Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA An.

A DENGAN PNEUMONIA
DI RUANG HCU ANAK FLAMBOYAN 9
RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

Pembimbing Klinik :

DISUSUN OLEH :
Tita Deffania (523090)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DENGAN JUDUL:
“LAPORAN PENDAHULUAN PADA An.A DENGAN PNEUMONIA
DI RUANG HCU ANAK FLAMBOYAN 9
RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI
SURAKARTA”

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN DARI PEMBIMBING AKADEMIK DAN


PEMBIMBING KLINIK

Telah disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

DI SUSUN OLEH:
Tita Deffania (523090)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(............................................) (............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Pneumonia
A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agens infeksius
seperti : virus bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma,
2015). Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratori, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Zul
Dahlan, 2014).

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan
oleh satu atau lebih agens yaitu : virus, bakteri (mikoplasma), fungi, parasit atau
aspirasi zat asing (Betz & Sowden, 2019). Pneumonia adalah proses inflamasi
parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengikisan rongga alveoli
oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing
(Muttaqin Arif, 2018).

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan


oleh agens infeksius. Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang
biasanya menyebabkan gangguan pertukaran udara. Prognosis biasanya baik untuk
pasien yang memiliki paru-paru normal dan pertahanan tubuh yang mencakup
sebelum mulai terjadinya pneumonia, meskipun demikian pneumonia merupakan
peringkat ke-6 penyebab kematian tersering di Amerika Serikat (Robinson &
Saputra, 2014).

Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa pneumonia adalah
Suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru
yang di sebabkan oleh agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi)
maupun benda asing.

B. Etiologi
Menurut Nugroho.T (2014), pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti:
1. Bakteri: stapilococus, sterptococcus, aeruginosa.
2. Virus: virus influenza, dll
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: Candida albicans
5. Benda asing

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan


tubuh yang menurun misalnya akibat Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit
menahun, trauma pada paru, anestesia, aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik
yang tidak sempurna (Ngastiyah, 2015).

C. Klasifikasi
Menurut Nurarif (2015), klasifikasi pneumonia terbagi berdasarkan anatomi dan
etiologis dan berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia :
1. Pembagian anatomis
a. Pneumonia lobularis, melibat seluruh atau suatu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena maka dikenal sebagai pneumonial
bilateral atau ganda. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada
ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk bercak konsulidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut
juga pneumonia lobularis.
b. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar (interstinium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
2. Pembagian etiologis
a. Bacteria: Diploccocus pneumonia, pneumococcus, streptokokus hemolytikus,
streptococcus aureus, Hemophilus infuinzae, Bacilus Friedlander,
Mycobacterium tuberculosis.
b. Virus: Respiratory Syncytial Virus, Virus Infuinza, Adenovirus.
c. Jamur: Hitoplasma Capsulatum, Cryptococus Neuroformans, Blastornyces
Dermatitides
d. Aspirasi: Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,benda
asing
e. Pneumonia Hipostatik
f. Sindrom Loeffler
3. Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia:
a. Usia 2 bulan – 5 tahun
1) Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
2) Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia
2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5
tahun 40 x/menit atau lebih.
3) Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat
disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah
dan tanpa adanya nafas cepat.
b. Usia 0 – 2 bulan
1) Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
2) Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
dan tidak ada nafas cepat.
3)
D. Patofisiologi
Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi karena
eksudat yang mengisi elveoli dan brokiolus. Saat saluran nafas bagian bawah
terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan jalan obstruksi nafas
(Terry & Sharon, 2013).

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti


menghirup bibit penyakit di udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan
normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung, atau
terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia disaluran napas. Bila
suatu partikel dapat mencapai paruparu , partikel tersebut akan berhadapan dengan
makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan humoral.

Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan
dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi
maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi
penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar.
Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik
mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi
terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah
menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left
shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja
jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia
(Nugroho.T, 2021).
E. Pathways
PNEUMONIA Intoleransi
Aktivitas

Bakteri, jamur, dan virus


Suplai O2

Terhirup
Compliance paru

Masuk ke alveoli

Proses peradangan Pola Nafas


Tidak Efektif

Suhu tubuh Infeksi Cairan Eksudat masuk


kedalam alveoli Difusi

Berkeringat, nafsu makan Kerja sel goblet Sputum Gangguan


Hipertermia Produksi sputum
& minum Tertelan ke Pertukaran
lambung Gas

Cairan menekan
Resiko Hipovolemia syaraf frenikus
Konsolidasi cairan Konsolidasi
sputum di jalan nafas cairan sputum
di lambung

Nyeri Akut
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif Asam Mual & Defisit
lambung muntah Nutrisi

Bagan 2.1 Phatway Pneumonia

(Sumber: (Mansjoer & Suriadi dan rita Y, 2006) dan (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)).


F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada pneumonia adalah demam atau panas
tinggi disertai batuk berdahak yang produktif, napas cepat (frekuensi nafas >50
kali/menit), selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau atau sesak,
sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang (Rikesdas, 2013). Pneumonia
bacterial (pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggil, demam yang
timbul dengan cepat (39,5o sampai 40,5o), dan nyeri dada yang tersa ditusuk-
tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea
sangat jelas disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan
penggunaan otot-otot aksesori pernapasan. Pneumonia atipikal beragam dalam
gejalanya, tergantung pada organism penyebab.

Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongestinasal, sakit


tenggorokan), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol
adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis mialgia, ruam, dan
faringitis. Nadi cepat dan berkesenambungan. Nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk kenaikan satu derajat celcius. Pada banyak kasus pneumonia, pipi
berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku
sianotik. Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau
pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang
menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadaporganisme yang sebelumnya
tidak dianggap pathogen serius.

Tanda-tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009) meliputi hal-
hal sebagai berikut :
1. Batuk.
2. Dispnea.
3. Takipea.
4. Pucat, tampilan kehitaman, atau sianosis (biasanya tanda lanjut).
5. Melemah atau kehilangan suara nafas.
6. Retaksi dinding thorak : interkostal, substernal, diafragma, atau Nafas cuping
hidung.
7. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi
didekatnya).
8. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih kecil).
9. Anak-anak yang lebih besar tidak Nampak sakit.
10. Demam
11. Sakit kepala sesak nafas.
12. Menggigil.
13. Berkeringat.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus pneumonia menurut Mutaqin (2018), antara lain:
1. Manajemen Umum
a. Humidifikasi: humidifier atau nebulizer jika sekret yang kental dan
berlebihan.
b. Oksigenasi: jika pasien memiliki PaO2 <60 mmHg.
c. Fisioterapi: berperan dalam mempercepat resolusi pneumonenia pasti; pasien
harus didorong setidaknya untuk batuk dan bernafas dalam untuk
memaksimalkan kemampuan ventilator.
d. Hidrasi: Pemantauan asupan dan keluaran; cairan tambahan untuk
mempertahankan hidrasi dan mencairkan sekresi.
2. Operasi
Thoracentesis dengan tabung penyisipan dada: mungkin diperlukan jika masalah
sekunder seperti empiema terjadi.
3. Terapi Obat
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya: Penicillin G
untuk infeksi pneumonia staphylococcus, amantadine, rimantadine untuk infeksi
pneumonia virus. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin untuk infeksi
pneumonia.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mutaqin (2018), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada orang
dengan masalah pneumonia adalah:
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat
juga menyatakan abses.
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil


pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada (IDAI,
2019). Berikut untuk pemeriksaan penunjang pada pneumonia :
1. Pemeriksaan Radiologi.
Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrate sampai
konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambar kaviti. Gambar adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar
yang memastikan diagnosis (IDAI, 2019). Foto thoraks saja tidak dapat secara
khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkanoleh Steptococcus pneumonia, pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrate bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi
pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

2. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etilogi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati, analisis
gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.

I. Komplikasi
1. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi.
2. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli
paru dan infark miokard akut.
3. ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom).
Komplikasi lanjut berupa :
1. Pneumonia nosokomial.
2. Sepsis.
3. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan.
4. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis).
5. Abses paru.
6. Efusi pleura.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pneumonia (Brunner & Suddarth, 2019)
antara lain :
1. Hipotensi dan syok.
2. Gagal pernafasan.
3. Atelektasis.
4. Efusi plural.
5. Delirium.
6. Superinfek.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas Klien.
- Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat. Pada
kasus pneumonia banyak terjadi pada :
- Jenis kelamin : Paling banyak menderita pneumonia yaitu laki- laki tapi tidak
menutup kemungkinan perempuan.
- Umur : Usia yang paling rentang terkena pneumonia yaitu usia tua (lanjut
usia) dan anak-anak.
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan bernafas,
nyeri dada dan kaitan nyeri dengan pernapasan: batuk, produktif atau tidak
produktif, warna, konsistensi sputum,: gejala lain: kesakitan pernapasan atas
saat ini atau kesakitan akut lain; penyakit kronik seperti DM, PPOK, atau
penyakit jantung; medikasi saat ini; alergi obat. (LeMone atal, 2016).
b. Riwayat Kesehatan Dahulu.
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau
memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohman & Walid, 2009).
c. Riwayat Kesehatan keluarga.
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam satu keluarga,penyakit
yang menular akibat kontak langsung antara anggota keluarga (Rohman &
Walid, 2019).
3) Pemeriksaan fisik :
Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital, antara lain suhu;
warna aksesorius, pernapasan; suara paru. (LeMone. atal, 2016). Pemeriksaan
fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala Sampai ujung kaki
dapat lebih mudah. Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu dibekali
kemampuan dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional.
Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi:
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin, 2016)
a. Penampilan umum
Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk
pemeriksaan.
b. Kesadaran
Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif dan
kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu
composmentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan
memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis
yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya,
samnolen yaitu mengalami kesadaran yang lebih rendah dengan
ditandai tampak mengantuk bahwa untuk, sopor mempunyai arti bahwa
klien memberikan respon dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil
terhadap cahaya tidak ada. sedangkan penilaian kesadaran terhadap
kuantitatif dapat diukur melalui penilaian (GCS) Glasgow Coma
Scale dengan aspek membuka mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5 dan
respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz alimul, 2009).
c. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin dilakukan
dalam berbagai kondisi klien. Pengukuran yang paling sering dilakukan
adalah pengukuran suhu, dan frekuensi pernafasan (Mutaqqin, 2010).
Pada pasien pneumonia biasanya mengalami demam suhu diatas 37 0c,
pernapasan cepat (Tachypnea).
1. Kepala
1) Rambut
Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak
ada, pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam,
kekuatan rambut: mudah dicabu atau tidak, dan tidak ada
pembengkakan atau tidak ada nyeri tekan.
2) Mata
Kebersihan mata: mata tanpak bersih, gangguan pada mata: mata
berfungsi dengan baik, pemeriksaan konjungtiva: anemis atau
ananemis, sclera biasanya putih, pupil: isokor atau anisokor
dan kesimetrisan mata: mata simetris kiri dan kanan dan
ada atau tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata.
3) Telinga
Fungsi pendengaran: biasanya berfungsi dengan baik, bentuk
telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan telinga.
4) Hidung
Kesimetrisan hidung: biasnya simetris, kebersihan hidung, nyeri
sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot
bantu pernapasan.
5) Mulut dan Gigi
Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum
saat batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum,
kelengkapan gigi, dan kebersihan gigi.
6) Leher.
Biasanya simetris kiri dan kanan, gerakan leher; terbatas atau
tidak, ada atau tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau
tidaknya pembesaran vena juguralis dan kelenjer getah
bening.
7) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi
napas cepat (tachipnea), irama, kedalamannya
pernapasan cuping hidung,
Palpasi : Adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar
kiri dan kanan.
Auskultasi : Suara napas ronchi (nada rendah dan sangat
kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi).
Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan
yang lebih padat atau konsolidasi paru- paru seperti
pneumonia.
b) Jantung
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, Ictus cordis
tampak atau tidak.
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak ada massa
(pembengkakan) dan ada atau tidaknya nyeri tekan.

Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi


jaringan yang padat seperti pada daerah jantung).

Auskultasi : Terdengan Suara jantung I dan suara jantung II


(terdengar bunyi lub dub lub dub) dalam rentang normal.
b) Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada
atau tidaknya lesi, ada atau tidaknya stretch mark.
Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5- 30 x/
menit).
Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pemberasan hepar.
8) Punggung
Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada terdapat luka pada
punggung.
9) Estremitas
Atas : terpasang infuse, apa ada kelemahan atau tidak pada
ekstremitas atas.
Bawah: ada atau tidaknya gangguna terhadap
ekstremitas bawah seperti : kelemahan.

Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya


dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami
kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga
dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh
selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi
perburukan pada penderita. (Suratun, dkk, 2008). Penilaian
tersebut meliputi :

1) Nilai 0: Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi


pada otot,
2) Nilai 1: Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan
dari tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak
dapat menggerakan sendi,
3) Nilai 2: O tot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi,
4) Nilai 3: Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap
tahanan yang diberikan pemeriksa,
5) Nilai 4: Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai
dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan,
6) Nilai 5: Kekuatan otot normal.
10) Genetalia
Terpasang kateter atau tidak.
11) Integument.
Turgor kulit baik atau tidak, kulit kering.

d. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis
pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan penunjang
diantaranya: pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam
kardiografi, dan lain-lain (Rohman & Walid, 2016).
d. Therapy
Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan
cara pemberian, secara oral, parental dan lain-lain (Rohman
& Walid, 2016).
4) Analisa data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori yang
dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian. Menginter
pretasikan data atau membandingkan dengan standar fisiologis setelah
dianalisa, maka akan didapatkan penyebab terjadinya masalah pada klien (Wong
donna. L, 2019).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di alaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa
keperawatan pada kasus pneumonia berdasarkan pathway, diagnosa yang mungkin
muncul yaitu
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
D.0001
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler D.0003
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas D.0005
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen D.0056

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Intervensi keperawatan pada
kasus pneumonia berdasarkan buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
sebagai berikut:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi tertahan
(D.0001)
Intervensi keperawatan:
Latihan batuk efektif I. 01006
Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi-fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mecucu (dibulatkan) selam 8 detik
- Anjurkan tarik nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


alveolus-kapiler (D.0003)
Intervensi keperawatan:
Pemantauan respirasi (I.01014)
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
- Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Atur interval pemantuan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauaan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas


(D.0005)
Intervensi keperawatan:
Manajemen jalan nafas I.01011

Observasi
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan (misalnya gurgling, mengi, wheezing,
ronki)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontra indikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik. jika
perlu
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
Intervensi keperawatan:
Manajemen nyeri (I.08238)

Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang dapat memperberat rasa nyeri (misalkan
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, priode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
Intervensi keperawatan:
Manajemen energi 1.05178

Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan / atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
- Ajarkan koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah. (2012). Buku Ajar Keperawatan Pneumonia. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Bradiev. (2011). Asuhan Dasar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Djojosubroto. (2011). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.

Herdman & Kamitsuru. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.

Tim Pokja SDKI PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Ed: 1. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat.

Tim Pokja SLKI PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Ed: 1. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai