayat (5)


Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan, dan dalam rangka
pemberian izin, perlu mengatur registrasi tenaga
kesehatan;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan
perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
hukum

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Registrasi Tenaga Keseha.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran NegaraRepublik
Indonesia Nomor 5063);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga


Kesehata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737)

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/


Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


REGISTRASI
TENAGA KESEHATAN

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
3. Uji kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan,
dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi
seseorang tenag kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau
pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki
sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta
diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya.
6. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat
kompetensi.
7. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI adalah
lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan.
8. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat MTKP adalah
lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan.

BAB II PELAKSANAAN REGISTRASI

Pasal 2

(1) Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaannya wajib memiliki STR.
(2) Untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan
harus memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi.
(3) Ijazah dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan dan uji
kompetensi.

Pasal 3
(1) Ijazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan oleh perguruan
tinggi bidang kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan oleh
MTKI.

Pasal 4

(1) Sertifikat kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap 5
(lima) tahun. (2) Untuk pertama kali sertifikat kompetensi diberikan selama jangka
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal kelahiran tenaga kesehatan yang
bersangkutan.
(2) Sertifikat kompetensi dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh STR.
Pasal 5

(1) Sertifikat kompetensi yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang melalui
partisipasi tenaga kesehatan dalam kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan, serta
kegiatan ilmiah lainnya sesuai dengan bidang tugasnya atau profesinya.
(2) Partisipasi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan
sepanjang telah memenuhi persyaratan perolehan Satuan Kredit Profesi.
(3) Satuan Kredit Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama 5 (lima) tahun
harus mencapai minimal 25 (dua puluh lima) Satuan Kredit Profesi.
(4) Jumlah Satuan Kredit Profesi dari setiap kegiatan pelatihan, temu ilmiah dan kegiatan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap kegiatan ditentukan oleh
Organisasi ProfESI.
(5) Organisasi Profesi dalam menentukan jumlah Satuan Kredit Profesi berdasarkan:
a. materi dalam kegiatan tersebut;
b. penyaji materi/narasumber;
c. tingkat kegiatan lokal/nasional/internasional;
d. jumlah jam/hari kegiatan; dan
e. peran kepesertaan (peserta/moderator/penyaji)

Pasal 6

(1) Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan oleh perguruan tinggi bidang kesehatan yang
telah terakreditasi dari badan yang berwenang, bersamaan dengan pelaksanaan ujian
akhir
(2) Perguruan tinggi bidang kesehatan melaporkan akan dilakukannya uji kompetensi
kepada MTKI melalui MTKP sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelum dilakukan
uji kompetensi.
(3) MTKI setelah menerima laporan dari perguruan tinggi bidang kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menyiapkan soal uji kompetensi, dan pengawas.

Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi bagi peserta didik pada perguruan tinggi
bidang kesehatan diatur oleh Menteri danMenteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan nasional.

Pasal 8

(1) Setelah uji kompetensi dilakukan, perguruan tinggi bidang kesehatan melaporkan
kepada MTKI melalui MTKP tentang peserta didik yang dinyatakan lulus.
(2) .MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempersiapkan sertifikat kompetensi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan MTKI kepada peserta didik pada waktu pengambilan
sumpah.
(4) Format Sertifikat Kompetensi sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir.

Pasal 9

(1) . MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (1),
selain mempersiapkan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (2) juga mempersiapkan STR.
(2) STR diberikan MTKI kepada peserta didik yang dinyatakan lulus bersamaan dengan
pemberian sertifikat kompetensi.
(3) STR dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku secara nasional.
(4) Masa berlaku STR sepanjang masa berlakunya sertifikat kompetensi.
(5) Format STR sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir

.
Pasal 10

(1) .MTKI harus membuat pembukuan terhadap setiap STR Yang dikeluarkan.
(2) .Pembukuan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Menteri melalui Kepala Badan.
Pasal 11

Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing atau Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia
Lulusan Luar Negeri untuk dapat melakukan pekerjaan/praktik di Indonesia harus memenuhi
ketentuan mengenai sertifikat kompetensi dan STR.

Pasal 12

Sertifikat kompetensi dan STR tidak berlaku apabila

a. masa berlaku habis;


b. dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan;
c. atas permintaan yang bersangkutan; atau
d. yang bersangkutan meninggal dunia.

Pasal 13

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kompetensi, sertifikasi, dan


registrasi sebagaimana dimaksud dalam Bab ini diatur dalam Pedoman yang
dikeluarkan oleh MTKI. (2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun
dengan terlebih dahulu mendapat masukan dari lembaga yang mempunyai tugas untuk
mengembangkan uji kompetensi pada Kementerian Pendidikan Nasional, Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian
Kesehatan, organisasi profesi, dan asosiasi/forum institusi pendidikan tenaga
kesehatan.

Pasal 14

Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan dibentuk MTKI.
Pasal 15

(1) .MTKI dibentuk dan diangkat oleh Menteri


(2) . MTKI dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Menter.

Pasal 16

MTKI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Bagian Kedua Tugas, Fungsi
dan Wewenang.

Pasal 17

MTKI mempunyai tugas membantu Menteri dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan
penatalaksanaan sertifikasi dan registrasi tenaga kesehatan yang menjalankan praktik atau
pekerjaannya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan.

Pasal 18

MTKI dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, mempunyai fungsi:

a. uji kompetensi bagi tenaga kesehatan;


b. pemberian STR; dan
c. pembinaan penyelenggaraan praktik atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Pasal 19

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, MTKI mempunyai
wewenang:

a. menyusun materi uji kompetensi;


b. mengelola bank soal uji kompetensi;
c. menetapkan penguji/asesor;
d. menyusun pedoman uji kompeti; c. menetapkan penguji/asesor;
e. menyusun pedoman uji kompetensi;
f. melakukan koordinasi pelaksanaan uji kompetensi;
g. menerbitkan dan mencabut sertifikat kompetensi;
h. melakukan sosialisasi mengenai uji kompetensi;
i. melaksanakan pemberian dan pencabutan STR;
j. melakukan pencatatan terhadap sertifikat kompetensi dan STR;
k. melakukan kaji banding mutu tenaga kesehatan;
l. melakukan sosialisasi mengenai STR;
m. melakukan pembinaan bersama terhadap pelaksanaan pekerjaan atau praktik yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan;
n. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
o. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannyasuesuai ketentuan.

Pasal 20

(1) Divisi Profesi mempunyai tugas


a. menyusun materi uji kompetensi
b. mengelola bank soal uji kompetensi
c. menetapkan penguji/asesor;
d. melakukan koordinasi pelaksanaan uji kompetensi;
e. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkai dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
f. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentun.
(2) Divisi Standarisasi mempunyai tugas:
a. menyusun pedoman uji kompetensi;
b. menerbitkan dan mencabut sertifikat kompetensi;
c. melaksanakan pemberian dan pencabutan STR;
d. melakukan pencatatan terhadap sertifikat kompetensi dan STR;
e. melakukan kaji banding mutu tenaga kesehatan;
f. melakukan sosialisasi mengenai STR;
g. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka
uji kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
h. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.
(3) Divisi Evaluasi mempunyai tugas:
a. melakukan sosialisasi mengenai uji kompetensi;
b. melakukan pembinaan bersama terhadap pelaksanaan pekerjaan atau praktik
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan;
c. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
d. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tindakan
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.
(4) Komite Disiplin Tenaga Kesehatan mempunyai tugas:
a. meneliti dan menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian
dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan;
b. memanggil atau meminta keterangan dari tenaga kesehatan yang diadukan,
penerima pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan, dan saksi;
c. melakukan pemeriksaan di lapangan atau hal lain yang dianggap perlu;
d. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka uji
kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga kesehatan; dan
e. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan tinda
administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan praktik atau
pekerjaannya sesuai ketentuan.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi dan wewenang MTKI diatur dengan Pedoman
yang dikeluarkan oleh MTKI. Bagian Ketiga Susunan Organisasi dan Keanggotaan

1) Susunan organisasi MTKI terdiri atas:


a. ketua;
b. ketua-ketua divisi;
c. ketua komite; dan
d. anggota.

2) Divisi dalam MTKI terdiri dari:


a. divisi profesi;
b. divisi standardisasi; dan
c. divisi evaluasi
3) Komite dalam MTKI terdiri dari:
a. komite disiplin tenaga kesehatan; dan
b. komite lain yang dianggap perlu yang dibentuk secara ad hoc.

Pasal 23

Pimpinan MTKI terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua divisi yang merangkap
anggota dilaksanakan secara kolektif.

Pasal 24

a. Jumlah anggota MTKI sekurang-kurangnya 23 (dua puluh tiga) orang


b. Anggota MTKI terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
c. Kementerian Kesehatan sebanyak 4 (empat) orang;
d. perwakilan organisasi profesi masing-masing sebanyak 1 (satu) orang; dan
e. perwakilan unsur pendidikan sebanyak 1 (satu) oran

Pasal 25

(1) Anggota MTKI mengucapkan sumpah dihadapan Menteri.


(2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: “Saya
bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas
ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga,
tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga. Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari
siapapun juga suatu janji atau pemberian. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam
menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan
mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan tenaga kesehatan. Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku
bagi Negara Republik Indonesia. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa
akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh seksama,
obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras,
gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-
baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
masyarakat, bangsa dan negara. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan
menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan
siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya
yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya

Pasal 26
Masa bakti keanggotaan MTKI adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk k 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 27

Untuk dapat diangkat sebagai anggota MTKI, yang bersangkutan harus memenuhi syarat
sebagai berikut:

a. warga Negara Republik Indonesia;


b. mempunyai STR bagi anggota yang mewakili profesi
c. surat penunjukan dari organisasi profesi bagi anggota yang mewakili profesi;
d. memiliki dedikasi yang tinggi terhadap mutu pelayanan kesehatan;
e. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
f. memiliki pengalaman bekerja sesuai profesinya minimal selama 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 28

(1) Anggota MTKI berhenti atau diberhentikan karena:


a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri
c. meninggal dunia;
d. bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia;
e. tidak mampu melaksanakan tugas secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan;
atau
f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(2) Dalam hal anggota MTKI menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan
sementara dari jabatannya.
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Ketua
MTKI.
(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) Pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Ketua MTKI.

Pasal 29

(1) Dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya MTKI dibantu oleh Sekretariat
yang dipimpin oleh seorang Sekretaris.
(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota MTKI.
(4) Dalam menjalankan tugasnya, sekretaris bertanggung jawab kepada Ketua MTKI.
(5) Dalam menjalankan tugasnya, Sekretaris dibantu oleh unit kerja pada Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian
Kesehatan yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi di bidang umum dan bidang
sertifikasi dan registrasi.

Pasal 30

(1) Ketentuan fungsi dan tugas sekretariat MTKI ditetapkan oleh Ketua. MTKI.
(2) Pegawai pada sekretariat MTKI tunduk pada peraturan perundangundangan mengenai
kepegawaian.

Pasal 31
(1) MTKI dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh MTKP yang berkedudukan di
Ibukota Provinsi
(2) MTKP dibentuk dan diangkat oleh MTKI dengan pertimbangan Kepala
Badan.Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, organisasi, dan keanggotaan

(3 )MTKP diatur dengan Pedoman yang dikeluarkan MTK

BAB IV PENDANAAN

Pasal 32

Pendanaan kegiatan MTKI dan MTKP dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi,
dan/atau peran serta masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 33

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, MTKI, MTKP dan organisasi profesi melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan praktik/pekerjaan yang dilakukan
tenaga kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan;
b. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan tenaga kesehatan.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
(1) Tenaga kesehatan yang telah memiliki surat izin/STR dan/atau surat izin
kerja/surat izin praktik berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada
dinyatakan telah memiliki STR sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2) Tenaga kesehatan yang memiliki surat izin/STR dan/atau surat izin kerja/surat izin
praktik yang masa berlakunya berakhir paling lama 5 (lima) tahun setelah
berlakunya Peraturan Menteri ini, kepadanya dapat diberikan perpanjangan STR.
(3) Tenaga kesehatan yang pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini belum diatur
ketentuan mengenai STR dan/atau surat izin kerja/surat izin praktiknya,
kepadanya diberikan STR berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(4) Tenaga Kesehatan yang belum memiliki surat izin/STR dan/atau surat izin
kerja/surat izin praktik yang telah lulus ujian program pendidikan sebelum Tahun
2012, kepadanya diberikan STR berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(5) Permohonan STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dapat dilakukan secara
kolektif melalui organisasi profesi, institusi pendidikan dan/atau fasilitas
pelayanan kesehatan dimana tenaga kesehatan melakukan pekerjaan/praktikny

Pasal 35

Masa berlaku STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 diberikan selama 5 (lima) tahun
berdasarkan tanggal kelahiran tenaga kesehatan yang bersangkutan.

Pasal 36

(1) Keanggotaan MTKI yang untuk pertama kali diangkat dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 221/Menkes/SK/II/2011 tanggal 1 Februari 2011 tetap menjadi
anggota MTKI berdasarkan Peraturan Menteri ini dengan masa bakti diubah menjadi
5 (lima) tahun sehingga berakhir pada Tahun 2016.
(2) Keanggotaan MTKP yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan tetap menjadi anggota
MTKP berdasarkan Peraturan Menteri ini dengan masa bakti 5 (lima) tahun sejak
ditetapkannya.
(3) MTKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap melaksanakan tugas uji kompetensi
apabila perguruan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) belum dapat melaksanakan uji kompetensi tersebut.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37

Ketentuan registrasi tenaga kesehatan dalam Peraturan Menteri ini tidak


berlaku bagi tenaga medis dan tenaga kefarmasian.

Pasal 38

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka: 1. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan; dan 2.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1134/Menkes/SK/VIII/2010 tentang
Keanggotaan, Organisasi dan Tata Kerja Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 39

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
Nomor 5063mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita NegaraPeraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara.

⮚ UU No. 36 Tahun 2014 Tentang tenaga kesehatan

Nakes dalam UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan

Nakes diatur tersendiri dengan Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun


2014 tentang Nakes. UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan merupakan pelaksanaan
amanat ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009  tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia tentang Kesehatan (Lembaran Negarara. Nomor 5063);

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan disahkan oleh Presiden
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 17 Oktober 2014. UU 36 tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 298, dan Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5067 oleh
Menkumham Amir Syamsudin di Jakarta dan mulai diberlakukan pada

tanggal 17 Oktober 2014.

Pada saat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan mulai berlaku:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (Pasal 92)

b. Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4431) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 94 huruf a); dan

c. Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang


Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431) menjadi sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah
terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (Pasal 94 huruf b).

Pertimbangan pengesahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga


Kesehatan adalah:

a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas


pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan berkesinambungan,
adil dan merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakat;

c. bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan
kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan
memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan;

d .bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan
masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan
untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga
kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan;

e bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-

undangan dan belum menampung kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu


dibentuk undang-undang

tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara komprehensif;

f.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,


huruf d, dan huruf
, perlu membentuk Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan;

DASAR HUKUM

Dasar hukum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan adalah:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);

Penjelasan umum tentang UU Tentang tenaga kesehatan

Undang Undang tentang Tenaga Kesehatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa
Pembukaan UUD 1945 mencantumkan cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan
tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa. Salah satu wujud memajukan kesejahteraan umum adalah Pembangunan
Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka melakukan upaya kesehatan
tersebut perlu didukung dengan sumber daya kesehatan, khususnya Tenaga Kesehatan yang
memadai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun penyebarannya.

Upaya pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan sampai saat ini belum memadai, baik dari
segi jenis, kualifikasi, jumlah, maupun pendayagunaannya. Tantangan pengembangan Tenaga
Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah:
1. pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan belum dapat memenuhi
kebutuhan Tenaga Kesehatan untuk pembangunan kesehatan;

2. regulasi untuk mendukung upaya pembangunan Tenaga Kesehatan masih terbatas;

3. perencanaan kebijakan dan program Tenaga Kesehatan masih lemah;

4. ekurangserasian antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis Tenaga Kesehatan;

5. kualitas hasil pendidikan dan pelatihan Tenaga Kesehatan pada umumnya masih
belum memadai;

6. pendayagunaan Tenaga Kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan Tenaga Kesehatan


berkualitas masih kurang;

7. pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan karir, sistem penghargaan, dan


sanksi belum dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan;

8. pengembangan profesi yang berkelanjutan masih terbatas;

9. pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan belum dapat dilaksanakan


sebagaimana yang diharapkan;

10. sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan masih
terbatas;

11. sistem informasi Tenaga Kesehatan belum sepenuhnya dapat menyediakan data dan
informasi yang akurat, terpercaya, dan tepat waktu; dan

12. dukungan sumber daya pembiayaan dan sumber daya lain belum cukup.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya penguatan regulasi untuk


mendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan melalui percepatan
pelaksanaannya, peningkatan kerja sama lintas sector, dan peningkatan pengelolaannya
secara berjenjang di pusat dan daerah.

Perencanaan kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional disesuaikan dengan


kebutuhan berdasarkan masalah kesehatan, kebutuhan pengembangan program
pembangunan kesehatan, serta ketersediaan Tenaga Kesehatan tersebut. Pengadaan
Tenaga Kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan diselenggarakan melalui
pendidikan dan pelatihan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun
masyarakat, termasuk swasta.
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan meliputi penyebaran Tenaga Kesehatan yang merata
dan berkeadilan, pemanfaatan Tenaga Kesehatan, dan pengembangan Tenaga Kesehatan,
termasuk peningkatan karier. Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan
terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas Tenaga Kesehatan sesuai dengan
Kompetensi yang diharapkan dalam

mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.


Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan
komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan Tenaga
Kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi sertifikasi melalui Uji Kompetensi,
Registrasi, perizinan, dan hak-hak Tenaga Kesehatan.

Penguatan sumber daya dalam mendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga


Kesehatan dilakukan melalui peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan, penguatan sistem
informasi Tenaga Kesehatan, serta peningkatan pembiayaan dan fasilitas pendukung
lainnya.

Dalam rangka memberikan pelindungan hukum dan kepastian hukum kepada Tenaga
Kesehatan, baik yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang
tidak langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri, diperlukan adanya
landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kesehatan serta sosial ekonomi dan budaya.

⮚ UU No.38 TAHUN 2014 Tentang keperawatan

Apa itu Perawat?. Perawat menurut UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada
individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun
sehat.
Pelayanan Keperawatan dalam UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit. Praktik
Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk
Asuhan Keperawatan. Keperawatan sekarang memiliki Undang-undang tersendiri.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
disahkan oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 17 Oktober
2014 dan UU Keperawatan mulai diberlakukan setelah diundangkan oleh
Menkumham Amir Syamsudin di Jakarta dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 307 dan Penjelasan Atas UU 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612
pada tanggal 17 Oktober 2019.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia yang diakui secara konstitusional dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hak warga
negara dan tanggung jawab negara. Hak asasi bidang kesehatan ini harus diwujudkan
melalui pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
individu, keluarga, dan masyarakat dengan menanamkan kebiasaan hidup sehat.

penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui pemberian pelayanan


kesehatan yang didukung oleh sumber daya kesehatan, baik tenaga kesehatan maupun
tenaga non-kesehatan. Perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan
sebagai penyelenggara Praktik Keperawatan, pemberi Asuhan Keperawatan, penyuluh
dan konselor bagi Klien, pengelola Pelayanan Keperawatan, dan peneliti
Keperawatan. Pelayanan Keperawatan yang diberikan oleh Perawat didasarkan pada
pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu keperawatan yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan Klien, perkembangan ilmu pengetahuan, dan tuntutan globalisasi.
Pelayanan kesehatan tersebut termasuk Pelayanan Keperawatan yang dilakukan
secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman oleh Perawat yang telah
mendapatkan registrasi dan izin praktik. Praktik keperawatan sebagai wujud nyata
dari Pelayanan Keperawatan dilaksanakan secara mandiri dengan berdasarkan
pelimpahan wewenang, penugasan dalam keadaan keterbatasan tertentu, penugasan
dalam keadaan darurat, ataupun kolaborasi.
Untuk menjamin pelindungan terhadap masyarakat sebagai penerima Pelayanan Keperawatan
dan untuk menjamin pelindungan terhadap Perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan,
diperlukan pengaturan mengenai keperawatan secara komprehensif yang diatur dalam
undang-undang. Selain sebagai kebutuhan hukum bagi perawat, pengaturan ini juga
merupakan pelaksanaan dari mutual recognition agreement mengenai pelayanan jasa
Keperawatan di kawasan Asia Tenggara. Ini memberikan peluang bagi perawat warga negara
asing masuk ke Indonesia dan perawat Indonesia bekerja di luar negeri untuk ikut serta
memberikan pelayanan kesehatan melalui Praktik Keperawatan. Ini dilakukan sebagai
pemenuhan kebutuhan Perawat tingkat dunia, sehingga sistem keperawatan Indonesia dapat
dikenal oleh negara tujuan dan kondisi ini sekaligus merupakan bagian dari pencitraan dan
dapat mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia di bidang kesehatan.

Atas dasar itu, maka dibentuk Undang-Undang tentang Keperawatan untuk memberikan
kepastian hukum dan pelindungan hukum serta untuk meningkatkan, mengarahkan, dan
menata berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan Keperawatan dan Praktik
Keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Undang-Undang ini memuat pengaturan
mengenai jenis perawat, pendidikan tinggi keperawatan, registrasi, izin praktik, dan registrasi
ulang, praktik keperawatan, hak dan kewajiban bagi perawat dan klien, kelembagaan yang
terkait dengan perawat (seperti organisasi profesi, kolegium, dan konsil), pengembangan,
pembinaan, dan pengawasan bagi perawat, serta sanksi administratif.

Latar belakang disahkannya UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah :

a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan nasional
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pembangunan kesehatan;
b. bahwa penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan;

c. bahwa penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung


jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki
kompetensi, kewenangan, etik, dan moral tinggi;

d. bahwa mengenai keperawatan perlu diatur secara komprehensif dalam Peraturan


Perundang-undangan guna memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada
perawat dan masyarakat

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,


huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Keperawatan;

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok,


atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

2.Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan

1. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan


bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik
sehat maupun sakit.

2. Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam


bentuk Asuhan Keperawatan.

3. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan


lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian Klien
dalam merawat dirinya.

4. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku


peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi
Keperawatan.

5. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat


yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Keperawatan.

6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku


peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi
Keperawatan.

7. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat


yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan pratik keperawatan.

8.Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik Keperawatan
yang diperoleh lulusan pendidikan profesi..

9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya
serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.

10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada Perawat yang telah diregistrasi.

11. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan Praktik Keperawatan.

12. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat.

13. Perawat Warga Negara Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara
Indonesia.

14. Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan
jasa Pelayanan Keperawatan.

15. Organisasi Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara nasional
dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

16. Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat
untuk setiap cabang disiplin ilmu Keperawatan yang bertugas mengampu dan
meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.

17. Konsil Keperawatan adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen.

18. Institusi Pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan


Keperawatan.

19. Wahana Pendidikan Keperaw perawatan yang selanjutnya disebut wahana pendidikan
adalah fasilitas, selain perguruan tinggi, yang digunakan sebagai tempat
penyelenggaraan pendidikan Keperawatan.

20. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

21. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

22. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan.

Pasal 2

Praktik Keperawatan berasaskan:

a. perikemanusiaan;

b. nilai ilmiah;

c. etika dan profesionalitas;

d. manfaat;

e. keadilan;

f. pelindungan; dan

g. kesehatan dan keselamatan Klien.

Pasal 3

Pengaturan Keperawatan bertujuan:

a. meningkatkan mutu Perawat;


b. meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan;

c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan

d. meningkatkan derajat kesehatan masyarak

BAB II
JENIS PERAWAT

Pasal 4

1. Jenis Perawat terdiri atas:

a. Perawat profesi; dan

b. Perawat vokasi.

2. Perawat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. ners; dan

b. ners spesialis.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai jeni s Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB III
PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN

Pasal 5

Pendidikan tinggi Keperawatan terdiri atas:

a. pendidikan vokasi;

b. pendidikan akademik; dan

c. pendidikan profesi

Pasal 6

1. Pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a merupakan program


diploma Keperawatan.

2. Pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a paling rendah adalah
program Diploma Tiga Keperawatan.

pasal 7

Pendidikan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas

a. program sarjana Keperawatan;

b. program magister Keperawatan; dan

c. program doktor Keperawatan.

Pasal 8

Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas:

a. program profesi Keperawatan; dan

b. program spesialis Keperawatan.

Pasal 9

1. Pendidikan Tinggi Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki izin penyelenggaraan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

2. Perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk universitas,
institut, sekolah tinggi, politeknik, atau akademi.

3. kademi.

4. Perguruan tinggi dalam menyelenggarakan Pendidikan Tinggi Keperawatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyediakan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi
Perawat.

5. Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan melalui:
A kepemilikan; atau

B kerja sama.

6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan


rumah sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama yang memenuhi
persyaratan, termasuk jejaring dan komunitas di dalam wilayah binaannya.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai


Wahana Pendidikan diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan setelah berkoordinasi dengan Menteri.

Pasal 10

1. Perguruan tinggi Keperawatan diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat


sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

2. Perguruan tinggi Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan


tridarma perguruan tinggi.

Pasal 11

1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keperawatan harus memenuhi Standar Nasional


Pendidikan Keperawatan.

2. Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

3. Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


disusun secara bersama oleh kementeria

4. Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan.

Pasal 12

1. Dalam rangka menjamin mutu lulusan, penyelenggara pendidikan tinggi Keperawatan


hanya dapat menerima mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.

2. Ketentuan mengenai kuota nasional penerimaan mahasiswa diatur dengan Peraturan


Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan setelah
berkoordinasi dengan Menteri.

Pasal 13

1. Institusi Pendidikan tinggi Keperawatan wajib memiliki dosen dan tenaga


kependidikan.

2. Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:

a. perguruan tinggi; dan

b. Wahana Pendidikan Keperawatan.

1. Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

2. Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 14

1. Dosen pada Wahana Pendidikan Keperawatan memberikan pendidikan serta


melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dan pelayanan kesehatan.

2. Dosen pada Wahana Pendidikan Keperawatan memiliki kesetaraan, pengakuan, dan


angka kredit yang memperhitungkan kegiatan pelayanan kesehatan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit dosen pada
Wahana Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

1. Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat berasal
dari pegawai negeri dan/atau nonpegawai negeri.

2. Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan


diberhentikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 16

1. Mahasiswa Keperawatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus
mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.

2. Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan
tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi Perawat, lembaga pelatihan, atau
lembaga sertifikasi yang terakreditasi.

3. Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja.

4. Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh
Organisasi Profesi Perawat dan Konsil Keperawatan dan ditetapkan oleh Menteri.

5. Mahasiswa pendidikan vokasi Keperawatan yang lulus Uji Kompetensi diberi


Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi.

6. Mahasiswa pendidikan profesi Keperawatan yang lulus Uji Kompetensi diberi


Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi diatur dengan
Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan.

BAB IV
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN REGISTRASI ULANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 17

Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Perawat, Menteri dan Konsil Keperawatan bertugas
melakukan pembinaan dan pengawasan mutu Perawat sesuai dengan kewenangan masing-
masing.
Bagian Kedua
Registrasi

Pasal 18

1. Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki STR.

2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil Keperawatan setelah
memenuhi persyaratan.

Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan;

b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;

c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan

e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

4.STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun.

5.Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:memiliki
STR lama;

A memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;

B memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

C membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profes

6.memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;

memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

7.membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

2 .BUATLAH RINGKASAN TERKAIT BAGIAN PERTEMUAN MENKES UU YANG


MENJELASKAN

TENTANG KREDENSIAL, REGISTRASI, AKREDISTASI, DAN LISENSI.


Legislasi Keperawatan

Legislasi keperawatan adalah suatu proses untuk menetapkan serangkaian ketentuan yang
harus ditaati dan diikuti oleh setiap perawat yang akan memberikan pelayanan kepada orang
lain. Pelayanan keperawatan professional hanya dapat diberikan oleh tenaga keperawatan
profesional yang telah memiliki ijin dan kewenangan untuk melakukan tindakan keperawatan
yang dibutuhkan oleh sistem pasien. Pengaturan pemberian ijin dan kewenangan diatur dalam
suatu sistem regulasi keperawatan. Legislasi keperawatan mencerminkan suatu hukum yang
diberlakukan dalam bentuk undang-undang praktik keperawatan.

Undang-undang praktik keperawatan dibuat untuk melindungi masyarakat terhadap para


praktisi keperawatan yang melakukan pelayanan secara tidak aman. Tujuan ini dicapai
dengan mendefinisikan praktik keperawatan, mengembangkan kriteria untuk memasuki
profesi keperawatan, menetapkan ketentuan dan peraturan yang melaksanakan,
mempertahankan, dan menegakkan standar praktik keperawatan (Vestal, 1995).

Berkat perjuangan yang gigih para perawat, pemerintah Republik Indonesia telah
mengesahkan Undang-undang no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan yang disahkan pada
tanggal 17 Oktober 2014. Undang-undang Keperawatan terdiri dari 13 bab, 66 pasal yang
berisi jenis perawat, pendidikan tinggi keperawatan, registrasi, ijin praktik, registrasi ulang,
praktik keperawatan, hak dan kewajiban, organisasi profesi perawat, kolegium keperawatan,
konsil keperawatan, pengembangan, pembinaan, dan pengawasan, sanksi administrasi,
ketentuan peralihan, ketentuan penutup.

1. Kredensial Praktik Keperawatan

Kredensial adalah suatu proses determinasi dan memelihara kompetensi praktik keperawatan.
Proses kredensial adalah salah satu cara memelihara standar praktik profesi keperawatan dan
bertanggung jawab atas persiapan pendidikan anggotanya. Kredensial meliputi lisensi,
registrasi, sertifikasi, dan akreditasi.

2. Lisensi/ijin praktik keperawata

Lisensi keperawatan adalah suatu dokumen legal yang mengijinkan seorang


perawat

untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan keperawatan secara spesifik


kepada masyarakat dalam suatu juridiksi. Semua perawat seyogyanya

mengamankannya dengan mengetahui standar pelayanan yang yang dapat

diterapkan dalam suatu tatanan praktik keperawatan.

Lisensi/ijin praktik keperawatan berupa penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) bagi
perawat. STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan
yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk mendapatkan STR setiap perawat wajib mengikuti ujian kompetensi yang
diselenggarakan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI). Jika mereka lulus uji
kompetensi maka sambil menunggu STR akan diterbitkan Sertifikat Kompetensi (Serkom).

Perawat yang belum mempunyai STR tidak dapat bekerja di area keperawatan. Perawat yang
sudah memiliki STR yang akan melakukan praktik mandiri di luar institusi tempat bekerja
yang utama dapat mengajukan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) di Dinas Kesehatan
setempat.

Untuk mendapatkan ijin praktik keperawatan tentunya sudah diatur dalam Sistem Regulasi
Keperawatan. Sistem regulasi merupakan suatu mekanisme pengaturan yang harus ditempuh
oleh setiap tenaga keperawatan yang berkeinginan untuk memberikan pelayanan keperawatan
kepada pasien.

3. Registrasi

Apakah Anda sudah tercatat di Dinas Kesehatan sebagai perawat? Pencatatan ini disebut
registrasi, dan registrasi ini ada aturannya yang akan diuraikan berikut ini. Dalam sistem
legislasi keperawatan khususnya yang tertuang dalam keputusan menteri kesehatan,
Registrasi keperawatan dimaksudkan sebagai pencatatan resmi terhadap perawat yang telah
mempunyai kualifikasi dan diakui secara hukum untuk melakukan tindakan keperawatan.

Registrasi keperawatan ada dua yaitu registrasi awal adalah dilakukan setelah yang
bersangkutan selesai/lulus pendidikan keperawatan, mengikuti uji kompetensi, dan
dinyatakan lulus uji kompetensi. Setelah perawat teregistrasi akan memperoleh STR yang
dapat diperbaharui kembali setelah lima tahun (5 Tahun) yaitu melalui registrasi ulang.
Registrasi ulang dilakukan dengan menggunakan 25 kredit yang diperoleh dari berbagai
kegiatan ilmiah. Keseluruhan proses pencapaian/penilaian kredit tersebut merupakan kegiatan
sertifikasi

Registrasi keperawatan merupakan proses administrasi yang harus ditempuh oleh seseorang
yang ingin melakukan pelayanan keperawatan kepada orang lain sesuai dengan kemampuan
atau kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi adalah kepemilikan kemampuan tertentu atau
beberapa kemampuan untuk memenuhi persyaratan ketika menjalankan suatu peran.
Kompetensi ini tidak dapat diterapkan apabila belum diva1idasi dan diverifikasi oleh badan
yang berwenang. Organisasi pelayanan kesehatan biasanya menggunakan beberapa sumber
untuk menetapkan suatu kompetensi yaitu melalui lisensi dari badan keperawatan wilayah,
sertifikasi nasional, dan telaah kinerja

4.Akreditasi

Akreditasi adalah suatu proses oleh pemerintah bersama-sama organisasi profesi menilai dan
menjamin akreditasi status suatu institusi dan/atau program atau pelayanan yang menemukan
struktur, proses, dan kriteria hasi

Di Indonesia, akreditasi institusi pendidikan keperawatan dilakukan oleh Pusdiknakes atau


Badan Akreditasi Nasional (BAN) atau Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) setiap 5 tahun.
Akreditasi ini untuk menentukan pencapaian standar minimum dalam penyelenggaraan
pendidikan bagi institusi bersangkutan. Hasil status akreditasi pendidikan dinyatakan dalam
tingkatan status akreditasi A, B, C dan Ijin Operasional (IO.

Status akreditasi ini ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh meliputi perencanaan
pembelajaran, proses pembelajaran, sarana dan fasilitas yang tersedia sesuai dengan tujuan
pendidikan.

1.Tujuan program akreditasi ini adalah:

A.Untuk mempertahankan program pendidikan bertanggungjawab terhadap masyarakat


profesi keperawatan, konsumen, karyawan, pendidikan tinggi, mahasiswa dan keluarganya,
dan kepada siapapun dengan meyakinkan bahwa program ini mempunyai misi, tujuan dan
criteria hasil yang tepat untuk mempersiapkan individu yang masuk dalam bidang
keperawatan

B. Mengevaluasi keberhasilan program pendidikan keperawatan dalam mencapai misi, tujuan


dan kriteria hasil.
C.Mengkaji apakah program pendidikan keperawatan mencapai standar akreditasi.

D. Memberi informasi kepada masyarakat tentang tujuan dan nilai akreditasi dan

mengidentifikasi program pendidikan keperawatan yang memenuhi standar akreditasil

E.Menganjurkan untuk terus mengembangkan program pendidikan keperawatan, dan


khususnya dalam praktik keperawatan

Sesuai dengan tujuan akreditasi di atas, maka setiap institusi pendidikan selalu mengevaluasi
sendiri apakah tujuan pendidikan sudah tercapai ? karena institusi tersebut bertanggungjawab
tidak hanya pada mahasiswa/peserta didik, tetapi juga pada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai