Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS TB PARU

1. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak. Tuberkulosis (TB)
bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan dengan pengobatan
teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat (PMO). Tuberkulosis (TB) adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar kuman
TB menyerang paru tetapi bisa juga organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 2018)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pemafasan
bagian bawah (Wijaya, 2019. Hal.137).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai
parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Smeltzer,
2017. Hal. 525).
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif
Mansjoer, 2018).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2017).

2. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer & Bare (2017), Penyakit TB paru disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menularkan dengan cara penderita penyakit
TB paru aktif mengeluarkan organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan
bisa terinfeksi. Bakteria ditransmisikan ke alveoli dan dapat memperbannyak diri.
Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma,
dan jaringan fibrosa. Ketika pasien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tidak sengaja bisa tertular droplet nurkei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu panas, droplet atau nuklei dapat menguap.
Menguapnya droplet bakteri tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuklei
terbang ke udara. Jika bakteri terhirup oleh orang sehat maka orang itu berpotensi
terkenan TB Paru.
Resiko tinggi yang tertular virus Tuberkulosis menurut Smeltzer & Bare
(2017) yaitu:
1. Mereka yang terlalu dekat kontak dengan pasien TB Paru yang
mempunyai TB Paru aktif.
2. Individu imunnosupresif (lansia, pasien dengan kanker, meraka yang
dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terkontaminasi oleh HIV).
3. Mengunakan obat-obatan IV dan alkhoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan,
etnik dan juga ras minoritas, terutama pada anak-anak di bawah uiasa 15
tahun dan dewasa muda sekitar usia 15 sampai 44 tahun).
5. Gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal ginjal
kronis, silikosis, dan penyimpanan gizi).
6. Individu yang tinggal di daerah perumahan yang kumuh atau sub standar.
7. Pekerjaan (tenangga kerja kesehehatan, terutama yang melakukan aktivitas
yang mempunyai resiko tinggi).

Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2018) adalah sebagai mana


telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium
tuberculosis humanis).

1. Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang


mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, salah
satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
2. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah
type humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan,
setelah hygiene peternakan makin di tingkatkan
3. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam
basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)
4. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil
Tahan Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil. tuberculosis.
mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan adalah
mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.
5. Kalau bakteri bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20
menit untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24
jam.
6. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam
beberapa menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan terbunuh
dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol.

3. MANIFESTASI KLINIS
4. PATOFISIOLOGI
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada
dalam ruang alveolus (biasanya dil bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus
bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka lekosit diganti oleh
magrofat (Wijaya, 2019, Hal. 138).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala
pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional, Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung
selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kascosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi
tuberkel (Wijaya, 2019. Hal. 138).
Lesi primer paru-paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
percairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil
dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut fibrosa( Wijaya. 2019, Hal. 138).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini
terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ organ
tubuh (Wijaya, 2019. Hal. 138).

5. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
a. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan setiap hari dengan jangka
waktu 1-3 bulan.
1) Streptomisin inj 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
b. Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya
adalah setiap 2 x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis:
1) INH.
2) Rifampicin
3) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA (+) dengan kombinasi obat:
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol
4) Pyridoxin (B6).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2018) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan
dengan melakukan :
a. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b. Pemberian oksigen yang adekuat
c. Latihan batuk efektif
d. Fisioterapi dada
e. Pemberian nutrisi yang adekuat
f. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
g. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2019):
1. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
2. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang
bervariasi bagi anak
3. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas
yang diinginkan
Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit,
menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika
memungkinkan

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Somantri (2017. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :

1. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada


stadium aktif
2. Zichl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid): positif untuk
BTA.
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi
10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak
mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
4. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian
paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura.
Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrosa.
5. Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF,
serta biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.
6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar
yang mengindikasikan nekrosis.
7. Elektrolit mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB
paru-paru lanjut kronis.
8. ABGS: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru
paru.
9. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.
10. Darah: leukositosis, LED meningkat.
11. Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat,
dan menurunnya saturasi 02 yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.

7. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. Pengkajian
Data klien diperoleh melalui wawancara (anamnesa), pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang. Semua data yang didapat tersebut diperoleh melalui
proses komuniksi, baik komunikasi secara langsung (verbal, tulis) maupun secara
tidak langsung (non verbal).
Perawat perlu mengetahui hambatan, kekurangan dan keuntungan oksigenasi.
Perawat perlu memperhatikan sesuatu yang mempengaruhi oksigenasi
I. Identitas Klien
Nama, Umur, Jenis kelamin, Suku/Bangsa, Agama, Pendidikan,
Pekerjaan, Alamat, No. Register, Tanggal MRS, Diagnosa Medis,
Tanggal Pengkajian, Sumber Informasi, Penanggung

I. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan penyakit pasien yang sedang dialami saat ini
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat
ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi
penyakit yang diderita klien saat ini
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit keturunan untuk
mengidentifikasi adanya sifat genetik atau penyaki yang memiliki
kecendrungan familiar, untuk mengkaji kebiasaan keluarga dan
terpapar penyakit menular dapat mempengaruhi anggota keluarga.
A. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : normal, composmentis (kesadaran penuh)
2. Ttv
 Tekanan Darah
 Nadi
 Suhu
 Respirasi Rate
3. Head To Toe
Pemeriksaan fisik Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi terhadap berbagai sistem tubuh. Untuk mendapatkan informasi
tentang masalah kesehatan yang potensial.
a) Keadaan umum Keadaan umum meliputi penampilan umum,
postur tubuh, gaya bicara, mimik wajah.
b) Tanda-tanda vital Bertujuan untuk mengetahui keadaan tekanan
darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh.
c) Kulit Kaji keadaan kulit mengenai tekstur, kelembaban, turgor,
warna dan fungsi perabaan, pruritus, perubahan warna lain,
jerawat, erupsi, kering berlebih, selain itu perlu dikaji apakah ada
sianosis.
d) Kepala Kaji cedera lain seperti memar pada kepala, periksa
kebersihan dan keutuhan rambut.
e) Mata Periksa mata untuk mengetahui ada tidak nya nyeri tekan,
kaji reflek cahaya, edema kelopak mata.
f) Hidung Perdarahan hidung (epitaksis), kaji cairan keluar dari
hidung, ada tidaknya sumbatan.
g) Telinga Kaji ada tidaknya sakit telinga, rabas, bukti kehilangan
pendengaran.
h) Mulut Pernafasan mulut, perdarahan gusi, kaedaan gigi, jumlah
gigi, kaji kelembaban mukosa, warna mukosa bibir.
i) Tenggorokan Sakit tenggorokan, kaji adanya kemerahan atau
edema, kaji ada tidaknya kesulitan dalam menelan, tersedak, serak
atau ketidakteraturan suara lain.
j) Leher Kaji nyeri, keterbatasan gerak, kekakuan, kesulitan menahan
kepala lurus, pembesaran tiroid, pembesaran nodus atau massa lain.
k) Dada Kaji kesimetrisan bentuk dada, pembesaran payudara,
pembesaran nodus remaja, tanyakan tentang pemeriksaan
payudara.
1. Inspeksi dada
Pada Pemeriksaan ini pemeriksa melihat gerakan dinding
dada, bandingkan kesimetrisan dinding dada kiri dan kanan.
Lihat adanya bekas luka, bekas operasi, atau adanya lesi.
Perhatikan warna kulit daerah dada. Kaji pola pernafasan
pasien, perhatikan adanya retraksi interkosta, dan
penggunaan otot bantu nafas.

2. Palpasi dada
Pada Pemeriksaan pertama dilakukan oleh pemeriksa yaitu,
meletakan tangan di atas kedua dinding dada. Rasakan
kesimetrisan pengembangan dinding dada saat inspirasi dan
ekspirasi. Selanjutnya, rasakan adanya massa dan krepitasi
(jika terjadi fraktur). Setelah itu, lakukan Pemeriksaan taktil
fremitus dengan cara letakan tangan diatas dada, lalu minta
pasien mengatakan “tujuh tujuh” atau “Sembilan
Sembilan”. Lakukan Pemeriksaan disemua lapang paru.
Prinsip Pemeriksaan adalah getaran suara akan merambat
melalui udara yang ada dalam paru–paru (vibrasi) dan saat
bicara, getaran ini akan terasa dari luar dinding dada.
3. Perkusi paru
Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yaitu
suara seperti bunyi “dug-dug”. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan mengetuk pada seluruh lapang paru pada ruang
interkosta (dilakukan di antara dua kosta atau ICS ). Pada
area jantung akan menghasilkan bunyi peka (ICS 3–5,
sebelah kiri sternum). Hasil perkusi juga akan terdengar
pekak pada daerah hepar dan daerah payudara.
4. Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Anjurkan pasien untuk bernafas normal. Setelah
beberapa saat, letakan stetoskop pada ICS 2 kanan,
minta pasien bernafas panjang
2) Bandingkan suara terdengar di lapang paru kiri dan
kanan
3) Dengar apakah ada suara nafas tambahan di semua
lapang paru. Suara nafas normal sebagai berikut :
a. Vasikuler: suara ini terdengar halus. Biasa didengar
di lapang paru. Suara ini dihasilkan oleh perputaran
udara dalam alveoli (inspirasi > ekspirasi).
b. Bronkovasikuler: suara ini biasa didengar di ICS 1
dan 2 kiri dan kanan. Suara ini dihasilkan dari
perputaran udara dari saluran besar menuju saluran
lebih kecil (inspirasi= ekspirasi)
c. Bronkhial: suaranya terdengar kerasa dan karas.
suara ini dihasilkan dari perputaran udara melalui
trakea (ekspirasi > inspirasi).
l) Kardiovaskuler
Kaji warna konjungtiva, ada tidaknya sianosis, warna bibir, adanya
peningkatan tekanan vena jugularis, kaji bunyi jantung pada dada,
pengukuran tekanan darah, dan frekuensi nadi.
m) Adbomen
Kaji bentuk adbomen, keadaan luka, kaji tanda-tanda infeksi,
perkusi area abdomen.
n) Punggung dan bokong
Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas: CRT, turgor
kulit, kekuatan otot, refleks bisep, trisep, refleks patela, dan
achiles.
o) Genitalia
Kaji kebersihan genitalia, kebiasaan BAK
p) Anus
Kaji BAB dan keadaan di area anus.
q) Sistem persyarafan
Kaji adanya penurunan sensasi sensori, nyeri penurunan refleks,
nyeri kepala, fungsi syaraf kranial dan fungsi serebral, kejang,
tremor.
B. Pola-Pola Kesehatan
1. Pola Personal Higiene (Mandi, Sikat gigi, Cuci rambut)
Bagaimana individu tersebut membersihkan dirinya dengan mandiri,
adanya faktor resiko sehubung dengan kesehatan yang berkaitan dengan
oksigenasi.
2. Pola Nutrisi
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan diet dan pola
makan
3. Pola Cairan
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan cairan dan
pola minum
4. Pola Eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi) perubahan
berkemih (perubahan warna, jumlah, frekuensi)
5. Pola Aktifitas
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen
yang banyak. Orang yang biasa olahraga memiliki peningkatan aktivitas
metabolisme tubuh. Mengungkapkan pola aktivitas pasien sebelum sakit
dan sesudah sakit. Meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istirahat
tidur, aktivitas dan gaya hidup.
1) Data psikologis
Kemungkinan klien memperlihatkan kecemasan terhadap
penyakitnya, hal ini diakibatkan karena proses penyakit lama dan
kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan akan dilakukan.
Kaji ungkapan pasien tentang ketidakmampuan koping, perasaan
negatif tentang tubuh serta konsep diri klien
2) Data sosial
Perlu dikaji tentang keyakinan pasien tentang kesembuhannya
dihubungkan dengan agama dianut pasien dan bagaimana persepsi
pasien terhadap penyakitnya, bagaiman aktifitas pasien selama
menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa menjadi pendorong
atau pemberi motivasi untuk kesembuhan
3) Riwayat seksual
Untuk mendapatkan informasi tentang masalah dan atau aktivitas
orang muda dan adanya data berhubungan dengan aktivitas seksual
4) Data spiritual
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap dirinya sehubungan
dengan kondisi sekitarnya, hubungan pasien dengan perawat, dokter
dan tim kesehatan lainnya. Biasanya pasien akan ikut serta dalam
aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika
sudah terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan
gangguan penglihatan
6. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat
7. Pola Kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu
atau tidak, penggunaan alat bantu dalam pengindraan pasien
8. Pola Hubungan Psikososial (Konsep Diri)
Keadaan sosial yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
9. Pola Reproduksi dan Seksual
Pada pasien yang memiliki gangguan oksigenasi cenderung tidak mampu
berhubungan intim
10. Pola Penanggulangan Setress (Koping)
Adanya stress yang mempengaruhi ke oksigenasi
11. Pola Persepsi Spiritual
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
patungan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa dan
pemeriksaan USG, pemeriksaan foto rontgen, pemeriksaan laborarorium urin.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d wheezing
(D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidak seimbangan ventilasi perfusi d.d
bunyi napas tambahan (D.0003)
3. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d pernapasan
cuping hidung (D.0005)
4. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan d.d membran mulosa
pucat (D.0019)
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
(D.0056)

E. Intervensi
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia SIKI DPP PPNI, 2018
intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian krisis untuk mencapai luaran
(outcome) yang di harapkan, sedangkan tindakan keperawatan adalah prilaku
atau aktivitas spesifik dikerjakan oleh perawat untuk mengimpementasikan
intervensi keperawatan. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
menggunakan sistem klasifiksai sama dengan SDKI. Sistem klasifikasi
diadaptasi dari sistem klasifikasi international classification of nursing precite
(ICNP) yang dikembangkan oleh International Council of Nursing (ICN) sejak
tahun 1991. Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,
teraupetik, edukasi dan kolaborasi (Berman et al, 2015: Potter dan Perry,
2013; Seba, 2007; Wilkinson et al, 2016). Dalam menentukan intervensi
keperawatan, perawat perlu mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:
karakteristik diagnosis keperawatan, luaran (outcome) keperawatan yang
diharapkan, kemampulaksanaan intervensi keperawatan, kemampuan perawat,
penerimaan pasien, hasil penelitian.
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
Kriteria Hasil
Luaran Utama : Bersihan Jalan Napas (L.01001)
: Ekspektasi (meningkat)

Kriteria Hasil :

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat
Batuk Efektif 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Produksi sputum 1 2 3 4 5
Mengi 1 2 3 4 5
Wheezing 1 2 3 4 5
Mekonium (pada 1 2 3 4 5
neonatus)
Dispnea 1 2 3 4 5
Ortopnea 1 2 3 4 5
Sulit bicara 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburu Membaik
k
Frekuensi napas 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5

Latihan Batuk Efektif (I.01006)


Observasi :
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4. Monitor input dan output cairan (misalnya: jumlah dan karakteristik)
Terapeutik :
5. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
6. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
7. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
8. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
9. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung sselama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
10. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
11. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang
ke-3

Kolaborasi :
12. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
Manajemen jalan napas
Observasi :
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik :
4. Pertahanan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma servikal)
5. Posisikan semi-fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lendir kurang 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGiil
11. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
12. Ancurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontaindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kalaborasi :
14. Kalaborasikan pemberian bronkondilator, ekspetoran, mukolitik, jika
perlu
Pemantauan respirasi (I.01014)
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot, aktaksis)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik :
9. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
10. Dokumentasi hasil pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan pemantauan, jika perlu
2. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

Kriteria Hasil

Luaran Utama : Pertukaran Gas (L.01003)

: Ekspektasi (meningkat)
Kriteria Hasil :

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Tingkat kesadaran 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Bunyi napas 1 2 3 4 5
tambahan 1 2 3 4 5
Pusing 1 2 3 4 5
Penglihatan kabur 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Nafas cuping hidung
Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik
memburuk membaik
PCO2 1 2 3 4 5
PO2 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
PH arteri 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Pola nafas warna kulit 1 2 3 4 5

Intervensi Utama

1) Pemantauan respirasi (1.01014)


Pemantauan respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
2. Monitor pola nafas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-ray toraks

Terapeutik

11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


12. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


14. Informasikan hasil pemantauan
2) Terapi oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda – tanda dan gejala toksikasi oksigen dan etelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Terapeutik

10. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea


11. Pertahankan kepatenan jalan nafas
12. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
13. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
14. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
15. Gunakan peralatan oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien

Edukasi

16. Ajarkan pasien dan keluarga menggunakan oksigen di rumah

Kolaborasi

17. Kolaborasi penentuan dosis oksigen


18. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas atau tidur
3. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Luaran Utama : Pola Napas (L.01004)
: Ekspektasi (Membaik)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningka
t
Ventilasi Semenit 1 2 3 4 5

Kasitas Vital 1 2 3 4 5

Diameter Thoraks Anterior- 1 2 3 4 5


Posterior

Tekanan Ekspirasi 1 2 3 4 5

Tekanan Inspirasi 1 2 3 4 5

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat

Dispnea 1 2 3 4 5

Penggunaa otot bantu napas 1 2 3 4 5

Pemanjangan fase ekspirasi 1 2 3 4 5

Ortopnea 1 2 3 4 5

Pernapasan pursed-lip 1 2 3 4 5

Pernapasan cuping hidung 1 2 3 4 5


Memburuk Cukup sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
Frekuensi Napas 1 2 3 4 5

Kedalam Napas 1 2 3 4 5

Ekskursi dada 1 2 3 4 5

Intervensi Utama :
a) Manajemen Jalan Napas (1.01011)
Obsevasi
1. Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
2. Monitor bunyi tambahan (Mis, gurgling, mengi. wheezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (Jumlah,warna,aroma)
Teraupetik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas denagn head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curuga trauma servikal)
5. Posisiskan semi fowler atau fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perliu
8. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigonasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
13. Ajarkan Teknik batuk efektif
b) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AG D
10. Monitor hasil x-ray toraks
Teraupetik
11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
12. Dokumenmtasikan hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pematuan
14. Informasikan hasil pemtauan, jika perlu

4. Defisit Nutrisi (D.0019)


Luaran Utama : Status Nutrisi (L.03030)
: Ekspektasi (Membaik)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Seda Cukup meningk
menurun ng meningk at
at
Porsi makanan yang 1 2 3 4 5
di habiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
mengunyah 1 2 3 4 5
Kekuatan otot menelan
Serum albumin 1 2 3 4 5
Verbalisasi keinginan
untuk meningkatkan 1 2 3 4 5
nutrisi
Pengetahuan tentang 1 2 3 4 5
pilihan minuman yang
sehat 1 2 3 4 5
Pengetahuan tentang
standar asupan nutrisi
yang tepat 1 2 3 4 5
Penyiapan dan
penyimpanan makanan 1 2 3 4 5
yang aman
Penyiapan dan
penyimpanan minuman
yang aman
Sikap terhadap
Makanan / minuman
sesuai
Dengan tujuan
kesehatan
Meningka Cukup Seda Cukup Menuru
t meningka ng menuru n
t n
Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang 1 2 3 4 5
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare
Memburu Cukup Seda Cukup membai
k memburu ng membai k
k k
Berat badan 1 2 3 4 5
Indeks Massa Tubuh 1 2 3 4 5
(IMT) 1 2 3 4 5
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Bising usus 1 2 3 4 5
Tebal lipatan kulit 1 2 3 4 5
trisep
Membran mukosa
a) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang di sukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
9. Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlFasilitasi menentukan
pedomen diet ( mis, piramida makanan )
10. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
11. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
12. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
13. Berikan suplemen, jika perlu
14. Hentikan pemberian makanan sesuai selang nasogatrik jika asupan oral
dapat di toleransi
Edukasi
15. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
16. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis,pedera
nyeri,antiemetik ), jika perlu
18. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang di butuhkan, jika perlu
5. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
Luaran Utama : Toleransi Aktivitas (L.05047)
: Ekspektasi (Meningkat)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Kemudahan melakukan aktivitas 1 2 3 4 5
sehari-hari
Kecepatan berjalan 1 2 3 4 5
Jarak berjalan 1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh bagian atas 1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh bagian bawah 1 2 3 4 5
Toleransi menaiki tangga 1 2 3 4 5
Intervensi Utama
a. Manajemen Energi
Observasi
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
12. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
F. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi sudah dilaksanakan sebelumnya.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat.
Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Beberapa hal harus diperhatikan
diantaranya tindakan keperawatan dilakukan harus sesuai dengan tindakan
sudah direncanakan, dilakukan dengan cara tepat, aman, serta sesuai dengan
kondisi pasien, selalu dievaluasi mengenai keefektifan dan selalu
mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas dilakukan pada tahap
implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas,
menghitung alokasi tenaga, memulai intervensi keperawatan, dan
mendokumentasikan tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang telah
dilakukan.
Jenis-jenis tindakan pada tahap pelaksanaan implementasi adalah:
a. Secara mandiri (independent) Tindakan diprakarsai oleh perawat untuk
membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi
karena adanya stressor.
b. Saling ketergantungan (interdependent) Tindakan keperawatan atas
dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya
seperti: dokter, fisioterapi, dan lainlain.
c. Rujukan/ketergantungan (Dependent) Tindakan keperawatan atas dasar
rujukan dan profesi lainnya diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan
lainnya.

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIALE


1. DEFINISI
Kata “Asthma” berasal dari bahasa yunani yang berarti “terengah-engah” atau
sukar bernapas. Menurut “United States National Tuberculosis Association” 1967,
Asma Bronkial adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan
timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernapasan (Infodatin, 2017)
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran
napas kronis (Global Initiative for Athma, 2018).
Asma Bronkial merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan yang banyak
dijumpai pada anak-anak maupun dewasa. Menurut global initiative for asthma
(GINA) tahun 2015, asma didefinisikan sebagai “ suatu penyakit yang heterogen,
yang dikarakteristik oleh adanya inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ini
ditentukan oleh adanya riwayat gejala gangguan pernafasan seperti mengi, nafas
terengah-engah dada terasa berat/tertekan, dan batuk, yang bervariasi waktu dan
intensitasnya, diikuti dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi”,
(Kementrian Kesehatan RI, 2017)
Saat ini penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300
juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma
mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan
penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola
hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma.
Data dari berbagai negara menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar
antara 1-18% (Infodatin, 2017).

Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :


1. Asma bronkial Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif
terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang,
asap dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat
mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba.
Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah.
Penyempitan iniakibat berkerutnya otot polos saluran 8 pernapasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebihan.
2. Asma kardial Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung.
Gejala asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak
napas yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea.
Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.
2. ETIOLOGI
Menurut the lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencetus asma (klinik
citama, 2011):
2. pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya aliran pernafasan dan
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan
tetapi tidak menyebabkan peradangan.
3. Perubahan cuaca atau suhu udara
4. Rangsangan sesuatu yang bersifat alergi misal; asap rokok, serbuk sari,
debu, bulu binatang, asap, uap, dan olahraga insektisida,polusi udara dan
hewan peliharaan.
5. Infeksi saluran pernapasan
6. Gangguan emosi.
7. Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan
a. Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronchi melepaskan
bahan seperti histamin dan leukotrien sebagai 9 respon terhadap benda
asing (allergen) seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat didalam
rumah atau bulu binatang yang menyebabkan terjadinya :
1. Kontraksi otot polos
2. Peningkatan pembentukan lendir
3. Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronkus yang
mengakibatkan peradangan pada saluran pernafasan dimana hal
ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan
penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

3. MANIFESTASI KLINIS
4. PATOFISIOLOGI
a. Asma ekstrinsik
Pada saat penderita menarik napas, udara akan masuk melalui hidung menuju ke
trakea. Ketika udara yang masuk itu bercampur dengan alergen (debu, serbuk, bulu
binatang, dll) megakibatkan terbentuk dan terangsangnya antigen IgE. Karena hal
tersebut, otomatis antigen akan melepaskan produk-produk sel mastoit, yang dimana
fungsi dari sel mastoit dalam sistem imun tersebut yaitu membantu tubuh melawan
infeksi. Lepasnya sel-sel mastoit mengakibatkan terjadinya kontraksi otot polos.
Ketika otot polos berkontraksi, mengakibatkan bronkus menyempit dan membatasi
jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru. Hal tersebut dinamakan dengan
bronkospasme. Terhambatnya jumlah oksigen yang masuk menyebabkan penderita
kesulitan bernapas, batuk dan disertai mengi. Jika hal tersebut terjadi terus-menerus,
maka si penderita dikategorikan mengalami gejala asma.
b. Asma intrinsik
Proses terjadinya asma intrinsik hampir sama dengan asma ekstrinsik.
Bedanya hanya terletak pada faktor persipitasinya. Faktor persipitasi dari asma
intrinsik seperti olahraga, infeksi saluran pernapasan, udara yang dingin, emosi,
lingkungan, dll. Misal kita mengambil faktor pencetus yang udara dingin. Udara
dingin masuk melalui hidung dan menuju ke trakea hingga sampai di bronkiolus.
Saluran pernapasan yang hanya dilapisi oleh cairan tipis, menjadi kering karena
udara dingin tersebut. Akibatnya saluran pernapasan mengalami iritasi dan
pembengkakan sehingga memperparah gejala asma yang kambuh. Tak hanya itu,
udara dingin mengakibatkan produksi lendir di paru dan tenggorokan semakin
banyak. Tak hanya diproduksi lebih banyak, namun lendir tersebut lebih kental
dari biasanya. Ketika produksinya terlalu banyak, maka lendir tersebut sukar
untuk dikeluarkan dan berakhir dengan menyumbat saluran pernapasan.
Tersumbatnya saluran pernapasan membuat penderita kekurangan oksigen
sehingga berefek pada kambuhnya gejala asma.

5. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2,
yaitu : penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat
serangan.
1. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma
(pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat
pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus.
2. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
3. Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a. Mengatasi gejala serangan asma
b. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c. Mencegah terjadinya kekambuhan
d. Mencegah kematian karena serangan asma

Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen,


yaitu :

1. Edukasi Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti.


Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga
pihak lain yang membutuhkan energi pemegang keputusan, pembuat
perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala Penilaian klinis berkala
antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak
dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai
faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan
terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada
asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai
asma terkontrol.

Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :

1. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi


jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
2. Tahapan pengobatan
a. Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu sedangakan
alternatif lainnya tidak ada.
b. Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau ekivalennya),
untuk alternati diberikan Teofilin lepas lambat, kromolin dan
leukotriene modifiers.
c. Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan
Kombinasiinhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau
ekivalennya), untuk alternatifnya diberikan glukokortikosteroid ihalasi
(400-800 ug Bd atau ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah
agonis beta 2 kerja lama oral, atau Teofilin lepas lambat.
d. Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan ihalasi
glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan agonis beta 2
kerja lama, ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas lambat, Leukotriene,
Modifiers, Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya
Prednisolo/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis
bate 2 kerja lama oral, ditambah Teofilin lepas lambat. c. Penanganan
asma mandiri (pelangi asma) 23 Hubungan penderita dokter yang baik
adalah dasar yang kuat untuk terjadi kepatuhan dan efektif
penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan asma jangka panjang
sesuai kondisi penderita, realistik/ memungkinkan bagi penderita
dengan maksud mengontrol asma.
e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut Pengobatan pada serangan
akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam, alternatifnya
Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK,
dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik.
1. Kontrol secara teratur . Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2
hal yang penting diperhatikan oleh dokter yaitu:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur
b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila
diperlukan
2. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik Olahraga menghasilkan kebugaran fisik
secara umum. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul
serangan sesudah execrise, akan tetapi tidak berarti penderita EIA
dilarang melakukan olahraga. Senam asma Indonesia (SAI) adalah
salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan
menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada
olahraga umumnya. 24
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat
menimbulkan asma.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengukuran Fungsi Paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari
20% menunjukkan diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan Fev sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum
dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 105 atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): hanya dilakukan pada serangan asma
berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum: adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma
yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
trensudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah 25 sekelompok sel-sel
epitelnya dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap antibiotik.
c. Sel eosinofil: pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-
1500/mm3 baik asma instrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinosil normal antara 100-200/mm3 .
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia: jumlah sel leukosit yang lebih dari
15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia dan hiperkapnea.
5. Pemeriksaan radiologi: hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma bronkial
biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis. (Muttaqin, 2012)

7. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data
(informasi) yang sistematis dan bersinambungan. Sebenarnya, pengkajian
adalah proses bersinambungan yang dilakukan pada semua fase proses
keperawatan. Misalnya, pada fase evaluasi, pengkajian dilakukan untuk
melakukan hasil strategi keperawatan dan mengevaluasi pencapaian tujuan.
Semua fase proses keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang akurat
dan lengkap (Kozier, Berman, & Snyder, 2011).
1. Identitas Klien
a. Usia: asma bronkial dapat menyerang segala usia tetapi, lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun
dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
b. Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun.
c. Tempat tinggal dan jenis pekerjaan: lingkungan kerja diperkirakan
merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2- 15% klien dengan
asma bronkial (Muttaqin, 2012). Kondisi rumah, pajanan alergen
hewan di dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau, kelembapan,
dan pemanasan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial adalah
dispneu (bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu
pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, pasien yang sudah
menderita penyakit asma, bahkan keluarga yang sudah menderita penyakit
asma/faktor genetik.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyait
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan penyakit
yang sama pada anggota keluarganya
B. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi Terhadap Kesehatan Klien
Seperti apa penderita dan keluarganya menangani gejala awal dari asma.
2. Pola Aktivitas Latihan
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas.
3. Pola Istirahat Tidur
Penderita akan sulit tidur karena gejala asmanya yang biasanya sering
kambuh di malam hari dan dini hari
4. Pola Nutrisi Metabolik
Terjadi penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari
hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah.
5. Pola Eliminasi
Penderita asma dilarang menahan buang air besar dan buang air kecil.
Kebiasaan menahan buang air besar akan menyebabkan feses
menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh, menyebabkan
sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan.
6. Pola Kognitif Perseptual
Panca indra penderita tidak mengalami gangguan. Mungkin hanya pada
indra penghidunya yang mengalami gangguan ketika asmanya kambuh.
7. Pola Konsep Diri
Penderita akan menganggap dirinya lemah dan tak berdaya ketika asma
menyerang.
8. Pola Koping
Penderita meminta pendapat kepada keluarganya tentang masalah yang
dihadapi.
9. Pola Seksual Reproduksi
Seksual reproduksi penderita berjalan dengan lancar. Namun, keturunan
pasien bisa mengalami asma juga sebab faktor genetik.
10. Pola Peran Hubungan
Hubungan penderita dengan keluarga dan masyarakat berjalan dengan
lancar. Penderita biasanya akan dijauhi oleh orang-orang sekitar karena
mereka beranggapan bahwa asma itu menular.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Penderita tetap patuh dan taat terhadap Tuhan-Nya.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compas metis, lemah, dan sesak
nafas.
2. Pemeriksaan kepala dan muka
a. Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris, bentuk wajah.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada oedema.
3. Pemeriksaan telinga
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4. Pemeriksaan mata
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema, konjungtiva
anemis, reflek cahaya normal.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5. Pemeriksaan mulut dan farink
a. Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya
ada kesulitan dalam menelan.
b. Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
6. Pemeriksaan leher
a. Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
7. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak, ada
lesi/tidak,ada benjolan/tidak.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
8. Pemeriksaan thorak
a. Pemeriksaan paru
 Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang
kental dan sulit dikeluarkan, dengan menggunakan otot-otot
tambahan, sianosis. Mekanika bernafas,pernafasan cuping
hidung, penggunaan oksigen,dan sulit bicara karena sesak nafas.
 Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan.
Takikardi akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti
sianosis sentral.
 Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
 Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi
(wheezing) pada fase respirasi semakin menonjol.
b. Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
 Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid clavicula kiri.
 Perkusi : pekak.
 Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada suara
tambaha/tidak.
9. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi : bentuk tidak simetris.
b. Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
c. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Perkusi : tympani.
10. Pemeriksaan integumen
a. Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi, tidak ada
oedema.
b. Palpasi : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
11. Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
a. Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
12. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
a. Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, rambut pubis merata.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon individu,
keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan kondisi kesehatan (Tim
Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Berikut beberapa diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul, yaitu:
1. (D.0001) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d benda asing dalam jalan
napas, respon alergi dan efek agen farmakologis.
2. (D.0003) Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
3. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas
4. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. (D.0080) Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi

E. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Keperawatan Tujuan & Intervensi
yang Mungkin Kriteria Hasil Keperawatan
Muncul

1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Pemantauan


Napas Tidak intervensi dalam Respirasi (I.01014)
Efektif b.d 1x4 jam, masalah Observasi
benda asing bersihan jalan 1. Monitor
dalam jalan napas tidak efektif frekuensi, irama,
napas, respon diatasi dengan kedalaman dan
alergi dan efek kriteria hasil upaya nafas.
agen sebagai berikut : 2. Monitor pola
farmakologis Bersihan Jalan nafas (bradipnea,
(D.0001) Napas (L.01001) takipnea,
1. Mengi hiperventilasi,
menurun kussmaul,
(Nilai: 5) cheyne-stokes,
2. Dipsnea biot, ataksik).
menurun 3. Monitor saturasi
(Nilai: 5) oksigen.
3. Frekuensi 4. Monitor nilai
napas analisa gas darah
membaik (AGD)
(Nilai: 5)
4. Pola napas Terapeutik
membaik 1. Atur interval
(Nilai: 5) pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.

Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan


Pertukaran Gas intervensi dalam Respirasi (I.01014)
b.d perubahan 1x4 jam, masalah Observasi
membran gangguan 1. Monitor
alveolus-kapiler pertukaran gas frekuensi, irama,
(D.0003) diatasi dengan kedalaman dan
kriteria hasil upaya nafas.
sebagai berikut : 2. Monitor pola
Pertukaran Gas nafas (bradipnea,
(L.01003) takipnea,
1. Dispnea hiperventilasi,
menurun kussmaul,
(Nilai: 5) cheyne-stokes,
2. Bunyi napas biot, ataksik).
tambahan 3. Monitor saturasi
menurun oksigen.
(Nilai: 5) 4. Monitor nilai
3. Napas cuping analisa gas darah
hidung (AGD)
menurun
(Nilai: 5) Terapeutik
4. PCO2 1. Atur interval
membaik pemantauan
(Nilai: 5) respirasi sesuai
5. PO2 membaik kondisi pasien.
(Nilai: 5) 2. Dokumentasikan
6. Takikardi hasil pemantauan
membaik respirasi sesuai
(Nilai: 5) kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.

Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.

Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu

3. Pola Napas Setelah dilakukan Pemantauan


Tidak Efektif intervensi dalam Respirasi (I.01014)
b.d hambatan 1x4 jam, masalah Observasi
upaya napas pola napas tidak 1. Monitor
(D.0005) efektif diatasi frekuensi, irama,
dengan kriteria kedalaman dan
hasil sebagai upaya nafas.
berikut : 2. Monitor pola
Pola Napas nafas (bradipnea,
(L.01004) takipnea,
1. Dipsnea hiperventilasi,
menurun kussmaul,
(Nilai: 5) cheyne-stokes,
2. Penggunaan biot, ataksik).
otot bantu 3. Monitor saturasi
napas menurun oksigen.
(Nilai: 5) 4. Monitor nilai
3. Pernapasan analisa gas darah
cuping hidung (AGD)
menurun
(Nilai: 5) Terapeutik
4. Frekuensi napas 1. Atur interval
membaik pemantauan
(Nilai: 5) respirasi sesuai
5. Kedalaman kondisi pasien.
napas membaik 2. Dokumentasikan
(Nilai: 5) hasil pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.

Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.

Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu.

4. Intoleransi Setelah dilakukan Terapi Aktivitas


aktivitas b.d intervensi dalam (I.05186)
ketidak 1x24 jam, masalah Observasi
seimbangan intleransi aktivitas 1. Identifikasi
antara suplai dan diatasi dengan defisit aktivitas
kebutuhan kriteria hasil 2. Identifikasi
oksigen sebagai berikut : kemampuan
(D.0056) Toleransi Aktivitas beraktivitas
(L.05047) dalam aktivitas
1. Saturasi tertentu
oksigen 3. Identifikasi
meningkat strategi
(Nilai: 5) meningkatkan
2. Kemudahan partisipasi dalam
dalam aktivitas
melakukan
aktivitas Terapeutik
sehari-hari 1. Fasilitasi memilih
meningkat aktivitas dan
(Nilai: 5) tetapkan tujuan
3. Dipsnea saat aktivitas yang
aktivitas konsisten sesuai
menurun kemampuan fisik,
(Nilai: 5) psikologi dan
4. Dipsnea sosial.
setelah 2. Fasilitasi makna
aktivitas aktivitas yang
menurun dipilih
(Nilai: 5) 3. Fasilitasi pasien
5. Frekuensi dan keluarga
napas dalam
membaik menyesuaikan
(Nilai: 5) lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang
dipilih
4. Jadwalkan
aktivitas dan
rutinitas sehari-
hari
5. Berikan
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas

Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan
2. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau
terapi.

Kolaborasi
1. Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas
komunitas

5. Ansietas b.d Setelah dilakukan Terapi Relaksasi


kebutuhan tidak intervensi dalam (I.09326)
terpenuhi 1x4 jam, masalah Observasi
(D.0080) ansietas diatasi 1. Identifikasi
dengan kriteria teknik relaksasi
hasil sebagai yang pernah
berikut : efektif digunakan
Tingkat Ansietas 2. Identifikasi
(L.09093) kesediaan,
1. Verbalisasi kemampuan dan
khawatir penggunaan
akibat kondisi teknik
yang dihadapi sebelumnya.
menurun 3. Monitor respon
(Nilai: 5) terhadap terapi
2. Frekuensi relaksasi.
pernapasan
membaik Terapeutik
(Nilai: 5) 1. Ciptakan
3. Pola tidur lingkungan
membaik tenang dan tanpa
(Nilai: 5) gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang yang
nyaman.
2. Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan
dan jenis
relaksasi yang
tersedia.
2. Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih.
3. Anjurkan
mengambil posisi
yang nyaman.
4. Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering
mengulangi dan
melatih teknik
yang dipilih.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2018. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Carpenito, L.J. 2017. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC

Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2018. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Depkes RI: Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Tambayong, J. 2018. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC: Jakarta.

Adane, K., Spigt, M., Winkens, B., & Dinant, G. (2019). Articles Tuberculosis case detection
by trained inmate peer educators in a resource-limited prison setting in Ethiopia : a cluster-
randomised trial. The Lancet Global Health, 7(4), e482–e491. https://doi.org/10.1016/S2214-
109X(18)30477-7

Agustina, Y., Amin, M., & Sukartini, T. (2017). Health Coaching Berbasis Health
Promotion Model Terhadap Peningkatan Efikasi Diri dan Perilaku Pencegahan Penularan
Pada Pasien TB Paru. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, VIII, 172–179.

Anita, dkk (2020). Management Keperawatan Sesak Nafas pada Pasien Asma di Unit Gawat
Darurat : Literature Review. Universitas Surakarta

Arif, dkk (2009). Peran Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pada Asma Anak Vol 10, No 5.
Medan: Sari Pediatri

Christina, dkk (2013). Penanganan Perioperatif Pada Asma. Jurnal Biomedik (JBM), Vol 5,
No 1, hlm 10-16. Manado

Destriana, dkk (2015) Peran Perawat Tentang Penanganan Asma Pada Anak Di IGD
Puskesmas Sibela Mojosongo Surakarta. Stikes Kusuma Husada. Surakarta

Muslimah (2020) Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Asma
Bronkial Di Ruang Melati Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun
2020. Diploma Thesis, Poltekkes Tanjungkarang.

Nugroho, S. (2009). Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Medikora, (1). Dosen
Pendidikan Olahraga Kesehatan Fakultas Ilmu Keolahragan Universitas Negeri
Yogyakarta

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rahmatunnisa (2020) Hubungan Penggunaan Kipas Angin Dengan Kekambuhan Asma


Bronkial Pada Anak Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Skripsi Thesis,
Universitas Muhammadiyah Palembang.

Sukmawati, D. (2020). Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan


Skor Kecemasan Pada Pasien Asma Di Puskesmas Banguntapan I (Doctoral
Dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Talenta, Hariesty (2019). Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Di Pelayanan Kesehatan. Program Studi Magister Ilmu Keperawatan,
Universitas Sumatera Utara: Medan

Wijayanti, Reni (2019) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita Asma Bronkial
Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas Di Ruang Asoka Rsud Dr.
Harjono Ponorogo. Tugas Akhir (D3) Thesis, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Anda mungkin juga menyukai