LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU
Oleh :
TOIBAH
NPM : 2022207209163
A. Definisi
1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyerang paru dan organ
lainya (Kemenkes RI, 2016).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang di sebabkan oleh
basil microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil
tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru melalui airbone infection
dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer.
Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai
paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri
ini ditularkan oleh droplet nucleus, droplet yang ditularkan melalui
udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau
bernyanyi (Priscilla, 2012).
b. Gejala Sistemik,
meliputi :
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun
kadang-kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan
ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Demam
merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore hari dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang
timbul dan semakin lama semakin panjang serangannya
sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
2) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering
ditemukan berupa : tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang,
nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini biasanya berangsur-angsur
dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun
jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
3. Cara Penularan
a. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis BTA positif melalui
percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun bukan berarti
pasien tuberkulosis BTA negatif tidak mengandung kuman dalam
dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman
yang terkandung dalam contoh uji < 5000 kuman/cc dahak
sehingga sulit di deteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
langsung.
b. Pasien tuberkulosis BTA negatif juga masih memiliki
kemungkinan menularkan penyakit tuberkulosis. Tingkat penularan
pasien tuberkulosis positif adalah 65 %, pasien tuberkulosis BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26 %, sedangkan pasien
tuberkulosis dengan hasil kultur negatif dan foto thoraks positif
adalah 17 %.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
e. Umunya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembap (Pusdokkes Polri, 2015).
4. Perjalananan Alamiah Tuberkulosis Pada Manusia.
a. Paparan
Peluang peningkatan paparan terkait dengan :
1) Jumlah kasus menular di masyarakat.
2) Peluang kontak dengan kasus menular.
3) Tingkat daya tular dahak sumber penularan.
4) Intensitas batuk sumber penularan.
5) Kedekatan kontak dengan sumber penularan.
6) Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan.
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6-14 minggu setelah
infeksi. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap
hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif
kembali tergantung dari daya tahan tubuh manusia. Penyebaran
melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi.
c. Faktor Resiko
Faktor resiko menjadi sakit tuberkulosis adalah tergantung dari :
1) Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup
2) Lamanya waktu terinfeksi
3) Usia seseorang yang terinfeksi
4) Tingkat daya tahan tubuh seseorang
Seseorang dengan daya tahan tubuh rendah diantaranya infeksi
HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan
berkembangnya tuberkulosis aktif.
5) Infeksi HIV
Pada seseorang yang terinfeksi tuberkulosis, 10 % diantaranya
akan menjadi sakit tuberkulosis. Namun pada seseorang dengan
HIV positif akan meningkatkan kejadian tuberkulosis. Orang
dengan HIV beresiko 20-37 kali untuk sakit tuberkulosis
dibandingkan dengan orang yang tidak terifeksi HIV, dengan
demikian penularan tuberkulosis di masyarakat akan meningkat
juga.
d. Meninggal Dunia
Faktor resiko kematian karena tuberkulosis :
1) Akibat dari keterlambatan diagnosis
2) Pengobatan tidak adekuat
3) Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit
penyerta
4) Pada pasien tuberkulosis tanpa pengobatan 50 % diantaranya
akan mengalami kematian/meninggal dan resiko ini meningkat
pada pasien dengan HIV positif. Begitu juga pada ODHA 25 %
kematian disebabkan oleh tuberkuosis.
5. Patofisologi Tuberkulosis Paru
Reaksi
inflamasi / Hipertermia
peradangan
Penumpukan eksudat
dalam elveoli
Asam
Resti Gangguan
lambung
penyebaran pertukaran
infeksi pada diri gas
sendiri
Mual,
anoreksia
DOSIS
OAT
HARIAN 3 X / MINGGU
2) OAT lini ke 2
Yaitu obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien
tuberkulosis resisten seperti Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan
PAS, serta OAT lini-1 yaitu Pirazinamid dan Etambutol.
e. Pengaruh Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Terhadap Asupan Nutrisi.
Pemberian obat anti tuberkulosis (multidrugs tuberculosis) untuk
mengobati penyakit tuberkulosis paru yang terdiri atas beberapa
antibiotika akan memberikan pengaruh buruk terhadap mikroflora
di saluran pencernaan. Pemberian antibiotik spektrum luas
menimbulkan sejumlah efek merugikan dalam hubungannya
dengan keseimbangan mikroflora usus. Pengaruh negatif terhadap
keseimbangan mikroflora usus inflamasi karena infeksi
tuberkulosis paru, menurunkan pengaturan sintesa zat gizi dan
menurunkan nafsu makan sehingga terjadi kekurangan gizi.
Penderita tuberkulosis paru umumnya mengalami penurunan berat
badan akibat asupan makanan rendah yang dipicu oleh selera
makan menurun (Suparman dkk, 2011).
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain adalah sebagai berikut :
a) Demam : sub febris, febris (40-41°C) hilang timbul
b) Batuk : terjadi adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh
untuk membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari
batuk kering sampai batuk purulen timbul dalam jangka waktu
lama (lebih dari 3 minggu).
c) Sesak nafas : timbul pada tahap lanjut ketika infiltrasi radang
sampai setengah paru.
d) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura, sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan dan berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta berkeringat pada
malam tanpa sebab.
f) Pada atelektasis terdapat gejala : sianosis, sesak nafas, dan kolap.
Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung
terdorong kesisi yang sakit. Pada photo thorax tampak bayangan
hitam pada sisi yang sakit dan diafragma menonjol keatas.
g) Perlu ditanyakan dengan siapa klien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan sebagai p-enyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit infeksi menular.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada tahap dini klien sering tidak menunjukkan kondisi tuberculosis.
Tanda dan gejala baru dapat terlihat pada tahap selanjutnya berupa :
a) Sistemik
Akan ditemukan malaise, anoreksia, penurunan BB dan keringat
malam. Pada kondisi akut diikuti gejala demam tinggi seperti flu
dan mengigil, sedangkan pada TB Milier timbul gejala seperti
demam akut, sesak nafas, sianosis dan konjungtiva terlihat pucat
karena anemia.
b) Sistem pernafasan
1) Ronchi basah, kasar dann nyaring. Terjadi akibat adanya
peningkatan produksi secret pada saluran pernafasan
2) Hipersonor/tympani bila terdapat kafitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara sedikit bergemuruh (umforik)
3) Tanda-tanda adanya infiltrate luas atau konsolidasi, terdapat
fremitus mengeras.
4) Pemeriksaan ekspansi pernafasan ditemukan gerakan dada
asimetris
5) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal dan
fibrosis.
6) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberika
suara pekak)
7) Bentuk dinding dada pektus karinatum
c) Sistem pencernaan
Meningkatnya sputum pada saluran nafas secara tidak langsung
akan mempengaruhi system persyarafan khusunya saluran cerna.
Klien mungkin akan mengeluh tidak nafsu makan dikarenakan
menurunnya keinginan untuk makan, diserati dengan batuk, pada
akhirnya klien akan mengalami penurunan BB yang signifikan.
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Kultur sputum : menunjukkan hasil positif untuk mycobaterium
tuberculosis pada stadium aktif.
b) Ziehl neelsen (acid-fast staind applied to smear of body fluid) :
positif untuk bakteri tahan asam (BTA)
c) Skin test (PPD, Mantoux tine, follmer patch) : reaksi positif (Area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen
intra dermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya anti body
tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
d) Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : dapat memperlihatkan infiltrasi
kecil pada lesi awal dibagiaan paru-paru bagian atas, deposit
kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada efusi.
Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat, dapat mencakup
area berlubang dan fibrosa.
e) Histology atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine
dan CSF, serta biopsy kulit) : menunjukkan hasil positif untuk
mycobacterium tuberculosis.
f) Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya
sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
g) Elektrolit mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi, misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin
ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
h) ABGs : mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat, dan sisa
kerusakan paru.
i) Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB
j) Darah : leukosit, laju endap darah (LED) meningkat.
k) Tes fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC
meningkat dan satueasi oksigen menurun yang merupakan gejala
sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru dan penyakit pleura.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode prefentif dan
kuratif yang meliputi cara-cara sebagai berikut ini :
a) Penyuluhan
b) Pencegahan
c) Pemberian obat-obatan seperti : OAT (Obat Anti Tuberkulosis),
bronkodilator, ekspektoran, OBH dan Vitamin.
d) Fisioterapi dan rehabilitasi
e) Konsultasi secara teratur
6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di
alaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (SDKI, 2016).
Jenis diagnosis keperawatan menurut Carpenito, 2013, Potter & Perry,
2013 adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis aktual
Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupan yang menyebabkan klien
mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor
dapat ditemukan dan divalidasi pada klien.
b. Diagnosis resiko
Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan
klien beresiko mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan
tanda/gejala mayor dan minor pada klien namun memiliki faktor
resiko mengalami masalah kesehatan.
c. Diagnosis promosi kesehatan
Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi
klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ketingkat yang
lebih baik atau optimal.
Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari dua komponen utama
yaitu :
a. Masalah (problem)
Masalah merupakan lebel diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya.
b. Indikator diagnostik
1) Penyebab (etiologi) merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan status kesehatan, etiologi dapat
mencakup empat kategori yaitu : fisiologis/biologis,
psikologis, efekterap/tindakan, situasional (lingkungan atau
personal) dan maturasional.
2) Tanda (sign) dan gejala (symtom). Tanda merupakan data
objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik,
laboratorium dan prosedur diagnostik, sedangkan gejala
merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis.
Tanda /gejala dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu
mayor (tanda/gejala ditemukan sekitar 80 % - 100 % untuk
validasi diagnosis), Minor (tanda/gejala tidak harus ditemukan,
namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan
diagnosis).
3) Faktor resiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat
meningkatkan kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.
2. Pemantauan respirasi
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya nafas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
b. Teraupetik
- Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika diperlukan.
d. Intervensi pendukung :
Dukung kepatuhan program
pengobatan.
2. Terapeutik
- Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
Suparman dkk (2011). Efek Pemberian Suplemen Sinbiotik dan Zat Gizi Mikro
Terhadap Status Gizi Penderita Tuberkulosis Paru. Jakarta. Salemba
Medika