DISUSUN OLEH
ROSIHAN ANWAR
NPM : 2214909032
PRESEPTOR
A. Pengertian Bronkopneumonia
1. Defenisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Ngemba,2015).
Bronkopneumonia adalah peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke
bronkus dan alveolus yang sering terjadi pada anak-anak dan balita, yang disebabkan
oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,virus,jamur dan benda asing (Rahayu,
2012).
2.Etiologi
ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab yang berat, serius dan sangat
progresif dengan mortalitas tinggi (Riyadi,2012).
Terjadinya bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan paru yang terjadi pada
jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius
bagian atas selama beberapa hari. Factor penyebab utama adalah bakteri, virus, jamur
dan benda asing (Ridha, 2014).
3.Patofosiologi
Bakteri masuk kedalam jaringan paru- paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk
mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul
berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru- paru, lebih banyak pada
bagian basal (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi
organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi jauh.
Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli,
menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya
protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas
melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami
perembesan dan beberapa leukosit dari kepiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi
penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit
sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal
dan berwarna merah.
Bakteri penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui
saluran pernafasan atas ke bronchioles, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke
alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding
bronchus atau bronkhiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini
selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai
seluruh lobus. Hipertermi dapat terjadi 4-12 jam pertama sebagai respon inflamasi
awal pada daerah paru yang disebabkan pelepasan histamin dan postaglandin serta
mengaktifkan komplemen (Ridha, 2014).
Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka
setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus
akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses diffusi
osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan
jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis penderita
mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat
penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan
tersebut menggunakan otot- otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat
menimbulkan peningkatan retraksi dada (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Proses peradangan
Infeksi saluran pencernaan Dilatasi Masuk alvioli Edema antar
pembuluh darah kapiler dan
Bersihan Akumulasi secret dibronkus alveoli
jalan Peningkatan flora normal Proses
nafas dalam usus Eksudat plasma peradangan
Mucus bronkus meningkat
Iritasi PMN
Peningkatan peristaltik usus
eritrosit peca
Bau mulut tidak sedap Gg difusi dalam
Diare plasma Peningkatan
suhu tubuh Edema paru
Anoreksia
Gangguan
Intake kurang Diare pertukaran gas Pengerasan
Hipertermi
dinidng paru
Defisit nutrisi
4
Penurunan
compliance paru
Intoleransi
aktivitas
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi
otak dan medula spinalis). Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik
secara tepat (Ngastiyah, 2014).
B. Sistem Penafasan
1. Sistem Pernafasan
Reflekgf89kjh batuk terjadi karena adanya implus saraf dikirim melalui saraf
vagus ke medula. Terjadi inspirasi yang besar sekitar 2,5 L. Epiglotis dan glotis
menutup, kontraksi kuat otot abdomen dan intercosta internal secara dramatis
meningkatkan tekanan didalam paru. Epiglotis dan glotis terbuka secara
mendadak, udara bergegas keluar dengan velositas yang sangat besar. Lendir dan
setiap benda asing dikeluarkan dari saluran pernafasan bawah dan dikeluarkan ke
atas dan keluar (Muttaqin, 2012).
Anatomi saluran pernafasan terbagi menjadi dua bagian yaitu saluran pernafasan
bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
1. Sistem Pernafasan Atas
a. Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan
(respirasi ) dan indra penciuman (pembau). Dinding organ hidung dilapisi oleh
mukosa yang berfungsi untuk menyaring, menghangatkan, dan melembabkan
udara yang masuk melalui hidung. Vestibulum merupakan bagian dari rongga
hidung yang berambut dan berfungsi menyaring partikel-partikel asing berukuran
besar agar tidak masuk kesaluran pernafasan bagian bawah.
b. Faring
Faring (tekak) adalah saluran otot selaput kedudukan nya tegak lurus antara basis
krani dan vertebrae servikalis VI. Faring merupakan saluran yang sama-sama
dilalui oleh udara dan makanan. Faring terbagi menjadi nasofaring dan orofaring
yang kaya akan pasokan jaringan limfe yang menangkap dan menghancurkan
patogen yang masuk bersamaan dengan udara.
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi
dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan ligamentum. Laring sangat penting
untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas bawah dari makanan dan minuman
yang ditelan. Selama menelan pintu masuk ke laring (epiglottis) menutup,
mengarahkan makanan masuk ke esophagus. Epiglottis terbuka selama bernafas,
yang memungkinkan udara bergerak bebas ke jalan nafas bawah (Muttaqin,
2012).
Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang
dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak
diantara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra
V. tabung tulang yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru, maka
merupakan bagian penting pada system pernafasan. trakea adalah tabung berotot
kaku terletak di depan kerongkongan, yang sekitar 4,5 inci panjang dan lebar 1
inci. Diameter didalam sekitar 21-27 mm, panjang 10-16 c, ada sekitar 15-20
cincin tulang rawan berbentuk C tidak lengkap, yang melindung trakea dan
menjaga jalan nafas. Otot-otot trakea yang terhubung ke cincin lengkap dan
kontrak saat batuk, yang mengurangi ukuran lumen trakea untuk meningkatkan
aliran udara.
e. Bronkus dan bronkiolus
Trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih
pendek, lebar, dan lebih vertical daripada kiri. Bronkus kiri lebih panjang dan
langsing dari yang kanan , dan berjalan dibawah artei pulmonalis sebelum di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Bronkiolus membentuk percabangan bronkiolus terminalis , yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis ini kemudian menjadi
bronkiolus respiratori yang di anggap menjadi saluran tradisional antara jalan
udara transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
f. Pulmo (paru)
Pulmo (paru) adalah organ utama dalam sistem pernafasan, merupakan salah satu
organ sistem pernafasan yang berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura
parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastis dan berada dalam
rongga torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air (Muttaqin, 2012).
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
ke dalam tubuh(inspirasi) serta mengeluarkan udara dari dalam tubuh (ekspirasi).
Proses oksigenasi tersebut terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan
transportasi gas (Muttaqin, 2012).
a. Ventilasi
Ventilasi adalah proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar paru-paru.
Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan
persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma.
Diafragma disarafi oleh syaraf frenik, ynag keluar dari medulla spinalis pada
vertebra servikal keempat.
b. Difusi gas
Difusi gas adalah bergeraknya gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari area yang
bertekanan tinggi kearah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2 melintasi
membrane alveoli-kapiler dari alveoli ke darah karena adanya perbedaan tekanan
PO2 yang tinggi di alveoli dan tekanan pada kapiler yang lebih rendah.
c. Transportasi gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jariingan
ke paru dengan bantuan aliran darah (Muttaqin, 2012).
1. Usia
Selama masa bayi dan masa kanak-kanak, infeksi saluran pernafasan atas sering
terjadi. Bayi dan anak pra sekolah juga beresiko mengalami obstruksi jalan nafas
akibat berbagai benda asing. Fibrosis kistik adalah suatu gangguan kongenital
yang mempengaruhi paru, menyebabkan paru terbendung oleh lendir yang tebal
dan kental.
Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi udara memengaruhi oksigenasi. Semakin
tinggi permukaan tanah semakin rendah PO2 dalam pernafasan individu.
Akibatnya, orang yang berada di ketinggian mengalami peningkatan frekuensi
pernafasan dan frekuensi denyut nadi serta peningkatan kedalaman pernafasan
yang biasanya menjadi paling jelas terlihat saat individu berolahraga.
2. Gaya hidup
Olahraga fisik atau aktivitas fisik meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernafasan dan oleh karna itu juga meningkatkan suplai oksigen didalam tubuh.
Sebaliknya orang yang banyak duduk, kurang memiliki ekspansi alveolar dan pola
nafas seperti dimiliki oleh orang yang melakukan aktivitas secara teratur dan
mereka tidak mampu berespon secara efektif terhadap stresor pernafasan.
3. Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem pernafasan dapat memberikan cukup oksigen untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Namun penyakit sistem pernafasan dapat
mempengaruhi oksigenasi darah secara buruk.
4. Medikasi
Beragam pengobatan dapat mempengaruhi frekuensi dan kedalaman pernafasan.
Obat yang paling sering menyebabkan efek ini adalah hipnoti-sedatif benzodiapin
dan obat ansietas lainnya. Saat memberikan obat ini perawat harus memantau
status pernafasan secara cermat terutama jika dosis ditingkatkan.
5. Stress
Apabila stres dan stressor dihadapi, baik respon psikologis dan fisiologis dapat
mempengaruhi oksigenasi. Beberapa orang dapat mengalami hiperventilasi
sebagai
respon terhadap stress. Secara fisiologis, sistem saraf simpatik distimulasi dan epinefrin
dilepaskan. Eponefrin menyebabkan bronkiolus berdilatasi, meningkatkan aliran darah dan
penghantaran oksigen ke otot aktif (Muttaqin, 2012).
1. Hipoksia
Hipoksia juga dapat terjadi jika difusi oksigen dari alveolus kedarah atrial
menurun seperti pada edema paru. Wajah orang yang mengalami hipoksia akut
biasanya tampak cemas, letih dan tertekan, individu biasanya mengambil posisi
duduk seringkali condong kedepan untu memungkinkan ekspansi rongga thoraks
yang lebih besar. Dengan hipoksia kronis, klien sering tampak letih dan latergi
akibat kekurangan oksigen dalam waktu lama didalam suplai darah atrial.
Pola nafas menunjukan frekuensi, volume, irama dan kemudahan relatif atau
upaya bernafas. Respirasi normal bersifat tenang, berirama dan tanpa
mengeluarkan usaha. Takipneu dijumpai pada saat demam, asidosis metabolik,
nyeri dan hiperkapnia dan hipoksemia. Bradipneu adalah frekuensi pernafasan
yang lambat secara abnormal yang dapat ditemukan pada klien yang
menggunakan obat-obatan seperti morfin dan yang mengalami alkalosis metabloik
atau yang mengalami peningkatan tekanan intrakranial
Hiperventilasi ada;ah suatu peningkatan pergerakan udara masuk dan keluar dari
paru. Selama hiperventilasi frekuensi dan kedalaman pernafasan meningkat, dan
lebih banyak CO2 yang dibuang daripada dihasilkan.
Pernafasan biot, yaitu pernafasan dangkal ynag diselingi dengan apneu, dapat
terlihat pada pasien penderta penyakit sistem saraf pusat.
3. Obstruksi Jalan Nafas
Obstruksi jalan nafas total atau parsial dapat terjadi dimanapun sepanjang saluran
pernafasan atas atau bawah. Obstruksi jalan nafas atas yaitu di hidung, faring,
laring dapat terjadi karna benda asing seperti makanan, karna lidah tidak akan
jatuh kebelakang menutup orofaring saat seseorang tidak sadar, atau saat sekresi
menumpuk di saluran nafas. Dalam kondisi selanjutnya, pernafasan akan terdengar
seperti suara gelembung saat udara berupaya melalui sekresi. Obstruksi jalan nafas
bawah melibatkan sumbatan parsial atau komplek jalan nafas di bronkus dan paru.
1) Defenisi
Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan suatu keaadaan dimana individu
mengalami ancaman yang nyata atau potensial berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk batuk secara efektif (Carpenito & Moyet, 2013).
Pengertian lain juga menyebutkan bahwa bersihan jalan napas tidak efektif
merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (PPNI, 2016).
2 Penyebab
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), penyebab dari bersihan jalan napas
tidak efektif antara lain.
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuscular
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hyperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi dan respon alergi
3 Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea Objektif
4. Gelisah
5. Sianosis
6. Bunyi nafas menurun
7. Frekuensi nafas berubah
8. Pola nafas berubah
Terdapat beberapa penyebab bersihan jalan napas yang telah disebutkan, namun
penyebab yang mungkin pada terjadinya masalah bersihan jalan napas tidak
efektif pada bronkopneumonia yaitu proses infeksi, respon alergi, dan sekresi
yang tertahan.
Menurut Wahid & Suprapto (2013), penyebab terjadinya pneumonia yaitu.
1. Aspek Pertumbuhan
Untuk menilai pertumbuhan anak dilakukan pengukuran antropometri,
pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan (panjang
badan), lingkar kepala. Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil
peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, pengukuran
tinggi badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi disamping faktor
genetik sedangkan pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menilai
pertumbuhan otak.
Perkembangan emosional dan mental. Emosi berasal dari kata latin movere,
berarti menggerakkan atau bergerak. Dari asal kata tersebut emosi dapat diartikan
sebagai
dorongan untuk bertindak. Emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran
khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi dapat diartikan berupa perasaan marah, kebahagiaan, cinta, rasa terkejut, jijik
dan sedih (Goleman, dalam Mashar, 2011).
Menurut King (2010), emosi (emotion) adalah perasaan atau afeksi yang dapat
melibatkan ketergugahan fisiologis, pengalaman disadari dan ekspresi perilaku.
Caplin (2009) mengatakan emosi dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan yang
terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang
mendalam sifatnya dan perubahan perilaku.
5. Penatalaksanaan Bersihan Jalan Nafas Pada Anak dengan
Bronkopneumonia
Medis
a. Oksigen 2 liter/menit
b. IVFD (Intra Vena Fluid Drip) . Jenis cairan yang digunakan adalah 2A-K
CL (1-2 mek/kgBB/24 jam atau KCL 6 mek/500 ml).
c. Kortikosteroid
Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara IM diberikan bila
ekspirasi memanjang atau secret banyak sekali. Berikan dalam 3 kali
pemberian (Ridha, 2014)
Keperawatan
a. Menjaga kelancaran pernapasan
b. Kebutuhan istirahat klien
Klien ini sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan klien harus ditolong ditempat tidur.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan .
Klien dengan bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan
makanan yang kurang karena proses perjalanan penyakit yang
menyababkan peningkatan secret pada bronkus yang menimbulkan bau mulut tidak
sedap yang selanjutnya menyebabkan anak mengalami anoreksia. Suhu tubuh yang
tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan
dehidrasi.
d. Mengontrol Suhu Tubuh
Klien dengan bronkopneumonia biasanya mengalami kenaikan suhu tubuh
sangat mendadak sampai 39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena
demam yang sangat tinggi.
Intervensi pemberian kompres hangat dalam menangani demam dapat
dilakukan pada beberapa area permukaan tubuh. Kompres hangat dapat
diberikan di daerah temporal/ frontal (dahi), axilla (ketiak), leher (servikal)
dan inguinal (lipatan paha) (Perry, 2008).
1. Pengkajian
Meliputi pengakjian awal identitas anak secara lengkap. Usia merupakan faktor
yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan bronkopneumonia
pada ana, terutama dalam spektrum, etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan (Fadhila, 2013)
Usia terbanyak klien yang mengalami bronkopneumonia adalah anak < 5 tahun
(Keyle, 2014). Anak yang menderita infeksi paling banyak adalah jenis kelamin
laki-laki yang dikarenakan diameter saluran pernafasan anak laki-laki memiliki
ukuran lebih kecil dibandingkan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam
daya tahan tubuh anak laki-laki dan perempuan ( Kaunang, 2016)
ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar obat nyamuk dapat mempengaruhi
terhadap angka kejadian bronkopneumonia. (Kyle, 2014).
Riwayat pengkajian keluarga dimana dikaji adanya anggota keluarga yang
memiliki masalah sistem pernafasan seperti asma, batuk dalam jangka lama, batuk
darah.
Pengkajian pada pola nutrisi pada anak dengan bronkopneumonia akan ditemukan
adanya anoreksia akibat respon sistemik melalui kontrol saraf pusat, mual muntah
akibat peningkatan rangsangan gaster sebagai akibat peningkatan toksik
mikroorganisme.
Pola istirahat dan tidur pada anak dengan bronkopneumonia akan mengalami
kesulitan tidur karna sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering
menguap, mata merah dan anak sering menangis dimalam hari karna
ketidaknyamanan tersebut. Begitu juga dengan pola aktivitas latihan anak. Anak
akan tampak menurun aktivitas dan sering akan berdampak kelemahan sehingga
anak lebih banyak minta di gendong orang tua atau bedrest
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan lain yang muncul pada anak dengan bronkopneumonia
yaitu :
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Inflamasi parenkim
paru dibuktikan dengan pola nafas abnormal(takipnea, bradipnea ,
hiperventilasi, kussmaul dan chyne-stokes)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
dijalan nafas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum belebih/
obstruksi jalan nafas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus kapiler dibuktikan dengan sianosis, diaforesis, PCO2 dan PO2
meningkat/ menurun
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dibuktikan dengan suhu
tubuh diatas normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran nikrotik
jika perlu
4. Implementasi
5. Evaluasi
Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Adriana, 2015. “Studi Kasus Pada An.A Umur 10 Bulan dengan Masalah
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Diagnosa Medis Bronkpneumonia di RS
Muhammadiyah” Kediri. Jurnal Fakulas Ilmu Kesehatan Uneversitas
Nusantara PGRI. Kediri
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Cetakan 1. Jakarta: Buku Kedokteran.