DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
1) NI KOMANG KRISTINA DEWI
2) DINA MARIANA (17160020)
3) AMIR FAISAL KARIADI (17160064)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-
Nyalah kami dapat menyelesaikan askep ini tepat pada waktunya yang berjudul asuhan
keperawatan pada pasien NSTEMI. askep ini kami buat untuk memunuhi tugas mata kuliah dan
dapat memberikan wawasan yang luas tentang kebutuhan oksigenasi. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang
digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan tugas
ini, kami terima dengan senang hati
Meskipun dalam penyusunan makalah ini kami telah mencurahkan semua kemampuan,
namun kami sangat menyadari bahwa hasil penyusunan askep ini jauh dari sempurna dikarenakan
keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan kami . Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................. 4
B. Tujuan.......................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ……………………………….. 6
B. Etiologi ………………………………… 7
C. Manifestasi klinis …………………….... 8
D. Patosisiologi ……………………………… 9
E. Pathway ...................................................... 10
F. Jenis pemeriksaan ……………………… 11
G. Komplikasi ……………………………… 12
H. Penatalaksanaan ……………………… 16
I. Basic Promoting Physiology….................... 14
J. Pengkajian keperawatan….......................... 21
K. Diagnosa keperawatan................................ 24
L. Encana keperawatan.................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan kumpulan gejala klinis yang
menggambarkan kondisi iskemik miokard akut.1,2 Nyeri dada adalah gejala utama yang
dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun klasifikasi
selanjutnya didasarkan pada gambaran elektrokardiografi (EKG).3 Terdapat dua klasifikasi
pasien SKA berdasarkan gambaran EKG yaitu infark miokard dengan elevasi segmen ST
(STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) (anderson 2012 dan
hamm 2011).
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan
arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi
atheromatous. Dikatakan NSTEMI bila dijumpai peningkatan biomarkers jantung tanpa
adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim
jantung kondisi ini disebut dengan unstable angina (UA) dan diagnosis banding
diluarjantung harus tetap dipikirkan (Daga, 2011 dan Hamm, 2014).
Setiap tahunnya di Amerika Serikat 1.360.000 pasien datang dengan SKA, 810.000
diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya dengan UA. Sekitar dua per tiga pasien
dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan sisanya merupakan STEMI.5
Didunia sendiri, lebih dari 3 juta orang pertahun diperkirakan mendapatkan STEMI dan
lebih dari 4 juta orang mengalami NSTEMI. Di Eropa diperkirakan insidensi tahunan
NSTEMI adalah 3 dari 1000 penduduk, namun angka ini cukup bervariasi di negara-negara
lain.3 Angka mortalitas di rumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka
panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam rentang 4
tahun.3,6 Oleh karena itu, manajemen yang optimal terhadap kondisi NSTEMI sangat
penting (paxinos, 2012) Anamnese, pemeriksaan fisik, EKG, pertanda biokimia, dan
ekokardiografi merupakan alat- alat yang sangat penting digunakan untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat. Manajemen SKA harus berfokus pada diagnosis yang cepat dan tepat,
stratifikasi resiko, tindakan terapi yang sesuai untuk mengembalikan aliran darah pembuluh
koroner dan mengurangi iskemik miokard (Daga, 2011 dan Hamm, 2014).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran EKG depresi
segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker nekrosis yang positif
( mis, troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen ST pada gambaran EKG dan
sesuai dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman pada dada atau sesuai dengan
angina) (Anderson,2012)
NSTEMI adalah adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplay oksigen ke
miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner yang akan menyebabkan
iskemia miokardium loka (Awiatul,2015)
NSTEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen st yang disebabkan
oleh obstruksi. (Shanti.2014)
Dapat disimpulkan dari beberapa uraian yang telah disebut kan bahwa NSTEMI
merupakan adanya ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ke
miokardium yang dikarenakan adanya penyempitan arteri koroner yang menyebabkan
iskemia otot jantung.
6. Cemas
7. Lemah (Harahap, 2014 dan Awiatul, 2015)
D. Patofisiologi NSTEMI
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat
dalam ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke
miokard, melalui lima mekanisme dibawah ini: (Price and wilson,2006 dan anderson,
2012)
1. Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang disebabkan
oleh trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu dan biasanya
nonoklusif. Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari plak
yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya markers
miokard pada pasien-pasien NSTEMI. Trombus/plak oklusif juga dapat
menyebabkan sindroma ini namun dengan suplai darah dari pembuluh darah
kolateral. Patofisiologi molekuler dan seluler paling sering yang menyebabkan plak
aterosklerotik terganggu adalah inflamasi arterial yang disebabkan oleh proses non
infeksi (mis, lipid teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang
menyebabkan ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur atau erosi, dan trombogenesis.
Makrofag yang teraktivasi dan limfosit T yang berada pada plak meningkatkan
ekspresi enzim-enzim seperti metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan
disrupsi plak yang dapat menyebabkan NSTEMI.
2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu oleh
spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial (Prinzmetal’s
angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular
dan atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada puncak
obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang berasal dari campuran kondisi
tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi koroner dinamik dapat pula disebabkan oleh
disfungsi mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat disfungsi endotel atau
konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.
3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi pada
pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah percutaneous
coronary intervention (PCI).
4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita
peripartum).
5. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien
dengan UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan
atherosklerotik koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki
angina kronik stabil. UA sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti
mungkin disebabkan oleh embolisasi distal oleh trombus kaya platelet dari plak
yang ruptur atau mengalami erosi. Pada kondisi iskemik miokard (nyeri dada,
perubahan EKG, atau abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru),
peningkatan troponin mengindikasikan adanya infark miokard (anderson, 2012 dan
hamm, 2011)
Pada pasien-pasien dengan infark miokard, peningkatan awal troponin
muncul dalam 4 jam setelah onset gejala. Troponin dapat tetap meningkat sampai
dua minggu akibat proteolisis aparatus kontraktil. Nilai cut off untuk infark
miokard adalah kadar troponin jantung melebihi persentil 99 dari nilai referensi
normal (batas atas nilai normal).3 Kondisi-kondisi mengancam nyawa lainnya yang
menunjukkan gejala nyeri dada seperti aneurisma diseksi aorta atau emboli
pulmonal, dapat juga menyebabkan peningkatan troponin dan harus selalu
dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Peningkatan troponin jantung
juga dapat terjadi pada injuri miokard yang tidak berhubungan dengan pembuluh
koroner. (Hamm, 2011)
Creatine kinase – MB (CKMB) yang merupakan protein karier sitosolik
untuk fospat energi tinggi telah lama dijadikan sebagai standar diagnosis infark
miokard. Namun CKMB kurang sensitif dan kurang spesifik dibandingkan dengan
troponin jantung dalam menilai infark miokard. CKMB dalam jumlah yang kecil
dapat ditemui pada darah orang sehat dan meningkat seiring dengan kerusakan otot
lurik. (anderson, 2012)
3. Pemeriksaan Imaging
Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk ke rumah
sakit, sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan
sekaligus sebagai skrining kongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis.5
Pemeriksaan ekokardiografi dan doppler sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi
untuk menilai fungsi global ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding
regional. Ekokardiografi juga diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari
nyeri dada.(Daga,2011)
Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat menilai fungsi dan perfusi jantung
skaligus mendeteksi bekas luka pada jaringan, namun teknik imaging ini belum
secara luas tersedia. Begitu pula dengan nuclear myocardial perfusion tampaknya
akan sangat bermanfaat, namun tidak tersedia dalam layanan 24 jam.
Myokard skintigrafi juga dapat digunakan pada pasien dengan nyeri dada
tanpa perubahan gambaran EKG atau bukti adanya iskemik yang sedang
berlangsung ataupun infark miokard. Multidetector computed tomography (CT)
tidak digunakan untuk mendeteksi iskemia, namun menawarkan kemungkinan
mengurangi gejala dan depresi segmen ST. Dosis harus di up titrasi sampai gejala
(angina atau dyspnoe) berkurang atau munculnya efek samping (sakit kepala atau
hipotensi). (Hamm,2012)
5. Calcium Channel Blocker
Calcium channel blockers merupakan obat vasodilator dan beberapa
diantaranya memiliki efek langsung terhadap konduksi atrioventrikular dan denyut
jantung. Terdapat tiga sub kelas dari calcium blocker yaitu dihydropyridines
(nifedipine), benzothiazepines (diltiazem), dan phenylethylamines (verapamil).
Ketiga sub kelas ini memiliki derajat yang bervariasi dalam hal vasodilatasi,
penurunan kontraktilitas miokard dan penghambatan konduksi atrioventrikular.
Nifedipin dan amlodipin memiliki efek vasodilatasi perifer yang paling besar,
sementara diltiazem memiliki efek vasodilator yang paling kecil. (Hamm,2012)
6. Aspirin
Aspirin sebaiknya diberikan kepada semua pasien kecuali ada kontraindikasi,
dosis inisial aspirin non enterik 150-300 mg dikunyah. Selanjutnya 75-100 mg per
hari dalam jangka panjang dikatakan memiliki efikasi yang sama dengan dosis besar
dan memiliki resiko intoleran saluran cerna yang lebih kecil.(Daga,2011 dan
Hamm,2012)
7. Reseptor Inhibitor
Clopidogrel direkomendasikan pada seluruh pasien dengan dosis inisial 300
mg selanjutnya diikuti 75 mg per hari. Pada pasien yang dipertimbangkan untuk
menjalani PCI, loading dose 600 mg disarankan untuk mencapai penghambatan
fungsi trombosit yang lebih cepat. Clopidogrel harus dipertahankan setidaknya
selama 12 bulan kecuali terdapat resiko perdarahan. .(Daga,2011)
Penelitian Triton TIMI-38 menunjukkan bahwa pada pasien-pasien dengan
SKA yang menjalani PCI, ternyata prasugrel secara signifikan menurunkan
insidensi kejadian iskemik baik dalam jangka panjang maupun pendek. Namun
berhubungan dengan peningkatan resiko perdarahan, terutama pada pasien berusia >
75 tahun, berat badan < 60 kg dan pasien-pasien dengan riwayat TIA, stroke atau
perdarahan intrakranial. .(Hamm,2012)
Obat golongan P2Y12 Reseptor Inhibitor baru yang cukup menjanjikan
sebagai obat anti platelet adalah Ticagrelor. Seperti prasugrel, Ticagrelor memiliki
onset of action yang lebih cepat dan konsisten dibandingkan clopidogrel, namun
juga memiliki offset of action yang lebih cepat sehingga pemulihan fungsi platelet
menjadi lebih cepat. (Hamm,2012)
8. Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Inhibitors
Tiga obat yang termasuk golongan GP IIb/IIIa receptor inhibitors yang
disetujui untuk penggunaan klinis adalah abciximab yang merupakan suatu fragmen
CrCl < 20 ml/menit. Tambahan UFH dengan dosis 50-100 U/kg BB bolus
diperlukan selama PCI karena didapatinya insidensi trombosis kateter yang
sedikit tinggi. .(Daga,2011 dan Hamm,2012)
Tidak ditemukan kasus heparin induced trombositopenia (HIT) akibat
penggunaan fondaparinux, sehingga monitoring jumlah trombosit tidak diperlukan.
Monitoring terhadap aktivitas anti Xa, activated partial thromboplastin time
(aPTT), activated clotting time (ACT), prothrombin dan thrombin time tidak
memiliki pengaruh yang signifikan. (Hamm,2012)
12. Unfractionated Heparin
UFH kurang baik diabsorpsi melalui rute sub kutan, sehingga penggunaan
infus intravena menjadi rute pemberian yang lebih dipilih. Dengan dosis bolus
inisial 60-70 IU/kgBB (maksimal 5000 IU) diikuti infus inisial 12-15 IU/kg/jam
(maksimal 1000 IU/jam). Batas terapeutik UFH cukup sempit, sehingga diperlukan
monitoring aPTT secara berkala, dengan target optimal 50-75 detik (1,5-2,5 kali
batas teratas nilai normal). Pada nilai aPTT yang lebih tinggi, resiko komplikasi
perdarahan akan meningkat, tanpa adanya efek anti trombotik.
Efek antikoagulan UFH akan hilang dengan cepat dalam beberapa jam setelah
penghentian, sehingga dalam 24 jam penghentian terapi terdapat resiko reaktivasi
proses koagulasi dan meningkatkan resiko kejadian iskemik berulang
meskipun diberikan bersamaan dengan aspirin.3 Pada setting PCI, UFH diberikan
sebagai bolus dengan pemantauan ACT. Dosis pemberian UFH pada setting PCI
adalah 70-100 IU/kg atau 50-60 IU/kg bila dikombinasikan dengan GP IIb/IIIa
receptor inhibitors (Hamm,2012)
Pada pasien dengan resiko akut yang lebih sedikit dan tanpa pengulangan gejala,
angiografi dapat dilakukan dalam batas waktu 72 jam. (ESC)
b) Strategi Urgent Invasif ( < 120 menit)
Urgent invasif angiografi sebaiknya dilakukan pada pasien-pasien dengan
resiko sangat tinggi, dengan ciri sebagai berikut :
Angina refrakter (mengindikasikan adanya infark miokard yang sedang
berlangsung tanpa adanya abnormalitas ST)
Angina berulang meskipun dengan terapi antiangina yang kuat,
berhubungan dengan ST depresi (2mm) atau gelombang T negatif yang dalam
Gejala klinis gagal jantung atau hemodinamik tidak stabil (syok)
Aritmia yang mengancam nyawa (fibrilasi ventrikel atau ventrikular takikardia)
15. Strategi Early Invasif (<24 jam setelah kontak medis)
Kebanyakan pasien memberi respon terhadap terapi anti angina inisial,
namun resiko semakin meningkat dan membutuhkan angiografi yang diikuti dengan
tindakan revaskularisasi. Pasien-pasien dengan resiko tinggi ditandai dengan skor
resiko GRACE > 140 dan atau dijumpainya setidaknya satu dari kriteria resiko
tinggi primer pada tabel 6 sebaiknya menjalani evaluasi invasif dalam 24 jam.
(Hamm,2012)
16. Terapi Konservatif
Pada strategi konservatif dapat dilakukan tindakan angiografi elektif ataupun
tidak sama sekali. Pasien yang memenuhi semua kriteria dibawah ini dapat
dikatakan memiliki resiko rendah dan tidak rutin menjalani evaluasi early invasif,
yaitu: (Hamm,2012)
Tidak ada nyeri dada berulang
Tidak ada tanda-tanda gagal jantung
Tidak dijumpai abnormalitas pada EKG awal atau EKG kedua (pada 6-9 jam)
Tidak dijumpai peningkatan kadar troponin (pada saat datang maupun pada 6-9
jam)
Tidak dijumpai inducible iskemi
adalah pilihan pertama. Pada pasien dengan kelainan multi vessel, keputusan
mengenai PCI ataupun CABG harus dipertimbangkan berdasarkan individu pasien
masing-masing. Tindakan sekuensial, yang terdiri dari PCI pada culprit lesion
diikuti dengan tindakan CABG pada daerah non culprit lesion yang terbukti
iskemi dan atau berdasarkan penilaian fungsi, kelihatannya dapat bermanfaat
pada beberapa pasien. ( Hamm,2012)
CABG biasanya disarankan pada pasien dengan penyakit arteri koroner
yang kompleks yang tidak dapat dilakukan PCI, seperti kelainan koroner left main
dengan triple vessel,oklusi total dan kelainan yang difus. Sangat penting pula untuk
tetap memperhitungkan resiko perdarahan, karena pasien-pasien ini sedang dalam
terapi antiplatelet yang agresif. Keuntungan CABG adalah yang paling baik setelah
beberapa hari stabilisasi dengan terapi medis dan penghentian terapi antiplatelet.
(Daga,2011)
18. Tatalaksana Predischarge dan Pencegahan Sekunder
Pasien dengan NSTEMI setelah melewati fase inisial memiliki resiko tinggi
untuk mengalami kejadian iskemia berulang. Oleh karena itu tindakan pencegahan
yang esensial seperti perbaikan pola hidup, penurunan berat badan, kontrol tekanan
darah, manajemen diabetes, intervensi lipid, penggunaan antiplatelet, penghambat
beta, Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB) akan sangat membantu. .(Daga,2011 dan Harun,2009)
ACE inhibitor sebaiknya diberikan secara oral dalam 24 jam pertama pada
pasien dengan kongesti paru atau fraksi ejeksi ventrikel kiri≤ 0,40 tanpa adanya
hipotensi (tekanan darah sistole < 100 mmHg atau < 30 mmHg dibawah baseline)
atau kontraindikasi lain. ARB dapat diberikan pada pasien-pasien yang intoleran
terhadap ACE inhibitor. (AHA,2013)
Statin direkomendasikan untuk semua pasien NSTEMI, terlepas dari berapa
kadar kolesterol, inisiasi dini dimulai setelah masuk ke rumah sakit. Target LDL
yang diharapkan < 70 mg/dl.1 Penggunaan terapi antitrombotik jangka panjang
setelah keluar dari RS pada pasien NSTEMI.
H. Pengkajian keperawatan
1. Anamnese
Nyeri dada akut adalah salah satu alasan utama pasien-pasien datang ke unit
gawat darurat dan diketahui pasien selama ini sebagai pertanda SKA, namun setelah
evaluasi lebih lanjut hanya sekitar 15-20% pasien dengan nyeri dada akut yang
betul-betul mengalami SKA. Sehingga perlu pula diketahui gejala-gejala lain
yang sering dialami namun kurang diwaspadai oleh pasien NSTEMI. Oleh karena
itu pendekatan yang tepat akan keluhan nyeri dada harus dilakukan. (Daga,2011 dan
Anderson,2012)
Presentasi klinis dari NSTEMI meliputi berbagai gejala yang cukup luas.
Presentasi klinis yang selama ini umum diketahui antara lain: ( Hamm,2012)
a) Nyeri angina yang berdurasi panjang (> 20 menit) saat istirahat
b) - Angina onset baru (kelas II atau III berdasarkan klasifikasi
Canadian
c) Cardiovascular Society (CCS))
d) Destabilisasi baru dari yang sebelumnya angina stabil dengan setidaknya
memenuhi karakteristik angina kelas III CCS (crescendo angina), atau
e) Angina post infark miokard
Gambaran klinis nyeri dada pada NSTEMI adalah rasa berat atau tekanan
pada daerah retrosternal (angina) yang menjalar hingga ke lengan kiri, leher, atau
rahang, yang dapat bersifat intermiten (umumnya berlangsung selama beberapa
menit) atau persisten. Keluhan ini dapat diikuti dengan keluhan lainnya seperti fatik
yang ekstrim, diaphoresis, nausea, nyeri perut, dyspnoea, dan syncope. Dapat pula
didapati keluhan tidak khas lainnya seperti epigastric pain, masalah pencernaan,
nyeri dada seperti ditikam, nyeri dada dengan ciri pleuritik, atau bertambahnya
sesak napas. ( Hamm,2012)
Munculnya keluhan-keluhan tersebut setelah aktifitas fisik atau
berkurang saat istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis
iskemia. Dalam anamnese perlu pula ditanyakan dan dievaluasi adanya faktor resiko
standar seperti usia, diabetes mellitus, hipertensi, merokok, riwayat keluarga,
episode angina, konsumsi aspirin, riwayat serupa mengalami hal yang sama,
penyakit jantung koroner sebelumnya, dislipidemia, dan lain sebagainya.1 Penting
pula mengidentifikasi kondisi-kondisi klinis lainnya yang dapat mencetuskan
NSTEMI seperti anemia, infeksi, inflamasi, demam dan kelainan metabolik atau
endokrin (umumnya tiroid). ( Hamm,2012)
Pasien-pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan keluhan
rasa tidak nyaman pada daerah dada. Studi Framingham adalah studi pertama yang
menunjukkan bahwa setengah dari pasien infark miokard tidak menunjukkan gejala
dan tidak disadari oleh pasien. Canto et al menemukan bahwa sepertiga dari
434.877 pasien yang telah dikonfirmasi mengalami infark miokard pada National
Registry of Myocardial Infarction datang ke rumah sakit dengan gejala selain rasa
tidak nyaman pada daerah dada. Kondisi ini sepertinya lebih sering muncul pada
pasien-pasien berusia tua, wanita, memiliki diabetes dan atau memiliki gagal
jantung sebelumnya. (Anderson,2012)
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada NSTEMI bisa saja normal. Setiap pasien dengan SKA
harus diukur tanda-tanda vital nya (tekanan darah dikedua lengan jika
disangkakan diseksi, frekuensi detak jantung, dan suhu) dan selanjutnya harus
menjalani pemeriksaan fisik jantung dan dada yang lengkap.2 Tujuan utama dari
pemeriksaan fisik adalah untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada non kardiak
dan kelainan jantung non iskemik (emboli paru, diseksi aorta, perikarditis, penyakit
jantung katup) atau kemungkinan penyebab diluar jantung seperti penyakit paru
akut (pneumothoraks, pneumonia, efusi pleura). (Daga,2011 dan Hamm,2012)
Pemeriksaan fisik seperti diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardia,
suara jantung ketiga atau keempat, ronkhi basah basal, dan hipotensi menunjukkan
kemungkinan area iskemik yang luas dan beresiko tinggi.5 Pemeriksaan fisik lain
seperti pucat, banyak keringat dan tremor dapat mengarahkan ke kondisi-kondisi
pencetus seperti anemia dan tirotoksikosis. ( Hamm,2012)
Perbedaan tekanan darah pada anggota gerak atas dan bawah, nadi yang
iregular, murmur jantung, friction rub, nyeri saat palpitasi dan massa regio abdomen
adalah pemeriksaan fisik yang mungkin didapati pada kondisi selain NSTEMI.
( Hamm,2012)
I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri berhubungan dengan cedera biologis
1. Curah jantung menurun berhubungan dengan gangguan kontraksi menurun
2. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian
3. Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
4. Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi
J. Rencana Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan ischemia miokardium
NOC : Setelah dilakukan asuhan selama 1-3 jam diharap nyeri berkurang/hilang
dengan kreteria:
a. pasien dapat mengekspresikan bahwa nyeri berkurang/hilang secara verbal dan
oral.
b. Tanda vital dalam batas normal.
c. Individu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk meningkatkan
kenyamanan
d. Gambaran EKG tidak ada segmen ST elevated/depresi.
NIC : INERVENSIA
1. anjurkan pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila terjadi nyerI
dada.
2. observasi pasien tentang skala nyeri atau ketidaknyamanan
PATHWAY
B. Alasan Masuk RS
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 3 bulan yang lalu dan sesak nafas ketika beraktivitas
C. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 3 bulan yang lalu
D. Primary Survey
1. Air Way
Tidak ada obstruksi jalan nafas
pola nafas tidak efektif
Nafas dangkal
2. Breathing
Merasa sesak nafas ketika beraktivitas
RR: 32 x/menit
Irama: reguler
Suara nafas : vesikuler
Adanya penggunaan otot bantu pernafasan (diafragma dibantu oleh otot-otot yang dapat
yang dapat mengangkat tulang iga dan sternum)
Adanya pernafasan cuping hidung
3. Circulation
Nadi teraba lemah, Akral dingin
TD: 90/60 mmhg
Kulit pucat, Nadi: 110x/menit, mukosa bibir kering.
Terdengar bunyi jantung 1 dan 2 dan terdengar suara jantung 3 gallop
CRT: <3 detik
4. Disability
Kesadaran composmetis GCS:15 E:4 V:5 M:6
5. Exposure/Environtment
Tidak ada jejas , tidak ada tanda-tanda trauma servical
E. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 3 bulan yang lalu pada saat bangun tidur dan dada terasa
ampeg, pasien juga mengatakan nyeri datang ketika beraktifitas dan berkurang ketika
istirahat, pasien juga mengatakan mengalami sesak nafas lalu pasien di bawa di RSUD Dr
Moewardi keruang IGD dan dilakukan tindakan pemasangan oksigen 3 liter. Nadi 100
x/menit RR: 25 X/menit dan diberikan terapi farmakologi aspilet 80 g cairan Nacl 30/jam,
bisolpol 15 g. Pasien lalu dimasukan di ruang ICVCU dan dilakukan pengkajian sebelum
beraktivitas TD: 90/60 mmhg RR: 32 x/menit Nadi 110 x/menit S:36.5c dan setelah
beraktivitas dan didapatkan hasil tingkat kesadaran composmetis E: 4 V: 5 M: 6 besar
pupil:3 mm TD: 130/80 mmhg, Nadi: 115x/menit S:37,5 C RR: 34 x/menit
Keterangan:
:laki – laki
: perempuan
: pasien
11. Punggung
Inspeksi :tidak ada lordosis, kefosis, scoliosis, tidak ada edema dan tumor
Palpasi :tidak ada nyeri tekan,
12. Genetalia
1) Pria : normal, tidak ada hypospadia, epispadia
13. Rectum : normal tidak ada hemorid, prolap dan tumor.
14. Ektremitas
b. Selama Sakit
Data Subyektif
Provocatif : pasien mengatakan nyeri datang ketika beraktifitas
Paliatif : pasien mengatakan nyeri berkurang ketika istirahat
Quality : pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
Region :
Depan Belakang
Severity : pasien mengatakan skala nyeri 4 dari nilai 1-10 (nyeri sedang)
Time : pasien mengatakan nyeri hilang timbul dalam 5 menit
Input Output
Makan 1400 Urin 2500
Minum 800 Feses 200
Air IWL 500
metabolisme
Infus* 720 Drainage*
Nutrisi NGT* Perdarahan*
Obat* Muntah*
Lainnya Lainnya
Total 2.920 Total 3.300
*kalau ada
Balance cairan = Input – Output
= 2.920-3.300
= -380
6. Oksigenasi
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit tidak pernah menagalami sesak nafas. Pasien
mengatakan sesak saat beraktifitas
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan mengalami sesak nafas 3 hari ini
DO : terpasang nasal canul 3liter/jam, adanya otot bantu pernafasan, RR:26 x/menit
7. Eliminasi Fekal/Bowel
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1 hari/kali berwarna kuning berbau
khas.
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan selama BAB 1 hari/kali berwarna kuning berbau khas
DO : konsistensi 200 cc berwarna kuning dan berbau khas
8. Eliminasi urin
a. Sebelum Sakit
DS pasien mengatakan sebelum sakit BAK 6-7 X/hari berwarna kuning dan berbau
khas dan dapat dilakukan secara mandiri.
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan selama sakit BAK 6-7 x/hari berwarna kuning dan
berbau khas
DO : konsistensi BAK berwarna kuning dan berbau khas
9. Sensori, persepsi dan kognitif
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit tidak pernah mengalami gangguan
penglihatan, pendengaran, pengecapan dan penghidu.
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan selama sakit tidak mengalami gangguan penglihatan,
pendengaran, pengecap dan penghidu
DO tidak tampak adanya alat bantu penglihatan pendengaran
H. Psiko sosio budaya Dan Spiritual
1. Psikologis
a. Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah pasien mengatakan perasaan
setelah mengalami masalah ini sedih karna mengidap penyakit jantung
b. Cara mengatasi perasaan tersebut
Pasien mengatakan cara mengatasi masalah ini dengan berdoa dan berobat dirumah sakit
agar penyakitnya cepat teratasi dan sembuh
c. Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah
Pasien mengatakan jika masalahnya terselesaikan akan menjaga pola hidup sehat dan
makanan yang sehat agar tidak terkena penyakit
d. Jika rencana klien tidak dapat diselesaikan maka :
Pasien mengatakan jika rencana pasien tidak dapat terselesaikan maka pasien akan sabar
dan tabah untuk menghadapi masalah ini.
e. Pengetahuan klien tentang masalahah/penyakit yang ada :
Pasien mengakatan peran dimasyarakat sebagai warga biasa yang tidak bekerja sebagai
pensiunan
2. Sosial :
a. Aktivitas atau peran di masyarakat adalah :
Pasien mengatakan peran di masyarakat sebagai warga biasa yang tidak bekerja sebagai
pensiunan
b. Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah :
Tidak ada
c. Cara mengatasinya:
Tidak ada
d. Pandangan klien tentang aktifitas sosial dilingkungannya :
Pasien mengatakan sering mengikuti kegiatan sosail di kampungnya seperti gotong
royong
3. Budaya :
a. Budaya yang diikuti klien adalah:
Budaya Jawa
b. Kebudayaan yang dianut merugikan kesehatannya:
Tidak ada
4. Spiritual :
a. Aktivitas ibadah sehari-hari
Sholat 5 waktu dan membaca Al-Quran
b. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
Pengajian dan yasinan keliling kampung
c. Keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami :
pasien mengatakan keyakinan pasien tentang masalah ini yaitu ujian dari AIIAH dan
terus berdoa dan berusaha untuk pengobatan agar bisa sembuh
d. Pemeriksaan Penunjang
(Hasil pemeriksaan laboratorium,radiology, EKG,EEG dll)
Jenis Pemeriksaan : hematologi, kimia
Hari/Tanggal : 12-02-2018
I. Terapi Medis :
Jenis Terapi Nama Obat Dosis Rute Fungsi
Cairan IV Ringer Laktat 30 ml/jam IV
Obat parenteral lovenok 0,6 ml/jam IV
ANALISA DATA
DO:
-TD: 90/60 mmhg RR: 32 x/menit Nadi
110 x/menit S:36.5c
- setelah beraktivitas dan didapatkan
hasil tingkat kesadaran composmetis E:
4 V: 5 M: 6 besar pupil:3 mm TD:
130/80 mmhg, Nadi: 115x/menit S:37,5
C RR: 34 x/menit
-Hasil EKG: ST Depresi V3-V4, Nadi
teraba lemah,Terdengar bunyi jantung 1
dan 2 dan terdengar suara jantung 3
gallop
CRT: <5 detik SaO2: 105
MAP: 130
DO:
RR: 32 x/menit
Irama: reguler
Suara nafas : vesikuler
Adanya penggunaan otot bantu
pernafasan (diafragma dibantu oleh otot-
otot yang dapat yang dapat mengangkat
tulang iga dan sternum)
Adanya pernafasan cuping hidung
terpasang nasal canul 3liter/jam,
SaO2: 105, akral dingin
PRIORITAS DIAGNOSA
1. Penurunan curah jantung bd kontratilitas menurun
RENCANA TINDAKAN
CATATAN PERKEMBANGAN
4. Memonitor jumlah
cairan pasien
S:-
O:
Input :20920
Output : 3300
Balance: -3800
5. Memposisikan pasien
300
S:
klien mengatakan
merasa lebih nyaman
dengan posisi yang
diberikan.
O:
6. Berkolaborasi dalam
pemberian obat
antiaritmia, inotropiki.
S:-
O:
Clopicloquel 75mg/jam
peroral.
Astorvastatin: 40
mg/24 jam.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini kelompok akan melakukan pembahasan tentang kesenjangan antara tinjauan
teori dan praktik pada kasus Asuhan keperawatan pada Tn.H dengan penyakit NSTEMI di
ruang ICVCU RSDM. Pembahasan ini terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan
arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi
adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim
jantung kondisi ini disebut dengan unstable angina (UA) dan diagnosis banding diluar
A. Pengkajian
Tn. H. selain itu penulis mendapatkan keterangan dari pasien langsung dan keluarganya.
Pelaksanaan pengkajian mengacu pada teori, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi
Pada saat pengkajian Tn. H beserta keluarga cukup terbuka sehingga memudahkan
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Hal ini dibuktikan dengan Tn.H dan keluarga
mau menjawab pertanyaan yang diberikan penulis. Dari klien yang merupakan data
fokus dan selanjutnya dirumuskan diagnosa atau masalah keperawatan. Tidak terdapat
Dari hasil tanda-tanda vital yang didapat kesadaran composmentis, TD: 90/60
mmhg, Nadi: 110x/menit, Respirasi: 32x/menit, Suhu: 36,5 0C, BB: 60 kg, TB:160 Cm.
B. Diagnosa Keperawatan
Dari teori diatas, terdapat kesesuaian antara teori dan praktek. Ini didukung oleh
data pasien yang menunjukkan pada pengkajian kedaan umum pasien pasien mengalami
penurunan tekanan darah yaitu 90/60mmhg dan peningkatan nadi 110x/mnt, nadi teraba
lemah, CRT kembali dalam 5 detik dari hasil EKG terdapat sinus takikardi, klien
mengalami sesak napas terdapat pernapasan cuping hidung dan tampak retraksi dinding
dada dan klien juga mengeluhkan nyeri dada bagian kiri dengan skala 4 (sedang) klien
juga mengeluhkan sesak napas saat melakukan aktivitas yang berat. Dari masalah yang
yang klien rasakan yaitu yang pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan
hiperventilasi dan diagnosa ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens cidera
oksigen.
Diagnosa yang diambil oleh kelompok sudah mengacu pada nanda 2017, dimana
dari definisi dan batasan karakteristiknya sudah memenuhi dan menunjang alasan
kelompok mengangkat diagnosa tersebut. Intervensi yang kelompok gunakan juga telah
mengacu pada NOC dan NIC yaitu pada diagnosa penurunan curah jantung kelompok
ketidakefektipan pola napas kelompok mengambil lebel airway managemen dan untuk
24 jam dan evaluasi pada hari kedua klien sudah mengalami perbaikan dalam kedaanya
seperti tekanan darah pasien 120/80mmhg dan nadi 80x/mnt RR: 23x/mnt, skala nyeri
yang dirasakan pasien juga sudah berkurang yaitu dari skala nyeri 4 menjadi skala 5 dan
dari perkembangan pasien tersebut maka sebagian masalah keperawatan telah tercapai
Dalam asuhan keperawata ini kelompok mengangkat 4 dan dimana antara teori
dan askep kelolaan tanda dan gejala pasien sama dengan teori. Dari 4 diagnosa
sebagian
B. SARAN
1. Bagi pasien
sudah diperbolehkan pulang dan keadaan pasien membaik. Dan diharapkan pasien
2. Bagi mahasiswa
Diharapkah makalah ini bisa menjadi pedoman bagi mahasiswa yang memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa NSTEMI dan disarankan agar
melakukan pengkajian lebih mendalam agar dapat menggali lebih banyak masalah
DAFTAR PUSTAKA
Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians India. 2011
Hamm CW. (2011) .ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in
patients presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for the
management of acute coronary syndromes (ACS)
Hamm CW, Heeschen C, Falk E, Fox KAA. Acute Coronary Syndromes : Pathophysiology,
Diagnosis and Risk Stratification. diunduh dari https://www.mst.nl/opleidingcardiologi
Harun S, Alwi I. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing; 2009.
Kumar A. 2009. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part I.Mayo Clin
Proc.
Nanda. 2015. Nursing diagnosis: princip dan classification 2015-2017. Jakarta. EGC