Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA KLIEN An. M. F DENGAN DIAGNOSA MEDIS BRONKOPNEUMONIA


DI RUANG DAHLIA RSUD MGR. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA

OLEH:

BONIFACIO DO ROSARIO BARROS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

KUPANG

2024
Konsep Dasar Bronkopneumonia

1. Pengertian

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal, dari


bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
( Dahlan, 2011).
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi
di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada
bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer, 2011).
Bronkopneumonia merupakan bagian secara morfologis dari pneumonia dimana
inflamasi paru terjadi pada ujung akhir bronkiolus. (Wong, 2013, hal 460).
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
& meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C,
2012). Bronkopneumonia menurut Ngastiyah (2013) merupakan salah satu pembagian
dari pneumonia menurut dasar anatomis. Pneumonia adalah radang paru-paru yang
dapat disebabkan oleh bermacam-macam, seperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda
asing (Ngastiyah, 2013).
Pneumonia merupakan peradangan alveoli atau pada parenchim paru yg
umumnya terjadi pada anak. (Suriadi Yuliani, 2011). Pneumonia ialah suatu peradangan
yg mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yg mencakup bronkiolus
respiratorius, alveoli, serta dapat menimbulkan konsolidasi jaringan paru &
menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2011).

2. Etiologi

Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh


adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan
silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,
mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
b. Virus : Legionella pneumoniae
c. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang
daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut
dan karena adanya pneumocystis crani, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 :
572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)
Menurut Whaley’s dan Wong (1996: 1400) disebutkan bahwa Streptococus,
staphylococcus atau basil ektrik sebagai agen penyebab di bawah umur 3 bulan. Selain
itu juga dapat disebabkan oleh bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus,
Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander
(Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus,
virus influenza, virus sitomegalik.Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus
Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda
Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.

3. Klasifikasi

Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :


1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan umum &
dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia Streptococal ialah suatu
organisme penyebab umum. Type pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-
anak atau kalangan orang lanjut usia
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme seperti ini ialah suatu aeruginisa pseudomonas. Klibseilla / aureus
stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
3. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Saat
Ini ini pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma menurut lokasi
anatominya.
4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan organisme
perusak.(Reeves, 2011).

4. Patofisiologi

Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui


saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke
alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding
bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu
dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh
lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain :
a. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana l obus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada
perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat
masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
b. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah
fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan
mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
c. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi
konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih
ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
d. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).

Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan
reaksi jaringan berupa edema, sehingga akan mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN
(polimofonuklear) fibrin eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli. Kelanjutan proses
infeksi berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang
cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel makrofag di alveoli,
degenerasi sel dan menipisnya febrio serta menghilangkan kuman dan debris (Mansjoer,
2000: 966).
5. WOC

Virus, Bakteri, Jamur,


Protozoa dan mikroba
(penyebab).

Invasi saluran napas atas

BRONKOPNEUMONI

Kuman berlebih dibronkus Kuman terbawa ke saluran cerna Infeksi saluran napas bawah

Akumulasi secret dibronkus Infeksi saluran cerna


Dilatasi pembuluh darah Peradangan

Peningkatan flora normal diusus


MK: Bersihan jalan Mucus dibronkus meningkat Eksudat masuk alveoli Suhu tubuh meningkat
napas tidak efektif
Peristaltic usus meningkat
Bau mulut tak sedap Gangguan disfungsi gas MK: Hipotermi

Malabsorpsi
Anoreksia MK: Gangguan pertukaran Suplay O2 dalam darah
gas menurun
Frekuensi BAB > 3x/hari
MK: Resiko Defisit Intake nutrisi menurun
nutrisi menurun Hipoksia
MK: Resiko Ketidakseimbangan Edema Alvioli
volume caian
MK: intolerasi aktivitas
Tekanan dinding paru meningkat

MK: Pola napas tidak efektif Pemenuhan paru menurun


6. Manifestasi Klinis

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan


bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia
mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis,
batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa
timbul sianosis (Barbara C. long, 1996). Terdengar adanya krekels di atas paru yang
sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
3. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
4. Diafoesis
5. Anoreksia
6. Malaise
7. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
8. Gelisah
9. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
10. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

7. Komplikasi

1. Emfisema: terdapatnya pus pada rongga pleura.


2. Atelektasis: pengembangan paru yang tidak sempurna.
3. Abses paru: pengumpulan pus pada jaringan paru yg mengalami peradangan.

4. Meningitis: peradangan pada selaput otak.


5. Infeksi sistomik

6. Endokarditis: peradangan pada endokardium.

8. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan penderita pneumonia adalah menghilangkan infeksi dan


mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi tersebut. Penatalaksanaan pneumonia
didasarkan kepada organisme apa yang menyebabkan pneumonia tersebut (disebut
engan terapi empirik). Kebanyakan penderita membaik dengan terapi empirik ini.
Kebanyakan pasien dengan pneumonia ditatalaksana di rumah dengan
pemberian antibiotik-antibiotik oral. Penderita dengan faktor resiko untuk menjadi
lebih berat dapat ditatalaksana dengan perawatan di rumah sakit. Monitoring di rumah
sakit termasuk kontrol terhadap frekuensi denyut jantung dan pernafasan, temperatur,
dan oksigenisasi. Penderita yang dirawat di rumah sakit biasanya diberikan antibiotik
intravena dengan dosis dan pemberian yang terkontrol. Lamanya hari perawatan di
rumah sakit sangat bervariasi tergantung bagaimana respon penderita terhadap
pengobatan, apakah ada penyakit penyerta/ sebelumnya, dan apakah ada masalah-
masalah medis lainnya yang dapat memperberat pneumonia yang dideritanya. Beberapa
penderita, termasuk penderita yang sebelumnya menderita kerusakan paru atau
penyakit paru berat lainnya, penderita dengan imunitas menurun, atau penderita dengan
pneumonia yang mengenai lebih dari 1 lobus (disebut multilobar pneumonia), dapat
lebih lambat untuk membaik atau mungkin membutuhkan perawatan lebih lama di
rumah sakit Berbagai macam regimen antibiotik tersedia untuk terapi pneumonia.
Penderita yang sebelumnya menggunakan antibiotik untuk terapi penyakit lain
pada tiga bulan terakir mempunyai faktor resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi
bakteri yang resisten antibiotik tertentu. Untuk semua regimen antibiotik, penting untuk
menggunakan antibiotik tersebut sampai selesai dan sesuai dengan prosedur
penatalaksanaan. Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga
pemberian antibiotik diberikan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu
Streptococcus pneumonia dan H. influenza. Bila keadaan pasien berat atau terdapat
empiema, antibiotik adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan
sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7
– 10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S.aureus, kloksasilin dapat segera
diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau
vancomycin. Lama pengobatan untuk Stafilokokus adalah 3 – 4 minggu.
Manajemen Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Anamnesis
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang digunkan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal
dan jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchopneumonia mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau,
putih/ kuning) dan banyak sekali. Penderita biasanya menggunakan otot bantu
pernfasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nnafas
krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
3. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu
terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka
panjang misalnya debu/ asap.
4. Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha adalah faktor
predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
5. Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam
keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam keluarga maupun masyarakat.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh


diatas nilai normal (D.0130 Hal : 284)
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan Proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh fluktuatif (D.0149 hal : 317)
3. Risiko Ansietas berhubungan dengan Ancaman terhadap kematian ditandai dengan
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi ynag dihadapi (D.0080 hal:180)

C. Intervensi Keperawatan
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (SDKI D.0001 Halaman 18)
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan,
selama 1x7 jam diharapkan Bersihan jalan catat rasio inspirasi/ ekspirasi
nafas efektif: 2. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
1. Produksi Sputum Menurun (5) bunyi nafas. Misalnya: mengi,
2. Mengi Menurun (5) krekels dan ronki.
3. Dispnea Menurun (5) 3. Beri posisi semi fowler.
4. Frekuensi Nafas membaik (5) 4. Beri minum hangat sedikit sedikit
tapi sering.
5. Laksanakan tindakan delegatif :
Bronchodilator, mukolitik, untuk
mencairkan dahak sehingga mudah
dikeluarkan.

Nyeri Akut (SDKI D.0077 hal : 317 Halaman 172)


Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Tentukan karakteristik nyeri misalnya
selama 1x7 jam diharapkan Termoregulasi tajam, ditusuk, dll.
normal dengan criteria hasil SLKI : 2. Berikan tindakan kenyamanan
1. Menunjukan penurunan skala nyeri 3. Ajarkan tekhnik relaksasi, atau latihan
2. Wajah tampak rileks. nafas.
4. Berikan tindakan delegasi pemberian
analgetika untuk menurunkan nyeri.
5. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa sakit
6. Identifikasi Skala nyeri
7. Identifikasi respon nyeri non verbal

Hipertermia (SDKI D.0130 Halaman 284)


Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x7 jam diharapkan Termoregulasi 1. Idendtifikasi penyebab hipertermia
membaik : 2. Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh membaik (5) 3. Monitor kadar elektrolit
2. Suhu kulit membaik (5) 4. Monitor Komplikasi akibat
hipertermia
5. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Longgarkan atau kepaskan pakaian
7. Berikan cairan oral
8. Anjurkan tirah baring
9. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

D. Implementasi

Pada tahap ini ada pengolahan dan perwujudan dari rencana perawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan secara optimal.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sitematik dan terencana tentang kesehatan


pasien dengan tujuan yang telah dilakukan dengan berkesinambungan dengan
melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis & NANDA
NIC-NOC (Jilid. 1). Jakarta : Media Action Publishing.

Ardansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta. DIVA


press Astuti, Widya Harwina. (2010). Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : TIM Carpenito, I. J. (2007). Buku Saku Diagnosis
Keperaatan. (Edisi 10). Jakarta: EGC

Herdman, Heather. Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011. Kumar, Vinay, Cotran


S. R, dan Robbins L. S. 2007. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC

Misnadiarly. (2008). Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pnemonia Pada Anak Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut Pnemonia Atypik dan Pnemoni Atypik Mikrobakterium. Jakarta :
EGC

Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Respirasi.


Jakarta: Salemba Medika Pearce C. Evelyn.(2011). Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis . (Edisi 33). (Terjemahan Sri Yuliani Handoyo). Jakarta : PT Gramedia

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC

Wilkinson, Ahern. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. (Edisi 9).(Terjemahan


Esty Wahyuningsih). Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai