Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS


PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA SECTIO CAESAREA
DI RUANG N (RAMIN) RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK

DI SUSUN OLEH :

GUNAWAN

NIM.221133032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA SECTIO CAESAREA
DI RUANG N (RAMIN) RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK

Telah mendapatkan persetujuan dari Dosen Pembimbing (Clinical Teacher) dan


Pembimbing Klinik (Clinical Instructure) Pada :

Hari : Senin
Tanggal : 12 Desember 2022

Mahasiswa

GUNAWAN
NIM. 221133032

Menyetujui:

Dosen Pembimbing Pembimbing Klinik

Masjanifah, S.Kep, Ners


NIP. 19706061 198703 2 003
BAB I

KONSEP DASAR

A.    Definisi:
Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin caedere yang berarti
memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetri, istilah tersebut mengacu pada
tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding
perut dan rahim ibu (Lia et al., 2010). Persalinan dengan operasi sectio caesaria
ditujukan untuk indikasi medis tertentu, yang terbagi atas indikasi untuk ibu dan
indikasi untuk bayi. Persalinan sectio caesari atau bedah ceasar harus dipahami
sebagai alternatif persalinan ketika dilakukan persalinan secara normal tidak bisa
lagi (Lang,2011). Seksio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan
di bawah anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi
dinding abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas
tercapai, misal usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles. 2011).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik
ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah
terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah
malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin
dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedurelektif atau darurat. Untuk
sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih
anestesi umum, maka persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi
untuk mengurangi efek depresif obat anestesi pada bayi (Muttaqin, Arif .2010).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019).

Sectio caesarea (SC) adalah proses persalinan yang dimana


mengeluarkan bayi dari perut seorang ibu dengan cara menginsisi bagian perut
(laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Seiring perkembangan jaman, SC
ini dapati dilakukan dibagian perut bawah. SC ini bisa dilakukan secara elektif
apabila ada indikasi bayi tidak bisa dilahirkan secara normal ataupun bisa

2
dilakukan secara mendadak (emergency) apabila ada kondisi dimana bayi harus
dilahirkan segera (Ni et al., 2018).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di
lahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan sehat (Anjarsari, 2019).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan


diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2006).

B. Etiologi
a. Indikasi Ibu
a) Panggul sempit absolute
b) Placenta previa
c) Ruptura uteri mengancam
d) Partus Lama
e) Partus Tak Maju
f) Pre eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi Janin

3
a) Kelainan Letak
1.Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara
yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang
janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak
lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan
panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara lain.
2.  Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b) Gawat Janin
c) Janin Besar 
c.  Kontra Indikasi
a)  Janin Mati
b)  Syok, anemia berat.
c)  Kelainan congenital Berat

Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea(Manuaba (2002)) adalah ruptur uteri


iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gramDari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )


Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

4
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu
diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah
letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
 Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
 Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

5
 Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

C.    Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta
previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi
pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu,
sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah
mati.

D.   Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria


Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post  partum.
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :
a.  Nyeri akibat ada luka pembedahan
b . Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c .   Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d.   Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
e.  Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800ml

6
f.  Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g.  Biasanya terpasang kateter urinarius
h . Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j.   Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k.  Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
l.   Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

E.    Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


a.  Abdomen (SC Abdominalis)
a)   Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri y a n g m e m p u n y a i k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n j a n i n
l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, dan sayatan bias diperpanjang  proksimal  atau distal .
Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar
secara intra abdominal  karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk
persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
b)   Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim
dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah,  penutupan luka
dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan
rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka
dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan
pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih.
c)   Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

b.   Vagina (sectio caesarea vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :

7
a)  Sayatan memanjang (longitudinal)
b)  Sayatan melintang (tranversal)
c)  Sayatan huruf T (T Insisian)
d.   Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm. Kelebihan :
a)  Mengeluarkan janin lebih memanjang
b)  Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c)   Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada
luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
e. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a)  Penjahitan luka lebih mudah
b)  Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c)  Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang

8
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
a)   Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
b)  Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

F.     Komplikasi
Banyak komplikasi yang dapat terjadi jika dilakukan tindakan SC. Ada
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek ini
terjadi sesaat setelah dilakukannya tindakan, seperti:
• Kematian ibu
Tindakan SC dapat menyebabkan kematian sang ibu yang biasanya disebabkan
sepsis. Kematian ibu juga dapat terjadi akibat dari komplikasi anestesi.
Dibandingkan dengan kelahiran pervaginam, kematian ibu setelah operasi
caesar adalah tiga kali lebih tinggi (Kallianidis et al., 2018).
• Thromboembolism
Kejadian thromboembolis dapat terjadi akibat ada indikasi dari SC itu sendiri
yaitu obesitas maternal yang menyebabkan thromboembolism (Kawaguchi et
al., 2017).
• Perdarahan
Perdarahan rentan terjadi saat tindakan SC dibanding persalinan pervaginam.
Biasanya terjadi akibat adanya laserasi pada pembuluh darah uterus yang
disebabkan insisi yang kurang tepat pada uterus. (Butwick et al., 2017).
• Infeksi
Infeksi ini merupakan salah satu komplikasi tersering pada saat tindakan SC.
Penggunaan antibiotik profilaksis yang kurang tepat merupakan faktor
pemicunya (Kawakita & Landy, 2017).
• Cedera bedah insidental
Trauma pada kantong kemih sering terjadi setelah tindakan SC dikarenakan
posisinya terletak dekat dengan uterus (Bodean et al., 2018).

9
• Masa rawat inap lebih lama
Wanita yang melakukan persalinan dengan SC akan lebih lama dirawat
dibanding dengan wanita yang melakukan persalinan per vaginam karena ada
hal-hal yang perlu dievaluasi pasca SC (Pereira et al., 2019).
• Histerektomi
Tindakan ini biasanya dilakukan apabila terjadi perdarahan uterus terus menerus
yang tidak dapat ditangani meskipun sudah diberi oksitosin. Agar mengurangi
risiko perdarahan yang lebih jauh, histerektomi perlu dilakukan agar tidak terjadi
syok pada sang ibu (Huque et al., 2018).
• Nyeri akut
Setelah efek anestesi habis, wanita biasanya merasakan nyeri yang luar biasa
pasca tindakan SC. Biasanya ditangani dengan anti nyeri golongan narkotik
tetapi perlu diperhatikan disini untuk pemberian narkotik dapat berefek pada
psikologi sang ibu (Borges et al., 2017).

Komplikasi jangka panjang merupakan komplikasi yang akan dirasakan dari


setelah tindakan SC sampai dengan beberapa bulan pasca persalinan.
Komplikasi tersebut seperti :
• Nyeri kronik
Tingkat rata-rata intensitas rasa sakit pada saat rasa sakit terburuk adalah 6,6.
Nyeri intensitas tinggi pasca operasi adalah kondisi sering dialami wanita yang
menjalani SC, menunjukkan pentingnya penilaian nyeri untuk implementasi
tindakan kuratif dan preventif untuk meningkatkan pemulihan dan mencegahnya
menjadi nyeri kronik (Borges et al., 2017).
• Infertilitas
Wanita yang menjalani SC dapat mengalami gangguan pembentukan scar
sehingga cenderung mengalami infertilitas pasca persalinan dengan SC (Donnez
et al., 2017).

Ada juga beberapa komplikasi terkait dengan sang bayi dan juga komplikasi saat
sang ibu mengandung lagi. Komplikasi tersebut ialah :
• Kematian neonatal
Meskipun tindakan SC biasanya dilakukan untuk menyelamatkan sang bayi, tapi

10
dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian pada bayi (Choudhary et
al., 2017).
• Transient tachypnea
Bayi yang dilahirkan melalui SC dapat mengalami gangguan pernapasan sesaat
setelah kelahiran. Hal ini biasanya terjadi akibat kegagalan paru sang bayi saat
menghirup nafas pertamanya (Osman et al., 2017).
• Trauma
Bayi yang dilahirkan dengan metode SC juga berisiko mendapatkan trauma.
Trauma yang didapatkan biasanya berasal dari insisi operasi saat operasi darurat
(Dolivet et al., 2018).
• Rupture uteri
Rupture uteri ini lebih berisiko terjadi pada wanita yang sudah pernah
melakukan persalinan SC dibanding dengan wanita yang melakukan persalinan
pervaginam (Motomura et al., 2017).

H. Indikasi Sectio Caesarea


1. Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, pramiparatua disertai ada
kelainan letak, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul), sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan pannggul, plasenta
previa terutama pada primigravida, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi
kehamilan yaitu preeklamsia-eklamsia, atas permintaan, kehhamilan yang
disertai penyakit (jantung-DM), gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum
atau forceps ekstraksi (Jitowiyono, 2010).

11
I. Kontraindikasi Sectio Sesarea
Sectio sesarea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini :
1. Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alas an untuk
melakukan operasi berbahaya yang tidakdiperlukan.
2. Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk caesarea
extraperitoneal tidak tersedia.
3. Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman. Kalau keadaannya tidak
menguntungkan bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia tenaga asisten
yang memadai

J.    Pemeriksaan Penunjang


1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

K.     Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
2.     Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.

12
3.     Mobilisasi
a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
d. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
f. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4.      Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5.   Pemberian obat-obatan
a.      Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b.     Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1.      Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2.      Oral             : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3.      Injeksi         : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c.     Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6.    Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
7.     Perawatan rutin

13
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
8.     Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.

14
BAB II

WEB OF CAUTION (WOC)


SECTION CAESARE (SC)

(Etiologi Berasal dari ibu) (Etiologi Berasal dari janin)

Tindakan
SECTION CAESARAE
(SC)

Anastesi
Post partum
Tirah baring Insisi
Gangguan integritas
Resiko fisiologis kulit (D.0129)
psikologis Gangguan mobilitas Nyeri akut (D. 0077)
perdarahan fisik (D.0054)

(D.0012) Resiko
laktasi involusi Kurang Penurunan Frekuensi tidiur infeksi
terpapar peristaltic usus berkurang (D.0142
Adaptasi post Menerima peran informasi
Partum 1-2 hari sebagai ibu Produksi asi Pelepasan
desidula Gangguan pola tidur
(D.0055)

Defisit pengetahuan ( D.0111) Kontraksi Menyusui Ansietas


uterus tidak efektif (D. 0080) Pengeluaran plasenta Pengeluaran janin
(D.0029)
Ansietas (D. 0080) Dilatasi uterus
konstipasi
(D.0049) Pembatasan cairan dan makanan
Nyeri melahirkan peroral Resiko output berlebih
Pembekakan payudara
(D.0079)
Kekurangan intake cairan Hypovolemia
Ketidaknyamanan
pascapartum (D.0023)
(D.0075)
Resiko Hipovolemia (D.0034)

15
A. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik
dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI
yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman.
Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan
nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia
yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk
lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat
dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di
lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka
pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi.

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.    Pengkajian
a.     Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b.     Keluhan utama
c.      Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d.     Data Riwayat penyakit
a)     Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
b)     Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
(Plasenta previa).
c)     Riwayat Kesehatan Keluarga
d)    Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada
juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e.       Keadaan klien meliputi :
a)    Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b)    Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
c)     Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

17
d)     Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e)     Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
f)      Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g)     Keamanan
h)    Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
i)      Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2.    Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D. 0077)
2) Resiko perdarahan b/d tindakan pembedahan (D.0012)
3) Defisit pengetahuan b/d peran menjadi orang tua ( D.0111)
4) Ansietas b/d adaptasi post partum 1-2 hari(D. 0080), lebih baik diganti dgn
ketidaksiapan menjadi orangn tua.
5) Ketidaknyamanan pascapartum b/d pembengkakan payudara (D.0075)
6) Menyusui tidak efektif b/d kurang terpapar informasi tentang pentingnya
menyusui(D.0029)
7) Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri (D.0054)
8) konstipasi b/d kelemahan otot abdomen(D.0049)
9) Resiko Hipovolemia b/d kekurangan intake cairan (D.0034)
10) Gangguan pola tidur b/d kondisi pasca operasi (D.0055)
11) Gangguan integritas kulit b/d tindakan pemdedahan(D.0129)
12) Resiko infeksi b/d tindakan pembedahan(D.0142)

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan SLKI SIKI

18
. SDKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri ( 1.08238)
berhubungan keperawatan selama Observasi
dengan agen diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi skala nyeri
pencedera fisik menurun ( L.08066) dengan 2. Identifikasi lokasi, karakteristik,
(D.0077) kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas
1. Keluhan nyeri menurun Terapeutik
2. Gelisah menurun 1. Fasilitas istirahat dan tidur
3. Meringis menurun 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan perdarahan (I.02067)
b/d tindakan keperawatan diharapkan Observasi
pembedahan tingkat perdarahan menurun
(D.0012)
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
(L.02017) dengan kriteria 2. Monitor nilai
hasil : hematokrit/homoglobin sebelum dan
1. Kelembapan mukosa setelah kehilangan darah
meningkat 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
2. Hb membaik 4. Monitor koagulasi (mis. Prothombin
3. Hematocrit membaik time (TM), partial thromboplastin
4. Distensi abdomen time (PTT), fibrinogen, degradsi
menurun fibrin dan atau platelet)
5. Perdarahan vagina Terapeutik
menurun 1. Pertahankan bed rest selama
6. TTV membaik perdarahan
2. Batasi tindakan invasif, jika perlu
3. Gunakan kasur pencegah
dikubitus
4. Hindari pengukuran suhu rektal
  Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan mengunakan kaus kaki
saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari
konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin
atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan
makan dan vitamin K
6. Anjrkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
  Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat dan
mengontrol perdarhan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian prodok
darah, jika perlu

19
3. Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu

3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan (I.12383)


b/d peran menjadi keperawatan. jam
orang tua ( D.0111)
Tindakan Observasi
diharapkan tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan
pengetahuan meningkat kemampuan menerima informasi
(L.12111) dengan kriteria 2. identifikasi faktor-faktor yang dapat
hasil : meningkatkan dan menurunkan
1. Perilaku sesuai motivasi perilaku hidup bersih dan
anjuran meningkat sehat
2. Verbalasi meningkat Terapeutik
3. Kemampuan 3. Sediakan materi dan media
menjelaskan kembali pendidikan kesehatan
meningkat 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan
4. Perilaku sesuai sesuai kesepakatan
dengan pengetahuan 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
6. Jekaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
8. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

4. Ansietas b/d adaptasi Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I.09314)


post partum 1-2 keperawatan diharapkan
hari(D. 0080)
Observasi
tingkat ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
(L.09093) dengan kriteria hasil berubah (mis. kondisi, waktu,
: stresor) Identifikasi kemampuan
1. Verbalasi kebingungan mengambil keputusan
menurun 2. Monitor tanda-tanda ansietas
2. Gelisah menuruanan (verbal dan nonverbal)
3. Tegang menurn Terapeutik
4. Konsentrasi membaik 3. Ciptakan suasana terapeutik untuk
5. Pola tidur baik menumbuhkan kepercayaan Temani
pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
Pahami situasi yang membuat
ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan. Tempatkan barang
pribadi yang memberikan
kenyamanan
5. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan

20
Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
6. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami Informasikan
secara faktual mengenal diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien. Jika perlu
7. Anjurkan umelakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan Anjurkan
mengungkapkan perasaan dan
persepsi Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan
8. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepa! - Latih
teknik relaksasi
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian obat
antiansistas, Jika perlu

5. Nyeri Akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri ( I.08238)
panca cedera fisik keperawatan diharapkan Observasi
(D.0077) tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
(L.08066) dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas,
hasil : intensitas nyeri
1. Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri Identifikasi
menuntaskan aktivitas respons nyeri non verbal "
meningkat 3. Identifikasi faktor yang
2. Keluhan nyeri menurun memperberat dan memperingan
3. Meringis menurun nyeri
4. Gelisah menurun 4. Identifikasi pengetahuan dan
keyaninan tentang nyeri -
Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
6. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
7. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
8. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnos akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,

21
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimble
9. kompres hangat/dingin, terapi
bermain) - Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan,kebisingan)
10. Fasilitasl Istirahat dan tidurn
pencahayaan
11. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
12. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyerl Jelaskan strategi
meredakan nyeri
13. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
14. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
6. Ketidaknyamanan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri ( 1.08238)
pasca partum b/d keperawatan diharapkan Observasi
pembengkakan status kenyamanan pasca 1. Identifikasi skala nyeri
payudara (D.0075) 2. Identifikasi lokasi, karakteristik,
partum meningkat (L.07061)
dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas
1. Keluhan tidak nyaman Terapeutik
menurun 1. Fasilitas istirahat dan tidur
2. Meringis menurun 2. Kontrol lingkungan yang
3. Luka episiotomy memperberat rasa nyeri
membaik
4. Kontraksi uterus Edukasi
menurun 1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
7. Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan Edukasi Menyusui (I.12393).
efektif b/d kurang keperawatan diharapkan Tindakan Observasi
terpapar informasi status menyusui membaik 1. Identifikasi kesiapan dan
tentang pentingnya (L.03029) dengan kriteria hasil kemampuan menerima informasi
menyusui(D.0029) : 2. Identifikasi tujuan atau keinginan
1. Perlekatan bayi pada ibu menyusui
meningkat 3. Sedlakan materi dan media
2. Kemampuan ibu pendidikan kesehatan Jadwalkan
memposisikan bayi pendidikan kesehatan sesuai
dengan benar meningkat kesepakatan
3. BB bayi meningkat Terapeutik

22
4. Lecet pada putting 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
menurun Dukung ibu meningkatkan
kepercayaan diri dalam menyusul -
Libatkan sistem pendukung: suami,
keluarga, tenaga kesehatan
Edukasi
5. Berikan konseling menyusui
Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu
dan bay
6. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui
dan perlekatan (lacth on) dengan
benar
7. Ajarkan perawatan payudara
antepartum dengan mengkompres
dengan kapas yang telah diberikan
minyak kelapa
8. Ajarkan perawatan payudara
postpartum (mis, memerah ASI,
pijat payudara, pijat oksitosin
8. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi (I.06171)
fisik b/d nyeri keperawatan diharapkan Tindakan Observasi
(D.0054) mobilitas fisik meningkat 1. Identifikasi adanva veri atau
(L.05042) dengan kriteria keluhan fisik lainnya
hasil : 2. Identifikasi toleravak
1. Pergerakan melakukan ampuasi -Monitor
ektermitas frekuensi jantung dan tekanan
meningkat darah sebelum memulai
2. Kekuatan otot ambulasi Monitor kondisi
meningkat umum selama melakukan
3. Nyeri menurun ambulasi
4. Kecemasan menurun Terapeutik
3. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis. tongkat,
kruk)
4. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perfu
5. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
7. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
8. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis,
berjalan dari temapt tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat

23
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)
9. konstipasi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen eleminasi fekal (I.04151).
kelemahan otot keperawatan diharapkan Tindakan Observasi
abdomen(D.0049) eliminasi fekal membaik 1. Identifikasi masalah usus dan
(L.04033) dengan Kriteria penggunaan obat pencahar -
Hasil : Identifikasi pengobatan yang
1. Control pengeluaran berefek pada kondisi
feses meningkat gastrointestinal -Monitor buang air
2. Keluhan defekasi lama besar (mis, wama, frekuensi,
menurun konsistensi, volume) -Monitor tanda
3. Kesulitan mengejan dan gejala diare, konstipasi, atau
menurun impaksi
4. Konsistensi feses Terapeutik
membaik 2. Berikan air hangat setelah makan
3. Jadwalkan waktu defekasi bersama
pasien
4. Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
5. Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus
6. Anjurkan mencatat wama,
frekuensi, konsistensi, volume
feses Anjurkan meningkatkan
aktifitas fisik, sesuai toleransi
7. Anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
8. Anjurkan mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi serat
9. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu.

10. Resiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia (I.03116).


b/d kekurangan keperawatan diharapkan Tindakan Observasi
intake cairan 1. Periksa tanda dan gejala
status cairan membaik
(D.0034) hipovolemia (mis. frekuensi nadi
(L.03028) dengan kriteria hasil
1. Kekuatan nadi meningkat, nadi teraba lemah,
meningkat tekanan darah menurun, tekanan
2. Turgor kulit meningkat nadi menyempit, turgor kulit
3. Output urine meningkat menurun, membran mukosa kering,
4. Ortopnea menurun volume urin menurun, hematokrit
5. Dyspnea menurn meningkat, haus, lemah) Monitor

24
6. Edema menurun intake dan output cairan
7. Berat badan menurn Terapeutik
2. Hitung kebutuhan cairan
Edukasi
3. Berikan posisi modified
Trendelenburg
4. Berikan asupan cairan oral
5. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)
7. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
8. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin, Plasmanate)
9. Kolaborasi pemberian produk
darah
11. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur (I.05174)
b/d kondisi pasca keperawatan pola tidur Tindakan Observasi
operasi (D.0055) 1. Identifikasi pola aktivitas dan -
membaik  (L.05045) dengan
kriteria Hasil : Identifikasi faktor pengganggu tidur
1. Keluhan sulit tidur (fisik dan/atau psikologis)
menurun 2. Identifikasi makanan dan minuman
2. Keluhan sering terjaga yang mengganggu tidur (mis.
menurun mendekati waktu tidur, minum
3. Keluhan tidak puas tidur banyak air sebelum tidur)
menurun 3. Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi
Terapeutik
4. Modifikasi lingkungan (mis.
pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur) Patasi
waktu tidur siang, jika perlu
5. Fasilitasi menghilangkan stres
sebelum tidur
6. Tetapkan jadwal tidur rutin
7. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis,
pijat, pengaturan posisi,
terapiakupresur)
8. Sesuaikan jadwal pemberian obat
dan/atau tindakan untuk
menunjang
Edukasi
9. Jelaskan pentingnya tidur cukup

25
selama sakit
10. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
11. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
12. Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
13. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur hidup, sering berubah
shift bekerja)
14. Ajarkan relaksasi otot autogenik
atau cara nonfarmakologi lainnya

12. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit b/d tindakan keperawatan diharapkan Tindakan Observasi
pemdedahan(D.0129) integritas jaringan dan kulit1. Identifikasi penyebab gangguan
meningkat (L.14125) dengan integritas kulit (mis. perubahan
kriteria hasil : sirkulasi, nutrisi, penurunan
1. Elastisitas meningkat kelembaban, suhu lingkungan
2. Hidrasi meningkat ekstrem, penurunan mobilitas)
3. Kerusakan kulit menurun Terapeutik
4. Nyeri menurun 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
baring Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang, jika partu
3. Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama selama periode
diare
4. Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada kulit
kering
5. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
6. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Edukasi
7. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. lotion, serum)
8. Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
9. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur Anjurkan
menghindari terpapar suhu ekstrem
10.Anjurkan menggunakan tabir surya

26
SPF minimal 30 saat berada di luar
rumah - Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya

13. Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Imunisasi/Vaksinasi


tindakan keperawatan diharapkan (I.14508).
pembedahan(D.0142) Tindakan Observasi
tingkat infeksi menurun
(L.14137) dengan kriteria 1. Identifikasi riwayat kesehatan dan
hasil: riwayat alergi
1. Demam menurun 2. Identifikasi kontraindikasi
2. Kemerahan menurn pemberian imunisasi (mis. reaksi
3. Nyeri menurun anafilaksis terhadap vaksin
4. Bengkak menurn sebelumnya dan atau sakit parah
5. Kebersihan tangan dengan atau tanpa demam)
meningkat 3. Identifikasi status imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik
4. Berikan suntikan pada bayi di
bagian paha anterolateral
5. Dokumentasikan informasi
vaksinasi (mis. nama produsen,
tanggal kedaluwarsa)
6. Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat
Edukasi
7. Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi
yang terjadi, jadwal, dan efek
samping
8. Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah (mis.
Hepatitis B, BCG, difteri, tetanus,
pertusis, H. influenza, polio,
campak, measles, rubela)
9. Informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah (mis. influenza,
pneumokokus)
10. Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus (mis. rabies,
tetanus)
11. Informasikan penundaan
pemberian Imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunimas!
Kembali
12. Informasikan penyedia layanan
Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis

27
Referensi

4. Implementasi Keperawatan

Dokumen klien merupakan bukti tindakan keperawatan mandiri dan


kolaborasi yang diimplementasikan oleh perawat dan perubahan-perubahan
pada kondisi klien. Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan
terapi yang diberikan idealnya therapi dilakukan setiap shift. Rekam medis
klien merupakan dokumentasi yang legal, rekam medis tersebut diterima di
pengadilan. Pada tuntutan mal praktik, catatan perawatan memberikan bukti
tindakan perawat. Perawat harus melindungi catatan tersebut dari pembaca
yang tidak berhak seperti pengunjung. Tanda tangan perawat di akhiri catatan
perawat merupakan akuntabilitas terhadap isi catatan. Mengubah dokumen
legal tersebut merupakan suatu kejahatan adalah tidak bisa di teruma untuk
menghapus tulisan pada catatan menggunakan tipe x, penghapusan tinta atau
lainnya.
5. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan


kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi
keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

28
Amih Huda Nuraarif, S.Kep., Ns & Hardhi Kusuma, S.Kep., Ns. (2015). Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa SDKI

Ambarwati. (2017). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogakarta: Mitra Cendikia.

Barid, M., Dewi, D., & Rusca, P. (2013). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap
Proses Penyembuhan Luka dan Lama Hari Rawat Pada Pasien Post Sectio
Caesarea Di Ruang Brawijaya RSUD Kanjuruhan Malang. Malang:
Majalah FKUB.

Budiono, & Pertami. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika.
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep &
Kerangka. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Desi, A. M., Sumi, A., & Ayu, M. (2016). Hubungan Asupan Protein Dengan
Penyembuhan Luka Pada Pasien Post Op Sectio Caesarea (SC) di Rumah
Sakit Umum Daerah Pringsewu Lampung. Jurnal Asuhan Ibu & Anak, 1-8.

Fery, P. T., Roni, Y., & Ngesti, W. U. (2015). Infeksi Luka Operasi (ILO) Pada
Pasien Post Operasi Laparotomi. Jurnal Keperawatan Terapan, 14.

SDKI. EDISI I. DP PPNI. 2018

SIKI. EDISI I. DP PPNI. 2018.

SLKI. EDISI I. DP PPNI. 20018

29

Anda mungkin juga menyukai