Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA DAN LAPORAN KASUS

PADA NY E DENGAN SECTIO CAESAREA DI RUANG RAWAT


KEBIDANAN RSUD PADANG PARIAMAN
Minggu I ( 15 Maret - 4 April 2021

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN MATERNITAS

Oleh:
DEWI KARTIKA,S.Kep
Nim : 2010120901434

CI Akademik CI Klinik

Ns. Septa Nelly, M, Kep Ns. Candra Deni Mairoza, M,


Kep

STIKES NAN TONGGA LUBUK ALUNG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGSUS
TAHUN 2021

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN SECTIO


CAESAREA DI RUANG RAWAT KEBIDANAN RSUD PADANG PARIAMAN
Minggu I ( 15 Maret - 4 April 2021 )

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN MATERNITAS

Oleh:
DEWI KARTIKA,S.Kep
Nim : 2010120901434

CI Akademik CI Klinik

Ns. Septa Nelly, M, Kep Ns. Candra Deni Mairoza, M,


Kep
STIKES NAN TONGGA LUBUK ALUNG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGSUS
TAHUN 2021

LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA

A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono,
2009).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut
juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Sectio Caesaria
ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi, 2006).

2. Klasifikasi
a. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Sectio caesarea transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
b. Sectio caesarea klasik atau section caesarea korporal
Pada sectio caesarea klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan section caecarea transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
c. Sectio caesarea ekstra peritoneal
Section caesarea eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section caesarea hysteroctomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
- Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
- Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.

- Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

4. Patofisiologi dan Pathway


SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan,
respon psikologis ibu akan terganggu dan akan takut dan khawatir terkait
kondisi kesehatan saat ini. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi port de entry bagi kuman.
Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan
rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnue yang
tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia
uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi.
(Manuaba, 2007)
Pathway

Etiologi SC

CPD Kurang informasi


PEB KPD Gameli Hambatan jalan lahir Kelainan letak janin

Kelainan letak kepala Letsu

SECTIO CAESAREA

Adaptasi postpartum Insisi abdomen Post anastesi

Kontinuitas
Bedrest Psikologis Fisiologis jaringan terputus Penurunan
saraf simpatis
Kondisi kesehatan Pelepasan Luka post SC Imobilisasi
Involusi uteri mediator nyeri
saat ini Kemampuan
Risiko infeksi Defisit miksi menurun
Kontraksi uterus Nyeri akut dengan faktor perawatan diri
Ansietas b.d b.d agen risiko prosedur b.d hambatan
ancaman pada cedera fisik Hambatan
invasif mobilitas
status terkini eleminasi urin
b.d gangguang
sensorik
motorik
5. Tanda dan Gejala
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Moore Hacker (2001), antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau sama
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang
paham prosedur
k. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

6. Pemeriksaan penunjang
Untuk membantu proses section caesarea maka yang harus dilakukan
dalam pemeriksaan penunjang adalah:
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi.
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah.
d. Uji laboratorium, Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler,
Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit, Panel
elektrolit, Skrining toksik dari serum dan urin, AGD, Kadar kalsium darah,
Kadar natrium darah, Kadar magnesium darah.
7. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
1) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
2) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
3) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
4) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
5) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
6) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
- Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
- Oral             : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
- Injeksi         : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.

8. Komplikasi
Terdapat komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu post sc, yaitu
(Prawiharjo, 2010):
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

B. Pengkajian Keperawatan

1.      Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register  , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Keluhan yang mendasari pasien datang ke RS dan paling terlihat
menonjol.
c. Riwayat kesehatan
1)     Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2)     Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
3)     Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d.      Pola-pola fungsi kesehatan
1)    Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
2)     Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3)     Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4)    Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema dari trigono, yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
5)    Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6)      Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7)    Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8)    Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9)    Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi 
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10)  Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
e.       Pemeriksaan fisik
1)      Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2)      Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3)      Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4)      Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5)      Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6)      Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae
7)      Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.

8)      Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9)      Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10)  Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11)  Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

C. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (prosedur invasif)
b. Hambatan eleminasi urin b.d gangguan sensorik motoric (post anastesi)
c. Ansietas b.d ancaman status terkini
d. Defisit perawatan diri b.d hambatan mobilitas
e. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasif
D. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)


1. Nyeri Akut b.d Tingkat Nyeri Manajemen nyeri
agen cedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
(prosedur 3x15 menit diharapkan keparahan dari nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
invasif) yang diamati dan dilaporkan pasien berkurang, kualitas dan faktor presipitasi,.
2. Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan (awitan,
Indikator: frekuensi, durasi, intensitas, dan gambaran
1. Nyeri yang dilaporkan (1 ke 3) ketidaknyamanan)
2. Mengerang dan menangis (1 ke 3) 3. Observasi reaksi nonverbal dari reaksi
3. Ekspresi wajah (1 ke 3) ketidaknyamanan.
4. Panjangnya episode nyeri (1 ke 3) 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
Ket: 5. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi untuk
1= Berat memanajemen nyeri (posisi, relaksasi-nafas dalam,
2= Cukup berat distraksi-pengalihan, massase, kompres)
3= Sedang 6. Anjurkan klien untuk melakukan teknik non-
4= Ringan farmakologi
5. 5= Tidak ada
6. Pemberian analgesik
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan
nyeri sebelum mengobati pasien
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesic yang diresepkan
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Tentukan pilihan obat analgesi sesuai dengan tipe dan
keparahan nyeri
5. Monitor TTV sebelum dan setelah memberikan
analgesic
6. Evaluasi keefektifan analgesic dengan interval yang
teratur pada setiap setelah pemberian analgesic,
khususnya setelah pemberian pertama kali.
7. Kolaborasikan dengan dokter apakah dosis, obat dan
rute pemberian atau perubahan interval diperlukan
2. Hambatan Eleminasi urin Kateterisasi Urin
eleminasi urin Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Jelaskan prosedur dan rasionalisasi tindakan
b.d gangguan 1x15 menit gangguan dalam eliminasi urin kateterisasi
sensorik motoric setelah anastesi pos operasi teratasi. 2. Pasang kateter dengan tepat, sesuai protocol
(post anastesi) 3. Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik.
Indikator: 4. Pertahankan teknik aseptic yang ketat
1. Pola eleminasi (2 ke 4) 5. Monitor intake dan output
2. Mengosongkan kantong kemih sepenuhnya 6. Lakukan dan ajarkan pasien unutk membersihkan
(2 ke 4) selang kateter dengan tepat
7. Lakukan pengosongan kantong kateter jika sudah
penuh, ajarkan keluarga pasien.
8. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan
kateter yang tepat.
3. Ansietas b.d Tingkat Kecemasan Pengurangan Kecemasan
ancaman status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
terkini 1x15 menit tanda-tanda ketakutan dan 2. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan
kecemasan pada pasien berkurang
dirasakan
Indikator: 3. Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan
1. Rasa cemas yang disanpaikan secara lisan dan prognosis
(2 ke 4) 4. Dorong keluarga untuk berada disamping pasien
2. Perasaan gelisah (2 ke 4) dengan cara yang tepat
5. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang memicu
Ket: kecemasan
1= Berat 6. Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk
2= Cukup berat mengurangi kecemasan
3= Sedang
4= Ringan
5= Tidak ada
4. Defisit Perawatan Diri : Aktivitas Sehari-hari Bantuan Perawatan Diri : Aktivitas Sehari-hari
perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor kemampuan klien untuk melakukan
b.d hambatan 3x 8 jam pasien dapat melakukan perawatan diri perawatan diri yang mandiri
mobilitas fisik secara mandiri atau dibantu oleh keluarga, 2. Monitor kebutuhan pasien untuk alat-alat bantu
kebersihan diri, berpakaian,berhias, toileting dan
makan
Indikator : 3. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas secara
1. Kemampuan untuk melakukan aktivitas mandiri, tapi beri bantuan ketika pasien tidak mampu
sehari-hari (3 ke 5) melakukannya
2. Melakukan aktivitas sehari-hari dengan 4. Ajarkan klien dan keluarga untuk mendorong
bantuan (3 ke 5) kemandirian, berikan bantuan hanya jika pasien tidak
3. Melakukan aktivitas sehari-hari dengan mampu melakukannya
mandiri (3 ke 5) 5. Pertimbangkan usia pasien jika mendorong pelaksanan
Ket: aktivitas sehari-hari secara mandiri
1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit terganggu
5= Tidak terganggu
5. Risiko infeksi Keparahan infeksi Kontrol Infeksi
dengan faktor Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Gunakan peralatan perawatan per pasien sesuai
risiko prosedur 3x8 jam, tidak terdapat keparahan dari tanda dan protocol
invasif gejala infeksi, 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan
3. Lakukan perawatan perineal
Indikator: 4. Lakukan pemeriksaan vagina hanya bila sangat perlu,
1. Kemerahan (dipertahankan 5) dengan menggunakan tehnik aseptic
2. Demam (dipertahankan 5) 5. Pantau suhu, nadi dan sel darah putih.
3. Peningkatan jumlah sel darah putih 6. Pastikan tekhnik perawatan luka yang tepat
(dipertahankan 5) 7. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada
Ket: petugas kesehatan
1= Berat 8. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari
2= Cukup berat infeksi
3= Sedang
4= Ringan Perlindungan Infeksi
5= Tidak ada 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan
local
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Pertahankan teknik asespsi untuk pasien berisiko
4. Periksa kondisi setiap sayatan bedah dan luka
5. Jaga penggunaan antibitok pasien dengan bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Gulardi H. 2006. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiriohardjo. Jakarta: PT. Bina


Pustaka.

Manuaba, 2002, Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk


Pendidikan Bidan , 201-204, EGC, Jakarta: Rineka Cipta.

Manuaba, I.B.G, Chandra Manuaba, Fajar Manuaba. 2007. “Pengamatan Kuliah


Obstetri”. Jakarta: EGC.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2018. NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions and Classification 2018-2020. Oxford: Wiley
Blackwell.

Moore Hacker.2001. Esensial Obstetri dan Genekologi. Edisi 11. Jakarta : Buku
kedokteran EGC.

Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2018. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.

Bulechek G.M., Howard K.B., Joanne M.D. (Eds.). 2018. Nursing Intervention
Classification (NIC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai