BRONKOPNEUMONIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Mata Kuliah Stase Gawat
Darurat & Kritis
Disusun oleh:
B. KLASIFIKASI
Yang meliputi empat stadium, yaitu (Wijayaningsih, 2013) :
1. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)
Hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang berlangsung
pada daerah yang baru terinfeksi. Hiperemia di tandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan, edema antara kapiler dan alveolus.
2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Hepatisasi merah, terjadi ketika alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal yang mengakibatkan anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Hepatisasi kelabu terjadi ketika sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositostis sisa-sisa sel. Pada tadium ini eritrosit di
dalam alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna menjadi pucat kelabu serta kapiler darah tidak
lagi kongesti.
4. Stadium IV/ Resolusi (7-12 hari)
Stadium resolusi terjadi ketika respon imun dan peradangan mereda,
sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi oleh magrofag sehingga
jaringan kembali ke struktrunya semula. Peradangan pada bronkus di
tandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk
produkif, ronchi positif, mual dan muntah, bila penyebaran kuman sudah
mencapai alveolus maka akan terjadi komplikasi kolaps alveoli, fibrosis,
empisema dan atelektasis.
C. ETIOLOGI
Bronchopneumonia pada umumnya disebabkan oleh penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Penyebab
bronchopneumonia yang biasa ditemukan antara lain (Padila, 2013):
1. Bakteri
Bakteri yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah:
streptococcus pneumonia, streptococcus aerous, streptococcus
pyogenesis, haemophilus influenza, klebsiella pneumonia, pseudomonas
aeruginosa.
2. Virus
Virus yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Penyebab utama
pneumonia virus adalah Cytomegalo virus.
3. Jamur
Jamur yang menyebakan terjadinya infeksi adalah histoplasmosis yang
menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan
biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah, dan kompos.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ringel, 2012 tanda-gejala dari Bronkopneumonia yaitu :
1. Gejala penyakit datang mendadak namun kadang-kadang didahului oleh
infeksi saluran pernapasan atas.
2. Pertukaran udara di paru-paru tidak lancar dimana pernapasan agak cepat
dan dangkal sampai terdapat pernapasan cuping hidung.
3. Adanya bunyi napas tambahan pernafasan seperti ronchi dan wheezing.
4. Dalam waktu singkat suhu naik dengan cepat sehingga kadang-kadang
terjadi kejang.
5. Anak merasa nyeri atau sakit di daerah dada sewaktu batuk dan bernapas.
6. Batuk disertai sputum yang kental.
7. Nafsu makan menurun.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada bronchopneumonia adalah (Wijaya & Putri,
2013) :
1. Atelektasis
Atekektasis merupakan pengembangan paru-paru yang tidak sempurna
atau kolaps paru akibat kurangnya mobilasi atau reflek batuk hilang
2. Empisema
Empisema merupakan keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau terdapat pada seluruh rongga pleura
3. Otitis Media Akut
4. Meningitis
Meningitis merupakan infeksi yang menyerang selaput otak
F. PATOFISIOLOGI
Bronchopnuemonia adalah infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus, jamur, bakteri penyebab bronchopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan pada bronkus, alveolus, dan jaringan
sekitarnya. Peradangan pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif, mual dan muntah,
setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan (Wijayaningsih, 2013).
G. PATHWAY
Jamur, virus,
bakteri (penyebab)
Saluran
pernapasan atas
Peningkatan flora
Akumulasi secret normal dalam usus Eksudat plasma
di bronkus masuk alveoli
Peristaltik usus
Bersihan jalan Gangguan difusi
nafas tidak efektif dalam plasma
Malabsorbsi
Resiko ketidakseimbangan
elektrolit
Bau mulut
tidak sedap
Edema antara
kapiler dan alveoli
Anoreksia
Suplai O2
Iritan PMN eritrosit
Intake
Hipoksia
Edema paru
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Metabolisme anaerob
Pergeseran dinding
kebutuhan tubuh paru
Akumulasi asam laktat
Capliance paru
Fatique
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil)
b. Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan
untuk kultur serta tes sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia.
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba.
I. PENGKAJIAN
Menurut Wijaya & Putri, 2013, Fokus pengkajian yang dilakukan pada anak
Bronkopneumonia dengan gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut:
1. Identitas klien
2. Keluhan utama : keluhan utama pada pasien Bronkopneumonia adalah
sesak napas
3. Keadaan kesehatan saat ini : anak lemah, sianosis, sesak napas, adanya
suara napas tambahan (ronchi dan wheezing), batuk, demam, sianosis
daerah daerah mulut dan hidung, muntah, diare)
4. Pemeriksaan fisik:
a. Keadaan umum : tampak lemah, sakit berat
b. Tanda-tanda vital : TD menurun, sesak napas, nadi lemah dan cepat,
suhu meningkat, distress pernapasan, sianosis.
c. Inspeksi: frekuesi irama, kedalaman dan upaya bernapas, seperti
takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal.
d. Auskultasi: suara napas tambahan dan suara paru.
e. Perkusi: pekak terjadi bila terisi cairan pada paru.
f. Pemeriksaan diagnostik : analisa gas darah, pemeriksaan darah,
rontgen thorax.
2. Pemeriksaan radiologi
Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus. Laringoskopi / bronkoskopi untuk
menentukan apkah jalan nafas tersumbat oleh benda padat.
K. INTERVENSI
1. Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan
produksi sputum
Tujuan : Mengidentifikasi / menunjukan perilaku mencapai bersihan
jalan nafas
Kriteria hasil : Menunjukan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih,
tidak ada dispenia.
Intervensi
a. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada
dan cairan paru.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau / tak ada aliran udara
dan bunyi nafas adventius. Misalnya : krekels atau mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi nafas bronchial ( normal pada bronkus) dapat
juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki, mengi terdengar
inspirasi dan / ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan,
secret kental, dan spasme jalan nafas/ obstruksi.
c. Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya dengan menekan dada dan batukl efektif
sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-
paru / jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan
jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas
pasien. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi
duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
d. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
e. Lakukan penghisapan sesuai indikasi. Rasional : Merangsang batuk
atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak
mampu melakukan, karena batuk tidak efektif atau perubahan tingkat
kesadaran
Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesic.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
secret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-
hati, karena dapat menurukan upaya batuk / menekan pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan.
Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan
oksigenasi Intervensi.
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi
derajatn keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer atau sirkulasi sentral
Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon
tubuh terhadap demam / menggigil. Namun, sianosis daun telinga,
membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia
sistemik.
c. Awasi frekuensi jantung / irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi. Tetapi
juga dapat merupakan respon terhadap hipoksemia.
d. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi
dan aktifitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
e. Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas
dalam dan batuk efektif.
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.
f. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan. Jawab
pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai indikasi.
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi sesuai
dengan respon fisiologi terhadap hipoksia.
Pemberian keyakinan dan peningkatan rasa aman dapat menurunkan
komponen psikologis, sehingga menurunkan kebutuhan oksigen dan
efek merugikan dari respon fisiologi.
g. Berikan terapi oksigen dengan benar. Rasional : Tujuan terapi
oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen
diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman dengan tepat
dalam toleransi pasien.
3. Diagnosa keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan : Menunjukan pola nafas tidak efektif dengan frekuensi dan
kedalaman rentang normal dan paru bersih
Kriteria Hasil : Partisipasi dalam aktifitas/ perilaku peningkatan fungsi
paru.
Intervensi
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat
upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran nasal.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi
peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernfasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventius
seperti krekels atau mengi.
Rasional : Bunyi nafas menurun / tidak ada jika jalan nafas obstruksi
sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas kecil
( atelektasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bantu pasien turu dari
tempat tidur dan ambulasi dini.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi
meningkatakan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
d. Observasi pola batuk dan karakteristik sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/ iritasi.
Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan ( infark
paru) atau anti koagulan berlebihan.
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
f. Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.
Rasional :Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan
membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
4. Diagnosa keperawatan : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan
oral
Tujuan : Menunjukan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian
kapiler cepat, tanda vital stabil
Intervensi
a. Kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh
Rasional : Peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan
kehilangan cairan melalui evaporasi.
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa.
Rasional : Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan
oksigen tambahan.
c. Tekankan cairan setidaknya 1000ml/ hari atau sesuai kondisi
individual.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko
dehidrasi
Intervensi
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu,
peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktifitas.
Rasional : Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan
memudahkan dalam pemilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan
pengalihan yang tepat.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
pentingnya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energy untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas dengan respon individual pasien
terhadap aktifitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur
di kursi.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
SDKI, DPD & PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: definisi
dan indicator diagnostic . (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI.
SLKI, DPD & PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi dan
kriteria hasil keperawatan . (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI.
SIKI, DPD & PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: definisi
dan tindakan keperawatan . (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI.