Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN


BRONKOPNEMONIA

DISUSUN OLEH
ROSIHAN ANWAR
NPM : 2214909032

PRESEPTOR

Ns.Andri Kusuma Wijaya, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH BENGKULU
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKOPNEUMONIA

A. Pengertian Bronkopneumonia
1. Defenisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Ngemba,2015).

Bronkopneumonia adalah peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke
bronkus dan alveolus yang sering terjadi pada anak-anak dan balita, yang disebabkan
oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,virus,jamur dan benda asing (Rahayu,
2012).

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada


parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan
oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang ditandai
dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal (terdengar
adanya ronkhi basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif (Dicky, 2017).

2.Etiologi

Penyebab tersering pada bronkopneumonia yaitu pneumokokus, sedang penyebab


lainnya antara lain streptococcuspneumoniae, stapilokokkus aureus, haemophillus
influenza, jamur (seperti candida albicans) dan virus. Pada bayi dan anak kecil

ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab yang berat, serius dan sangat
progresif dengan mortalitas tinggi (Riyadi,2012).

Terjadinya bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan paru yang terjadi pada
jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius
bagian atas selama beberapa hari. Factor penyebab utama adalah bakteri, virus, jamur
dan benda asing (Ridha, 2014).

3.Patofosiologi

Bakteri masuk kedalam jaringan paru- paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk
mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul
berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru- paru, lebih banyak pada
bagian basal (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi
organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi jauh.
Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli,
menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya
protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas
melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami
perembesan dan beberapa leukosit dari kepiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi
penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit
sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal
dan berwarna merah.
Bakteri penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui
saluran pernafasan atas ke bronchioles, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke
alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding
bronchus atau bronkhiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini
selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai
seluruh lobus. Hipertermi dapat terjadi 4-12 jam pertama sebagai respon inflamasi
awal pada daerah paru yang disebabkan pelepasan histamin dan postaglandin serta
mengaktifkan komplemen (Ridha, 2014).

Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka
setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus
akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses diffusi
osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan
jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis penderita
mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat
penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan
tersebut menggunakan otot- otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat
menimbulkan peningkatan retraksi dada (Riyadi & Sukarmin, 2009).

Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang


terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus. Setelah terjadi fase peradangan
lumen bronkus bersebukan sel radang akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak.
Bronkus dan sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat
awal peradangan dan bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa.
Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah
sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu organisme eksudat dapat terjadi
karena absorbsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula- mula encer dan keruh,
mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus, dan lain- lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada
lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar
sehingga penderita mengalami sesak nafas (Riyadi & Sukarmin, 2009). Terdapatnya
peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan peningkatan produksi
mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul
peningkatan reflek batuk (Riyadi & Sukarmin, 2009).
I. WOC BRONCOPNEOMONIA
Factor intrinsik Factor ekstrinsik
1. Umur Bakteri Stafilokokus Aureus 1. Kepadatan tempat tinggal
2. Jenis kelamin Bakteri Haemafilus Influezae 2. Polusi udara
3. Status nutrisi 3. Ventilasi dan tipe rumah
4. BBLR 4. Factor ibu (pendidikan,
5. Status imunisasi umur, ekonomi)
Saluran Pernafasan Atas
6. Pemberian ASI

Kuman berlebih di bronkus Kuman terbawa di saluran Infeksi saluran pernafasan


pencernaan bawah

Proses peradangan
Infeksi saluran pencernaan Dilatasi Masuk alvioli Edema antar
pembuluh darah kapiler dan
Bersihan Akumulasi secret dibronkus alveoli
jalan Peningkatan flora normal Proses
nafas dalam usus Eksudat plasma peradangan
Mucus bronkus meningkat
Iritasi PMN
Peningkatan peristaltik usus
eritrosit peca
Bau mulut tidak sedap Gg difusi dalam
Diare plasma Peningkatan
suhu tubuh Edema paru
Anoreksia
Gangguan
Intake kurang Diare pertukaran gas Pengerasan
Hipertermi
dinidng paru

Defisit nutrisi

4
Penurunan
compliance paru

Hiperventilasi Suplai O2 Hipoksia


menurun

Retraksi dada/ Dispneu Metabolisme


nafas cuping anaerob meningkat
hidung

Pola nafas tidak Fatigue Akumulasi asam


efektif laktat

Intoleransi
aktivitas

Sumber : Riyadi & Sukarmin, 2009


A. Skema WOC
5
6
4.Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia pada anak biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius


bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai
39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena demam yang sangat tinggi. Anak akan
gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung serta
sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang disertai muntah dan diare. Batuk tidak
ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi akan timbul setelah beberapa hari.
Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luas daerah auskultasi yang terkena. Pada
auskultasi didapatkan suara napas tambahan berupa ronchi basah yang nyaring
halus atau sedang (Sujono & Sukarmin, 2009).
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan Darah Lengkap

Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000-


40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri (Yasmara & Nursiswati, 2016).
Pada klien Bronkopneumonia terjadi leukositosis, ini terjadi karena
selama infeksi terjadi mekanisme yang mendorong meningkatnya leukosit
yang berguna untuk menanggulangi infeksi (Sujono & Sukarmin, 2009).
Kultur darah positif terhadap organisme penyebab.
(2) Nilai analisis gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (normal :
75-100 mmHg). Atau untuk menunjukan adanya asidosis metabolik dengan atau
tanpa retensi CO2
(3) Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukkan agen penyebab.

(4) Pemeriksaan kadar tanigen larut legionella pada urine.

Kultur sputum, pewarnaan gram, dan apusan mengungkap organisme penyebab


infeksi.
b) Pemeriksaan Radiologi

Pada pemeriksaan radiologi bronkopneumonia terdapat bercak-bercak


konsolidasi yang merata pada lobus dan gambaran bronkopneumonia difus
atau infiltrat pada pneumonia stafilokok (Sujono & Sukarmin, 2009).
c) Pemeriksaan Cairan Pleura

Pemeriksaan cairan mikrobiologi, dapat dibiakkan dari spesimen usap


tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi
trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru (Mansjoer, A 2000 dalam (Sujono
& Sukarmin, 2009))
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
2. Otitis media akut adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Brunner
& Suddarth, 2002).
3. Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang mencangkup kolaps jaringan
paru (alveoli) atau unit fungsional paru (Soemantri, 2008).
4. Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh
pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan
(Soemantri, 2008).

Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi
otak dan medula spinalis). Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik
secara tepat (Ngastiyah, 2014).

B. Sistem Penafasan

1. Sistem Pernafasan

Pernafasan adalah sebuah proses pertukaran gas antara individu dengan


lingkungan. Proses pernafasan melibatkan dua komponen :
1. Ventilasi paru atau pernafasan, perpindahan udara antara lingkungan dan
alveolus paru
2. Difusi Oksigen dan karbon dioksida antara alveolus dan kapiler paru
Fungsi sistem pernafasan adalah pertukaran gas. Oksigen dari udara yang dihirup
berdifusi dari alveolus dan dihasilkan selama metabolisme sel berdifusi dari drah
ke dalam alveolus dan kemudian dikeluarkan. Organ sistem pernafasan
memfasilitasi pertukaran gan ini dan melingungi tubuh dari benda asing seperti
partikel dan patogen.

Udara masuk melalui hidung yang didalamnya udara dihangatkan, dilembabkan


dan disaring. Partikel besar yang terkandung dalam udara ditangkap oleh rambut
di pintu masuk lubang hidung dan partikel kecil disaring dan ditangkap saat udara
berubah arah sewaktu kontak dengan turbin nasal dan septum. Refleks bersin
ditimbulkan oleh iritasi didalam saluran hidung. Banyak volume udara secara
cepat keluar melalui hidung dan mulut selama bersin, yang membantu
membersihkan saluran hidung. Udara yang diinspirasi mengalir dari hidung ke
faring. Di faring
yang kaya akan jaringan limfe yang akan menangkap dan menghancurkan patogen
yang masuk bersama udara.

Reflekgf89kjh batuk terjadi karena adanya implus saraf dikirim melalui saraf
vagus ke medula. Terjadi inspirasi yang besar sekitar 2,5 L. Epiglotis dan glotis
menutup, kontraksi kuat otot abdomen dan intercosta internal secara dramatis
meningkatkan tekanan didalam paru. Epiglotis dan glotis terbuka secara
mendadak, udara bergegas keluar dengan velositas yang sangat besar. Lendir dan
setiap benda asing dikeluarkan dari saluran pernafasan bawah dan dikeluarkan ke
atas dan keluar (Muttaqin, 2012).

2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

A. Anatomi Sistem Pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi


Fisiologi Sumber: Potter &
Perry 2010

Anatomi saluran pernafasan terbagi menjadi dua bagian yaitu saluran pernafasan
bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
1. Sistem Pernafasan Atas

a. Hidung

Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan
(respirasi ) dan indra penciuman (pembau). Dinding organ hidung dilapisi oleh
mukosa yang berfungsi untuk menyaring, menghangatkan, dan melembabkan
udara yang masuk melalui hidung. Vestibulum merupakan bagian dari rongga
hidung yang berambut dan berfungsi menyaring partikel-partikel asing berukuran
besar agar tidak masuk kesaluran pernafasan bagian bawah.
b. Faring

Faring (tekak) adalah saluran otot selaput kedudukan nya tegak lurus antara basis
krani dan vertebrae servikalis VI. Faring merupakan saluran yang sama-sama
dilalui oleh udara dan makanan. Faring terbagi menjadi nasofaring dan orofaring
yang kaya akan pasokan jaringan limfe yang menangkap dan menghancurkan
patogen yang masuk bersamaan dengan udara.
c. Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi
dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan ligamentum. Laring sangat penting
untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas bawah dari makanan dan minuman
yang ditelan. Selama menelan pintu masuk ke laring (epiglottis) menutup,
mengarahkan makanan masuk ke esophagus. Epiglottis terbuka selama bernafas,
yang memungkinkan udara bergerak bebas ke jalan nafas bawah (Muttaqin,
2012).

Sistem pernafasan bawah

d. Trakea (batang tenggorokan)

Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang
dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak
diantara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra
V. tabung tulang yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru, maka
merupakan bagian penting pada system pernafasan. trakea adalah tabung berotot
kaku terletak di depan kerongkongan, yang sekitar 4,5 inci panjang dan lebar 1
inci. Diameter didalam sekitar 21-27 mm, panjang 10-16 c, ada sekitar 15-20
cincin tulang rawan berbentuk C tidak lengkap, yang melindung trakea dan
menjaga jalan nafas. Otot-otot trakea yang terhubung ke cincin lengkap dan
kontrak saat batuk, yang mengurangi ukuran lumen trakea untuk meningkatkan
aliran udara.
e. Bronkus dan bronkiolus

Trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih
pendek, lebar, dan lebih vertical daripada kiri. Bronkus kiri lebih panjang dan
langsing dari yang kanan , dan berjalan dibawah artei pulmonalis sebelum di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Bronkiolus membentuk percabangan bronkiolus terminalis , yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis ini kemudian menjadi
bronkiolus respiratori yang di anggap menjadi saluran tradisional antara jalan
udara transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
f. Pulmo (paru)

Pulmo (paru) adalah organ utama dalam sistem pernafasan, merupakan salah satu
organ sistem pernafasan yang berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura

parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastis dan berada dalam
rongga torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air (Muttaqin, 2012).

2. Fisiologi Sistem Pernafasan

Oksigen masuk ke saluran pernapasan melalui hidung dan mulit. Oksigen


kemudian diedarkan melalui saluran pernapasan (faring, trakea, dan bronkus) ke
alveolus, yang merupakan pundi-pundi udara yang dikelilingi pembuluh darah
kapiler. Pembuluh darah kapiler merupakan pembuluh darah kecil dengan dinding
halus yang mempermudah pertukaran gas. Pergantian gas dimulai ketika oksigen
yang dihirup masuk ke dinding kapiler yang dikelilingi alveolus dan dibawa oleh
sel-sel darah melalui aorta. Aorta bercabang menjadi arteri-arteri kecil dan bahkan
arterioles yang lebih kecil, pada akhinya menjadi pembuluh darah kapiler.
Dinding kapiler yang paling tipis membiarkan terjadinya difusi oksigen ke dalam
sel-sel dalam berbagai jaringan tubuh (Vaughans, 2013).

Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
ke dalam tubuh(inspirasi) serta mengeluarkan udara dari dalam tubuh (ekspirasi).
Proses oksigenasi tersebut terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan
transportasi gas (Muttaqin, 2012).
a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar paru-paru.
Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan
persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma.
Diafragma disarafi oleh syaraf frenik, ynag keluar dari medulla spinalis pada
vertebra servikal keempat.
b. Difusi gas

Difusi gas adalah bergeraknya gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari area yang
bertekanan tinggi kearah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2 melintasi
membrane alveoli-kapiler dari alveoli ke darah karena adanya perbedaan tekanan
PO2 yang tinggi di alveoli dan tekanan pada kapiler yang lebih rendah.
c. Transportasi gas

Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jariingan
ke paru dengan bantuan aliran darah (Muttaqin, 2012).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Pernafasan

1. Usia

Faktor perkembangan merupkan pengaruh yang sangat penting dalam fungsi


pernafasan. Saat lahir perubahan yang terjadi sangat jelas dalam sistem
pernafasan. Air yang terdapat dalam paru keluar, PCO2 meningkat dan neonatus
mengambil nafas pertama. Paru secara bertahap akan berkembang pada setiap
pernafasan berikutnya yang mencapai inflasi penuh pada usia 2 minggu. Pada
penuaan terjadi perubahan seperti gangguan akibat infeksi, stress fisik atau
emosional,pembedahan dan prosedur lainnya

Selama masa bayi dan masa kanak-kanak, infeksi saluran pernafasan atas sering
terjadi. Bayi dan anak pra sekolah juga beresiko mengalami obstruksi jalan nafas
akibat berbagai benda asing. Fibrosis kistik adalah suatu gangguan kongenital
yang mempengaruhi paru, menyebabkan paru terbendung oleh lendir yang tebal
dan kental.

Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi udara memengaruhi oksigenasi. Semakin
tinggi permukaan tanah semakin rendah PO2 dalam pernafasan individu.
Akibatnya, orang yang berada di ketinggian mengalami peningkatan frekuensi
pernafasan dan frekuensi denyut nadi serta peningkatan kedalaman pernafasan
yang biasanya menjadi paling jelas terlihat saat individu berolahraga.

2. Gaya hidup
Olahraga fisik atau aktivitas fisik meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernafasan dan oleh karna itu juga meningkatkan suplai oksigen didalam tubuh.
Sebaliknya orang yang banyak duduk, kurang memiliki ekspansi alveolar dan pola
nafas seperti dimiliki oleh orang yang melakukan aktivitas secara teratur dan
mereka tidak mampu berespon secara efektif terhadap stresor pernafasan.

3. Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem pernafasan dapat memberikan cukup oksigen untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Namun penyakit sistem pernafasan dapat
mempengaruhi oksigenasi darah secara buruk.
4. Medikasi
Beragam pengobatan dapat mempengaruhi frekuensi dan kedalaman pernafasan.
Obat yang paling sering menyebabkan efek ini adalah hipnoti-sedatif benzodiapin
dan obat ansietas lainnya. Saat memberikan obat ini perawat harus memantau
status pernafasan secara cermat terutama jika dosis ditingkatkan.

5. Stress
Apabila stres dan stressor dihadapi, baik respon psikologis dan fisiologis dapat
mempengaruhi oksigenasi. Beberapa orang dapat mengalami hiperventilasi
sebagai

respon terhadap stress. Secara fisiologis, sistem saraf simpatik distimulasi dan epinefrin
dilepaskan. Eponefrin menyebabkan bronkiolus berdilatasi, meningkatkan aliran darah dan
penghantaran oksigen ke otot aktif (Muttaqin, 2012).

4. Perubahan Dalam Fungsi Pernafasan

Fungsi pernafasan dapat berubah karna kondisi yang mempengaruhi seperti;


pergerakan udara masuk dan keluar dari paru ; difusi oksigen dan karbondioksida
antara alveolus dan kapiler paru ; transpor oksigen dan karbon dioksid melalui
darah ke dan dari sel jaringan.
Tiga perubaahan utama dalam pernafasan adalah sebagai berikut :

1. Hipoksia

Hipoksia adalah suatu kondisi ketidakcukupan oksigen ditempat manapun


didalam tubuh, dari gas yang diinspirasi ke jaringan. Hipoksia dapat dihubungkan
dengan setiap bagian dalam pernafasan, ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh
darah- darah dan dapat disebabkan oleh kondisi yang mengubah satu atau semua
bagian dalam proses tersebut

Hipoksia juga dapat terjadi jika difusi oksigen dari alveolus kedarah atrial
menurun seperti pada edema paru. Wajah orang yang mengalami hipoksia akut
biasanya tampak cemas, letih dan tertekan, individu biasanya mengambil posisi
duduk seringkali condong kedepan untu memungkinkan ekspansi rongga thoraks
yang lebih besar. Dengan hipoksia kronis, klien sering tampak letih dan latergi
akibat kekurangan oksigen dalam waktu lama didalam suplai darah atrial.

2. Perubahan Pola Nafas

Pola nafas menunjukan frekuensi, volume, irama dan kemudahan relatif atau
upaya bernafas. Respirasi normal bersifat tenang, berirama dan tanpa
mengeluarkan usaha. Takipneu dijumpai pada saat demam, asidosis metabolik,
nyeri dan hiperkapnia dan hipoksemia. Bradipneu adalah frekuensi pernafasan
yang lambat secara abnormal yang dapat ditemukan pada klien yang
menggunakan obat-obatan seperti morfin dan yang mengalami alkalosis metabloik
atau yang mengalami peningkatan tekanan intrakranial
Hiperventilasi ada;ah suatu peningkatan pergerakan udara masuk dan keluar dari
paru. Selama hiperventilasi frekuensi dan kedalaman pernafasan meningkat, dan
lebih banyak CO2 yang dibuang daripada dihasilkan.

Irama pernafasan abnormal menciptakan pola pernafasan yang tidak teratur,.


Pernafasan cheyne stoke, irama penguat dan pelemahan pernafasan yang sangat
jelas dari pernafasan yang sangat dalam ke pernafasan yang sangat dangkal.
Penyebab umum mencakup gagal jantung kongestif, peningkatan TIK dan
overdosis obat

Pernafasan biot, yaitu pernafasan dangkal ynag diselingi dengan apneu, dapat
terlihat pada pasien penderta penyakit sistem saraf pusat.
3. Obstruksi Jalan Nafas

Obstruksi jalan nafas total atau parsial dapat terjadi dimanapun sepanjang saluran
pernafasan atas atau bawah. Obstruksi jalan nafas atas yaitu di hidung, faring,
laring dapat terjadi karna benda asing seperti makanan, karna lidah tidak akan
jatuh kebelakang menutup orofaring saat seseorang tidak sadar, atau saat sekresi
menumpuk di saluran nafas. Dalam kondisi selanjutnya, pernafasan akan terdengar
seperti suara gelembung saat udara berupaya melalui sekresi. Obstruksi jalan nafas
bawah melibatkan sumbatan parsial atau komplek jalan nafas di bronkus dan paru.

Mempertahankan jalan nafas tetap terbuka (paten) adalah tanggung jawab


keperawatan, salah satu kondisi yang sering kali memerlukan tindakan segera.
Obstruksi parsial pada jalan nafas atas diindikasikan oleh dengkuran bernada
tinggi selama inhalasi. Obstruksi komplet di indikasikan oleh adanya inpirasi
ektrim yang tidak menghasilkan pergerakan dada, klien dalam upaya untuk
mendapatkan udara juga dapat memperlihatkan retraksi sternum dan interkosta
yang nyata. Obstruksi jalan nafas bawah tidak selalu mudah di pantau. Stridor
sebuah suara keras yang bernada tinggi dapat didengar selama inspirasi. Klien
dapat mengalami perubahan kadar gas darah arteri, gelisah, dispnea dan
mempunyai bunyi nafas tambahan abnormal ( Muttaqin, 2012).

2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

1) Defenisi

Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan suatu keaadaan dimana individu
mengalami ancaman yang nyata atau potensial berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk batuk secara efektif (Carpenito & Moyet, 2013).

Pengertian lain juga menyebutkan bahwa bersihan jalan napas tidak efektif
merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (PPNI, 2016).
2 Penyebab

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), penyebab dari bersihan jalan napas
tidak efektif antara lain.
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuscular
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hyperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi dan respon alergi

3 Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan

4 Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif : ( Tidak tersedia)
Objektif :
1. Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk
2. Sputum berlebih/ obstruksi di jalan nafas/ mekonium di jalan nafas (pada
neonatus)
3. Mengi, wheezing, dan atau rongki kering

5 Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea Objektif
4. Gelisah
5. Sianosis
6. Bunyi nafas menurun
7. Frekuensi nafas berubah
8. Pola nafas berubah

6 Efek Agen Farmakologis

Terdapat beberapa penyebab bersihan jalan napas yang telah disebutkan, namun
penyebab yang mungkin pada terjadinya masalah bersihan jalan napas tidak
efektif pada bronkopneumonia yaitu proses infeksi, respon alergi, dan sekresi
yang tertahan.
Menurut Wahid & Suprapto (2013), penyebab terjadinya pneumonia yaitu.

1. Bakteri : Streptococus pneumonia, Staphylococus aerus.

2. Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus, virus sinsisial pernapasan,


hantaravirus, rhinovirus, virus herpes simpleks, cytomegalovirus,
micoplasma, pneumococcus, streptococcus, staphylococcus.
3. Jamur : candidiasis, histoplasma, aspergifosis, coccidiodo mycosis,
cryptococosis, pneumocytis carinii
4. Aspirasi : makanan, cairan lambung

B. Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah

a. Pengertian Anak Usia Prasekolah


Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun saat dimana sebagian besar
sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stres
dan perubahan yang moderat (Wong, 2008).
Anak usia prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu berada pada usia
tiga sampai enam tahun (Potter & Perry, 2005) .

b. Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah


Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua kata yang berbeda, namun tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan
jumlah dan ukuran sel pada membelah diri dan sintesis protein baru,
menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian sel (Wong,
2008)

Pertumbuhan masa prasekolah pada anak yaitu pada pertumbuhan fisik,


khususnya berat badan mengalami kenaikan rata rata pertahunnya adalah 2 kg,
kelihatan kurus, akan tetapi aktivitas motoriknya tinggi, dimana sistem tubuh
sudah mencapai kematangan, seperti berjalan,melompat, dan lain-lain tinggi
badan anak kenaikannya rata-rata akan mencapai 6,75-7,5 cm setiap tahunnya
(Hidayat, 2009)

Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu


(berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”. Pengertian
lain dari perkembangan adalah perubahan- perubahan yang dialami individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturtion) yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik
menyamgkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (Rohaniah, 2008)

c. Aspek–Aspek Pertumbuhan Dan Perkembangan

1. Aspek Pertumbuhan
Untuk menilai pertumbuhan anak dilakukan pengukuran antropometri,
pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan (panjang
badan), lingkar kepala. Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil
peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, pengukuran
tinggi badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi disamping faktor
genetik sedangkan pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menilai
pertumbuhan otak.

Pertumbuhan otak kecil (mikrosefali) menunjukkan adanya reterdasi mental,


apabila otaknya besar (volume kepala meningkat) terjadi akibat penyumbatan
cairan serebrospinal (Hidayat, 2011)
2. Aspek perkembangan
a) Motorik kasar (gross motor) merupakan keterampilan yang meliputi
aktivitas otot yang besar seperti gerakan lengan dan berjalan (Santrock,
2011). Perkembangan motorik kasar pada masa prasekolah, diawali
dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik,
melompat dengan satu kaki, membuat posisi merangkak dan lain-lain
(Hidayat, 2009)
b) Motorik halus (fine motor Skills) merupakan keterampilan fisik yang
melibatkan otot kecil dan koordinasi mata dan tangan yang memerlukan
koordinasi yang cermat (Papilia, Old & Feldman, 2010). Perkembangan
motorik halus mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki,
menggambar dua atau tiga bagian, menggambar orang, mampu menjepit
benda, melambaikan tangan dan sebagainya (Hidayat, 2009)
c) Bahasa (language) adalah kemampuan untuk memberikan respon terhadap
suara, mengkuti perintah dan dan berbicara spontan. Pada perkembangan
bahasa diawali mampu menyebut hingga empat gambar, menyebut satu
hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung,
mengartikan dua kata, meniru berbagai bunyi, mengerti larangan dan
sebagainya (Hidayat, 2009)
d) Perilaku sosial (personal social) adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Perkembangan adaptasi sosial pada anak usia 3-5 tahun
yaitu dapat berrmain dengan permainan sederhana, mengenali anggota
keluarganya, menangis jika dimarahi, membuat permintaan yang
sederhana dengan gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan
terhadap perpisahan dan sebagainya (Hidayat, 2009)

d. Tahap Perkembangan Anak Prasekolah


Menurut Wong (2008), periode prasekolah dimulai dari usia 3-6tahun periode ini
dimulai dari waktu anak bergerak sambil berdiri sampai mereka masuk sekolah,
dicirikan dengan aktivitas yang tinggi. Pada masa ini merupakan perkembangan
fisik dan kepribadian yang pesat, kemampuan interaksi sosial lebih luas, memulai
konsep diri, perkembangan motorik berlangsung terus menerus ditandai
keterampilan motorik seperti berjalan, berlari dan melompat.

Perkembangan emosional dan mental. Emosi berasal dari kata latin movere,
berarti menggerakkan atau bergerak. Dari asal kata tersebut emosi dapat diartikan
sebagai
dorongan untuk bertindak. Emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran
khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi dapat diartikan berupa perasaan marah, kebahagiaan, cinta, rasa terkejut, jijik
dan sedih (Goleman, dalam Mashar, 2011).
Menurut King (2010), emosi (emotion) adalah perasaan atau afeksi yang dapat
melibatkan ketergugahan fisiologis, pengalaman disadari dan ekspresi perilaku.
Caplin (2009) mengatakan emosi dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan yang
terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang
mendalam sifatnya dan perubahan perilaku.
5. Penatalaksanaan Bersihan Jalan Nafas Pada Anak dengan
Bronkopneumonia

 Medis
a. Oksigen 2 liter/menit
b. IVFD (Intra Vena Fluid Drip) . Jenis cairan yang digunakan adalah 2A-K
CL (1-2 mek/kgBB/24 jam atau KCL 6 mek/500 ml).
c. Kortikosteroid
Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara IM diberikan bila
ekspirasi memanjang atau secret banyak sekali. Berikan dalam 3 kali
pemberian (Ridha, 2014)

 Keperawatan
a. Menjaga kelancaran pernapasan
b. Kebutuhan istirahat klien
Klien ini sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan klien harus ditolong ditempat tidur.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan .
Klien dengan bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan
makanan yang kurang karena proses perjalanan penyakit yang
menyababkan peningkatan secret pada bronkus yang menimbulkan bau mulut tidak
sedap yang selanjutnya menyebabkan anak mengalami anoreksia. Suhu tubuh yang
tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan
dehidrasi.
d. Mengontrol Suhu Tubuh
Klien dengan bronkopneumonia biasanya mengalami kenaikan suhu tubuh
sangat mendadak sampai 39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena
demam yang sangat tinggi.
Intervensi pemberian kompres hangat dalam menangani demam dapat
dilakukan pada beberapa area permukaan tubuh. Kompres hangat dapat
diberikan di daerah temporal/ frontal (dahi), axilla (ketiak), leher (servikal)
dan inguinal (lipatan paha) (Perry, 2008).

C. Asuhan Keperawatan Teoritis Bronkopenumonia

1. Pengkajian
Meliputi pengakjian awal identitas anak secara lengkap. Usia merupakan faktor
yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan bronkopneumonia
pada ana, terutama dalam spektrum, etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan (Fadhila, 2013)

Usia terbanyak klien yang mengalami bronkopneumonia adalah anak < 5 tahun
(Keyle, 2014). Anak yang menderita infeksi paling banyak adalah jenis kelamin
laki-laki yang dikarenakan diameter saluran pernafasan anak laki-laki memiliki
ukuran lebih kecil dibandingkan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam
daya tahan tubuh anak laki-laki dan perempuan ( Kaunang, 2016)
ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar obat nyamuk dapat mempengaruhi
terhadap angka kejadian bronkopneumonia. (Kyle, 2014).
Riwayat pengkajian keluarga dimana dikaji adanya anggota keluarga yang
memiliki masalah sistem pernafasan seperti asma, batuk dalam jangka lama, batuk
darah.

Pengkajian pada pola nutrisi pada anak dengan bronkopneumonia akan ditemukan
adanya anoreksia akibat respon sistemik melalui kontrol saraf pusat, mual muntah
akibat peningkatan rangsangan gaster sebagai akibat peningkatan toksik
mikroorganisme.
Pola istirahat dan tidur pada anak dengan bronkopneumonia akan mengalami
kesulitan tidur karna sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering
menguap, mata merah dan anak sering menangis dimalam hari karna
ketidaknyamanan tersebut. Begitu juga dengan pola aktivitas latihan anak. Anak
akan tampak menurun aktivitas dan sering akan berdampak kelemahan sehingga
anak lebih banyak minta di gendong orang tua atau bedrest

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan lain yang muncul pada anak dengan bronkopneumonia
yaitu :
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Inflamasi parenkim
paru dibuktikan dengan pola nafas abnormal(takipnea, bradipnea ,
hiperventilasi, kussmaul dan chyne-stokes)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
dijalan nafas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum belebih/
obstruksi jalan nafas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus kapiler dibuktikan dengan sianosis, diaforesis, PCO2 dan PO2
meningkat/ menurun
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dibuktikan dengan suhu
tubuh diatas normal

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen dibuktikan dengan dispnea saat/setelah aktivitas
5. Diare berhubungan dengan proses infeksi dibuktikan dengan defekasi
lebih dari tiga kali dalam 24 jam
6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan oarang tua
tentang penyakit dan kondisi anak dibuktikan dengan tampak tegang
dan gelisah
7. Defisit Nutrsi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme dibuktikan dengan berat badan menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal, nafsu makan menurun
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi


1 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
Efektif berhubungan tindakan keperawatan Obsevasi :
dengan Inflamasi selama... jam pola nafas 1. Monitor pola nafas
parenkim paru membaik dengan (Frekuensi,
dibuktikan dengan pola kriteria hasil : kedalaman, usaha
nafas 1. Dispnea nafas)
abnormal(takipnea, menurun 2. Monitor bunyi nafas
bradipnea , 2. Frekuensi tambahan(Grugling,
hiperventilasi, kussmaul nafas mengi, weezing,
dan chyne-stokes) membaik rongki)
3. Penggunaan 3. Monitor sputum (
otot bantu jumlah,warna dan
nafas aroma)
menurun Terapeutik
4. Pernafasan 1. Pertahankan
cuping kepatenan jalan nafas
hidung 2. Posisikan pasien semi
menurun fowler
3. Berikan 02
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 200ml.hari

Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran nikrotik
jika perlu

2 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif


tidak efektif tindakan keperawatan Obsevasi :
berhubungan dengan selama..jam 1. identifikasi
adanya secret dijalan diharapakan bersihan kemampuan batuk
nafas ditandai dengan jalan nafas efektif efektif
batuk tidak efektif, dengan kriteria hasil : 2. monitor adanya
sputum belebih/ 1. . Batuk efektif retensi sputum
obstruksi jalan nafas meningkat 3. monitor tanda dan
2. Produksi gejala infeksi saluran
sputum menurun nafas
3. frekuensi nafas 4. monitor intake dan
membaik output cairan(misal :
4. pola nafas jumlah dan
membaik karakteristik)
Terapeutik
1. atur posisikan fowler
atau semi fowler
2. Pasang perlak dan
bengkok dipangkuan
pasien
3. Buang secret pada
tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik
3. Anjurkan tarik nafas
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk
dengan kuat langusng
setelah tarik nafas
dalam yang ke tiga
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
pemberian
ekspektoran nikrotik
jika perlu

3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi


gas berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan perubahan selama ... jam 1. Memonitor frekuensi,
membrane alveolus pertukaran gas irama, kedalaamn dan
kapiler dibuktikan meningktat dengan upaya nafas
dengan sianosi,kritria hasil : 2. Monitor pola nafas
diaforesis, PCO2 dan 1. Dispnea 3. monitor adanya upaya
PO2 meningkat/ menurun nafas
menurun 2. PCO2 membaik 4. monitor saturasi
3. Pola nafas oksigen
membaik Terapeutik
4. PO2 membaik 1. atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
4 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi :
proses infeksi selama .. jam 1. Identifikasi penyebab
dibuktikan dengan suhu diharapkan hipertermia
tubuh diatas normal termoregulasi membaik 2. Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil: 3. Monitor haluaran urin
1. Kejang menurun 4. Monitor komplikasi
2. Suhu tubuh akibat hipertermia
membaik Terapeutik
3. Suhu kulit 1. Sediakan lingkungan
membaik yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi atau kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan
oral Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi :
ketidakseimbangan selama .. jam 1. Indentifikasi
antara suplai dan diharapkan toleransi gangguan fungsi
kebutuhan oksigen aktivitas meningkat tubuh yang
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil : mengakibatkan
dispnea saat/setelah 1. Frekuensi nadi kelelahan
aktivitas meningkat 2. Monitor kelelahan
2. Saturasi oksigen fisik dan emosional
meningkat 3. Monitor pola dan jam
3. Kemudahan tidur
melakukan 4. Monitor lokasi dan
aktivitas sehari- ketidaknyamanan
hari meningkat selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang nyaman dan
rendah stimulus
(misalnya cahaya
suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan
rentang gerak pasif
dan aktif
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjarkan straegi
koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
6 Diare berhubungan Setelah dilakukan Manjajemen diare
dengan proses infeksi tindakan keperawatan Observasi
defekasi lebih dari tiga selama .. jam 1. Identifikasi penyebab
kali dalam 24 jam diharapkan eliminasi diare (stress, ansietas,
fekal membaik dengan iritasi gastrointestinal,
kriteria hasil proses infeksi)
1. Control 2. Identifikasi riwayat
pengeluaran pemberian makanan
feses meningkat 3. Monitor warna,
2. Konsistensi volume, frekuensi dan
feses membaik konsistensi tinja.
3. Frekuensi 4. Montor tanda dan
frekuensi gejala hipovolemia (
defekasi takikadi, nadi teraba
memabaik lemah, turgor kulit
4. Peristaltic usus turun, mukosa kulit
membaik kering, BB menurun,
CRT lambat)
5. Monitor jumlah
pengeluaran diare
Terapeutik
1. Berikan asuhan cairan
oral (misalnya
perawatan garam gula,
oralit)
2. Berikan cairan intra
vena (ringe laktat) jika
perlu
3. Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
darah engkap dan
elektrolit
4. Ambil sampel feses
untuk kultur
Edukasi
1. Anjurkan makanan
porsi kecil dan sering
secara bertahap
2. Anjurkan menghindar
kan makanan berbentu
k pedas, gas dan
mengandung laktosa
3. Anjurkan
melanjutkaan
pemberian ASI
Kolaborasi
1. Kolaborasi obat
pengeras feses
7 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan kurangnya tindakan keperawatan
pengetahuan oarang tua selama ... jam 1. Identifikasi saat
tentang penyakit dan diharapkan tingkat ansietas berubah
kondisi anak dibuktikan kecemasan menurun 2. identifikasi
dengan tampak tegang dengan kemampuan
dan gelisah kriteria hasil : mengambil keputusan
1. Verbalisasi 3. monitor tanda-tanda
kebingungan menurun ansietas
2. Verbalisasi khawatir Terapeutik
menurun 1. ciptakan suasana
3. Perilaku gelisah terapeutik untuk
menurun menumbuhkan
4. Perilaku tegang keperecayaan
menurun 2. temani pasien untuk
mengurangi
kecemasan
3. dengarkan dengan
penuh perhatian
4. gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
5. motivasi
mengidentifikasi
situasi memicu
kecemasan
Edukasi
1. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
2. Anjurkan keluarga
tetap bersama klien
3. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
kecemasan
4. Latih teknik
relaksasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiansietas
8 Defisit Nutrsi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
peningkatan kebutuhan diharapkan selama ..jam 1. Identifikasi status
metabolisme dibuktikan status nutrisi nutrisi
dengan berat badan meningakat dengan 2. Identifikasi alergi dan
menurun minimal 10% kriteria hasil : toleransi makanan
dibawah rentang ideal, 1. Porsi makanan 3. Identifikasi makanan
nafsu makan menurun yang dihabiskan yang disukai
meningkat
2. Berat badan 4. Monitor asupan
membaik makanan
3. IMT membaik 5. Monitor berat badan
6. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygine
sebelum makan
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan
secara menarik
4. Berikan makanan
tinggi kalori
5. Berikan suplemen
makanan
Edukasi
1. Ajarkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

4. Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori


dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di
banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara
lansung setelah pengkajian ( Potter & Perry, 2005 )
Implementasi keperawatan pada anak yaitu selalu memperhatikan prinsip

atraumatic care dan family centered care.

Hal yang bisa dilakukan yaitu :

1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarag dengan cara


memperbolehkan orang tua untuk tinggal bersama anak selama 24 jam
(rooming in), memodifikasi ruangan perawatan dengan cara membuat
situasi ruangan seprti dirumah, dorong anak untuk membawa barang-
barang kesukaan jika diinginkan,libatkan anak dan keluarga dalam
perencanaan perawatan sejak awal pertemuan, jadikan lingkungan rumah
sakit lebih menarik dan tidak menakutkan
2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
dengan cara : memberikan komunikasi dan informasi, sumber daya dan
dorongan untuk menumbuhkan perasaan kontrok kesehatan pada anak (
Kyle,2012)
3. Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologi dengan cara
melalui distraksi, relaksasim imajinasi terbimbing, stimulus kutaneus,
berbicara hal yang positif pada diri. Meningkatkan efektifitas dari
pemberian obat dengan 6 benar, mengurangi nyeri dengan menggunakan
dukungan psikologis pada orang tua, melakukan permainan terlebuh
dahulu sebelum tindakan, menghindarkan dari stresor fisik, kebisingan,
bau, pengekangan dan trauma kulit
4. Intervensi modifikasi lingkungan denan cara penataan atau dekorasu alat
tenun atau tirau bergambar lucu bunga atau binatang, hiasan dinding
bergambar, bewarna warni dan bentuk unik lainnya.

5. Evaluasi
Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus-menerus dilakukan untuk


menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan recana
keperawatan (Murung, 2011)

Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam


perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan (Mubarak, dkk 2011).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :

Subjektif : Ungkapan perasaan atau keluahan yang dikeluhkan secara subjektif


oleh pasien atau keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan
Objektif : keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif
Analisis : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
Planing : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis (Wardani ,
2013).
Daftar Pustaka

Adriana, 2015. “Studi Kasus Pada An.A Umur 10 Bulan dengan Masalah
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Diagnosa Medis Bronkpneumonia di RS
Muhammadiyah” Kediri. Jurnal Fakulas Ilmu Kesehatan Uneversitas
Nusantara PGRI. Kediri
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Cetakan 1. Jakarta: Buku Kedokteran.

Asmadi, 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep & Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika
Bradley, J.S, dkk. 2011: “The Management Of Community Acquired Pneumonia
In Infants And Children Older Than 3 Monts Of Age: Clinical Practice
Quideliners By Pediactric Infectius Diseases Society And The Infectous
Desease Society If America Additional articel Informatio. Oxford University
Press
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC
Fadhila (2013). Rule Of Diagnosis And Treatmebt Of Broncpneumonia Patiants
On Baby Boys Age 6 Monts
Fadhila, A 2013. “Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia
Pada Pasien Bayi Laki-Laki Usia 6 Bulan’. Medula
Hasan R, dkk. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
Herdman, T Hearher (2015). Diagnosis Keperawatan & Klasifikasi 2015- 2017 .
Jakarta; EGC

Heriana, P. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia . Tanggeran Selatan:


Salemba Medika
Hidayat,A,A.2012. Buku Pengantar Ilmu Keperawatan Anak .Jakarta : Salemba
Medika
Hidayatin,T (2019). “Pengaruh pemberian fisioterapi dada dan pursed lips
breathing (tiupan lidah) terhadap bersihan jalan naafs pada anak balita
dengan penumonia”. Vol. 11, No. 1 Indramayu

Anda mungkin juga menyukai