Disusun Oleh :
Nama : Lusi Indah Silvia
NIM : 2018040050
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding Rahim
dengan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta janin diatas 500 gr
(Wiknjosastro 2010). Sectio Caesarea adalah jalan alternative
menyambut kelahiran seorang bayi melalui operasi praktis. Pembedahan
dilakukan pada perut dan Rahim ibu. (MT Indiarti dan Khotimah
Wahyudi 2014).
Penyebab persalinan dengan bedah Sectio Caesarea ini bisa
karena masalah di pihak ibu maupun bayi. Terdapat dua keputusan bedah
Sectiocaesarea, pertama keputusan bedah Sectio Caesarea yang sudah
didiagnosa sebelumnya. Penyebab antara lain bayi sungsang, ketuban
pecah dini, CPD (Cephalopelvic disproportion), sebagian kasus mulut
tertutupnya plasenta, bayi kembar, kehamilan pada usia lanjut, sesar
sebelumnya, dan sebagainya. Kedua adalah keputusan diambil tiba-tiba
karena tuntutan kondisi darurat. Contoh kasus ini antara lain, persalinan
berkepanjangan, bayi belum lahir lebih dari 24 jam sejak ketuban pecah,
kontraksi terlalu lemah dan sebagainya (akhmad, 2008).
Banyak sekali masalah yang sering dihadapi oleh ibu post Sectio
Caesarea diantaranya rasa nyeri, kecemasan, dan gangguan mobilitas.
Gangguan-gangguan tersebut membuat ibu post Sectio Caesarea merasa
tidak nyaman atau menimbulkan ketidaknyamanan ibu post Sectio
Caesarea. Nyeri dirasakan ibu post post Sectio Caesarea yang berasal
dari luka bekas sayatan operasi post Sectio Caesarea berada dibawah
perut. Tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh ibu post post Sectio
Caesarea tergantung pada psikologis dan fisiologi individu ibu dan
toleransi yang di timbulkan nyeri. (Whalley, 2008).
Tindakan SC (Sectio Caesarea) akan memutuskan kontinuitas
atau persambungan jaringan karena insisi yang akan mengeluarkan
reseptor nyeri terutama setelah efek anastesi habis. (Des dan Berlian,
2018). Melahirkan dengan cara operasi memang lebih cepat dan mudah.
Namun, bukan berarti dengan operasi section caesarea ibu akan terbebas
dari rasa nyeri. Melahirkan dengan sectio caesarea memerlukan waktu
penyembuhan luka uterus/rahim yang lebih lama dari pada persalinan
normal. Selama luka belum benar benar sembu, rasa nyeri bisa saja
timbul pada luka operasi. Bahkan menurut pengakuan para ibu yang
melahirkan dengan menggunakan prosedur operasi, rasa nyeri memang
kerap terasa sampai beberapa hari setelah operasi, sehingga nyeri
berpengaruh negative dan mengganggu kenyamanan bagi individu yang
merasakan. (Maryunani, 2010).
Dengan demikian sectio caesarea bertujuan untuk mencegah
kematian janin maupun ibu yang dikarenakan bahaya atau komplikasi
yang akan terjadi apabila ibu melahirkan secara pervaginam (Sukowati et
al, 2010). Dalam hal ini praktek pelayanan anestesi mengharuskan setiap
penata anestesi meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam
proses pelayanan kesehatan dan memahami penyakit dengan
memperhatikan pemeberian asuhan keperawatan anestesi kondisi pasien
secara individual (Rovers et al., 2013 ). Berdasarkan pembahasan latar
belakang diatas, maka penting dilakukan tindakan regional anestesi pada
pasien dengan tindakan sectio caesarea . Dilihat dari uraian diatas dan
literatur yang ada maka mendorong penulis untuk melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa panggul sempit.
I. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dirumuskan
masalah “Asuhan Kepenataan Anestesi pada Ny. I dengan Sectio caesaria
dengan Tehnik Regional Anestesi di Rumah Sakit Islam Kendal.
II. Tujuan
A. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kepenataan anestesi pada pasien Sectio
caesaria dengan teknik Regional Anestesi.
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa diharapkan mampu memberikan asuhan
kepenataan anestesi pada pasien pre, intra dan post operasi
yang akan dilakukan pemberian general anestesi.
2. Mahasiswa diharapakan mampu melakukan perhitungan dan
pemberian terapi cairan pada saat pre, intra dan post operasi.
3. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan perhitungan dosis
pemberian obat-obat anestesi sesuai dengan kondisi pasien.
4. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan tindakan intubasi
dan memberikan pemeliharaan tindakan anestesi.
5. Mahasiswa diharapakan mampu memberikan asuhan
kepenataan anestesi setelah selesai operasi dan akhir dari
anestesi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Pengertian
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin lewat
insisi pada abdomen dan uterus (Oxorn, 1996 : 634).
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan/
pada dinding perut atau section caesaria adalah suatu histerektomi untuk
melahirkan janji dan dalam rahim (Mochtar, 1998 : 177).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan yang dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktu melahirkan (Rukiyah dan Yulianti,2010)
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah suatu bentuk
ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu. (Reader,
1997).
Oligohidromnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 500 cc
Masa nifas atau post parfum adalah masa pulih kembali, mulai dan
persalinan selesai sampai dengan pulihnya alat-alat reproduksi sampai
keadaan sebelum hamil, berlangsung 6-8 minggu (Mochtar, 1998 : 115).
Berdasarkan pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa post sektio caesarea dengan CPD adalah suatu tindakan yang
dilakukan untuk melahirkan janin melalui sayatan pada dinding uterus
dikarenakan ukuran kepala janin dan panggul ibu tidak sesuai.
I. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).
II. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi organ reproduksi wanita
a. Organ eksterna
1) Mons pubis
Adalah bantalan berisi lemak yang terletak dipermukaan anterior
simphisis pubis. Mons pubis berfungsi sebagai bantalan pada waktu
melakukan hubungan seks.
2) Labia mayora
Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lemak yang
ditutupi memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis
sampai sekitar satu inci dari rectum. Panjang labia mayora 7 – 8 cm,
lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm dan agak meruncing pada ujung
bawah.
3) Labia minora
Jaringan berwarna kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada
ujung atas vulva disebut labia minora atau nimfe
4) Klitoris
Adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil,
silinder, erektil dan letaknya dekat superior vulva. Organ ini menonjol
ke bawah diantara kedua ujung labia minora
5) Vulva
Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil,
sampai ke belakang dibatasi perineum
6) Vestibulum
Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia
minora dilateral dan memanjang dari klitoris di atas hingga forchet di
bawah. Verstibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang
berasal dari urogenital pada embrio.
7) Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata – rata 4
cm. jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan
urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit dan
menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan.
b. Organ interna
1. Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang
ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Vagina mempunyai
banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi
uterus dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai
bagian jalan lahir saat persalinan
Dinding vagina terdiri dari 4 lapisan :
a).Lapisan epitel gepeng berlapis
b).Jaringan konektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik
c). Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler
d). Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih
2. Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagai tertutup oleh
peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang
gepeng.
Uterus wanita nullipara panjang 6 – 8 cm, dibandingkan dengan 9 –
10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah
melahirkan antara 50 – 70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah
melahirkan beratnya 80 gram atau lebih.
Uterus terdiri dari :
a). Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai
dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
b).Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat
pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri
terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai
fungsi utama sebagai janin berkembang.
3. Serviks uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di
bawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama
terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh
darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dan
lengket dari kanalis servikalis.
4. Tuba fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterina hingga suatu tempat didekat ovarium dan merupakan jalan
ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi anata 8 – 14 cm,
tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran
mukosa.
Tuba fallopi terdiri atas :
a). Pars interstisialis
Bagian yang terdapat di dinding uterus
b). Pars ismika
Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya
c). Pars ampularis
Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi
d). Pars infundibulum
Bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai
fimbria
5. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel,
fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintetis dan
sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5
– 3 cm, dan tebal 0,6 – 1 cm. setelah menopause ovarium sangat kecil.
Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan
menempel pada lekukan dinding lateral pelvis di antara illiaka
eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik fossa ovarica
waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium.
2. Adaptasi fisiologi ibu post partum dengan post sectio caesaria Menurut
Helen Farrer (2001) antara lain :
a. Perubahan pada corpus uteri
Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran
bayi yang disebut involusi. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus uteri
berada kira – kira 1 cm di atas umbilicus, enam hari setelah persalinan
normal barada kira – kira 2 jari di bawah pusat dan uterus tidak teraba
pada abdomen setelah 9 hari post partum. Kemudian terjadi peningkatan
kontraksi uterus segera setelah persalinan yang merupakan respon untuk
mengurangi volume intra uteri pada uteri terdapat tempat pelepasan
plasenta sebesar telapak tangan, regenerasi tempat pelepasan plasenta
belum sempurna sampai 6 minggu post partum. Uterus mengeluarkan
cairan melalui vagina yang disebut lochea. Pada hari pertama dan kedua
cairan berwarna merah disebut lochea rubra. Setelah satu minggu lochea
kuning disebut lochea serosa. Dua minggu setelah pesalinan cairan
berwarna putih disebut lochea alba.
b. Perubahan pada serviks
Bagian atas serviks sampai segmen bawah uteri menjadi sedikit edema,
ecso serviks menjadi lembut, terlihat memar dan terkoyak yang
memungkinkan terjadi infeksi.
c. Vagina dan perineum
Dinding vagina yang licin berangsur – angsur ukurannya akan kembali
normal dalam waktu 6 – 8 minggu post partum.
d. Payudara
Sekresi dan ekskresi kolostrum berlangsung pada hari ke 2 dan ke 3
setelah persalinan. Payudara menjadi penuh, tegang dan kadang nyeri,
tetapi setelah proses laktasi maka perawatan payudara akan lebih
nyaman.
III. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan
SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de
entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas
silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaandengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat
dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan
yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin,
Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)