Disusun Oleh :
NISA HANIPAH
203203095
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI
DI DUSUN JOGONANDAN PAJANGAN BANTUL
Disusun Oleh :
Nisa Hanipah
203203095
( ) ( ) (Nisa Hanipah)
KELUARGA DENGAN HIPERTENSI
A. LANSIA
Lansia merupakan tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2011).
Menurut WHO, batasan umur lanjut usia dibedakan menjadi empat antara
lain usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun,
lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75
sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun. Sedangkan
menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998, lanjut usia merupakan seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Pada tahap lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan terutama
pada perubahan fisiologis karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi
organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena
penyakit. Salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia
adalah pada sistem kardiovaskuler yaitu terjadi penurunan elastisitas dinding
aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku, serta penurunan kemampuan
jantung untuk memompa darah. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume darah, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, serta terjadinya hipertensi akibat
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Ismayadi, 2012).
B. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga Adalah unit terkecil dari masayarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga
adalah dua atau tiga individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam peranannya masing-
masing, menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Setiadi, 2008).
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan social diri tiap anggota keluarga (Murwani, 2014).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga
adalah beberapa individu yang tinggal dalam sebuah keluarga yang
mempunyai ikatan perkawinan, ada hubungan keluarga, sanak famili,
maupun adopsi yang hidup bersama sesuai dengan tujuan keluarga tersebut.
2. Tipe Keluarga
Berikut ini dalah tipe-tipe keluarga menurut (Murwani, 2014).
a. Tipe Tradisional
1) Keluarga Inti (Nuclear Family)
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
2) The Dyad Family
Keluarga yang terdiri dari suami-istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah.
3) Keluarga Usila
Keluarga yang terdiri dari suami-istri yang sudah tua dengan anak
sudah memisahkan diri.
4) The Childles Family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah untu mendapatkan
anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karir atau
pendidikan yang terjadi pada wanita.
5) The Extendent Family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi
6) The Single-Parent Family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak, hal ini terjadi
melalui proses perceraian atau kematian.
7) Commuter Family
Keluarga dengan kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tapi
salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang
bekerja diluar kota bisa berkumpul dengan keluarga saat akhir pekan.
8) Multigenerational Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal
bersama dalam satu rumah.
9) Kin-network Family
Keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga inti yang tinggal dalam
satu rumah atau saling berdekatan dan menggunakan barang-barang
dan pelayanan yang sama seperti dpur, kamar mandi, TV, telepon dll.
10) Blended Pamily
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali
dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
11) The Singel Adult Living Alone atau Singel Adult Family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena
pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti perceraian atau ditinggal
mati.
b. Tipe Non Tradisional
1) The Unmarriedteenege mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari
hubungan tanpa nikah.
2) The Stepparent Family
Keluarga dengan orang tua tiri.
3) Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan
fasilitas yang sama, pengalaman yang sama : sosialisasi anak dengan
melelui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.
4) The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family
Keluarga yang hidup bersama dan berganti – ganti pasangan tanpa
melelui pernikahan.
5) Gay And Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana suami – istri (marital partners).
6) Cohibiting Couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alas an tertentu.
7) Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat – alat rumah tangga
bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk
sexual dan membesarkan anaknya.
8) Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi aturan atau nilai – nilai, hidup bersama
atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang –
barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab
membesarkan anaknya.
9) Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau
saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang
aslinya.
10) Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanent karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
11) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang- orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian
tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam
kehidupannya.
3. Struktur Keluarga
Dalam (Setiadi, 2008), struktur keluarga terdiri dari bermacam-
macam, diantarannya adalah:
a. Patrilineal: adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
b. Matrilineal: adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ibu.
c. Matrilokal: adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal: adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga kawinan: adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembina keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
Murwani (2014) mengatakan ada 4 elemen struktur keluarga:
a. Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau
status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami,
istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan
oleh masing-masing individu dengan baik. Ada beberapa anak yang
terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga
yang lain sedangkan orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam
diri dirumah. Peran dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Peran Formal
Adalah peran umum yang ada dalam keluarga, dan peran-peran ini
akan dibagi sesuai dengan kemampuan individu anggota keluarga
secara menyeluruh, misal peran sebagai suami-ayah, istri-ibu,
anak-sanak saudara.
2) Peran Informal
Adalah tambahan peran dalam keluarga selain peran formal yang
telah ada.
b. Struktur Nilai Keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang
secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu
budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi
perkembangan norma dan peraturan.Norma adalah pola perilaku yang
baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.
Budaya adalah kupulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi,
dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.
c. Struktur Komunikasi Keluarga
Pola interaksi keluarga yang berfungsi:
1) Bersifat terbuka dan jujur
2) Selalu menyelesaikan konflik keluarga
3) Berpikiran positif
4) Tidak mengulang - ulang isu dan pendapat sendiri.
Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk:
1) Karakteristik pengirim: yakin dalam mengemukakan sesuatu atau
pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu
meminta dan menerima umpan balik.
2) Karakteristik penerima: siap mendengarkan, memberi umpan balik,
melakukan validasi.
d. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari individu
untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang
lain kearah positif.
C. KONSEP HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.
Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg
atau lebih (Chobaniam, 2013).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2012).
Menurut WHO (World Health Organization), batas normal adalah
120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang disebut
mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 95 mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila tekanan darah
sistolik antara 140 mmHg-160 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90
mmHg-95 mmHg (Poerwati, 2012).
2. Etiologi Hipertensi
a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi,
obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2013).
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang
berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat
badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan
bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko
65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2012).
b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit
ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah (Oparil, 2013). Hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya
ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi,
2011).
3. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa
berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau
lebih kunjungan klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4
kategori, dengan nilai normal tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan
tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap
sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang
tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang
akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada
kategori ini harus diterapi obat (JNC VII, 2011).
Tabel Klasifikasi Hipertensi Menurut JCN-VII
Klasifikasi tekanan Tekanan darah sistolik Tekanan darah
darah (mmHg) diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100
7. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah Stroke dengan defisit
neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusifokal pembuluh
darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian
otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2013).
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri
yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri
otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin, 2012).
b. Infark Miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui
pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,
maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan
dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2012).
c. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya
pada bagian 25 yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya
hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air
atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung 2011). Hipertensi
berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi (Mansjoer,
2010).
d. Kerusakan Otak
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada
hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian,
kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan
antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali
terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
hipertensi (Corwin, 2012).
8. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Terapi Farmakologis
1) Deuretik
Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan
tubuh melalui urin. Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh
berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan (Dalimartha et
al, 2008). Menurut Hayens (2003), diuretik menurunkan tekanan darah
dengan cara mengurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta
melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah secara
perlahan-lahan mengalami penurunan. Selain itu, jumlah garam di
dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan vasodilatasi.
Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal kembali.
2) Penghambat Adrenegik
Mekanisme kerja antihipertensi obat ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis beta bloker tidak dianjurkan
pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan
seperti asma bronkial (Lenny, 2008). Pemberian β-bloker tidak
dianjurkan pada penderita gangguan pernapasan seperti asma bronkial
karena pada pemberian β-bloker dapat menghambat reseptor β 2 di
jantung lebih banyak dibandingkan reseptor β 2 di tempat lain.
Penghambatan β 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran
udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan β 2
dari aksi pembukaan ini dengan β-bloker dapat memperburuk
penderita asma (Hayens, 2013).
3) Vasodilator
Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan merelaksasi otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat
jenis vasodilator adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang
akan terjadi akibat pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing
(Dalimartha et al, 2011).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manusia. Dimana keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana
perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitive untuk
mempertahankan status kesehatan atau untuk mencegah perubahan. Untuk
menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal yaitu (Carpenito, 2010).
a. Analisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan
dengan standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
3. Perumusan diagnose keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi (Carpenito, 2010) :
a. Manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.
b. Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
c. Perawat dari keluarga secara langsung atau tidak langsung atau tidak
yang mendukung masalah dan penyebab. Dalam penyusunan masalah
kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu pada tipologi diagnosis
keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1) Diagnosa wellness
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu
memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber
penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat digunakan.
Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri dari komponen
Problem (P) saja dan sign /symptom (S) tanpa etiologi (E).
2) Diagnosa resiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini
dapat menjadi masalah actual bila tidak segera ditanggulangi.
Perumusan diagnosa risiko ini terdiri dari komponen problem (P),
etiologi (E), sign/symptom (S).
3) Diagnosa nyata/actual/gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh
keluarga dan memerlukn bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa
actual terdiri dari problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5
tugas keluarga.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat
untuk dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan
yang telah diidentifikasi (Efendy,2011).
Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu
pemenuhan skala prioritas dan rencana perawatan (Suprajitmo, 2012).
a. Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang
mempunyai skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai
skor terendah. Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa criteria sebagai
berikut :
1) Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
2) Kemungkinan masalah dapat diubah.
3) Potensi masalah untuk dicegah.
4) Menonjolnya masalah.
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa
keperawatan telah dari satu proses skoring menggunakan skala yang
telah dirumuskan oleh Effendy (2011).
1) Kriteria :
Bobot
Skor
2) Sifat masalah :
Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
3) Kemungkinan masalah untuk dipecahkan
Mudah =2
Sebagian =1
Tidak dapat =0
4) Potensi masalah untuk dicegah
Tinggi =3
Cukup =2
Rendah =1
5) Menonjolnya masalah
Segera diatasi =2
Tidak segera diatasi =1
Tidak dirasakan adanya masalah =0
Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :
a. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot.
c. Jumlahkan skor untuk semua criteria.
d. Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5).
4. RENCANA
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan
keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta
meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat
pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan
sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan
tersier (Anderson & Fallune, 2010).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka
pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang berorientasi pada
lima tugas keluarga. Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam
intervensi nantinya adalah sebagai berikut (Anderson & Fallune, 2010) :
a. Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai
masalah.
b. Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui
dan meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.
c. Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang
faktor-faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan,
cara mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara
teratur.
d. Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.
e. Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah
diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.
f. Pelaksanaan, pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang
telah disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan terhadap keluarga yaitu:
1) Sumber daya keluarga.
2) Tingkat pendidikan keluarga.
3) Adat istiadat yang berlaku.
4) Respon dan penerimaan keluarga.
5) Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil
implementasi dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya. Kerangka kerja valuasi sudah terkandung dalam rencana
perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang
spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi
tingkat aktivitas yang telah dicapai. Evaluasi disusun mnggunakan SOAP
dimana (Friedman, 2010).:
S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang obyektif.
A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan
obyektif.
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
6.
DAFTAR PUSTAKA