Anda di halaman 1dari 24

1

LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU

Oleh :
TOIBAH
NPM : 2022207209163

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


PROGRAM STUDY PROFESI NERS
TAHUN 2022
2
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU

A. Definisi
1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyerang paru dan organ
lainya (Kemenkes RI, 2016).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang di sebabkan oleh
basil microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil
tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru melalui airbone infection
dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer.
Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai
paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri
ini ditularkan oleh droplet nucleus, droplet yang ditularkan melalui
udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau
bernyanyi (Priscilla, 2012).

2. Tanda dan Gejala Tuberkulosis Paru


Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain
yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada
sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan
bahkan kadang-kadang asimtomatik (Muttaqin, 2012).
Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistemik :
a. Gejala Respiratorik,
meliputi :
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak
ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan kemudian menjadi
produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu.
Keadaan yang selanjutnya adalah batuk darah (hemoptoe)
karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
2) Batuk darah
Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
3) Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru.
Gejala ini ditemukan apabila terjadi kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic
yang ringan. Gejala nyeri dada ini timbul apabila system
persarafan di pleura terkena.

b. Gejala Sistemik,
meliputi :
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun
kadang-kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan
ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Demam
merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore hari dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang
timbul dan semakin lama semakin panjang serangannya
sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
2) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering
ditemukan berupa : tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang,
nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini biasanya berangsur-angsur
dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun
jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

3. Cara Penularan
a. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis BTA positif melalui
percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun bukan berarti
pasien tuberkulosis BTA negatif tidak mengandung kuman dalam
dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman
yang terkandung dalam contoh uji < 5000 kuman/cc dahak
sehingga sulit di deteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
langsung.
b. Pasien tuberkulosis BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit tuberkulosis. Tingkat penularan
pasien tuberkulosis positif adalah 65 %, pasien tuberkulosis BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26 %, sedangkan pasien
tuberkulosis dengan hasil kultur negatif dan foto thoraks positif
adalah 17 %.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
e. Umunya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembap (Pusdokkes Polri, 2015).
4. Perjalananan Alamiah Tuberkulosis Pada Manusia.
a. Paparan
Peluang peningkatan paparan terkait dengan :
1) Jumlah kasus menular di masyarakat.
2) Peluang kontak dengan kasus menular.
3) Tingkat daya tular dahak sumber penularan.
4) Intensitas batuk sumber penularan.
5) Kedekatan kontak dengan sumber penularan.
6) Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6-14 minggu setelah
infeksi. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap
hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif
kembali tergantung dari daya tahan tubuh manusia. Penyebaran
melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi.
c. Faktor Resiko
Faktor resiko menjadi sakit tuberkulosis adalah tergantung dari :
1) Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup
2) Lamanya waktu terinfeksi
3) Usia seseorang yang terinfeksi
4) Tingkat daya tahan tubuh seseorang
Seseorang dengan daya tahan tubuh rendah diantaranya infeksi
HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan
berkembangnya tuberkulosis aktif.
5) Infeksi HIV
Pada seseorang yang terinfeksi tuberkulosis, 10 % diantaranya
akan menjadi sakit tuberkulosis. Namun pada seseorang dengan
HIV positif akan meningkatkan kejadian tuberkulosis. Orang
dengan HIV beresiko 20-37 kali untuk sakit tuberkulosis
dibandingkan dengan orang yang tidak terifeksi HIV, dengan
demikian penularan tuberkulosis di masyarakat akan meningkat
juga.
d. Meninggal Dunia
Faktor resiko kematian karena tuberkulosis :
1) Akibat dari keterlambatan diagnosis
2) Pengobatan tidak adekuat
3) Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit
penyerta
4) Pada pasien tuberkulosis tanpa pengobatan 50 % diantaranya
akan mengalami kematian/meninggal dan resiko ini meningkat
pada pasien dengan HIV positif. Begitu juga pada ODHA 25 %
kematian disebabkan oleh tuberkuosis.
5. Patofisologi Tuberkulosis Paru

Udara tercemar Dihirup individu Kurang


Microbacterium rentan informasi
tuberkulosa
Masuk paru Kurang
pengetahuan

Reaksi
inflamasi / Hipertermia
peradangan

Penumpukan eksudat
dalam elveoli

Tuberkel Produksi sekret


berlebih

Meluas Mengalami perkejuan


Sekret susah Bersin
dikeluarkan
Klasifikasi
Penyebaran
hematogen kelakt
limfogen
Mengganggu perfusi Ketidakefektifan Resti
bersihan jalan penyebaran
nafas infeksi pada
orang lain
Peritoneum
dan difusi O² Sesak
nafas Intoleransi
aktifitas

Asam
Resti Gangguan
lambung
penyebaran pertukaran
infeksi pada diri gas
sendiri
Mual,
anoreksia

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

Sumber : Nanda ( 2013 )


6. Klasifikasi Tuberkulosis Paru
a. Berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
1) Tuberkulosis Paru
Adalah tuberkulosis yang terjadi pada parenkin (jaringan) paru.
Milier tuberkulosis dianggap sebagai tuberkulosis paru karena
adanya lesi pada jaringan paru. Limfadentis tuberkulosis di
rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura
tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung
tuberkulosis pada paru, dinyatakan sebagai tuberkulosis ekstra
paru. Pasien yang menderita tuberkulosis paru dan sekaligus
juga menderita tuberkulosis ekstra paru, diklasifikasikan
sebagai pasien tuberkulosis paru.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru
Adalah tuberkulosis yang terjadi pada organ selain paru
misalnya pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,
kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis tuberkulosis
ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis tuberkulosis ekstra paru
harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
tuberculosis. Pasien tuberkulosis ekstra paru yang menderita
tuberkulosis pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai
pasien tuberkulosis ekstra paru pada organ menunjukkan
gambaran tuberkulosis yang terberat.
b. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat obat
anti tuberkulosis (OAT) sebelumnya atau riwayat mendapatkan
OAT kurang dari 1 bulan.
2) Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien
yang pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini
diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan
terakhir sebagai berikut :
a) Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini
ditegakan diagnosa tuberkulosis episode rekuren (baik
untuk kasus yang benar-benar kambuh atau episode baru
yang disebabkan reinfeksi).
b) Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang
sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan
gagal pada akhir pengobatan.
c) Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah
menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya
selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan
tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan (Pada revisi
Guideline WHO tahun 2013, klasifikasi ini direvisi menjadi
pasien dengan perjalanan pengobatan tidak dapat dilacak/
lost of follow up yaitu pasien yang pernah mendapatkan
OAT dan dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir
pengobatan).
d) Kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah pasien
sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir
pengobatan tidak diketahui atau tidak di dokumentasikan
(ditambahkan pada revisi Guideline WHO tahun 2013).
e) Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register
tuberkulosis (TB 03) lain untuk melanjutkan pengobatan
(klasifikasi ini tidak lagi terdapat dalam revisi Guideline
WHO tahun 2013).
f) Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan
sebelumnya adalah pasien yang tidak dapat dimasukan
dalam salah satu kategori diatas.

Penting diidentifikasi riwayat pengobatan sebelumnya karena


terdapatnya resiko resisten obat. Sebelum dimulai pengobatan
sebaiknya dilakukan pemeriksaan biakan spesimen dan uji
resistensi obat atau metode diagnostik cepat yang telah
disetujui WHO (Xpert MTB/RIF) untuk semua pasien dengan
riwayat pemakaian OAT.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekatan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan
contoh uji dari Mycobacterium Tuberculosis terhadap OAT dapat
berupa :
1) Mono Resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis
OAT lini pertama saja.
2) Poli Resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis
OAT lini pertama selain Isonazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.
3) Multi Drug Resistan : resistan terhadap Isonazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
4) Extensive Drug Resistan : adalah tuberkulosis MDR yang
sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT ini kedua
jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, dan Amikasin).
5) Resistan Rifampisin (TB RR) : resistan terhadap Rifampisin
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotif (tes cepat) atau metode fenotif
(konvensional).
d. Berdasarkan status HIV
1) Kasus tuberkulosis dengan HIV positif adalah kasus
tuberkulosis konfirmasi bakteriologis atau klinis yang memiliki
hasil positif untuk tes infeksi HIV yang dilakukan pada saat
ditegakan diagnosis tuberkulosis atau memiliki bukti
dokumentasi bahwa pasien telah terdaftar di register HIV atau
obat antiretroviral (AVR) atau pratetapi ARV.
2) Kasus tuberkulosis dengan HIV negatif adalah kasus
tuberkulosis konfirmasi bakteriologis atau klinis yang memiliki
hasil negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakan
diagnosis tuberkulosis, bila pasien ini diketahui HIV positif
dikemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.
3) Kasus tuberkulosis dengan status HIV tidak diketahui adalah
kasus tuberkulosis konfirmasi bakteriologis atau klinis yang
tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti
dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV.

7. Pengobatan Tuberkulosis Paru


a. Tujuan Pengobatan Tuberkulosis
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta
kualitas hidup.
2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena tuberkulosis atau
dampak buruk selanjutnya.
3) Mencegah terjadinya kekambuhan tuberkulosis.
4) Menurunkan penularan tuberkulosis.
5) Mencegah terjadinya dan penularan tuberkulosis resistan obat.
b. Prinsip Pengobatan Tuberkulosis
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan tuberkulosis. Pengobatan tuberkulosis adalah
merupakan salah satu upaya paling efesien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari kuman tuberkulosis.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip :
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi.
2) Diberikan dalam dosis yang tepat.
3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.
c. Tahapan Pengobatan Tuberkulosis
1) Tahap Awal
Pengobatan diberikan setiap hari, panduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif memberikan
manfaat dalam menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya
dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit,
daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu.
2) Tahap Lanjutan
Merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa
kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan.
d. Obat Anti Tiberkulosis (OAT)
1) OAT lini pertama
Tabel
OAT Lini Pertama

JENIS SIFAT EFEK SAMPING

Isoniazid Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,


(H) gangguan fungsi hati, kejang.

Rifampisin Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal


(R) (mual,sakit perut), urine berwarna merah,
gangguan fungsi hati, trombositopeni,
deman, skin rash, sesak nafas, anemia
hemolitik, tidak nafsu makan.

Pirazinamid Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan


(Z) fungsi hati, gout artritis

Streptomisin Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan


(S) keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopeni.

Etambutol Bakteriostatik Gangguan penghilatan, buta warna,


(E) neuritis perifer.
Tabel
Kisaran Dosis OAT Lini Pertama Pasien Dewasa

DOSIS
OAT

HARIAN 3 X / MINGGU

Kisaran Maksimun Kisaran Maksimun/


dosis (mg) dosis hari (mg)
(mg/kg BB) (mg/kg BB)

Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Streptomisin (S) 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Etambutol (E) 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

2) OAT lini ke 2
Yaitu obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien
tuberkulosis resisten seperti Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan
PAS, serta OAT lini-1 yaitu Pirazinamid dan Etambutol.
e. Pengaruh Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Terhadap Asupan Nutrisi.
Pemberian obat anti tuberkulosis (multidrugs tuberculosis) untuk
mengobati penyakit tuberkulosis paru yang terdiri atas beberapa
antibiotika akan memberikan pengaruh buruk terhadap mikroflora
di saluran pencernaan. Pemberian antibiotik spektrum luas
menimbulkan sejumlah efek merugikan dalam hubungannya
dengan keseimbangan mikroflora usus. Pengaruh negatif terhadap
keseimbangan mikroflora usus inflamasi karena infeksi
tuberkulosis paru, menurunkan pengaturan sintesa zat gizi dan
menurunkan nafsu makan sehingga terjadi kekurangan gizi.
Penderita tuberkulosis paru umumnya mengalami penurunan berat
badan akibat asupan makanan rendah yang dipicu oleh selera
makan menurun (Suparman dkk, 2011).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Menurut Imam Somantri, 2012 Tinjauan Asuhan Keperawatan Kebutuhan
Oksigen Pada Penyakit Tuberkulosis Paru sebagai berikut :
1. Pengkajian
a) Biodata
Penyakit tuberculosis dapat menyerang pada semua umur, mulai
dari anak sampai dengan orang dewasa dengan komposisi antara
komposis antara laki-laki dan perempuan yang hampir sama.
Biasanya timbul dilingkungan rumah dengan kepadatan tinggi
yang tidak memungkinkan cahaya matahari masuk kedakam
rumah.
Tuberculosis paru pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun,
namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak lebih
sering mengalami TB luar paru-paru (ekstra pulmonary)
dibandingkan TB paru-paru dengan perbandingan 3:1. TB luar
paru-paru merupakan TB yang berat, terutama ditemukan pada usia
kurang dari 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) Tb paru pada usia
5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat pada masa remaja
dimana TB paru-paru menyerupai kasus pada orang dewasa (sering
disertai lubang/kapitas pada paaru-paru). Dari aspek sosio
ekonomi, penyakit TB Paru sering diderita oleh klien dari golongan
ekonomi kebawah.

2. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain adalah sebagai berikut :
a) Demam : sub febris, febris (40-41°C) hilang timbul
b) Batuk : terjadi adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh
untuk membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari
batuk kering sampai batuk purulen timbul dalam jangka waktu
lama (lebih dari 3 minggu).
c) Sesak nafas : timbul pada tahap lanjut ketika infiltrasi radang
sampai setengah paru.
d) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura, sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan dan berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta berkeringat pada
malam tanpa sebab.
f) Pada atelektasis terdapat gejala : sianosis, sesak nafas, dan kolap.
Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung
terdorong kesisi yang sakit. Pada photo thorax tampak bayangan
hitam pada sisi yang sakit dan diafragma menonjol keatas.
g) Perlu ditanyakan dengan siapa klien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan sebagai p-enyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit infeksi menular.

3. Pemeriksaan Fisik
Pada tahap dini klien sering tidak menunjukkan kondisi tuberculosis.
Tanda dan gejala baru dapat terlihat pada tahap selanjutnya berupa :
a) Sistemik
Akan ditemukan malaise, anoreksia, penurunan BB dan keringat
malam. Pada kondisi akut diikuti gejala demam tinggi seperti flu
dan mengigil, sedangkan pada TB Milier timbul gejala seperti
demam akut, sesak nafas, sianosis dan konjungtiva terlihat pucat
karena anemia.
b) Sistem pernafasan
1) Ronchi basah, kasar dann nyaring. Terjadi akibat adanya
peningkatan produksi secret pada saluran pernafasan
2) Hipersonor/tympani bila terdapat kafitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara sedikit bergemuruh (umforik)
3) Tanda-tanda adanya infiltrate luas atau konsolidasi, terdapat
fremitus mengeras.
4) Pemeriksaan ekspansi pernafasan ditemukan gerakan dada
asimetris
5) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal dan
fibrosis.
6) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberika
suara pekak)
7) Bentuk dinding dada pektus karinatum
c) Sistem pencernaan
Meningkatnya sputum pada saluran nafas secara tidak langsung
akan mempengaruhi system persyarafan khusunya saluran cerna.
Klien mungkin akan mengeluh tidak nafsu makan dikarenakan
menurunnya keinginan untuk makan, diserati dengan batuk, pada
akhirnya klien akan mengalami penurunan BB yang signifikan.

4. Pemeriksaan Penunjang
a) Kultur sputum : menunjukkan hasil positif untuk mycobaterium
tuberculosis pada stadium aktif.
b) Ziehl neelsen (acid-fast staind applied to smear of body fluid) :
positif untuk bakteri tahan asam (BTA)
c) Skin test (PPD, Mantoux tine, follmer patch) : reaksi positif (Area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen
intra dermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya anti body
tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
d) Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : dapat memperlihatkan infiltrasi
kecil pada lesi awal dibagiaan paru-paru bagian atas, deposit
kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada efusi.
Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat, dapat mencakup
area berlubang dan fibrosa.
e) Histology atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine
dan CSF, serta biopsy kulit) : menunjukkan hasil positif untuk
mycobacterium tuberculosis.
f) Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya
sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
g) Elektrolit mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi, misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin
ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
h) ABGs : mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat, dan sisa
kerusakan paru.
i) Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB
j) Darah : leukosit, laju endap darah (LED) meningkat.
k) Tes fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC
meningkat dan satueasi oksigen menurun yang merupakan gejala
sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru dan penyakit pleura.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode prefentif dan
kuratif yang meliputi cara-cara sebagai berikut ini :
a) Penyuluhan
b) Pencegahan
c) Pemberian obat-obatan seperti : OAT (Obat Anti Tuberkulosis),
bronkodilator, ekspektoran, OBH dan Vitamin.
d) Fisioterapi dan rehabilitasi
e) Konsultasi secara teratur

6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di
alaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (SDKI, 2016).
Jenis diagnosis keperawatan menurut Carpenito, 2013, Potter & Perry,
2013 adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis aktual
Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupan yang menyebabkan klien
mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor
dapat ditemukan dan divalidasi pada klien.
b. Diagnosis resiko
Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan
klien beresiko mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan
tanda/gejala mayor dan minor pada klien namun memiliki faktor
resiko mengalami masalah kesehatan.
c. Diagnosis promosi kesehatan
Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi
klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ketingkat yang
lebih baik atau optimal.
Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari dua komponen utama
yaitu :
a. Masalah (problem)
Masalah merupakan lebel diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya.
b. Indikator diagnostik
1) Penyebab (etiologi) merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan status kesehatan, etiologi dapat
mencakup empat kategori yaitu : fisiologis/biologis,
psikologis, efekterap/tindakan, situasional (lingkungan atau
personal) dan maturasional.
2) Tanda (sign) dan gejala (symtom). Tanda merupakan data
objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik,
laboratorium dan prosedur diagnostik, sedangkan gejala
merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis.
Tanda /gejala dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu
mayor (tanda/gejala ditemukan sekitar 80 % - 100 % untuk
validasi diagnosis), Minor (tanda/gejala tidak harus ditemukan,
namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan
diagnosis).
3) Faktor resiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat
meningkatkan kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.

Proses penegakan diagnosis keperawatan terdiri dari tiga tahap


yaitu:
a. Analisis data (dibandingkan dengan nilai normal,
kelompokkan data).
b. Identifikasi masalah (masalah aktual, resiko dan atau promosi
kesehatan).
c. Perumusan diagnosis (aktual : masalah b.d penyebab d.d
tanda/gejala, resiko : masalah d.d faktor resiko, promkes :
masalah d.d tanda gejala).

Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada


kasus Tuberkolusis Paru :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan, proses infeksi (NANDA,2013).
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan infeksi
3) Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan
program terapi kompleks atau lama.
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel asuhan keperawatan

Masalah Tujuan Rencana Tindakan


Keperawatan

Bersihan jalan Luaran 1. Menejemen jalan nafas


nafas tidak utama : a. Observasi
efektif bersihan jalan - Monitor pola nafas (frekuensi,
berhubungan nafas kedalaman, usaha nafas)
spasme jalan - Monitor bunyi nafas tambahan
nafas Luaran (mis. Gargling, mengi, wheezing,
tambahan : ronchi kering)
1. kontrol - Monitor sputum (jumlah, warna,
gejala aroma)
2. pertukaran b. Terapeutik
gas - Posisikan semi fowler atau fowler
3. respon alergi - Berikan minum hangat
lokal - Berikan oksigen jika perlu
4. respon alergi c. Edukasi
sistemik - Anjurkan asupan cairan 2000 ml
5. respon hari jika tidak kontra indikasi
ventilasi - Ajarkan teknik batuk efektif.
mekanik d. Kolaborasi pemberian
6. tingkat bronkodilator, ekspektoran,
infeksi mukolitik jika perlu

2. Pemantauan respirasi
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya nafas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
b. Teraupetik
- Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika diperlukan.
d. Intervensi pendukung :
Dukung kepatuhan program
pengobatan.

Defisit nutrisi Status nutrisi Manajemen nutrisi


berhubungan membaik 1. Observasi
dengan infeksi - Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan

2. Terapeutik
- Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai

Promosi berat badan


1. Observasi
- Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual dan muntah
2. Terapeutik
- Berikan perawatan mulut sebelum
pemberian makan, jika perlu
- Sediakan makan yang tepat sesuai
kondisi pasien (mis. Makanan
dengan tekstur halus)
- Hidangkan makan secara menarik
3. Edukasi
- Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan
Edukasi nutrisi
a. Observasi
- Periksa status gizi, program diet,
status elergi, kebutuhan dan
kemampuan pemenuhan kebutuhan
gizi.
b. Terapeutik
- Berikan kesempatan untuk bertanya
c. Edukasi
- Ajarkan cara melaksanakan diet
sesuai program (misalnya makanan
tinggi protein)
- Jelaskan hal-hal yang dilakukan
sebelum memberikan makan
(misalnya perawatan mulut)

Pemeliharaan Setelah 1) Edukasi Kesehatan


Kesehatan Tidak dilakukan 2) Promosi Perilaku Upaya Kesehatan
Efektif asuhan 3) Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan
Definisi: keperawatan
Ketidakmampua diharapkan
n pemeliharaan
mengidentifikasi, kesehatan
mengelola, tidak efektif
dan/atau dapat
menemukan berkurang.
bantuan untuk Dengan
mempertahankan kriteria hasil
kesehatan. sebagai
berikut :
1)Menunjukk
an perilaku
adaptif.
2)Menunjukk
an
pemahama
n perilaku
sehat
3)Perilakume
ncari
bantuan
4)Menunjukk
an minat
meningkatk
an perilaku
sehat
5)Memiliki
system
pendukung
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, (2010). Tehnik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta. Salemba Medika

PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Cetakan Kedua. Edisi Kesatu. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik. Cetakan Ketiga. Edisi Kesatu. Jakarta. DPP PPNI

Suparman dkk (2011). Efek Pemberian Suplemen Sinbiotik dan Zat Gizi Mikro
Terhadap Status Gizi Penderita Tuberkulosis Paru. Jakarta. Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai