Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI


DI DUSUN JOGONANDAN PAJANGAN BANTUL

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Keluarga

Disusun Oleh :

NISA HANIPAH
203203095

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XVI


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI
DI DUSUN JOGONANDAN PAJANGAN BANTUL

Disusun Oleh :

Nisa Hanipah
203203095

Telah disetujui pada


Hari :
tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik Mahasiswa

( ) ( ) (Nisa Hanipah)
KELUARGA DENGAN HIPERTENSI

A. LANSIA
Lansia merupakan tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2011).
Menurut WHO, batasan umur lanjut usia dibedakan menjadi empat antara
lain usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun,
lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75
sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun. Sedangkan
menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998, lanjut usia merupakan seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Pada tahap lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan terutama
pada perubahan fisiologis karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi
organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena
penyakit. Salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia
adalah pada sistem kardiovaskuler yaitu terjadi penurunan elastisitas dinding
aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, serta penurunan kemampuan
jantung untuk memompa darah. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume darah, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, serta terjadinya hipertensi akibat
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Ismayadi, 2012).
B. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga Adalah unit terkecil dari masayarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga
adalah dua atau tiga individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam peranannya masing-
masing, menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Setiadi, 2008).
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan social diri tiap anggota keluarga (Murwani, 2014).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga
adalah beberapa individu yang tinggal dalam sebuah keluarga yang
mempunyai ikatan perkawinan, ada hubungan keluarga, sanak famili,
maupun adopsi yang hidup bersama sesuai dengan tujuan keluarga tersebut.

2. Tipe Keluarga
Berikut ini dalah tipe-tipe keluarga menurut (Murwani, 2014).
a. Tipe Tradisional
1) Keluarga Inti (Nuclear Family)
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
2) The Dyad Family
Keluarga yang terdiri dari suami-istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah.
3) Keluarga Usila
Keluarga yang terdiri dari suami-istri yang sudah tua dengan anak
sudah memisahkan diri.
4) The Childles Family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah untu mendapatkan
anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karir atau
pendidikan yang terjadi pada wanita.
5) The Extendent Family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi
6) The Single-Parent Family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak, hal ini terjadi
melalui proses perceraian atau kematian.
7) Commuter Family
Keluarga dengan kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tapi
salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang
bekerja diluar kota bisa berkumpul dengan keluarga saat akhir pekan.
8) Multigenerational Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal
bersama dalam satu rumah.
9) Kin-network Family
Keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga inti yang tinggal dalam
satu rumah atau saling berdekatan dan menggunakan barang-barang
dan pelayanan yang sama seperti dpur, kamar mandi, TV, telepon dll.
10) Blended Pamily
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali
dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
11) The Singel Adult Living Alone atau Singel Adult Family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena
pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti perceraian atau ditinggal
mati.
b. Tipe Non Tradisional
1) The Unmarriedteenege mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari
hubungan tanpa nikah.
2) The Stepparent Family
Keluarga dengan orang tua tiri.
3) Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan
fasilitas yang sama, pengalaman yang sama : sosialisasi anak dengan
melelui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.
4) The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family
Keluarga yang hidup bersama dan berganti – ganti pasangan tanpa
melelui pernikahan.
5) Gay And Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana suami – istri (marital partners).
6) Cohibiting Couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alas an tertentu.
7) Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat – alat rumah tangga
bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk
sexual dan membesarkan anaknya.
8) Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi aturan atau nilai – nilai, hidup bersama
atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang –
barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab
membesarkan anaknya.
9) Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau
saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang
aslinya.
10) Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanent karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
11) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang- orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian
tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam
kehidupannya.

3. Struktur Keluarga
Dalam (Setiadi, 2008), struktur keluarga terdiri dari bermacam-
macam, diantarannya adalah:
a. Patrilineal: adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
b. Matrilineal: adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ibu.
c. Matrilokal: adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal: adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga kawinan: adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembina keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
Murwani (2014) mengatakan ada 4 elemen struktur keluarga:
a. Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau
status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami,
istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan
oleh masing-masing individu dengan baik. Ada beberapa anak yang
terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga
yang lain sedangkan orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam
diri dirumah. Peran dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Peran Formal
Adalah peran umum yang ada dalam keluarga, dan peran-peran ini
akan dibagi sesuai dengan kemampuan individu anggota keluarga
secara menyeluruh, misal peran sebagai suami-ayah, istri-ibu,
anak-sanak saudara.
2) Peran Informal
Adalah tambahan peran dalam keluarga selain peran formal yang
telah ada.
b. Struktur Nilai Keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang
secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu
budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi
perkembangan norma dan peraturan.Norma adalah pola perilaku yang
baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.
Budaya adalah kupulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi,
dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.
c. Struktur Komunikasi Keluarga
Pola interaksi keluarga yang berfungsi:
1) Bersifat terbuka dan jujur
2) Selalu menyelesaikan konflik keluarga
3) Berpikiran positif
4) Tidak mengulang - ulang isu dan pendapat sendiri.
Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk:
1) Karakteristik pengirim: yakin dalam mengemukakan sesuatu atau
pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu
meminta dan menerima umpan balik.
2) Karakteristik penerima: siap mendengarkan, memberi umpan balik,
melakukan validasi.
d. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari individu
untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang
lain kearah positif.

4. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga


Menurut Sediadi (2008) terdapat 3 macam tipe pemegang kekuasaan
dalam suatu keluarga, yaitu :
a. Patriakal: yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga
adalah pihak ayah.
b. Matriakal: yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga
adalah pihak ibu.
c. Equalitarian: yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah
dan ibu.
5. Fungsi Keluarga
Menurut Setiadi, (2008) dari berbagai fungsi diatas ada 3 fungsi pokok
keluarga terhadap anggota keluarganya, adalah:
a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan
kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan
berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
b. Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak
agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan
mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosila dan spiritual.
c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap
menjadi manusia dewasa yang mendiri dalam mempersiapkan masa
depannya.
Secara umum, fungsi keluarga menurut Murwani, (2014) adalah
sebagai berikut :
a. Fungsi afektif
Yaitu fungsi keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarganya dalam berhubungan
dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi
Adalah fungsi mengembangkan dan sebagai tempat melatih anak untuk
berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan
dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi
Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi
Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi pemeliharaan kesehatan
Yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Sesuai dengan
Fungsi Pemeliharaan Kesehatan, keluarga mempunyai Tugas-tugas
dalam bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, yaitu:
1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarganya
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti
dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan
dana keluarga habis.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa.
3) Memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit atau yang tidak
mampu membantu dirinya sendiri karena kecacatan atau usianya
yang terlalu muda.
4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada.
6. Tahap Perkembangan Keluarga
Menurut Murwani, 2014, membagi keluarga dalam 8 tahap
perkembangan, yaitu:
a. Keluarga Baru (Berganning Family)
Pasangan baru menikah yang belum mempunyai anak. Tugas
perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah:
1) Membina hubungan intim yang memuaskan.
2) Menetapkan tujuan bersama.
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok
social.
4) Mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB.
5) Persiapan menjadi orang tua.
6) Memehami prenatal care (pengertisn kehamilan, persalinan dan
menjadi orang tua).
b. Keluarga dengan anak pertama < 30 bulan (Child Bearing).
Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan
krisis keluarga. Studi klasik Le Master (1957) dari 46 orang tua
dinyatakan 17 % tidak bermasalah selebihnya bermasalah dalam hal:
1) Suami merasa diabaikan.
2) Peningkatan perselisihan dan argument.
3) Interupsi dalam jadwal kontinu.
4) Kehidupan seksusl dan social terganggu dan menurun.
Tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah:
1) Adaptasi perubahan anggota keluarga (peran, interaksi, seksual dan
kegiatan).
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
3) Membagi peran dan tanggung jawab (bagaimana peran orang tua
terhadap bayi dengan memberi sentuhan dan kehangatan).
4) Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
5) Konseling KB post partum 6 minggu.
6) Menata ruang untuk anak.
7) Biaya / dana Child Bearing.
8) Memfasilitasi role learning angggota keluarga.
9) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
c. Keluarga dengan Anak Pra Sekolah
Tugas perkembangannya adalah menyesuaikan pada kebutuhan pada
anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan
kotak sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya. Tugas
perkembangan keluarga pada saat ini adalah:
1) Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga.
2) Membantu anak bersosialisasi.
3) Beradaptasi dengan anak baru lahir, anakl yang lain juga terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan di dalam maupun di luar keluarga.
5) Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak.
6) Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang
anak.
d. Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6 – 13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah:
1) Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah
dan lingkungan lebih luas.
2) Mendoprong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
3) Menyediakan aktivitas untuk anak.
4) Menyesuaikan pada aktivitas komuniti dengan mengikut sertakan
anak.
5) Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan
dan kesehatan anggota keluarga.
e. Keluarga dengan Anak Remaja (13-20 tahun).
Tugas perkembangan keluarga pada say ini adalah:
1) Pengembangan terhadap remaja (memberikan kebebasan yang
seimbang dan brertanggung jawab mengingat remaja adalah seorang
yang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi).
2) Memelihara komunikasi terbuka (cegah gep komunikasi).
3) Memelihara hubungan intim dalam keluarga.
4) Mempersiapkan perubahan system peran dan peraturan anggota
keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota
keluarga.
f. Keluarga dengan Anak Dewasa (anak 1 meninggalkan rumah).
Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri
dan menerim,a kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber
yang ada dalam keluarga, berperan sebagai suami istri, kakek dan nenek.
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah:
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman.
3) Menbantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.
4) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian
anaknya.
5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.
6) Berperan suami – istri kakek dan nenek.
7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi
anak – anaknya.
g. Keluarga Usia Pertengahan (Midle Age Family).
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah:
1) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah
minat social dan waktu santai.
2) Memuluhkan hubungan antara generasi muda tua.
3) Keakrapan dengan pasangan.
4) Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga.
5) Persiapan masa tua/ pension.
h. Keluarga Lanjut Usia.
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah:
1) Penyesuaian tahap masa pension dengan cara merubah cara hidup.
2) Menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian.
3) Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.
4) Melakukan life review masa lalu.

C. KONSEP HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.
Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg
atau lebih (Chobaniam, 2013).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2012).
Menurut WHO (World Health Organization), batas normal adalah
120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang disebut
mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 95 mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila tekanan darah
sistolik antara 140 mmHg-160 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90
mmHg-95 mmHg (Poerwati, 2012).

2. Etiologi Hipertensi
a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi,
obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2013).
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang
berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat
badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan
bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko
65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2012).
b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit
ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah (Oparil, 2013). Hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya
ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi,
2011).

3. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau
lebih kunjungan klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4
kategori, dengan nilai normal tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan
tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap
sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang
tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang
akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada
kategori ini harus diterapi obat (JNC VII, 2011).
Tabel Klasifikasi Hipertensi Menurut JCN-VII
Klasifikasi tekanan Tekanan darah sistolik Tekanan darah
darah (mmHg) diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh


tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau
telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah
>180/120 mmHg, dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi
urgensi (American Diabetes Association, 2003). Pada hipertensi emergensi,
tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut
yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera
(dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut.
Contoh gangguan organ target akut antara lain, encephalopathy, pendarahan
intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic
aneurysm, angina pectoris tidak stabil dan eklampsia atau hipertensi berat
selama kehamilan (Depkes 2012).
4. Tanda & Gejala Hipertensi
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis. Menurut Rokhaeni (2011), manifestasi klinis
beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : mengeluh sakit kepala,
pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis,
Kesadaran menurun.
5. Faktor Resiko Hipertensi
a. Faktor yang tidak dapat diubah
1) Usia
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi,
yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun
(Depkes, 2011).
Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa
kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai
tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai
dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi
sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahaan
struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih
sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai
akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik. Penelitian yang
dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung,
Yogyakarta, Denpasar dan Makassar terhadap usia lanjut (55-85
tahun), didapatkan prevalensi hipertensi terbesar 52,5 % (Depkes,
2011).
Dalam penelitian Anggraini (2009) diketahui tidak terdapat
hubungan bermakna antara usia dengan penderita hipertensi
(Anggraini, 2009). Namun penelitian Aisyiyah (2009) diketahui
bahwa adanya hubungan nyata positif antara usia dan hipertensi.
Dalam penelitian Irza (2009) menyatakan bahwa risiko hipertensi 17
kali lebih tinggi pada subyek > 40 tahun dibandingkan dengan yang
berusia ≤ 40 tahun (Irza, 2012).
2) Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana
pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita,
dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik.
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan dengan wanita (Depkes, 2011).
Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi
pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang
diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang
lebih tinggi terdapat pada wanita (Depkes, 2011).
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan bahwa
prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada
perempuan (8,6%) dibandingkan laki-laki (5,8%). Sedangkan menurut
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006), sampai umur 55
tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding
perempuan. Dari umur 55 17 sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak
perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi (Depkes,
2011).
3) Genetik
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada
hipertensi primer (essensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang kemudian menyebabkan
seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut
Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar
45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-
anaknya (Depkes, 20011).
b. Faktor yang dapat diubah
1) Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak
yang dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan
darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-
33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2011). IMT
merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur
tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa
(Zufry, 2010). Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya berlaku
untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Supriasa, 2011).
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih
(overweight) (Depkes, 2011). Hipertensi pada seseorang yang kurus
atau normal dapat juga disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem
renin angiotensin (Suhardjono, 2013). Aktivitas dari saraf simpatis
adalah mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat
meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan
meningkatkan retensi air dan garam (Syaifudin, 2013).
2) Psikologi & Stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya
transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong
seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan
situasi dan sumber daya (biologis, psikologis dan sosial) yang ada
pada diri seseorang (Depkes, 2011).
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa
marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang
kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu
jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah
akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi
atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi
pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan
dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak puas orang
kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2011).
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan
proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai
ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2011).
Menurut Depkes RI Pusat Promkes (2008), telah dibuktikan
dalam penelitian bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000
racun kimia berbahaya termasuk 43 senyawa. Bahan utama rokok
terdiri dari 3 zat, yaitu 1) Nikotin, merupakan salah satu jenis obat
perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dengan
adanya penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung,
pengerasan pembuluh darah dan penggumpalan darah. 2) Tar, dapat
mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker. 3)
Karbon Monoksida (CO) merupakan gas beracun yang dapat
menghasilkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen
(Depkes, 2011).
4) Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh
dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan
jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk
mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa, 2011).
Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner
melalui mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah,
penurunan tonus simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner,
sistem kolateralisasi pembuluh darah, meningkatkan HDL (High
Density Lipoprotein) dan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein)
darah. Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih
efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan jantung
semakin kuat, penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas
tertentu, penurunan lemak badan dan berat badan serta menurunkan
tekanan darah (Cahyono, 2012).
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang
tertentu dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat
menurunkan tekanan darah tanpa perlu sampai berat badan turun
(Depkes, 2011).
5) Konsumsi Garam
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan
garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2011).
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler.
Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh ginjal.
Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu garam
lainnya bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder,
natrium benzoate dan vetsin (monosodium glutamate). Kelebihan
natrium akan menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut
menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa
komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110
mmol natrium (Almatsier, 2011).
6. Patofisiologis
Beberapa faktor dapat mempengaruhi konstriksi dan relakasi
pembuluh darah yang berhubungan dengan tekanan darah. Bila seseorang
emosi, maka sebagai respon korteks adrenal mengekskresikan epinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi. Selain itu, korteks adrenal mengekskresi
kortisol dan steroid lainnya yang bersifat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi menyebabkan penurunan aliran darah ke
ginjal sehingga terjadi pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah oleh enzim ACE (Angiotensin
Converting Enzyme) menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2013).
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan
peningkatan usia, terjadinya penurunan elastisitas pembuluh darah, dan
kemampuan meregang pada arteri besar. Secara hemodinamik hipertensi
sistolik ditandai dengan penurunan kelenturan pembuluh darah arteri besar,
resistensi perifer yang tinggi, pengisian diastolik yang abnormal, dan
bertambahnya masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output
jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan
diastolik. Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan diastolik memiliki output
jantung, volume intravaskuler, aliran darah ke ginjal dan aktivitas plasma
renin yang lebih rendah, serta terjadi resistensi perifer. Perubahan aktivitas
sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin menyebabkan
penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik sehingga terjadi
penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri,
2008). Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri
besar yang membawa darah dari jantung yang menyebabkan semakin
parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah.

7. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah Stroke dengan defisit
neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusifokal pembuluh
darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian
otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2013).
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri
yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri
otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin, 2012).
b. Infark Miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui
pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,
maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan
dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2012).
c. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya
pada bagian 25 yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya
hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air
atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung 2011). Hipertensi
berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi (Mansjoer,
2010).
d. Kerusakan Otak
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada
hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian,
kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan
antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali
terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
hipertensi (Corwin, 2012).
8. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Terapi Farmakologis
1) Deuretik
Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan
tubuh melalui urin. Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh
berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan (Dalimartha et
al, 2008). Menurut Hayens (2003), diuretik menurunkan tekanan darah
dengan cara mengurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta
melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah secara
perlahan-lahan mengalami penurunan. Selain itu, jumlah garam di
dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan vasodilatasi.
Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal kembali.
2) Penghambat Adrenegik
Mekanisme kerja antihipertensi obat ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis beta bloker tidak dianjurkan
pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan
seperti asma bronkial (Lenny, 2008). Pemberian β-bloker tidak
dianjurkan pada penderita gangguan pernapasan seperti asma bronkial
karena pada pemberian β-bloker dapat menghambat reseptor β 2 di
jantung lebih banyak dibandingkan reseptor β 2 di tempat lain.
Penghambatan β 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran
udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan β 2
dari aksi pembukaan ini dengan β-bloker dapat memperburuk
penderita asma (Hayens, 2013).
3) Vasodilator
Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan merelaksasi otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat
jenis vasodilator adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang
akan terjadi akibat pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing
(Dalimartha et al, 2011).

b. Terapi Non farmakologis


Menurut Dalimartha et al (2008), upaya pengobatan hipertensi
dapat dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk
mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Menerapkan gaya hidup sehat
bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan
merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi (Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, 2013). Penatalaksanaan non
farmakologis hipertensi antara lain:
1) Mengontrol Berat Badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan,
pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat
badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus
dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Depkes, 2011).
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai
kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol mempunyai
risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Rahajeng, 2011).
2) Mengurangi Asupan Garam
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per
hari pada saat memasak (Depkes, 2011).
3) Olahraga Secara Teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-
45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat
menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang
akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes, 2011).
4) Berhenti Merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga
dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin
dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke
dalam aliran darah dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah
arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis dan peningkatan
tekanan darah. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan
pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif
untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang
secara umum dicoba adalah sebagai berikut :
a) Inisiatif Sendiri
Banyak perokok menghentikan kebiasaannya atas inisiatif
sendiri, tidak memakai pertolongan pihak luar, inisiatif sendiri
banyak menarik para perokok karena hal-hal berikut :
 Dapat dilakukan secara diam-diam.
 Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai
kemauan.
 Tidak perlu menghadiri rapat-rapat penyuluhan.
 Tidak memakai ongkos.
b) Menggunakan Permen Yang Mengandung Nikotin
Kecanduan nikotin membuat perokok sulit meninggalkan
merokok. Permen nikotin mengandung nikotin untuk mengurangi
penggunaan rokok. Di negara-negara tertentu permen ini diperoleh
dengan resep dokter. Ada jangka waktu tertentu untuk
menggunakan permen ini. Selama menggunakan permen ini
penderita dilarang merokok. Dengan demikian, diharapkan
perokok sudah berhenti merokok secara total sesuai jangka waktu
yang ditentukan (Depkes, 2011).

D. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


1. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh
perawat untuk mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani
norma-norma kesehatan keluarga maupun sosial, yang merupakan system
terintegrasi dan kesanggupan keluarga untuk mengatasinya. (Effendy, 2011).
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi.
Pengkajian asuhan keperawatan keluarga menurut teori/model (Friedman,
2010), meliputi 7 komponen pengkajian yaitu (Friedman, 2010) :
a. Data umum
1) Identitas kepala keluarga
2) Komposisi anggota keluarga
3) Genogram
4) Tipe keluarga
5) Suku bangsa
6) Agama
7) Status sosial ekonomi keluarga
b. Aktivitas rekreasi keluarga
a) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
b) Tahap perkembangan keluarga saat ini
c) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
d) Riwayat keluarga inti
e) Riwayat keluarga sebelumnya
c. Lingkungan
a) Karakteristik rumah
b) Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
c) Mobilitas geografis keluarga
d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e) System pendukung keluarga
d. Struktur keluarga
a) Pola komunikasi keluarga
b) Struktur kekuatan keluarga
c) Struktur peran (formal dan informal)
d) Nilai dan norma keluarga
e. Fungsi keluarga
a) Fungsi afektif
b) Fungsi sosialisasi
c) Fungsi perawatan kesehatan
f. Stress dan koping keluarga
a) Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta
kekuatan keluarga.
b) Respon keluarga terhadap stress
c) Strategi koping yang digunakan
d) Strategi adaptasi yang disfungsional
g. Pemeriksaan fisik
a) Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan
b) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota
keluarga
c) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik
h. Hrapan keluarga
a) Terhadap masalah kesehatan keluarga
b) Terhadap petugas kesehatan yang ada
Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut Supraji
(2011), yaitu:
a. Membina hubungan dengan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu
dilakukan antara lain, perawat memperkenalkan diri dengan
sopan dan ramah tamah, menjelaskan tujuan kunjungan,
meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah
menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga,
menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat yang dapat
dilakukan, menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan lain
yang ada di keluarga.
b. Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit
pelayanan kesehatan yang dilakukan.
c. Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk
memperoleh data yang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan
keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal. Disini perawat
perlu mengungkapkan keadaan keluarga hingga penyebab
dari masalah kesehatan yang penting dan paling dasar.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manusia. Dimana keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana
perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitive untuk
mempertahankan status kesehatan atau untuk mencegah perubahan. Untuk
menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal yaitu (Carpenito, 2010).
a. Analisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan
dengan standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
3. Perumusan diagnose keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi (Carpenito, 2010) :
a. Manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.
b. Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
c. Perawat dari keluarga secara langsung atau tidak langsung atau tidak
yang mendukung masalah dan penyebab. Dalam penyusunan masalah
kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu pada tipologi diagnosis
keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1) Diagnosa wellness
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu
memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber
penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat digunakan.
Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri dari komponen
Problem (P) saja dan sign /symptom (S) tanpa etiologi (E).
2) Diagnosa resiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini
dapat menjadi masalah actual bila tidak segera ditanggulangi.
Perumusan diagnosa risiko ini terdiri dari komponen problem (P),
etiologi (E), sign/symptom (S).
3) Diagnosa nyata/actual/gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh
keluarga dan memerlukn bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa
actual terdiri dari problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5
tugas keluarga.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat
untuk dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan
yang telah diidentifikasi (Efendy,2011).
Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu
pemenuhan skala prioritas dan rencana perawatan (Suprajitmo, 2012).
a. Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang
mempunyai skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai
skor terendah. Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa criteria sebagai
berikut :
1)      Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
2)      Kemungkinan masalah dapat diubah.
3)      Potensi masalah untuk dicegah.
4)      Menonjolnya masalah.
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa
keperawatan telah dari satu proses skoring menggunakan skala yang
telah dirumuskan oleh Effendy (2011).
1) Kriteria :
Bobot
Skor
2) Sifat masalah :
Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
3) Kemungkinan masalah untuk dipecahkan
Mudah =2
Sebagian =1
Tidak dapat =0
4) Potensi masalah untuk dicegah
Tinggi =3
Cukup =2
Rendah =1
5) Menonjolnya masalah
Segera diatasi =2
Tidak segera diatasi =1
Tidak dirasakan adanya masalah =0
Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :
a. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot.
c. Jumlahkan skor untuk semua criteria.
d. Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5).
4. RENCANA
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan
keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta
meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat
pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan
sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan
tersier (Anderson & Fallune, 2010).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka
pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang berorientasi pada
lima tugas keluarga. Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam
intervensi nantinya adalah sebagai berikut (Anderson & Fallune, 2010) :
a. Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai
masalah.
b. Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui
dan meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.
c. Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang
faktor-faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan,
cara mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara
teratur.
d. Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.
e. Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah
diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.
f. Pelaksanaan, pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang
telah disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan terhadap keluarga yaitu:
1) Sumber daya keluarga.
2) Tingkat pendidikan keluarga.
3) Adat istiadat yang berlaku.
4) Respon dan penerimaan keluarga.
5) Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga

5. EVALUASI
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil
implementasi dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya. Kerangka kerja valuasi sudah terkandung dalam rencana
perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang
spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi
tingkat aktivitas yang telah dicapai. Evaluasi disusun mnggunakan SOAP
dimana (Friedman, 2010).:
S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang obyektif.
A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan
obyektif.
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
6.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson.E.T & Mc.Farlane.J.M. (2010).Community Health and Nursing,


Concept and Practice. Lippincott : California.
Brunner & Suddarth.(2013). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,
Jakarta, EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek Klinis.
Edisi IX. Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Carpenitt0, L. J. (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta :EGC.
Doengoes, Marilynn E.(2012). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Effendy,N.2011.Dasar-dasar keperawatan Kesehatan Masyarakat.Jakarta :EGC
Friedman,M.M. (2010).Family Nursing Research Theory and Practice,4th
Edition.Connecticut : Aplenton.
Goonasekera CDA, Dillon MJ.(2014). The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford:
Oxford University Press
Imam, S Dkk.(2013). Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media : malang
Iqbal,Wahit dkk. (2011).Ilmu Keerawatan Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalam
Praktek.
Jennifer,Kowalak,. Welsh, Williams. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alih Bahasa
Andry Hartono. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Johnson, M., et all.(2012). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
King, L.A. (2010). Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba
Humanika.
Kowalski, Robert. 2010. Terapi Hipertensi: Program 8 minggu Menurunkan
Tekanan Darah Tinggi. Alih Bahasa: Rani Ekawati. Bandung: Qanita Mizan Pustaka
Mc Closkey, C.J., et all.(2011). Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Murwani, A. (2014). Keperawatan Keluarga dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Fitramaya.
Profil Kesehatan Jawa Tengah. 2009. Hipertensi di Jawa Tengah. Diunduh
dari http://www. Profil Kesehatan Jawa Tengah.go.id/dokumen/profil
2009/htn. Diakses pada 22 Mei 2012
Putra. R.A. (2014). Hubungan antara Penerimaan Diri dengan Penyesuaian Diri
pada Remaja Difabel. Tersedia dalam
http://eprints.ums.ac.id/31984/1/02.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
diakses tanggal 14 April 2017.
Ramadan, M.P. (2013). Hubungan Antara Penerimaan Perkembangan Fisik Dengan
Kematangan Emosi Pada Remaja Awal. Skripsi. Tersedia dalam
http://repository.upi.edu diakses tanggal 14 April 2017.
Rekam Medik Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Kasus hipertensi
dalam rentang waktu tahun 2011 - 2012. Didapat pada tanggal 9 Mei 2012
Santosa, Budi.(2014). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta :
Prima Medika
Sarwono. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Setiadi. (2008). Konsep & keperawatan keluarga. Yogyakarta : Graha ilmu.


Smeljer,s.c Bare, B.G.(2013). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta
Smet, Bart.(2012). Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo : Jakarta
Soeparman dkk.(2013).Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Suprajitno.2004.Asuhan Keprawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktek.Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta: Balai
Penerbi FKUI
Udjianti, Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Usholihah, A. (2012). 8 Tahap Perkembangan Erikson. Tersedia
dalamhttp://annisa_usholihah-fpsi10.web.unair.ac.id/artikel_detail-45693-
Psikologi%20Umum%20-8%20Tahap%20Perkembangan%20Erikson.html
diakses tanggal 14 April 2017.

Yahya. Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai