1. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak. Tuberkulosis (TB)
bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan dengan pengobatan
teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat (PMO). Tuberkulosis (TB) adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar kuman
TB menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 2018)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pemafasan
bagian bawah (Wijaya, 2019. Hal.137).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai
parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Smeltzer,
2017. Hal. 525).
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif
Mansjoer, 2018).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2017).
2. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer & Bare (2017), Penyakit TB paru disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menularkan dengan cara penderita penyakit
TB paru aktif mengeluarkan organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan
bisa terinfeksi. Bakteria ditransmisikan ke alveoli dan dapat memperbannyak diri.
Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma,
dan jaringan fibrosa. Ketika pasien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tidak sengaja bisa tertular droplet nurkei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu panas, droplet atau nuklei dapat menguap.
Menguapnya droplet bakteri tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuklei
terbang ke udara. Jika bakteri terhirup oleh orang sehat maka orang itu berpotensi
terkenan TB Paru.
Resiko tinggi yang tertular virus Tuberkulosis menurut Smeltzer & Bare
(2017) yaitu:
1. Mereka yang terlalu dekat kontak dengan pasien TB Paru yang
mempunyai TB Paru aktif.
2. Individu imunnosupresif (lansia, pasien dengan kanker, meraka yang
dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terkontaminasi oleh HIV).
3. Mengunakan obat-obatan IV dan alkhoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan,
etnik dan juga ras minoritas, terutama pada anak-anak di bawah uiasa 15
tahun dan dewasa muda sekitar usia 15 sampai 44 tahun).
5. Gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal ginjal
kronis, silikosis, dan penyimpanan gizi).
6. Individu yang tinggal di daerah perumahan yang kumuh atau sub standar.
7. Pekerjaan (tenangga kerja kesehehatan, terutama yang melakukan aktivitas
yang mempunyai resiko tinggi).
3. MANIFESTASI KLINIS
4. PATOFISIOLOGI
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada
dalam ruang alveolus (biasanya dil bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus
bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka lekosit diganti oleh
magrofat (Wijaya, 2019, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala
pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional, Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung
selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kascosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi
tuberkel (Wijaya, 2019. Hal. 138).
Lesi primer paru-paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
percairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil
dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut fibrosa( Wijaya. 2019, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini
terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ organ
tubuh (Wijaya, 2019. Hal. 138).
5. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
a. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan setiap hari dengan jangka
waktu 1-3 bulan.
1) Streptomisin inj 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
b. Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya
adalah setiap 2 x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis:
1) INH.
2) Rifampicin
3) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA (+) dengan kombinasi obat:
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol
4) Pyridoxin (B6).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2018) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan
dengan melakukan :
a. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b. Pemberian oksigen yang adekuat
c. Latihan batuk efektif
d. Fisioterapi dada
e. Pemberian nutrisi yang adekuat
f. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
g. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2019):
1. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
2. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang
bervariasi bagi anak
3. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas
yang diinginkan
Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit,
menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika
memungkinkan
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Somantri (2017. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
I. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan penyakit pasien yang sedang dialami saat ini
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat
ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi
penyakit yang diderita klien saat ini
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit keturunan untuk
mengidentifikasi adanya sifat genetik atau penyaki yang memiliki
kecendrungan familiar, untuk mengkaji kebiasaan keluarga dan
terpapar penyakit menular dapat mempengaruhi anggota keluarga.
A. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : normal, composmentis (kesadaran penuh)
2. Ttv
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Respirasi Rate
3. Head To Toe
Pemeriksaan fisik Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi terhadap berbagai sistem tubuh. Untuk mendapatkan informasi
tentang masalah kesehatan yang potensial.
a) Keadaan umum Keadaan umum meliputi penampilan umum,
postur tubuh, gaya bicara, mimik wajah.
b) Tanda-tanda vital Bertujuan untuk mengetahui keadaan tekanan
darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh.
c) Kulit Kaji keadaan kulit mengenai tekstur, kelembaban, turgor,
warna dan fungsi perabaan, pruritus, perubahan warna lain,
jerawat, erupsi, kering berlebih, selain itu perlu dikaji apakah ada
sianosis.
d) Kepala Kaji cedera lain seperti memar pada kepala, periksa
kebersihan dan keutuhan rambut.
e) Mata Periksa mata untuk mengetahui ada tidak nya nyeri tekan,
kaji reflek cahaya, edema kelopak mata.
f) Hidung Perdarahan hidung (epitaksis), kaji cairan keluar dari
hidung, ada tidaknya sumbatan.
g) Telinga Kaji ada tidaknya sakit telinga, rabas, bukti kehilangan
pendengaran.
h) Mulut Pernafasan mulut, perdarahan gusi, kaedaan gigi, jumlah
gigi, kaji kelembaban mukosa, warna mukosa bibir.
i) Tenggorokan Sakit tenggorokan, kaji adanya kemerahan atau
edema, kaji ada tidaknya kesulitan dalam menelan, tersedak, serak
atau ketidakteraturan suara lain.
j) Leher Kaji nyeri, keterbatasan gerak, kekakuan, kesulitan menahan
kepala lurus, pembesaran tiroid, pembesaran nodus atau massa lain.
k) Dada Kaji kesimetrisan bentuk dada, pembesaran payudara,
pembesaran nodus remaja, tanyakan tentang pemeriksaan
payudara.
1. Inspeksi dada
Pada Pemeriksaan ini pemeriksa melihat gerakan dinding
dada, bandingkan kesimetrisan dinding dada kiri dan kanan.
Lihat adanya bekas luka, bekas operasi, atau adanya lesi.
Perhatikan warna kulit daerah dada. Kaji pola pernafasan
pasien, perhatikan adanya retraksi interkosta, dan
penggunaan otot bantu nafas.
2. Palpasi dada
Pada Pemeriksaan pertama dilakukan oleh pemeriksa yaitu,
meletakan tangan di atas kedua dinding dada. Rasakan
kesimetrisan pengembangan dinding dada saat inspirasi dan
ekspirasi. Selanjutnya, rasakan adanya massa dan krepitasi
(jika terjadi fraktur). Setelah itu, lakukan Pemeriksaan taktil
fremitus dengan cara letakan tangan diatas dada, lalu minta
pasien mengatakan “tujuh tujuh” atau “Sembilan
Sembilan”. Lakukan Pemeriksaan disemua lapang paru.
Prinsip Pemeriksaan adalah getaran suara akan merambat
melalui udara yang ada dalam paru–paru (vibrasi) dan saat
bicara, getaran ini akan terasa dari luar dinding dada.
3. Perkusi paru
Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yaitu
suara seperti bunyi “dug-dug”. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan mengetuk pada seluruh lapang paru pada ruang
interkosta (dilakukan di antara dua kosta atau ICS ). Pada
area jantung akan menghasilkan bunyi peka (ICS 3–5,
sebelah kiri sternum). Hasil perkusi juga akan terdengar
pekak pada daerah hepar dan daerah payudara.
4. Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Anjurkan pasien untuk bernafas normal. Setelah
beberapa saat, letakan stetoskop pada ICS 2 kanan,
minta pasien bernafas panjang
2) Bandingkan suara terdengar di lapang paru kiri dan
kanan
3) Dengar apakah ada suara nafas tambahan di semua
lapang paru. Suara nafas normal sebagai berikut :
a. Vasikuler: suara ini terdengar halus. Biasa didengar
di lapang paru. Suara ini dihasilkan oleh perputaran
udara dalam alveoli (inspirasi > ekspirasi).
b. Bronkovasikuler: suara ini biasa didengar di ICS 1
dan 2 kiri dan kanan. Suara ini dihasilkan dari
perputaran udara dari saluran besar menuju saluran
lebih kecil (inspirasi= ekspirasi)
c. Bronkhial: suaranya terdengar kerasa dan karas.
suara ini dihasilkan dari perputaran udara melalui
trakea (ekspirasi > inspirasi).
l) Kardiovaskuler
Kaji warna konjungtiva, ada tidaknya sianosis, warna bibir, adanya
peningkatan tekanan vena jugularis, kaji bunyi jantung pada dada,
pengukuran tekanan darah, dan frekuensi nadi.
m) Adbomen
Kaji bentuk adbomen, keadaan luka, kaji tanda-tanda infeksi,
perkusi area abdomen.
n) Punggung dan bokong
Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas: CRT, turgor
kulit, kekuatan otot, refleks bisep, trisep, refleks patela, dan
achiles.
o) Genitalia
Kaji kebersihan genitalia, kebiasaan BAK
p) Anus
Kaji BAB dan keadaan di area anus.
q) Sistem persyarafan
Kaji adanya penurunan sensasi sensori, nyeri penurunan refleks,
nyeri kepala, fungsi syaraf kranial dan fungsi serebral, kejang,
tremor.
B. Pola-Pola Kesehatan
1. Pola Personal Higiene (Mandi, Sikat gigi, Cuci rambut)
Bagaimana individu tersebut membersihkan dirinya dengan mandiri,
adanya faktor resiko sehubung dengan kesehatan yang berkaitan dengan
oksigenasi.
2. Pola Nutrisi
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan diet dan pola
makan
3. Pola Cairan
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan cairan dan
pola minum
4. Pola Eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi) perubahan
berkemih (perubahan warna, jumlah, frekuensi)
5. Pola Aktifitas
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen
yang banyak. Orang yang biasa olahraga memiliki peningkatan aktivitas
metabolisme tubuh. Mengungkapkan pola aktivitas pasien sebelum sakit
dan sesudah sakit. Meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istirahat
tidur, aktivitas dan gaya hidup.
1) Data psikologis
Kemungkinan klien memperlihatkan kecemasan terhadap
penyakitnya, hal ini diakibatkan karena proses penyakit lama dan
kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan akan dilakukan.
Kaji ungkapan pasien tentang ketidakmampuan koping, perasaan
negatif tentang tubuh serta konsep diri klien
2) Data sosial
Perlu dikaji tentang keyakinan pasien tentang kesembuhannya
dihubungkan dengan agama dianut pasien dan bagaimana persepsi
pasien terhadap penyakitnya, bagaiman aktifitas pasien selama
menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa menjadi pendorong
atau pemberi motivasi untuk kesembuhan
3) Riwayat seksual
Untuk mendapatkan informasi tentang masalah dan atau aktivitas
orang muda dan adanya data berhubungan dengan aktivitas seksual
4) Data spiritual
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap dirinya sehubungan
dengan kondisi sekitarnya, hubungan pasien dengan perawat, dokter
dan tim kesehatan lainnya. Biasanya pasien akan ikut serta dalam
aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika
sudah terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan
gangguan penglihatan
6. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat
7. Pola Kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu
atau tidak, penggunaan alat bantu dalam pengindraan pasien
8. Pola Hubungan Psikososial (Konsep Diri)
Keadaan sosial yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
9. Pola Reproduksi dan Seksual
Pada pasien yang memiliki gangguan oksigenasi cenderung tidak mampu
berhubungan intim
10. Pola Penanggulangan Setress (Koping)
Adanya stress yang mempengaruhi ke oksigenasi
11. Pola Persepsi Spiritual
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
patungan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa dan
pemeriksaan USG, pemeriksaan foto rontgen, pemeriksaan laborarorium urin.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d wheezing
(D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidak seimbangan ventilasi perfusi d.d
bunyi napas tambahan (D.0003)
3. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d pernapasan
cuping hidung (D.0005)
4. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan d.d membran mulosa
pucat (D.0019)
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
(D.0056)
E. Intervensi
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia SIKI DPP PPNI, 2018
intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian krisis untuk mencapai luaran
(outcome) yang di harapkan, sedangkan tindakan keperawatan adalah prilaku
atau aktivitas spesifik dikerjakan oleh perawat untuk mengimpementasikan
intervensi keperawatan. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
menggunakan sistem klasifiksai sama dengan SDKI. Sistem klasifikasi
diadaptasi dari sistem klasifikasi international classification of nursing precite
(ICNP) yang dikembangkan oleh International Council of Nursing (ICN) sejak
tahun 1991. Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,
teraupetik, edukasi dan kolaborasi (Berman et al, 2015: Potter dan Perry,
2013; Seba, 2007; Wilkinson et al, 2016). Dalam menentukan intervensi
keperawatan, perawat perlu mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:
karakteristik diagnosis keperawatan, luaran (outcome) keperawatan yang
diharapkan, kemampulaksanaan intervensi keperawatan, kemampuan perawat,
penerimaan pasien, hasil penelitian.
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
Kriteria Hasil
Luaran Utama : Bersihan Jalan Napas (L.01001)
: Ekspektasi (meningkat)
Kriteria Hasil :
Kolaborasi :
12. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
Manajemen jalan napas
Observasi :
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik :
4. Pertahanan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma servikal)
5. Posisikan semi-fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lendir kurang 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGiil
11. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
12. Ancurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontaindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kalaborasi :
14. Kalaborasikan pemberian bronkondilator, ekspetoran, mukolitik, jika
perlu
Pemantauan respirasi (I.01014)
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot, aktaksis)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik :
9. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
10. Dokumentasi hasil pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan pemantauan, jika perlu
2. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
Kriteria Hasil
: Ekspektasi (meningkat)
Kriteria Hasil :
Intervensi Utama
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kasitas Vital 1 2 3 4 5
Tekanan Ekspirasi 1 2 3 4 5
Tekanan Inspirasi 1 2 3 4 5
Dispnea 1 2 3 4 5
Ortopnea 1 2 3 4 5
Pernapasan pursed-lip 1 2 3 4 5
Kedalam Napas 1 2 3 4 5
Ekskursi dada 1 2 3 4 5
Intervensi Utama :
a) Manajemen Jalan Napas (1.01011)
Obsevasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
2. Monitor bunyi tambahan (Mis, gurgling, mengi. wheezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (Jumlah,warna,aroma)
Teraupetik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas denagn head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curuga trauma servikal)
5. Posisiskan semi fowler atau fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perliu
8. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigonasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
13. Ajarkan Teknik batuk efektif
b) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AG D
10. Monitor hasil x-ray toraks
Teraupetik
11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
12. Dokumenmtasikan hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pematuan
14. Informasikan hasil pemtauan, jika perlu
3. MANIFESTASI KLINIS
4. PATOFISIOLOGI
a. Asma ekstrinsik
Pada saat penderita menarik napas, udara akan masuk melalui hidung menuju ke
trakea. Ketika udara yang masuk itu bercampur dengan alergen (debu, serbuk, bulu
binatang, dll) megakibatkan terbentuk dan terangsangnya antigen IgE. Karena hal
tersebut, otomatis antigen akan melepaskan produk-produk sel mastoit, yang dimana
fungsi dari sel mastoit dalam sistem imun tersebut yaitu membantu tubuh melawan
infeksi. Lepasnya sel-sel mastoit mengakibatkan terjadinya kontraksi otot polos.
Ketika otot polos berkontraksi, mengakibatkan bronkus menyempit dan membatasi
jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru. Hal tersebut dinamakan dengan
bronkospasme. Terhambatnya jumlah oksigen yang masuk menyebabkan penderita
kesulitan bernapas, batuk dan disertai mengi. Jika hal tersebut terjadi terus-menerus,
maka si penderita dikategorikan mengalami gejala asma.
b. Asma intrinsik
Proses terjadinya asma intrinsik hampir sama dengan asma ekstrinsik.
Bedanya hanya terletak pada faktor persipitasinya. Faktor persipitasi dari asma
intrinsik seperti olahraga, infeksi saluran pernapasan, udara yang dingin, emosi,
lingkungan, dll. Misal kita mengambil faktor pencetus yang udara dingin. Udara
dingin masuk melalui hidung dan menuju ke trakea hingga sampai di bronkiolus.
Saluran pernapasan yang hanya dilapisi oleh cairan tipis, menjadi kering karena
udara dingin tersebut. Akibatnya saluran pernapasan mengalami iritasi dan
pembengkakan sehingga memperparah gejala asma yang kambuh. Tak hanya itu,
udara dingin mengakibatkan produksi lendir di paru dan tenggorokan semakin
banyak. Tak hanya diproduksi lebih banyak, namun lendir tersebut lebih kental
dari biasanya. Ketika produksinya terlalu banyak, maka lendir tersebut sukar
untuk dikeluarkan dan berakhir dengan menyumbat saluran pernapasan.
Tersumbatnya saluran pernapasan membuat penderita kekurangan oksigen
sehingga berefek pada kambuhnya gejala asma.
5. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2,
yaitu : penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat
serangan.
1. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma
(pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat
pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus.
2. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
3. Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a. Mengatasi gejala serangan asma
b. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c. Mencegah terjadinya kekambuhan
d. Mencegah kematian karena serangan asma
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengukuran Fungsi Paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari
20% menunjukkan diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan Fev sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum
dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 105 atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): hanya dilakukan pada serangan asma
berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum: adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma
yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
trensudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah 25 sekelompok sel-sel
epitelnya dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap antibiotik.
c. Sel eosinofil: pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-
1500/mm3 baik asma instrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinosil normal antara 100-200/mm3 .
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia: jumlah sel leukosit yang lebih dari
15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia dan hiperkapnea.
5. Pemeriksaan radiologi: hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma bronkial
biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis. (Muttaqin, 2012)
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compas metis, lemah, dan sesak
nafas.
2. Pemeriksaan kepala dan muka
a. Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris, bentuk wajah.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada oedema.
3. Pemeriksaan telinga
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4. Pemeriksaan mata
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema, konjungtiva
anemis, reflek cahaya normal.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5. Pemeriksaan mulut dan farink
a. Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya
ada kesulitan dalam menelan.
b. Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
6. Pemeriksaan leher
a. Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
7. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak, ada
lesi/tidak,ada benjolan/tidak.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
8. Pemeriksaan thorak
a. Pemeriksaan paru
Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang
kental dan sulit dikeluarkan, dengan menggunakan otot-otot
tambahan, sianosis. Mekanika bernafas,pernafasan cuping
hidung, penggunaan oksigen,dan sulit bicara karena sesak nafas.
Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan.
Takikardi akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti
sianosis sentral.
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi
(wheezing) pada fase respirasi semakin menonjol.
b. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid clavicula kiri.
Perkusi : pekak.
Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada suara
tambaha/tidak.
9. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi : bentuk tidak simetris.
b. Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
c. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Perkusi : tympani.
10. Pemeriksaan integumen
a. Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi, tidak ada
oedema.
b. Palpasi : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
11. Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
a. Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
12. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
a. Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, rambut pubis merata.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon individu,
keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan kondisi kesehatan (Tim
Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Berikut beberapa diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul, yaitu:
1. (D.0001) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d benda asing dalam jalan
napas, respon alergi dan efek agen farmakologis.
2. (D.0003) Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
3. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas
4. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. (D.0080) Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Keperawatan Tujuan & Intervensi
yang Mungkin Kriteria Hasil Keperawatan
Muncul
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu.
Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan
2. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau
terapi.
Kolaborasi
1. Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas
komunitas
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan
dan jenis
relaksasi yang
tersedia.
2. Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih.
3. Anjurkan
mengambil posisi
yang nyaman.
4. Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering
mengulangi dan
melatih teknik
yang dipilih.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2018. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2017. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC
Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2018. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Depkes RI: Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Adane, K., Spigt, M., Winkens, B., & Dinant, G. (2019). Articles Tuberculosis case detection
by trained inmate peer educators in a resource-limited prison setting in Ethiopia : a cluster-
randomised trial. The Lancet Global Health, 7(4), e482–e491. https://doi.org/10.1016/S2214-
109X(18)30477-7
Agustina, Y., Amin, M., & Sukartini, T. (2017). Health Coaching Berbasis Health
Promotion Model Terhadap Peningkatan Efikasi Diri dan Perilaku Pencegahan Penularan
Pada Pasien TB Paru. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, VIII, 172–179.
Anita, dkk (2020). Management Keperawatan Sesak Nafas pada Pasien Asma di Unit Gawat
Darurat : Literature Review. Universitas Surakarta
Arif, dkk (2009). Peran Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pada Asma Anak Vol 10, No 5.
Medan: Sari Pediatri
Christina, dkk (2013). Penanganan Perioperatif Pada Asma. Jurnal Biomedik (JBM), Vol 5,
No 1, hlm 10-16. Manado
Destriana, dkk (2015) Peran Perawat Tentang Penanganan Asma Pada Anak Di IGD
Puskesmas Sibela Mojosongo Surakarta. Stikes Kusuma Husada. Surakarta
Muslimah (2020) Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Asma
Bronkial Di Ruang Melati Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun
2020. Diploma Thesis, Poltekkes Tanjungkarang.
Nugroho, S. (2009). Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Medikora, (1). Dosen
Pendidikan Olahraga Kesehatan Fakultas Ilmu Keolahragan Universitas Negeri
Yogyakarta
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Talenta, Hariesty (2019). Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Di Pelayanan Kesehatan. Program Studi Magister Ilmu Keperawatan,
Universitas Sumatera Utara: Medan
Wijayanti, Reni (2019) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita Asma Bronkial
Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas Di Ruang Asoka Rsud Dr.
Harjono Ponorogo. Tugas Akhir (D3) Thesis, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.