LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun Oleh:
ROSI ANDRIANI
203203064
FAKULTAS KESEHATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
A. Definisi
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir penyebaran daerah infeksi yang berbecak
dengan diameter sekitar 3-4 cm, biasanya mengenai bronkiolus dan
sekitar alveolus yang disebabkan karena bakteri, virus, jamur, dan
benda-benda asing (Bennete, 2013).
Bronkopneumonia merupakan radang pada paru-paru yang
menggambarkan pneumonia yang mempunyai penyebaran
berbercak, teratur, dalam satu area atau lebih yang berlokasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Wijayaningsih, 2013).
Bronkopneumonia merupakan suatu peradangan pada
parenkim paru dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru
tetapi juga pada bronkioli. Bronkopneumonia lebih sering terjadi
infeksi sekunder yang dapat melemahkan daya tahan tubuh, tetapi
juga sebagai infeksi primer biasanya banyak dijumpai pada anak-
anak (Ringel, 2012).
B. Etiologi
Bronkopneumonia disebabkan oleh mikroorganisme yaitu
virus, bakteri, dan jamur (Wijayaningsih, 2013).
1. Bronkopneumonia disebabkan oleh virus seperti respiratory
syntical virus, virus influenza dan virus sitomegalik.
2. Bronkopneumonia disebabkan bakteri seperti diplococus
pneumonia, pneumococcus, stretococcus, hemoliticus aureus,
haemophilus influenza, basilus friendlander (klebsial pneumoni),
mycobacterium tuberculosis.
3. Bronkopneumonia disebabkan oleh jamur seperti citoplasma
capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides,
aspergillus Sp, candinda albicans, mycoplasma pneumonia dan
aspirasi benda asing.
D. Patofisiologi
Penyebab dari bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakteri, dan virus). Awalnya mikroorganisme masuk melalui
percikan ludah (droplet) kemudian invasi masuk ke saluran
pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh.
Reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi
peradangan tubuh dapat menyesuaikan diri, maka timbulah gejala
demam, suhu tubuh meningkat sampai 39-400C dan dapat disertai
kejang karena demam yang sangat tinggi. Anak yang mengalami
bronkopneumonia sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat, dan
dangkal disertai pernapasan cuping hidung, sianosis disekitar hidung
dan mulut (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bakteri yang masuk ke paru-paru menuju ke bronkiolus dan
alveoli melalui saluram napas yang menimbulkan reaksi peradangan
hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam
alveoli dan jaringan interstitial (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin
lama secret semakin menumpuk di bronkus, maka aliran bronkus
menjadi semakin sempit dan pasien merasa sesak, lama-kelamaan
secret dapat sampai ke alveolus paru dan menganggu sistem
pertukaran gas di paru-paru. Perubahan tersebut akan berdampak
pada pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Sehingga berakibat pada hipoksia dan kerja jantung meningkat
akibat saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnia. Penurunan
itu yang secara klinis menyebabkan penderita mengalami pucat
sampai sianosis (Wijayaningsih, 2013).
E. Pathway
Bakteri Stafilokokus Aureus
Bakteri Haemofilus influezae
Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi pembuluh Peningkatan suhu Edema antara
pencernaan darah kaplier dan alveoli
Akumulasi sekret di
bronkus Peningkatan flora Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus masuk alveoli eritrosit pecah
G. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia dalam Wijaya & Putri (2013)
dan Wijayaningsih, (2013) yaitu :
1. Infeksi darah
Kondisi ini terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi ke organ-organ
lain. Infeksi darah atau sepsis berpotensi menyebabkan
terjadinya kegagalan organ.
2. Abses paru-paru
Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di
dalam rongga paru-paru biasanya kondisi ini dapat ditangani
dengan antibiotik.
3. Efusi pleura
Efusi pleura adalah kondisi dimana cairan memenuhi
ruang disekitar paru-paru dan rongga dada. Cairan yang
terinfeksi biasanya dikeringkan menggunakan jarum atau tabung
tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura diperlukan prosedur
operasi untuk membantu mengeluarkan cairan.
4. Gagal napas
Kondisi akibat kerusakan berat pada paru-paru sehingga
tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen karena
terganggunya fungsi pernapasan. Jika tidak segera diobati gagal
napas dapat membuat organ tubuh tidak dapat berfungsi dan
pernapasan terhenti. Jika hal ini terjadi, maka penderitanya perlu
mendapatkan napas bantuan dengan bantuan mesin (ventilator).
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
bronkopneumonia dalam Dicky & Wulan (2017) sebagai berikut :
1. Terapi O2
Berdasarkan pedoman pelayanan medis World Health
Organization (WHO), pasien dengan saturasi oksigen <92%
pada saat bernapas dengan udara ruangan harus diberikan
oksigen dengan kanul nasal atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%.
2. Terapi cairan
Terapi cairan yang dapat diberikan yaitu infus D5 ¼ NS
atau RL faktor tetesan infus disesuaikan dengan berat badan
pasien. Hal ini sesuai dengan kebutuhan, cairan ini diberikan
sebagai pengganti kebutuhan kalori yang tidak bisa didapatkan
oleh pasien bronkopneumonia secara oral.
3. Terapi antipiretik
Agen antipiretik yang diberikan adalah paracetamol.
Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc
sehari) atau dengan peroral/ syrup ( 3x¼ cth). Indikasi pemberian
paracetamol pada pasien adalah adanya peningkatan suhu
mencapai 380C serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk. Pemberian ambroksol sirup, sebagai
mukolitik bekerja untuk mengencerkan dahak/sekret pada
saluran pernafasan dan dengan reflek batuk, diharapkan
mukus/sekret dapat dikeluarkan.
4. Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik adalah ampisilin 150 mg/8 jam dan
gentamicin 20 mg/24 jam yang diberikan secara intravena.
Antibiotik diberikan secara intravena. Antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau
sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik
dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari. Pemberian 2
macam antibiotik juga didasari pada etiologi dari
bronkopneumonia, dimana ampisilin digunakan untuk mengatasi
bakteri gram positif sedangkan gentamisin digunakan untuk
mengatasi bakteri gram negatif.
5. Terapi nebulisasi
Terapi nebulisasi menggunakan sabutamol diberikan
pada pasien ini dengan dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai
dosis yang dianjurkan yaitu 0,5 mg/kgBB. Terapi nebulisasi
bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan
nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus. Salbutamol
merupakan suatu obat agonis beta- 2 adrenegik yang selektif
terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepasan
mediator dari pulmonary mast cell, namun terapi nebulisasi
bukan menjadi gold standar pengobatan dari bronkopneumonia.
Gold standar pengobatan bronkopneumonia adalah penggunaan
2 antibiotik. Pemberian salbutamol sebagai terapi nebulisasi
apabila ditemukan adanya wheezing pada nafasnya, sehingga
pemberian terapi nebulisasi diharapkan dapat mengurangi dari
wheezing.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi,
dan dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan
berkesinambungan (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).
Menurut Wijaya & Putri, (2013). Fokus pengkajian yang
dilakukan pada anak Bronkopneumonia sebagai berikut:
a) Identitas klien
b) Riwayat penyakit :
1) Pneumonia virus : ditandai gejala-gejala infeksi saluran
nafas seperti rinitis dan batuk, suhu tubuh tinggi,
kesulitan bernafas
2) Pneumonia bakteri : ditandai infeksi saluran pernafasan
akut hingga seminggu, batuk
c) Riwayat kesehatan dahulu : sering menderita penyakit
pernafasan, riwayat peradangan dengan gejala bertahap
panjang dan lama disertai wheezing
d) Keluhan utama : sesak napas
e) Keadaan kesehatan saat ini : anak lemah, sianosis, sesak
napas, adanya suara napas tambahan (ronchi dan wheezing),
batuk, demam, sianosis daerah daerah mulut dan hidung,
muntah, diare).
f) Pemeriksaan fisik :
1) Keadaan umum : tampak lemah, sakit berat
2) Tanda-tanda vital : TD menurun, sesak napas, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, distress pernapasan, sianosis.
3) Inspeksi : frekuesi irama, kedalaman dan upaya bernapas, seperti takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal.
4) Auskultasi : suara napas tambahan dan suara paru.
5) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru.