Dosen : Ns. Faisal Rizal S.Kep,.M.Kes dan Ns. Dedi Sadarmei Nazara, S.Kep
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU ( LP )
A. Definisi
Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan karena
kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB menyerang paru, akan
tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya. Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis)
(Werdhani, 2011).
TB paru merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan
oleh mikroorganisme mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi
percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lainnya dan membentuk kolonisasi di
bronkiolus atau alveolus.
TB paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
dengan gejala yang sangat bervariasi.
Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular paru-paru yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis, yang merusak jaringan paru-paru dengan manifestasi
berupa gejala batuk lebih dari 3 minggu yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa,
demam, keringatan malam hari, batuk darah, dan penurunan berat badan.
B. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosis. Sejenis kuman yang berbentuk
batang denagn ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm.
Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih
tahan terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah
yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandunagn
oksiginnya yaitu. daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit
Tuberkulosis.
Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah kuman (bakteri) yang hanya dapat
dilihat dengan miroskop, yaitu mycobacterium tuberculosis. Microbakteri adalah bakteri
aerob, berbentuk batu yang membentuk spora.
C. Patofisiologi
Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi Mycobacterium
tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi, ada beberapa
kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung dari
bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktif.
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi
melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas,
basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan
gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa.
Bagian ini disebut dengan lesi primer.
Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan
cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat
terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring,
telinga tengah, atau usus.
Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar
bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura
tuberkulosa. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit
dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui
kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberkulosis milier. Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam
sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat
Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem
pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang
diluar sistem pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan
Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipinda hkan melalui jalan napas ke alveoli tempat mereka berkumpul dan memperbanyak
diri. Basil juga dipindahkan melalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya
seperti, ginjal, tulang dan korteks serebri serta area paru lainnya.
System imun tubuh berespon dengan melakukan inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik tuberculosis melisis (menghancurkan)
basil dan jaringan normal. Reaksi dari ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli, menyebabkan bronkopneumoni. Infeksi awal biasanya terjadi 2 – 10 minggu setelah
pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granuloma yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding
protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa
fibrosa ini, disebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa jaringan keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk
skarkolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon inadekuat dari respon system imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi
dengan infeksi ulang dan aktifasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah,
melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi, bakteri kemudian menjadi tersebar di udara
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh,
membentuk jaringan parut. Paru yang infeksi menjadi lebuh membengkak, mengakibatkan
terjadinya bronchopneumonia lebih lanjut. Pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali
proses tersebut penyebarannya mengarah ke bawah ke hilung paru-paru dan kemudian
meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi
lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktifitas
yangdiperbaharui. Hanya sekitr 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit
aktif.
D. Manifestasi Klinik
Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum.
malaise
Sesak napas dan nyeri dada.
Demam ting kat rendah
Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat.
Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.
E. Komplikasi
Penyakit yang parah dapat menyebabkan:
sepsis yang hebat,
gagal napas dan
kematian.
F. Diagnostik Test
Diagnostik TBC ditegakkan dengan :
a. Pemeriksaan laboratorium : BTA (+)
b. Kultur sputum (+) (sputum pagi hari selama 3 hari berturut-turut)
c. Rontgen dada : biasanya menimbulkan lesi pada lobus atau paru
d. Tes kulit tuberkulin (+) (tes mantoux)
e. Darah lengkap (LED meningkat, limfosit meningkat)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gambaran klinis klasik, Mantoux test
atau tuberculin skin test (TST), pemeriksaan foto rontgen dada, sputum BTA, kultur dahak,
ataupun interferon-gamma release assay (IGRA) spesifik antigen.
G. Penatalaksanaan
Obat anti TB (OAT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan
atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT, antara lain:
1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui
kegiatan bakterisid.
2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan
sterilisasi.
3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan
imunologis.
Maka pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu:
a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman
yang membelah dengan cepat.
b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau
kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.
OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH), rifampisin (R), pirazinamid
(Z), dan streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan etambutol (E) yang bersifat
bakterios.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Θ Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,
kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari,
menggigil atau berkeringat, mimpi buruk.
Θ Tanda : Takhikardia, takhipnu/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan
sesak (tahap lanjut).
2. Integritas Ego
Θ Gejala : Adanya /factor stress lama, masalah keuangan, rumah, perasaan
tdk berdaya/ tdk ada harapan.
Θ Tanda : Menyangkal, ansietas, ketakutan dan mudah terangsang.
3. Makanan/cairan
Θ Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat
badan.
Θ Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang
lemak subkutan.
4. Nyeri/kenyamanan
Θ Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Θ Tanda : Berhati-hati pada area sakit, perilaku distraksi, gelisah.
5. Pernapasan
Θ Gejala : Batuk produktif atau tidak, nafas pendek, riwayat TBC/terpajan
pada individu terinfeksi.
Θ Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan, pengembangan pernapasan
tidak simetris, perkusi pekak dan penurunan fremitus,
karakteristik sputum (hijau,/purulen, mukoid kuning atau bercak
darah), deviasi tracheal, tdk perhatian, mudah terangsang yang
nyata, perubahan mental (tahap lanjut.
6. Keamanan
Θ Gejala : Adanya kondisi penekanan imun.
Θ Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi social
Θ Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan
pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisikuntuk
melaksanakan peran.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Θ Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan
buruk, gagal untuk membaik, tidak berpartisipasi dalam terapi.
B. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kultur sputum
2. Tes kulit.
3. Elisa/Western Blot
4. Foto thorak
5. Histologi atau kultur jaringan
6. Biopsi jarum pada jaringan paru
7. Elektrosit
8. GDA
9. Pemeriksaan fungsi paru.
C. Diagnosa Keperawatan
1). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
- Sekret kental/darah
- Kelemahan, upaya batuk buruk
- Edema tracheal/faringeal
Ditandai dengan :
- Frekuensi pernapasan, irama, kedalam tidak normal
- Bunyi nafas tidak normal dan dispnea.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
- Mempertahankan jalan nafas klien
- Mengeluarkan secret tanpa bantuan
- Menunjukkan prilaku untuk me mperbaiki/mempertahankan bersihan
jalan nafas
- Berpartisipasi dalam program pengobatan
- Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi :
1. Kaji tingkat frekuensi atau jumlah napas klien
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan Atelektasis
dan kelainan bunyi nafas lainnya.
2. Observasi pergerakan dada dan pengeluaran batuk efektif
Rasional : Kesimetrisan dada klien menunjukkan bahwa klien mengalami
gangguan jalan napas atau tidak dan pengeluaran sulit bila secret sangat tebal.
Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau
luka bronchial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
3. Berikan klien posisi semi atau Fowler tinggi. Bantu klien untuk
batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan.
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
Rasional : Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas perdarahan klien dari
batuk darahnya
5. Jelaskan pada klien dan keluarga agar mematuhi anjuran dari dokter dan
perawat: seperti menghindari makanan yang menyebabkan batuk
Rasional : Dengan informasi yang jelas klien diharapkan dapat bekerja sama
dalam pemberian terapi.
Kriteria hasil :
Rencana tindakan
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
Tuberkulosis Paru
Microbacterium
dahak/sputum.
Muncul reaksi radang
DO :
- Klien
Terjadinya pengeluaran
tampak sesak
secret/mucus
- Klien
tampak batuk Akumulasi secret di jalan
- P : 28 x/m napas
makannya tidak
Terjadi peningkatan
dihabiskan
metabolisme tubuh
DO:
- Klien tampak lemah Terjadinya pemecahan
- BB : 65 Kg cadangan makanan
- TB : 170 Cm
Kebutuhan nutrisi sel
- IMT : 19,11
meningkat
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
No
hasil
1 08.30
1.Mengkaji Frekuensi/jumlah napas Klien. Pukul: 13.30
Hasil: S: Klien mengatakan
Jumlah napas klien 28 x/ menit masih sesak
08.32 Klien mengatakan pada
2. Mengobservasi pergerakan dada klien saat batuk masih
Hasil: mengeluarkan dahak.
Klien mengalami retraksi dada akibat O: klien tampak sesak
batuk dan sesaknya Klien tampak batuk
08.35 A: Masalah belum
3.Mengajarkan tekhnik relaksasi teratasi
Hasil: P: Lanjutkan intervensi
Klien telah di ajarkan tekhnik napas 1, 3, 4 dan 6
dalam - Mengkaji
08.37 frekuensi/jumlah
4. Mengajarkan klien tentang metode napas klien.
yang tepat pengontrolan batuk agar - Mengajarkan tekhnik
tidak keras-keras. relaksasi
Hasil: - Menganjurkan klien
Klien batuk-batuk tapi tidak keras- tentang metode yang
2 09.03
1. Mengkaji tingkat pemasukan nutrisi Pukul 13.35
klien dalam sehari S: klien mengatakan tidak
Hasil: ada nafsu makan
Pemasukan nutrisi klien sehari tidak O: klien tampak lemah
mencukupi kebutuhan tubuh A: Masalah belum
09.04 teratasi
2. Mengobservasi pola makan klien P: Lanjutkan intervensi;
Hasil: 1, 2 dan 3
Klien tidak memiliki nafsu makan 1. mengkaji tingkat
09.06 pemasukan nutrisi
3. Menganjurkan klien untuk makan klien dalam sehari
sedikit tapi sering dan menghindari 2. mengobservasi pola
makanan yang merangsang batuk makan klien
Hasil: 3. menganjurkan klien
Klien mengerti dan mau mengikuti untuk makan sedikit
anjuran yang di berikan tapi sering untuk
menghindari makanan
yang merangsang
batuk.
3 09.30
1. Mengkaji kebiasaan tidur klien pada Pukul: 13.40
saat sakit S: Klien mengatakan
Hasil: susah tidur akibat
Klien pada saat sakit susah untuk tidur batuk
dan istrahat O: klien tampak
09.32 menguap
2. menciptakan suasana lingkungan yang Klien tampak gelisah
nyaman dan tenang A: Masalah belum
Hasil: teratasi
Kamar klien tenang dan nyaman P: Lanjutkan intervensi
09.35 1, 2, dan 3
3. memberitahukan pada keluarga klien - Mengkaji kebiasaan
untuk tidak berisik di dalam kamar pada tidur klien pada saat
saat jam tidur sakit
Hasil: - Menciptakan
Keluarga klien tidak berkunjung lagi pada suasana lingkungan
saat jam tidur yang nyaman dan
tenang.
- Memberitahukan
pada keluarga klien
untuk tidak berisik
di dalam kamar pada
saat jam tidur
4 09.45
1. Mengkaji tingkat pemahaman klien Pukul 13.45
Hasil: S: klien mengatakan
klien mengatakan tidak tahu bagaimana mengerti tentang
penyakitnya bisa muncul Penyakit, proses
09.50 penularan dan tindakan
2. Memberikan informasi tentang pengobatan
penyakit yang diberikan
Hasil: O: klien tidak bertanya
klien mengatakan mengerti setelah diberi lagi tentang
informasi Penyakitnya
09.52 A: Masalah kurang
3. Memberikan informasi tentang tujuan pengetahuan teratasi
dari tindakan-tindakan pengobatan P : Pertahankan
yang diberikan intervensi
Hasil:
klien mengerti
H. CATATAN PERKEMBANGAN
2 10.03
1. Mengkaji tingkat pemasukan nutrisi Pukul: 13.30
klien dalam sehari S: klien mengatakan tidak
Hasil: ada nafsu makan
Pemasukan nutrisi klien sehari tidak O: klien tampak lemah
mencukupi kebutuhan tubuh A: Masalah belum teratasi
13.04 P: Lanjutkan intervensi; 1,
2. Mengobservasi pola makan klien 2 dan 3
Hasil:
Klien tidak memiliki nafsu makan
13.06
3. Menganjurkan klien untuk makan
sedikit tapi sering dan menghindari
makanan yang merangsang batuk
Hasil:
Klien mengerti dan mau mengikuti
anjuran yang di berikan
3 10.30
1. Mengkaji kebiasaan tidur klien pada Pukul: 13.30
saat sakit S: Klien mengatakan susah
Hasil: tidur akibat batuk
Klien pada saat sakit susah untuk tidur O: Klien tampak gelisah
dan istrahat A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1
- Mengkaji kebiasaan
tidur klien pada saat
sakit
1 09.30
Mengkaji Frekuensi/jumlah napas Klien. Pukul: 13.30
Hasil: S: Klien mengatakan
Jumlah napas klien 22 x/ menit masih batuk
09.32 O: klien tampak batuk
2. A: Masalah belum teratasi
yang tepat pengontrolan batuk agar P: Lanjutkan intervensi
tidak keras-keras. 1, 2, & 3
Hasil:
Klien masih batuk tapi sudah
berkurang
09.35
3. Menjelaskan pada klien dan
keluarga mematuhi anjuran dari
dokter dan perawat seperti
menghindari makanan yang
menyebabkan batuk.
Hasil :
Makanan yang dikonsumsi setiap
harinya makanan yang di bagikan
dan makanan yang di anjurkan oleh
dokter.
2 09.03
1. Mengkaji tingkat pemasukan nutrisi Pukul: 13.30
klien dalam sehari S: klien mengatan sudah
Hasil: ada nafsu makan
Pemasukan nutrisi klien sehari sudah O: klien tampak rileks
mencukupi kebutuhan tubuh A: Masalah teratasi
09.04 P: pertahankan
2. Mengobservasi pola makan klien intervensi
Hasil:
Klien sudah ada nafsu makan
09.06
3. Menganjurkan klien untuk makan
sedikit tapi sering dan menghindari
makanan yang merangsang batuk
Hasil:
Klien mengerti dan mau mengikuti
anjuran yang di berikan
3 09.30
1. Mengkaji kebiasaan tidur klien pada Pukul: 13.30
saat sakit S: Klien mengatakan
Hasil: sudah bisa tidur dan
Klien sudah bisa tidur dan istrahat istrahat
dengan baik O: Klien tampak santai
A: Masalah teratasi
P: pertahankan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Halbert RJ, Natoli JL, Gano A, et al. Global Burden of COPD: Systematic Review and
Meta-analysis. Eur Resoir J. 2006 Sep. 28(3):523-32.
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2014, Dirjen P3L
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
WHO. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD). November 2016 [Cited 2017 15
March]; available from: http://www.who.int/respiratory/copd/