Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1 Anatomi Saluran Pernafasan (Anne Waugh dan Allison


Grant, 2011)
Menurut Andarmoyo (2012) Anatomi Fisiologi Pernafasan dibagi atas beberapa
bagian, antara lain :
1. Hidung = Naso =Nasal
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang yang disebut
kavum nasi dan dipisahkan oleh sekat hidung yang disebut septum nasi.
Didalamnya terdapat bulu-bulu hidung yang berfungsi untuk menyaring udara,
debu dan kotoran yang masuk didalam lubang hidung.
Fungsi hidung, terdiri dari:
a. Sebagai saluran pernafasan
b. Sebagai penyaring udara yang dialakukan oleh bulu-bulu hidung
c. Menghangatkan udara pernafasan melalui mukosa
d. Membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada dalam selaput
lendir mukosa hidung
2. Tekak = Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan.
Terdapat di bawah dasar tulang tengkorak, dibelakang rongga hidung dan
mulut sebelah dalam ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ
lain; ke atas berhubungan dengan rongga hidung, ke depan berhubungan
dengan rongga mulut, ke bawah depan berhubungan dengan laring, dan ke
bawah belakang berhubungan dengan esophagus.
Rongga tekak dibagi dalam tiga bagian
a. Bagian sebelah atas sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan itsmus fausium disebut dengan
orofaring
c. Bagian bawah sekali dinamakan laringofarin mengelilingi mulut, esofagus,
dan laring yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya
3. Pangkal Tenggorokan (Faring)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara. Laring
(kontak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Pada tenggorokan ini ada
epiglotis yaitu katup kartilago tiroid. Saat menelanm epiglotis secara otomatis
menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.
4. Batang Tenggorokan (Trakea)
Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan
diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus yang
memisahkan trakhea menjadi bronkhus kiri dan kanan. Trakea dilapisi
epitelium fespiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung
banyak sel goblet. Sel-sel bersilia ini berfungsi untuk mengelurkan benda-
benda asing yang masuk bersam-sama dengan udara saat bernafas.
5. Cabang Tenggorokan (Bronkhus)
Merupakan kelanjutan dari trakhea, yang terdiri dari dua bagian bronkhus kana
dan kiri. Bronkus kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus
dibandingkan bronkus primer sehingga memungkinkan objek asing yang
masuk ke dalam trakea akan ditempatkan dalam bronkus kanan. Sedangkan
bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping, bronkus bercabang lagi menjadi
bagian- bagian yang lebih kecil lagi yang disebut bronkhiolus (bronkhioli).
6. Paru-paru
Paru-paru merupan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli).
Pembagian paru-paru
a. Paru kanan: terdiri dari 3 lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media
dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan kecil yang disebut segtment. Paru-paru kanan memiliki
10 segment, 5 buah pada lobus superior, 2 buah pada lobus medialis, dan 3
buah pada lobus inferior.
b. Paru kiri: terdiri atas 2 lobus, lobus pulmo sinistra superior, dan lobus
inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus superior,
dan 5 buah pada lobus inferior.
II. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan
adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli.(Axton &
Fugate, 1993).
Peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi,
disebut pneumonia. (Sylvia)
Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan
pengisian cairan di dalam alveoli.Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya
invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan
saluran.Trakhabrnkialis, adalah beberapa keadaan yang mengganggu
mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran
menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain.Dengan
demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran
pernapasan.( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997)
B. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1. Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
staphylococcus aureus, streptococus, aeruginosa, legionella,
hemophillus, influenza, eneterobacter. Bakteri-bakteri tersebut
berada pada kerongkongan manusia sehat, setelah system pertahanan
menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri tersebut segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan.

2. Virus penyebab pneumonia diantaranya yaitu virus influenza,


adenovirus,chicken-pox (cacar air). Meskipun virus-virus ini
menyerang saluran pernafasan bagian atas, tetapi gangguan ini dapat
memicu pneumonia, terutama pada anak-anak.

3. Organism mirip bakteri yaituMicoplasma pneumonia. Pneumonia


jenis ini berbeda dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu
pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum
ditemukan ini sering disebut pneumonia yang tidak tipikal.
Mikoplasma ini menyerang segala jenis usia.
4. Jamur penyebab pneumonia yaitu candida albicans
C. Manifestasi Klinis
1. Menggigil, demam
2. Nyeri dada

3. Takipnea

4. Bibir dan kuku sianosis

5. Sesak nafas

6. Batuk

7. Kelelahan
D. Patofisiologi
1. Narasi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel
infektif seperti menghirup bibit penyakit di uadara.Ada beberapa
mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari
infeksi.Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan
dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu
partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan
dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik,
dan humoral.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons
inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag.
Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas
pada foto toraks.Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan
inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial.Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel
ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
2. Pathway Micoplasma
virus Bakteri (mirip bakteri) jamur

Masuk sasaluran
pernafasan

Paru-paru

Bronkus & alveoli


Reseptor peradangan

Mengganggu krj
makrofag hipothalamus

Hipertermi
Resiko penyebaran infeksi infeksi
Kringat
berlebih

Reseptor nyeri: Peradangan/ inflamasi Risti kekurangan


cairan &elektrolit
 Histamine
 Prostaglandin odema produksi skreet Difusi gas antara O2 &
mngkat CO2 di alveoli terganggu
 bradikinin

Nyeri dispnea batuk Kapasitas transportasi


O2 menurun

kelelahan Gangguan pola


napas Gangguan pertukaran
gas
Nadi lemah
Bersihan jln napas tdk
efektif Pnekanan diafragma

Pe tekanan Intra
abdomen

Anureksia Saraf pusat

Nutrisi berkurang

Peningkatan Risti terhadap


E. Komplikasi Metabolisme gangguan nutrisi
1. Efusi pleura

2. Hipoksemia

3. Pneumonia kronik

4. Bronkaltasis

5. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru


yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps).

6. Komplikasi sistemik (meningitis)


F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses)

2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat


mengidentifikasi semua organisme yang ada.

3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis


organisme khusus.

4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas


berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.

5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis

6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi


7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan umum pasien-pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotik yang efektif terhadap organisme tertentu, terapi O2 untuk
menanggulangi hipoksemia.
Beberapa contoh pemberian antibiotic seperti :
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.

III. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
1. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
tanggal masuk sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul adalah dispnea (sampai bisa berhari-hari atau
berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak
paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit turunan, tetapi pada
beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
5. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak
posterior, klien pada posisi duduk
2) Dada diobservasi
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya,
skar, lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis,
skoliosis, dan lordosis
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada.
6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada
jalan napas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation (CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases
(COPD)
8) Kelainan pada bentuk dada
9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit
pada paru atau pleura
10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi,
yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit,
dan mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara (Nuraruf & Kusuma, 2015)
c. Perkusi
Suara perkusi normal :
1) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada
jaringan paru normal.
2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara
4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015)
b. Auskultasi
1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal).
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan
crackles.(Nuraruf & Kusuma, 2015)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, ditandai dengan dipsnea dan adanya secret.
2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan kapasitas pembawa oksigen darah
ditandai dengan sianosis.
3. Gangguan pola napas b.d peradangan ditandai dengan dispnea
C. Intervensi Keperawatan
NO
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
DX
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Manajemen Jalan Napas
3x24 jam, klien dapat mencapai bersihan jalan 1) Buka jalan napas pasien 1. Ventilasi maksimal
napas yang efektif, dengan kriteria hasil: 2) Posisikan pasien untuk membuka area atelectasis.
memaksimalkan 2. Posisi membantu
ventilasi. memaksimalkan ekspansi paru
Respiratory Status: Airway patency 3) Identifikasi Pasien dan menurunkan upaya
N Awa Tujuan untuk perlunya pernafasan.
Indikator
o l 1 2 3 4 5 pemasangan alat jalan 3. Mencegah
1. Pengeluaran 2 √ napas buatan obstruksi/aspirasi.
sputum pada jalan 4) Keluarkan secret 4. Penurunan bunyi nafas
napas dengan suction dapat menunjukan atelektasis.
2. Irama napas sesuai 2 √ 5) Auskultasi suara napas, Ronki menunjukan akumulasi
yang diharapkan catat bila ada suara secret/ketidakmampuan untuk
3. Frekuensi 2 √ napas tambahan membersihkan jalan nafas
pernapasan sesuai 6) Monitor rata-rata yang dapat menimbulkan
yang diharapkan respirasi setiap penggunaan otot aksesoris
pergantian shift dan pernafasan dan peningkatan
Keterangan: setelah dilakuakan kerja pernafasan.
1. Keluhan ekstrim tidakan suction
2. Keluhan berat b. Suksion Jalan Napas 1. Mencegah
3. Keluhan sedang 1) Auskultasi jalan napas obstruksi/aspirasi. Penghisapan
4. Keluhan ringan sebelum dan sesudah dapat diperlukan bila pasien
5. Tidak ada keluhan suction tidak mampu mengeluarkan
2) Informasikan keluarga secret.
tentang prosedur 2. Penurunan bunyi nafas dapat
suction menunjukan atelektasis.
3) Berikan O2 dengan 3.Ventilasi maksimal
menggunakan nasal membuka area atelektasis dan
untuk memfasilitasi meningkatkan gerakan secret
suksion nasotrakheal kedalam jalan nafas besar
4) Hentikan suksion dan untuk dikeluarkan.
berikan oksigen bila 4.Mencegah pengeringan
Pasien menunjukkan mukosa, membantu
bradikardi peningkatan pengenceran sekret
saturasi oksigen
5) Atur intake untuk 6. Pemasukan tinggi cairan
cairan mengoptimalkan membantu untuk
keseimbangan. mengencerkan sekret,
6) Jelaskan pada pasien membuatnya mudah
dan keluarga tentang dikeluarkan.
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.

2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Manajemen Jalan Napas Airway management
3x24 jam, klien dapat mencapai napas efektif, 1) Buka jalan napas 1) Pengkajian merupakan
dengan kriteria hasil: Pasien dasar dan data dasar
2) Posisikan Pasien untuk berkelanjutan untuk memantau
memaksimalkan perubahan dan mengevaluasi
Respiratory Status: Ventilation ventilasi. intervensi.
N Awa Tujuan 3) Identifikasi Pasien 2) Memposisikan pasien
Indikator
o l 1 2 3 4 5 untuk perlunya semi fowler supaya dapat
1. Auskultasi suara 2 √ pemasangan alat jalan bernafas optimal.
napas sesuai napas buatan 3) Deteksi terhadap
2. Bernapas mudah 2 √ 4) Keluarkan secret pertukaran gas dan bunyi
dengan suction tambahan serta kesulitan
5) Auskultasi suara napas, bernafas (ada tidaknya
3. Tidak didapatkan 2 √ catat bila ada suara dispneu) untuk memonitor
penggunaan otot napas tambahan intervensi.
tambahan 6) Monitor penggunaan 4) Dapat
otot bantu pernapasan memperbaiki/mencegah
Vital sign Status 7) Monitor rata-rata memburuknya hipoksia
N Awa Tujuan respirasi setiap 5) Memberikan rasa
Indikator pergantian shift dan nyamandan mempermudah
o l 1 2 3 4 5
1. Tanda Tanda vital 2 √ setelah dilakuakan pernapasan
dalam rentang tidakan suction 6) Deteksi status respirasi
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan) Vital sign monitoring
Keterangan: 1) Manifestasi distres
pernapasan tergantung
1. Keluhan ekstrim Vital sign monitoring pada/indikasi derajat
2. Keluhan berat 1) Observasi adanya tanda keterlibatan paru dan status
3. Keluhan sedang tanda hipoventilasi kesehatan umum
4. Keluhan ringan
2) Monitor adanya 2) Takikardia biasanya
5. Tidak ada keluhan
kecemasan pasien ada sebagai akibat
terhadap oksigenasi demam/dehidrasi tetapi dapat
sebagai respons terhadap
3) Monitor vital sign
hipoksemia
4) Informasikan pada 3) Selama periode waktu
pasien dan keluarga ini, potensial komplikasi fatal
tentang tehnik relaksasi (hipotensi/syok) dapat terjadi.
untuk memperbaiki 4) Perubahan frekuensi
pola nafas. jantung atau TD menunjukkan
5) Ajarkan bagaimana bahwa pasien mengalami
pasien mengalami nyeri,
batuk efektif
khusunya bila alasan lain untuk
6) Monitor pola nafas
perubahan tanda vital telah
terlihat.
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam Gangguan pertukaran gas pasien teratasi 1) Posisikan pasien untuk 1. Ventilasi maksimal
dengan kriteria hasil: memaksimalkan
Respiratory Status : Gas exchange membuka area atelectasis.
ventilasi
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
2) Pasang mayo bila perlu 2. Posisi membantu
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status 3) Lakukan fisioterapi memaksimalkan ekspansi paru
dada jika perlu
dan menurunkan upaya
N Awa Tujuan 4) Keluarkan sekret
Indikator
o l 1 2 3 4 5 dengan batuk atau pernafasan.
1. Mendemonstrasika 2 √ suction 3.Mencegah obstruksi/aspirasi.
n peningkatan 5) Auskultasi suara nafas,
ventilasi dan 4. Penurunan bunyi nafas dapat
catat adanya suara
oksigenasi yang menunjukan atelektasis. Ronki
adekuat tambahan
2. Memelihara 2 √ 6) Atur intake untuk menunjukan akumulasi
kebersihan paru cairan mengoptimalkan secret/ketidakmampuan untuk
paru dan bebas keseimbangan.
dari tanda tanda 7) Monitor respirasi dan membersihkan jalan nafas
distress pernafasan status O2 yang dapat menimbulkan
8) Catat pergerakan penggunaan otot aksesoris
dada,amati
pernafasan dan peningkatan
kesimetrisan,
penggunaan otot kerja pernafasan.
tambahan, retraksi otot 5. Pemasukan cairan yang
supraclavicular dan
banyak membantu
intercostal
3. Mendemonstrasika 2 √ 9) Monitor suara nafas, mengencerkan sekret,
n batuk efektif dan seperti dengkur membuatnya mudah
suara nafas yang 10) Monitor pola nafas :
bersih, tidak ada dikeluarkan.
bradipena, takipenia,
sianosis dan
kussmaul,
dyspneu (mampu
mengeluarkan hiperventilasi, cheyne
sputum, mampu stokes, biot
bernafas dengan 11) Auskultasi suara nafas,
mudah, tidak ada catat area penurunan /
pursed lips) tidak adanya ventilasi
4. AGD dalam batas 2 √ dan suara tambahan
normal
12) Monitor TTV, AGD,
5. Status neurologis 2 √
dalam batas elektrolit dan ststus
normal mental
Keterangan: 13) Observasi sianosis
1. Keluhan ekstrim khususnya membran
2. Keluhan berat mukosa
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter &
Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
(Dinarti & Muryanti, 2017)
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012)
Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :
1. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data
keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
2. Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini
adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan
respon pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan
pertemuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan
keperawatan, yaitu :
1. Tujuan tercapai/masalah teratasi
2. Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3. Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Clark Varnell Margaret. (2013). Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta : EGC
Diagnosa Keperawatan : Definisi Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC
Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan
penerapan diagnosa Nanda, Nic, Noc. Yokyakarta : Mediaction Jogja.
Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.
Yogyakarta : Bursa Ilmu
Infodatin. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659.
Nelson. (2013). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol.1. Jakarta : EGC NIC
(2016)Nursing Interventions Classification. Edisi keenam.
Ngastiyah. (2013).Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC. NOC, 2016. Nursing
Outcomes Classification. Edisi kelima.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep & Praktik.Jakarta :
Salemba Medika
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta :Nusa Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. (2013). fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Buku Kuliah :Ilmu Kesehatan Anak.

Anda mungkin juga menyukai