Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Asuhan Keperawatan dengan Persalinan Buatan

(Induksi,Persalinan dengan Ekstraksi forcep-vacum,dan Sectio


Caesaria)

Disusun Oleh :

1. Bella Dinita Rusmandani

2. Dewi Zakiyah

Prodi : S1 Keperawatan

Dosen Pembimbing :

Ns. Shelfi Dwi Retnani,M.Kep

S1 KEPERAWATAN STIKES BAHRUL ULUM

TAMBAK-BERAS JOMBANG

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan rahmat-Nya lah
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan dengan Persalinan
Buatan(Induksi,persalinan dengan ekstraksi forcep-vacum,dan Sectio caesari)”
dapat diselesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas. Adapun
makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu kajian yang lebih dalam lagi.
Penyusun membuka diri jika ada saran dan kritik yang ditujukan pada tulisan
ini.

Jombang,september 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover
Kata pengantar............................................................................................................2
Daftar isi.......................................................................................................................3
BAB I : Pendahuluan..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 Tujuan................................................................................................................
BAB II :Tinjauan Pustaka..........................................................................................6
2.1 Pengertian Induksi Persalinan...........................................................................
2.2 Persalinan dengan ekstraksi forcep-vacum........................................................
2.3 Persalinan dengan sectio caesaria......................................................................
2.4 Adaptasi fisio/psiko...........................................................................................
2.5 Proses keperawatan pada persalinan sectio caesaria.........................................
BAB III : Penutup.....................................................................................................21
3.1 Kesimpulan........................................................................................................

3
BAB I

1.1 Latar Belakang

Seorang ibu hamil pasti menginginkan persalinan berjalan dengan lancar dan
normal.Namun, ada kalanya persalinan normal yang diharapkan terjadi karena
salah satunya dibantu oleh tindakan induksi, persalinan dengan ekstrasi forcep-
vacum, dan sectio caesaria.
World Health Organization (WHO) menetapkan standarrata-rata sectio
caesarea di sebuah negara adalahsekitar 5-15% per 1000 kelahiran di 2 dunia.
Sedangkan menurut RISKESDAS tahun 2012 tingkat persalian sectio caesarea di
Indonesia sudah melewati batas maksimal standar WHO dan peningkatan ini
merupakan masalah kesehatan masyarakat (public health). Tingkat persalinan
sectio caesarea di Indonesia 15,3% sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan pada
kurun waktu 5 tahun terakhir disurvey dari 33 provinsi. Gambaran adanya faktor
risiko ibu saat melahirkan atau di operasi caesarea adalah 13,4 % karena ketuban
pecah dini, 5,49% karena Preeklampsia, 5,14% karena Perdarahan, 4,40%
Kelainan letak Janin, 4,25% karena jalan lahir tertutup, 2,3% karena ruptur
uterus (RISKESDAS, 2012). Jumlah persalinan sectio caesarea di Indonesia,
terutama di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25% dari total jumlah
persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya lebih tinggi yaitu sekitar
30-80% dari total jumlah persalinan.
Adanya trend peningkatan tindakansectio caesarea (SC) di sejumlah rumah
sakit, baik di RS swasta maupun RS pemerintah, padahal risiko klinis terhadap
ibu yang melahirkan melalui operasi SC lebih besar dibandingkan dengan risiko
persalinan normal (pervaginam). Risiko psikolo-gis juga tidak dapat dihindarkan
karena rasa sakit pasca operasi caesarea yang lebih lama serta adan-ya risiko
pada bayi. Risiko akibat pasca SC yang merugikan ini perlu dikaji lebih jauh dari
segi etika kesehatan, mulai dari proses pengambilan keputusan dokter dalam
melakukan operasi sectio caesarea

1.2 Rumusan masalah

4
Bagaimana asuhan keperawatan pada persalinan buatan terutama pada Sectio
Caesarea.
1.3 Tujuan
1.3.1 tujuan umum
Untuk Mengetahui dan Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan
Keperawatan Persalinan Buatan terutama pada persalinan Sectio Caesarea.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 untuk mengetahui definisi dan teori dari persalinan buatan
1.3.2.2 untuk mengetahui etiologi dari persalinan buatan
1.3.2.3 untuk mengetahui patofisiologi dari persalinan buatan
1.3.2.4 untuk mengetahui adaptasi fisiologi dan psikologi persalinan buatan
1.3.2.5 untuk mengetahui proses asuhan keperawatan pada persalinan sectio
caesarea

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Induksi Persalinan


Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk memulai
terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi persalinan adalah
meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.
(Saifuddin, 2002).
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. (Sinclair, 2010)
a. Etiologi
Induksi Persalinan dilakukan disebabkan kehamilannya sudah memasuki tanggal
perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan(kehamilan lewat waktu).
dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu,belum juga terjadi persalinan.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampa
kematian dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi
plasenta dapat mengakibatkan :
1) Pertumbuhan janin makin melambat
2) Terjadi perubahan metabolisme janin
3) Air ketuban berkurang dan makin kental
4) Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali
dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering
menyertai seperti: letak defleksi,posisi oksiput posterior,distosia, bahu dan
perdarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan
perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan
well health mother dapat tercapai.
Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu,misalnya si ibu
terkena infeksi serius,atau menderita diabetes. Wanita diabetik yang hamil
memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung

6
berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa
kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi:
a) Aborsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang burukpada saat
konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan.
b) Hipertensi akibat kehamilan, mengakibatkan terjadinya preeklamasi dan
eklamasi.preeklamasi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 pada wanita yang memiliki tekanan darah
normal.
c) Infeksi,terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius, infeksi ini bersifat
serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan
ketoasidosis.ketoasidosis sering pada trimester dua dan tiga,yakni saat efek
dibetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistensi insulin
mningkat. Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian
bayi,mengakibatkan cacat bawaan. Ukuran janin terlalu kecil,bila dibiarkan
terlalu lama dalam kandungan diduga akan berisiko/mebahayakan hidup
janin/kematian janin.membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal
persalinan(ketuban pecah dini). ketika selaput ketuban pecah, microorganisme
dari vagina dapat masuk kedalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir
vagina sering diperiksa(setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi
setelah ketuban ruptur.
d) Mempunyai riwayat hipertensi. Gangguan hipertensi pada awal kehamilan
mengacu berbagai keadaan,dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal
disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin.
b. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya
penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes,
progesteron,peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin
sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap ransangan. Pada kehamilan lewat
waktu terjadi sebaliknya,otot rahim tida sensitif terhadap rangsangan,karena
tegangan psikologis atau kelanan pada rahim. Kehawatiran dalam menghadapi
kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan
perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan

7
kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya
penurunan kadar estriol dan plasenta laktogen.
c. Indikasi Induksi Persalinan
Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya atau
kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan
mungkin diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang
potensialberbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena
kelanjutan kehamilan membahayakan ibu. (Llewellyn, 2002).
Adapun indikasi induksi persalinan yaitu ketuban pecah dini, kehamilan
lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, preeklampsi berat, hipertensi
akibat kehamilan, intrauterine fetal death (IUFD) dan pertumbuhan janin
terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, perdarahan antepartum, dan umbilical
abnormal arteri doppler.(Oxford, 2013).
d. Kontra indikasi
Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra indikasi untuk
menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Diantaranya yaitu: disproporsi
sefalopelvik (CPD), plasenta previa, gamelli, polihidramnion, riwayat sectio
caesar klasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat janin, vasa previa,
hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif. (Cunningham, 2013 &
Winkjosastro, 2002).
e. Komplikasi atau Risiko Melakukan Induksi Persalinan
Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan
maupun setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain: atonia
uteri, hiperstimulasi, fetal distress, prolaps tali pusat, rupture uteri, solusio
plasenta, hiperbilirubinemia, hiponatremia, infeksi intra uterin, perdarahan post
partum, kelelahan ibu dan krisis emosional, serta dapat meningkatkan pelahiran
caesar pada induksi elektif. (Cunningham, 2013 & Winkjosastro, 2002).
f. Resiko melakukan Induksi
1) Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus
dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu
merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi
dihentikan dan dilakukan operasi caesar.

8
2) Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami
gawat janin(stress pada bayi). itu sebabnya selama proses induksi
berlangsung,penolong harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu
beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan.
3) Dapat meobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya pernah dioperasi caesar,lalu menginginkan kelahiran normal.
4) Emboli. Meski kemungkinanya sangat kecil sekali namun tetap harus
diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk kepembuluh
darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi,dapat merenggut
nyawa ibu .
g. Penatalaksanaan Medis
1) Metode steinsche
Merupakan metode lama,tetapi masih perlu diketahui,yaitu:
(a) Penderita diharapkan tenang pada malam harinya
(b) Pada pagi harinya diberikan enema dengan castel oil atau sabun panas.
(c) Diberikan pil kinine sebesar 0,002 gr, setiap jam sampai mencapai dosis
1,200 gr
(d) Satu jam setelah pemberian kinine pertama, disuntikkan oksitosin 0,2
unit/jam,sampai tercapai his yang adekuat.
2) Oksitosin
Adalah obat yang meransang kontraksi utrus,banyak obat memperlihatkan
efek oksitosin,tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup selectif dan dapat
berguna dalam praktik kebidanan. (sulistia-1995)
Bersama dengan faktor-faktor lainnya,oksitosin memainkan peranan
penting dalam persalinan dan ejeksi ASI
Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan:
(a) Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung
pada otot polos maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin
(b) Kontraksi pembuluh darah umbilicus
(c) Kontriksi sel-sel mioepitel(reflek ejeksi ASI)
Oksitosin bekerja pada reseptor hormon anti deuretik(ADH) untuk
menyebabkan :

9
(1) Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah(khususnya
diatolik)karena terjadiinya fasodilatasi.
(2) Resenti air
(3) Persalinan

2.2 Definisi Persalinan dengan ektraksi forcep-vacum


Forcep adalah tindakan obstetric yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat
cunam. (Abdul Bari, 2000) Ekstraksi Forcep adalah suatu persalinan buatan,
janin dilahirkan dengan cunam yang dipasang dikepalanya. Cunam yang umum
dipakai adalah cunam Niagle, sedang pada kepala yang menyusul dipakai cunam
piper dengan lengkung panggul agak datar dan tangkai yang panjang,
melengkung keatas dan terbuka. (Bobak, 2004 :798)
a. Jenis-jenis persalinan Estraksi forcep
Bentuk persalinan forsep dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1) Forcep rendah (low forcep) Forcep yang digunakan telah dipasang pada kepala
janin yang berada sekurang-kurangnya pada Hodge III.
2) Forcep tengah (midforcep) Pemasangan forcep pada saat kepala janin sudah
masuk dan menancap di panggul pada posisi antara Hodge II dan Hodge III.
3) Forcep tinggi Dilakukan pada kedudukan kepala diantara Hodge I atau Hodge
II, artinya ukuran terbesar kepala belum melewati pintu atas panggul dengan
perkataan lain kepala masih dapat digoyang. Forsep tinggi saat ini sudah diganti
dengan Sectio Cesarea.
b. Etiologi
1) Kelelahan pada ibu : terkurasnya tenaga ibu pada saat melahirkan karena
kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
2) Partus tak maju : His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kematian (Prawirohardjo, 2005).
3) Gawat janin : Denyut Jantung Janin Abnormal ditandai dengan: Denyut
Jantung Janin irreguler dalam persalinan sangat bereaksi dan dapat kembali

10
beberapa waktu. Bila Denyut Jantung Janin tidak kembali normal setelah
kontraksi, hal ini mengakibatkan adanya hipoksia.
4) Bradikardia yang terjadi di luar saat kontraksi atau tidak menghilang setelah
kontraksi.
5) Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya demam pada ibu
(Prawirohardjo, 2005).
c. Patofisiologi

Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan
ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan,
keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan
sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior
atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara
normal.

Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi


vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan terjadinya
laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada
kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial. ( Endang, 2017)

d. Indikasi
1) Partus tidak maju dengan anak hidup
2) Kala II lama dengan presentasi kepala belakang
e. Kontra indikasi
1) Ruptur uteri membakat, ibu tidak boleh mengejan, panggul sempit.
2) Bukan presentasi belakang kepala, presentasi muka atau dahi
3) Kepala belum masuk pintu atas panggul
4) Pembukaan serviks tidak lengkap
5) Bukti klinik adanya CPD
6) Tidak kooperatif

2.3 Definisi sectio caesaria


Seksio Caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi trans abdomen pada
uterus. (Bobak,Ledwig,Jensen, 2005, hal 801)

11
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)
a. Etiologi
Menurut Nuratif dan Hardhi(2013),etiologi sectio caesaria ada dua yaitu:
1) Etiologi yang berasal dari janin, yaitu fetal distress/ gawat janin,mal presentasi
dan mal posisi kedudukan janin,prolapsus tali pusat dengan pembukaan
kecil,kegagalan persalinan vacum atau forceps ektraksi.
2) Etiologi yang berasal dari ibu,yaitu primigravida dengan kelainan
letak,primipara tua disertai kelanan letak ada,disporposi cefalo pelvie(disporposi
janin atau panggu),ada sejarah kelahiran dan persalinan yang buruk,terdapat
kesempitan panggul,solution plasenta tingkat 1-11,terdapat kesempitan
panggul,lacenta previa terutama pada primigravida,komplikasi keamilan yaitu
preeklamsi-eklamsia,atas permintaan,kehamilan yang disertai penyakit,dan
gangguan perjalanan persalinan.
b. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang


menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi, chepalo
pelvic, repture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre eklampsia,
distosia serviks, dan mal presentasi janin. Kondisis tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Secio Caesaria (SC).
Dalam proses operasinya di lakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pmbedahan penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansitas pada pasien. Slain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding

12
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan pembuluh
darah dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
( nyeri akut ). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan di tutup
dan menimbulkan luka post up, yang bila tidak di rawat dengan baik akan
menimbulkan masalah infeksi resiko.
c. Penatalaksanaan Medis
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC menurut (Prawirohardjo,
2007) diantaranya:
1) Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat,Ketorolak, Tramadol.
2.) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun
pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapatdipersoalkan, namun
pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.

2.4 Adaptasi Fisiologi dan Psikologi


a. Perubahan fisiologis masa nifas
Menurut Prawirohardjo (2006) selama masa nifas ibu akan mengalami beberapa
perubahan pada tubuhnya, antara lain :
1) Retrogresif
Yaitu perubahan sistem reproduksi (involui/ pulihnya kembali kembali alat
kandungan ke keadaan sebelum hamil) dan sistemik.
2) Uterus
Pada kala tiga TFU setinggu umbilikus dan beratnya 1000 gram. Selama 7–10
hari pertama mengalami involusi dengan cepat. Post natal 12 hari sudah tidak
dapat diraba melalui abdomen, selama 6 minggu ukuran seperti sebelum hamil
setinggi 8 cm dengan berat 50 gram.
Involusi disebabkan oleh :
(a)Kontraki dan retaksi serabut otot uterus yang terus –menerus sehingga
terjadi kompresi pembuluh darah yang menyebabkan anemia setempat
dan akhirnya menjadi iskemia,

13
(b)Otolisis
Sitoplasma yang berlebihan akan dicerna sendiri sehingga tinggal
jaringan fibroelastik.
(c)Atrofi
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen kemudian
mengalami atrofi akibat penghentian produksi estrogen.
3) Lochea
Yaitu darah dan jaringan desidua yang keluarnya dari dalam uterus.
4) Servik
Setelah persalinan ostrium eksterna dapat dimasuki 2-3 jari tangan, setelah 6
minggu serviks menutup.
5) Vulva dan Vagina
Beberapa hari setelah persalinan vulva dan vagina dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu akan kembali dlam keadaan tidak hamil.
6) Perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendor karena terenggang oleh
tekanan kepada tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-6,
sudah kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari
pada keadaan sebelum melahirkan.
7) Payudara
Menjadi lebih besar, lebih kencang, nyeri tekan sebagai reaksi terhadap
perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
8) Traktus Urinarius
Buang air kecil sulit selama 24 jam pertama. Urin dalam jumlah banyak
dihasilkan dalam waktu 12-36 jam post partum. Ureter akan kembali normal
dalam waktu 6 minggu.
9) Sistem Gastrointestinal
Konstipasi umumnya umumnya terjadi selama periode pasca partum awal
karena penurunan tonus otot, rasa tidak nyaman pada perineum atau luka
bekas jahitan, dan kecemasan. Pada ibu yang habis melahirkan cepat merasa
lapar dan mentolenransi dengan diit yang ringan. Kebanyakan ibu –ibu
merasa lapar setelah pulih penuh dari analgetik, anastesi dan kelelahan
meminta makanan dengan porsi dobel dan mengemil adalah umum.

14
10) Sistem Kardiovaskuler
Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa fakta variable untuk
contoh, kehilangan darah secara persalinan.
11) Hormonal
(a) Prolaktin : diproduksi hipofise anterior untuk memproduksi ASI,
meningkat saat puting dirangsang oleh penghisapan bayi, menyebabkan
amenorea.
(b) Oksitosin : merangsang kontraksi myoepitel sehingga terjadi ejeksi dan
ASI keluar, menyebabkan kontraksi uterus yang membantu involusi
dan mencegah perdarahan post partum.
12) Laktasi
Laktasi dapat diartikan pembentukan dan pengeuaran air susu ibu. Laktasi
terjadi pada organ payudara yang terdiri dari15-24 lobus, dimana
masing –masing lobus terdiri dari sel –sel acini yang mampu menghasilkan
air susu ibu. Saluran pada masing –masing lobus disebut duktur laktoferoton.

b. Perubahan Psikologis
Menurut Reva Rubin dan Stright (2004) ada 3 tahap transisi ke peran menjadi
orang tua selama periode pascapartum, yaitu :
1) Periode taking in
Selama 1-2 hari persalinan, sikap ibu pasif dan bergantung. Kesehatan ibu
bergantung pada tanggung jawab orang lain untuk kebutuhan akan rasa nyaman,
istirahat, makan, dan kedekatan hubungan keluarga.
2) Periode taking Hold
Periode ini berlangsung 2-4 hari setelah melahirkan. Ibu menaruh perhatian
pada kemampuannya untuk menjadi orang tua yang berhasil dan menerima
peningkatan
tanggung jawab terhadap bayinya.
3) Periode letting Go
Setelah kembali kerumah, ibu menerima tanggung jawab unutk perawatan
bayinya, ia harus berdaptasi terhadap kebutuhan ketergantungan bayinya, dan
beradaptasi terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan interaksi sosial.

15
(Paramita, 2014)

2.5 Proses Asuhan Keperawatan Persalinan Buatan (Sectio Caesaria)


1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan,
suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan,persalinan dannifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data riwayat penyakit :
(1) Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan
gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dankeluhan yang dirasakan setelah pasien
operasi.
(2) Riwayat kesehatan dahulu meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi
penyakit sekarang,maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
(3) Riwayat kesehatan keluarga :Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah
keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Pola-pola fungsi kesehatan
(1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan,penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
(2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
(3) Pola aktifitas
Pada pasien post partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya,terbatas pada aktifitas ringan,tidak membutuhkan tenaga
banyak,cepat lelah,pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktifitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
(4) Pola eliminasi

16
Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaann sering/susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono,yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
(5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubahan pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
(6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluargadan
orang lan.
(7) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
(8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri,pada klien pola kognitif klien nifas primipara terjai
kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
(9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilannya,lebih-lebih
menjelang persalin dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri.
(10) Pola reproduksi dan sosial
(11) Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
f. Pemeriksaan Leopold
(1) Pemeriksaan Leopold I , untuk menentukan tinggi fundus uteri dan
bagian janin yang berada dalam fundus uteri
(2) Pemeriksaan Leopold II, untuk menentukan bagian janin yang berada
pada kedua sisi uterus
(3) Pemeriksaan Leopold III, untuk menentukan bagian janin apa yang
berada pada bagian bawah. Petunjuk cara memeriksa
(4) Pemeriksaan Leopold IV, untuk menentukan presentasi dan
“engangement”
2. Diagnosa

17
a) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin,prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam dalam
pembedahan (section caesarea)
b) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi,kelemahan,penurunan sirkulasi
c) Gangguan integritas kulit b.d tindakan pembedahan.
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan trauma jaringan atau luka kering bekas
operasi
e) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan,penyembuhan,dan perawatan post operasi.
f) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan.
3. Rencana keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan medator nyeri,
(histamin,prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea) Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang atau terkontrol dengan kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang diperutnya berkurang.
2) Skala nyeri 0-1 (dari 0-10)
3) TTV dalam batas normal : Suhu : 36-37 derajat celsius,TD : 120/80mmHg,RR :
18-20x/menit,Nadi:80-100 x/menit.
4) Wajah tidak tampak meringis.
5) Klien tampak rileks,dapat beristirahat dan beraktivitas sesuai kemampuan
intervensi:

(a) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.

(b) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah


meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

(c) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup contohnya


beraktivitas, tidur, rileks, kognisi, perasaan dan hubungan sosial.

18
(d) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi,latihan napas
dalam)

(e) Kolaborasi untuk penggunaaan kontrol analgetik jika perlu.

b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan,penurunan sirkulasi,


Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri.
Intervensi :
(1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
(2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.
(3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
(4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan atau
kondisi klien.
(5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
c. Gangguan integritas kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan integritas kulit dan
proteksi jaringan membaik
Kriteria hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
2) Lakukan latihan gerak secara pasif
3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi.
4) Jaga kelembapan kulit.
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau
luka bekas operasi (SC)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
a)Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
(kalor,rubor,dolor,tumor,fungsio laesea)
b) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu :36,5-37,5 0c, frekuensi nadi :
60-100x/menit)
c)WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / Ul)
Intervensi :

19
(1) Tinjau ulang kondisi dasar atau faktor resiko yang ada sebelumnya,catat
waktu pecah ketuban.
(2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
(3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
(4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan, lepaskan
balutan sesuai indikasi.
(5) .Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum atau
sesudah menyentuh luka.
(6) Pantau peningkatan suhu nadi dan pemeriksaan laboratorium jumlah
WBC atau sel darah putih.
(7) kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan.
(8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
(9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x6 jam diharapkan
ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :
1) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
2) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi :
(a) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung
(b) Tetap bersama klien bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
(c) Observasi respon nonverbal klien (misalnya : gelisah)berkaitan dengan
ansietas yang disarankan .
(d) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.
(e) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan
penyembuhan dan perawatan post operasi
(f) Diskusikan pengalaman atau harapan kelahiran anak pada masalalu
(g) Evaluasi perubahan ansietas yang di alami klien secara verbal

BAB III
PENUTUP

20
3.1 Kesimpulan
Dengan berbagai banyak pertimbangan dengan memerhatikan
keselamatan dan kelangsungan hidup dari ibu dan janin yang akan dilahirkan
akan lebih tepatnya melakukan konsultasi terlebih dahulu dan mendeteksi secara
dini kelainan selama masa kehamilan untuk pertimbangan proses kelahiran yang
tepat, baik secara seksio sesarea atau per vaginam.

Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara


buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his. (Sinclair, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

21
Bab II tinjauan pustaka induksi persalinan
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/42255/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y) diakses pada tanggal 30 september 2019 jam 12:15
Persalinan dengan porcef,vacum dan sc
(https://www.academia.edu/11621527/persalinan_dengan_porcef_vacum_dan_sc)
diakses pada tanggal 30 september 2019 jam 16:37
Bab I repository UNEJ
(https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/86831/DEVI
%20HIDAYATI-152303101133.pdf?sequence=1) diakses pada tanggal 30 september
2019 jam 19:04
Bab I pendahuluan A. latar belakang masalah
file:///C:/Users/Dewi%20Zakiyah/Downloads/6641-16501-1-PB.pdf diakses pada
tanggal 01 oktober 2019 jam 12:14

22

Anda mungkin juga menyukai