Anda di halaman 1dari 16

STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. B DENGAN


BRONKOPNEUMONIA DI RUANG AROFAH RUMAH SAKIT
NUR HIDAYAH BANTUL YOGYAKATA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh:

ROSI ANDRIANI
203203064

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN BRONKOPNEUMONIA DI


RUANG AROFAH RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH
YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Anak

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Maha

(Latifah Susilowatui, M.Kep) (..........................................................) (Rosi A

A. Definisi
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir penyebaran daerah infeksi yang berbecak
dengan diameter sekitar 3-4 cm, biasanya mengenai bronkiolus dan
sekitar alveolus yang disebabkan karena bakteri, virus, jamur, dan
benda-benda asing (Bennete, 2013).
Bronkopneumonia merupakan radang pada paru-paru yang
menggambarkan pneumonia yang mempunyai penyebaran
berbercak, teratur, dalam satu area atau lebih yang berlokasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Wijayaningsih, 2013).
Bronkopneumonia merupakan suatu peradangan pada
parenkim paru dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru
tetapi juga pada bronkioli. Bronkopneumonia lebih sering terjadi
infeksi sekunder yang dapat melemahkan daya tahan tubuh, tetapi
juga sebagai infeksi primer biasanya banyak dijumpai pada anak-
anak (Ringel, 2012).

B. Etiologi
Bronkopneumonia disebabkan oleh mikroorganisme yaitu
virus, bakteri, dan jamur (Wijayaningsih, 2013).
1. Bronkopneumonia disebabkan oleh virus seperti respiratory
syntical virus, virus influenza dan virus sitomegalik.
2. Bronkopneumonia disebabkan bakteri seperti diplococus
pneumonia, pneumococcus, stretococcus, hemoliticus aureus,
haemophilus influenza, basilus friendlander (klebsial pneumoni),
mycobacterium tuberculosis.
3. Bronkopneumonia disebabkan oleh jamur seperti citoplasma
capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides,
aspergillus Sp, candinda albicans, mycoplasma pneumonia dan
aspirasi benda asing.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Ringel, (2012) & Arief Mansjoer (2008) tanda dan
gejala dari bronkopneumonia yaitu :
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas : demam, sakit
kepala, iritabel, gelisah, malaise, nasfu makan berkurang,
keluhan gastrointestinal
2. Gejala umum saluran pernafasan : batuk, pernafasan cepat dan
dangkal, terdapat pernafasan cuping hidung, bunyi nafas
tambahan ronchi dan wheezing
3. Tanda empiema : perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri
abdomen

D. Patofisiologi
Penyebab dari bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakteri, dan virus). Awalnya mikroorganisme masuk melalui
percikan ludah (droplet) kemudian invasi masuk ke saluran
pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh.
Reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi
peradangan tubuh dapat menyesuaikan diri, maka timbulah gejala
demam, suhu tubuh meningkat sampai 39-400C dan dapat disertai
kejang karena demam yang sangat tinggi. Anak yang mengalami
bronkopneumonia sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat, dan
dangkal disertai pernapasan cuping hidung, sianosis disekitar hidung
dan mulut (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bakteri yang masuk ke paru-paru menuju ke bronkiolus dan
alveoli melalui saluram napas yang menimbulkan reaksi peradangan
hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam
alveoli dan jaringan interstitial (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin
lama secret semakin menumpuk di bronkus, maka aliran bronkus
menjadi semakin sempit dan pasien merasa sesak, lama-kelamaan
secret dapat sampai ke alveolus paru dan menganggu sistem
pertukaran gas di paru-paru. Perubahan tersebut akan berdampak
pada pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Sehingga berakibat pada hipoksia dan kerja jantung meningkat
akibat saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnia. Penurunan
itu yang secara klinis menyebabkan penderita mengalami pucat
sampai sianosis (Wijayaningsih, 2013).

E. Pathway
Bakteri Stafilokokus Aureus
Bakteri Haemofilus influezae

Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi pembuluh Peningkatan suhu Edema antara
pencernaan darah kaplier dan alveoli
Akumulasi sekret di
bronkus Peningkatan flora Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi Peningkatan


Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan peristaltik Edema paru
dalam plasma metabolisme
nafas tidak meningkat usus
efektif Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi Evaporasi Pengerasan
pertukaran gas
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru
Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan cairan menurun
Nutrisi kurang dari dan eletrolit
kebutuhan Hipoksia
Hiperventilasi
Metabolisme anaeraob
Dispneu meningkat

Akumulasi asam laktat


Retraksi dada /
nafas cuping
hidung Fatigue
Gangguan pola
nafas Intoleransi
aktivitas
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang bronkopneumonia dalam Wijaya &
Putri (2013) yaitu :
1. Rontgen dada
Rontgen dada dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi
struktural, menyatakan luasnya abses, empiema (stapilococcus),
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran
infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada
mungkin bersih. Foto thorax bronkopneumonia terdapat bercak-
bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada
pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.
2. Pemeriksaan fungsi paru
Pada pemeriksaan ini akan didapatkan volume paru
mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan
napas mungkin meningkat dan komplain paru menurun sehingga
terjadi hipoksemia.
3. Analisa gas darah
Pada pemeriksaan darah akan didapatkan hasil yang tidak
normal, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada, untuk mengetahui tipe virus dan bakteri yang
menyebabkan paru-paru terinfeksi.

G. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia dalam Wijaya & Putri (2013)
dan Wijayaningsih, (2013) yaitu :
1. Infeksi darah
Kondisi ini terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi ke organ-organ
lain. Infeksi darah atau sepsis berpotensi menyebabkan
terjadinya kegagalan organ.
2. Abses paru-paru
Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di
dalam rongga paru-paru biasanya kondisi ini dapat ditangani
dengan antibiotik.
3. Efusi pleura
Efusi pleura adalah kondisi dimana cairan memenuhi
ruang disekitar paru-paru dan rongga dada. Cairan yang
terinfeksi biasanya dikeringkan menggunakan jarum atau tabung
tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura diperlukan prosedur
operasi untuk membantu mengeluarkan cairan.
4. Gagal napas
Kondisi akibat kerusakan berat pada paru-paru sehingga
tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen karena
terganggunya fungsi pernapasan. Jika tidak segera diobati gagal
napas dapat membuat organ tubuh tidak dapat berfungsi dan
pernapasan terhenti. Jika hal ini terjadi, maka penderitanya perlu
mendapatkan napas bantuan dengan bantuan mesin (ventilator).

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
bronkopneumonia dalam Dicky & Wulan (2017) sebagai berikut :
1. Terapi O2
Berdasarkan pedoman pelayanan medis World Health
Organization (WHO), pasien dengan saturasi oksigen <92%
pada saat bernapas dengan udara ruangan harus diberikan
oksigen dengan kanul nasal atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%.
2. Terapi cairan
Terapi cairan yang dapat diberikan yaitu infus D5 ¼ NS
atau RL faktor tetesan infus disesuaikan dengan berat badan
pasien. Hal ini sesuai dengan kebutuhan, cairan ini diberikan
sebagai pengganti kebutuhan kalori yang tidak bisa didapatkan
oleh pasien bronkopneumonia secara oral.
3. Terapi antipiretik
Agen antipiretik yang diberikan adalah paracetamol.
Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc
sehari) atau dengan peroral/ syrup ( 3x¼ cth). Indikasi pemberian
paracetamol pada pasien adalah adanya peningkatan suhu
mencapai 380C serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk. Pemberian ambroksol sirup, sebagai
mukolitik bekerja untuk mengencerkan dahak/sekret pada
saluran pernafasan dan dengan reflek batuk, diharapkan
mukus/sekret dapat dikeluarkan.
4. Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik adalah ampisilin 150 mg/8 jam dan
gentamicin 20 mg/24 jam yang diberikan secara intravena.
Antibiotik diberikan secara intravena. Antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau
sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik
dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari. Pemberian 2
macam antibiotik juga didasari pada etiologi dari
bronkopneumonia, dimana ampisilin digunakan untuk mengatasi
bakteri gram positif sedangkan gentamisin digunakan untuk
mengatasi bakteri gram negatif.
5. Terapi nebulisasi
Terapi nebulisasi menggunakan sabutamol diberikan
pada pasien ini dengan dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai
dosis yang dianjurkan yaitu 0,5 mg/kgBB. Terapi nebulisasi
bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan
nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus. Salbutamol
merupakan suatu obat agonis beta- 2 adrenegik yang selektif
terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepasan
mediator dari pulmonary mast cell, namun terapi nebulisasi
bukan menjadi gold standar pengobatan dari bronkopneumonia.
Gold standar pengobatan bronkopneumonia adalah penggunaan
2 antibiotik. Pemberian salbutamol sebagai terapi nebulisasi
apabila ditemukan adanya wheezing pada nafasnya, sehingga
pemberian terapi nebulisasi diharapkan dapat mengurangi dari
wheezing.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi,
dan dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan
berkesinambungan (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).
Menurut Wijaya & Putri, (2013). Fokus pengkajian yang
dilakukan pada anak Bronkopneumonia sebagai berikut:
a) Identitas klien
b) Riwayat penyakit :
1) Pneumonia virus : ditandai gejala-gejala infeksi saluran
nafas seperti rinitis dan batuk, suhu tubuh tinggi,
kesulitan bernafas
2) Pneumonia bakteri : ditandai infeksi saluran pernafasan
akut hingga seminggu, batuk
c) Riwayat kesehatan dahulu : sering menderita penyakit
pernafasan, riwayat peradangan dengan gejala bertahap
panjang dan lama disertai wheezing
d) Keluhan utama : sesak napas
e) Keadaan kesehatan saat ini : anak lemah, sianosis, sesak
napas, adanya suara napas tambahan (ronchi dan wheezing),
batuk, demam, sianosis daerah daerah mulut dan hidung,
muntah, diare).
f) Pemeriksaan fisik :
1) Keadaan umum : tampak lemah, sakit berat
2) Tanda-tanda vital : TD menurun, sesak napas, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, distress pernapasan, sianosis.
3) Inspeksi : frekuesi irama, kedalaman dan upaya bernapas, seperti takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal.
4) Auskultasi : suara napas tambahan dan suara paru.
5) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Hipertermi b/d proses penyakit
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d proses infeksi, mukus berlebih.
c. Pola Napas Tidak Efektif b/d Hiperventilasi
d. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dari kebutuhan.
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA
DX SLKI SIKI
KEPERAWATAN
1 Hipertermi b/d proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Manajemen Hipertermia (I.15506)
jam, diharapkan hipertermi klien teratasi dengan 1. Identifikasi penyebab hipertermia.
penyakit
kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh.
Termoregulasi (L.14134) 3. Longgarkan atau lepaskan pakaian.
1. Suhu tubuh pasien dalam batas normal. 4. Berikan cairan oral.
2. Nadi dan resporasi dalam batas normal. 5. Anjurkan untuk istirahat.
3. Pasien tidak terlihat pucat. 6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
pemberian obat.
2 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Manajemen Jalan Napas (I.01011)
jam, diharapkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. Monitor pola napas.
jalan napas b/d proses
klien teratasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan.
infeksi. Bersihan Jalan Napas (L.01001) 3. Monitor sputum.
1. Batuk efektif cukup meningkat 4. Posisikan semi-fowler.
2. Produksi sputum cukup menurun. 5. berikan oksigen, jika perlu.
3. Tidak terdapat suara nafas tambahan. 6. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
4. Frekuensi dan pola nafas cukup membaik. ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Pencegahan Infeksi (I.14539)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
sistemik.
2. Batasi jumlah pengunjung.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien.
4. Jelaskan tanda dan infeksi kepada keluarga.
5. Anjurkan menigkatkan asupan cairan dan
nutrisi.
6. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.
3 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Manajemen Jalan Napas (I.01011)
jam, diharapkan pola nafas tidak efektif pada klien
b/d Hiperventilasi 1. Memonitor pola napas (frekuensi,
teratasi dengan kriteria hasil :
Pola Napas (L.01004) kedalaman dan usaha napas).
1. Penggunaan otot bantu napas berkurang. 2. Monitor bunyi napas tambahan.
2. Dysnea dari cukup meningkat menjadi sedang. 3. Berikan posisi yang nyaman.
3. Pernafasan cuping hidung berkurang. 4. Berikan oksigen, jika perlu.
4. Frekuensi nafas cukup membaik. 5. Anjurkan asupan cairan.
5. Kedalam nafas cukup membaik. 6. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
espektoran, mukolitisk, jika perlu.

Terapi Oksigen (I.01026)


1. Monitor kecepatan aliaran oksigen.
2. Monitor aliran oksigen secara periodic.
3. Monitor efektifitas terapi oksigen (missal,
oksimeteri, Analisa gas darah) jika perlu.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
5. Berikan oksigen tambahan, jika perlu.
4 Intoleransi aktivitas
b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Manajemen Energi (I.05178)
jam, diharapkan intoleransi aktivitas klien teratasi
ketidakseimbangan antara 1. Monitor kelelhan fisik.
dengan kriteria hasil :
suplai dan kebutuhan Tolerasni Aktivitas (L.05047) 2. Monitor pola dan jam tidur.
3. Sediakan lingkungan yang nyaman.
oksigen dari kebutuhan. 1. Frekuensi nadi dalam batas normal. 4. Lakukan latihan rentang gerak pasif
2. Saturasi oksigen cukup meningkat. dan/atau aktif.
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari- 5. Anjurkan tirah baring.
hari cukup meningkat. 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara
4. Keluhan Lelah menurun. bertahap.
5. Dispnea saat aktivitas cukup menurun. 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
6. Dyspnea setelah beraktivitas cukup menurun. meningkatkan asupan makanan.
Terapi Aktivitas (I.05186)
1. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas
yang di inginkan.
2. Monitor respon emosional, fisik, social dan
spiritual terhadap aktivitas.
3. Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas.
4. Koordinasi pemilihan aktivitas sesuai usia.
5. Libatkan keluarga dalam beraktivitas, jika
perlu,
6. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari.
7. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang di
pilih.
8. Kolabprasi dengan terapis dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi.(2013) Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction
Bennete. M.J. (2013). Pediatric pneumonia. http : www//emedicine.
Medscape.com / arti / cle / 67822-overview. Di unduh : 17 Desember
2019
Dicky, A. & Wulan, A.J. (2017) Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia
Pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek. Jurnal Medula Unila
7(2).
Kartika Sari Wijayaningsih. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta :
TIM.
Kozier,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2010). Buku
Ajar Fundamental Keperawatan (Alih bahasa : Esty Wahyu ningsih,
Devi yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana ). Jakarta :EGC
Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.
Ringel, Edward. (2012). Buku Saku Hitam Kedokteran Paru Alih
Bahasa:dr.Elfiawati Resipirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2,
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai