Anda di halaman 1dari 51

Format Pengkajian

Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

ASUHAN KEPERAWATAN STASE


KEGAWAT DARURATAN DAN KRITIS PADA PASIEN
DENGAN NON-STEMI DI RUANG ICVCU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.MOEWARDI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
1) NI KOMANG KRISTINA DEWI
2) DINA MARIANA (17160020)
3) AMIR FAISAL KARIADI (17160064)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2018

Program Pendidikan Profesi Ners 1


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-
Nyalah kami dapat menyelesaikan askep ini tepat pada waktunya yang berjudul asuhan
keperawatan pada pasien NSTEMI. askep ini kami buat untuk memunuhi tugas mata kuliah dan
dapat memberikan wawasan yang luas tentang kebutuhan oksigenasi. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang
digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan tugas
ini, kami terima dengan senang hati
Meskipun dalam penyusunan makalah ini kami telah mencurahkan semua kemampuan,
namun kami sangat menyadari bahwa hasil penyusunan askep ini jauh dari sempurna dikarenakan
keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan kami . Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Yogyakarta, Februari 2018

Penyusun

Program Pendidikan Profesi Ners 2


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................. 4
B. Tujuan.......................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ……………………………….. 6
B. Etiologi ………………………………… 7
C. Manifestasi klinis …………………….... 8
D. Patosisiologi ……………………………… 9
E. Pathway ...................................................... 10
F. Jenis pemeriksaan ……………………… 11
G. Komplikasi ……………………………… 12
H. Penatalaksanaan ……………………… 16
I. Basic Promoting Physiology….................... 14
J. Pengkajian keperawatan….......................... 21
K. Diagnosa keperawatan................................ 24
L. Encana keperawatan.................................... 24

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Kasus …………………………………….. 30
BAB IV PEMBAHASAN...............................................
BAB V PENUTUP..........................................................
A.Kesimpulan ……………………………… 69
B.Saran ……………………………………….. 71
DAFTAR PUSTAKA

Program Pendidikan Profesi Ners 3


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan kumpulan gejala klinis yang
menggambarkan kondisi iskemik miokard akut.1,2 Nyeri dada adalah gejala utama yang
dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun klasifikasi
selanjutnya didasarkan pada gambaran elektrokardiografi (EKG).3 Terdapat dua klasifikasi
pasien SKA berdasarkan gambaran EKG yaitu infark miokard dengan elevasi segmen ST

Program Pendidikan Profesi Ners 4


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

(STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) (anderson 2012 dan
hamm 2011).
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan
arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi
atheromatous. Dikatakan NSTEMI bila dijumpai peningkatan biomarkers jantung tanpa
adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim
jantung kondisi ini disebut dengan unstable angina (UA) dan diagnosis banding
diluarjantung harus tetap dipikirkan (Daga, 2011 dan Hamm, 2014).
Setiap tahunnya di Amerika Serikat 1.360.000 pasien datang dengan SKA, 810.000
diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya dengan UA. Sekitar dua per tiga pasien
dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan sisanya merupakan STEMI.5
Didunia sendiri, lebih dari 3 juta orang pertahun diperkirakan mendapatkan STEMI dan
lebih dari 4 juta orang mengalami NSTEMI. Di Eropa diperkirakan insidensi tahunan
NSTEMI adalah 3 dari 1000 penduduk, namun angka ini cukup bervariasi di negara-negara
lain.3 Angka mortalitas di rumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka
panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam rentang 4
tahun.3,6 Oleh karena itu, manajemen yang optimal terhadap kondisi NSTEMI sangat
penting (paxinos, 2012) Anamnese, pemeriksaan fisik, EKG, pertanda biokimia, dan
ekokardiografi merupakan alat- alat yang sangat penting digunakan untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat. Manajemen SKA harus berfokus pada diagnosis yang cepat dan tepat,
stratifikasi resiko, tindakan terapi yang sesuai untuk mengembalikan aliran darah pembuluh
koroner dan mengurangi iskemik miokard (Daga, 2011 dan Hamm, 2014).

2. Tujuan Umum dan Khusus


a. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa akan lebih memahami tentang
asuhan keperawatan dengan masalah NSTEMI.
b. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa dapat mengetahui etiologi masalah NSTEMI.
2) Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis masalah NSTEMI.
3) Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi masalah NSTEMI.

Program Pendidikan Profesi Ners 5


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

4) Mahasiswa dapat mengetahui proses pengkajian keperawatan pada pasien yang


mengalami masalah NSTEMI.
5) Mahasiswa dapat mengetahui proses analisa data dan penentuan diagnosa pada
pasien dengan masalah NSTEMI.
6) Mahasiswa dapat mengetahui proses penentuan invertensi keperawatan pada pasien
dengan NSTEMI.
7) Mahasiswa dapat mengetahui proses implementasi keperawatan pada pasien dengan
masalah NSTEMI.
8) Mahasiswa dapat mengetahui proses eveluasi implementasi keperawatan pada
pasien dengan masalah NSTEMI.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran EKG depresi
segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker nekrosis yang positif
( mis, troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen ST pada gambaran EKG dan
sesuai dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman pada dada atau sesuai dengan
angina) (Anderson,2012)

Program Pendidikan Profesi Ners 6


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

NSTEMI adalah adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplay oksigen ke
miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner yang akan menyebabkan
iskemia miokardium loka (Awiatul,2015)
NSTEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen st yang disebabkan
oleh obstruksi. (Shanti.2014)
Dapat disimpulkan dari beberapa uraian yang telah disebut kan bahwa NSTEMI
merupakan adanya ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ke
miokardium yang dikarenakan adanya penyempitan arteri koroner yang menyebabkan
iskemia otot jantung.

B. Etiologi NSTEMI yaitu :


Harahap, 2014:
1. Penurunan suplay oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen pada otot jantung
yang terjadi obstruksi
2. Trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner
3. Trombus yang tidak oklusif pada plak
4. Obstruksi
5. Infeksi
6. inflamasi
7. Faktor resiko :
a. Yang tidak dapat diubah
 jenis kelamin, usia (lansia), riwayat penyakit jantung, ras.
b. Yang dapat dirubah:
 Hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi lemak jenuh,
kalori
 Jarang bberaktivitas fisik, emosional, stress psikologis.

C. Manifestasi klinis NSTEMI :


1. Nyeri
Nyeri pada area dada yang sampai terasa seperti terbakar dan menjalar ke bagian
tubuh yang lain.
2. Tampak Berkeringat
3. Tampak Pucat
4. Mual
5. Sesak nafas

Program Pendidikan Profesi Ners 7


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

6. Cemas
7. Lemah (Harahap, 2014 dan Awiatul, 2015)
D. Patofisiologi NSTEMI
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat
dalam ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke
miokard, melalui lima mekanisme dibawah ini: (Price and wilson,2006 dan anderson,
2012)
1. Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang disebabkan
oleh trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu dan biasanya
nonoklusif. Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari plak
yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya markers
miokard pada pasien-pasien NSTEMI. Trombus/plak oklusif juga dapat
menyebabkan sindroma ini namun dengan suplai darah dari pembuluh darah
kolateral. Patofisiologi molekuler dan seluler paling sering yang menyebabkan plak
aterosklerotik terganggu adalah inflamasi arterial yang disebabkan oleh proses non
infeksi (mis, lipid teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang
menyebabkan ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur atau erosi, dan trombogenesis.
Makrofag yang teraktivasi dan limfosit T yang berada pada plak meningkatkan
ekspresi enzim-enzim seperti metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan
disrupsi plak yang dapat menyebabkan NSTEMI.
2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu oleh
spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial (Prinzmetal’s
angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular
dan atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada puncak
obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang berasal dari campuran kondisi
tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi koroner dinamik dapat pula disebabkan oleh
disfungsi mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat disfungsi endotel atau
konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.
3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi pada
pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah percutaneous
coronary intervention (PCI).
4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita
peripartum).
5. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien
dengan UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan
atherosklerotik koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki
angina kronik stabil. UA sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti

Program Pendidikan Profesi Ners 8


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam, takikardia, tirotoksikosis),


penurunan aliran darah koroner (hipotensi) atau penurunan pasokan oksigen
miokard (anemia atau hipoksemia).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam
penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10
menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter.
Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah
depresi segmen ST atau elevasi transient dan atau perubahan pada gelombang T
(inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal).
( anderson,2012 dan Hamm, 2011)
Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi
segmen ST mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan
prognosis. Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal
yang penting dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST
> 2 mm meningkatkan resiko mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitif untuk
iskemik namun kurang spesifik, kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna.
(Anderson,2012 dan Kumar,2009)
Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan
sebaiknya dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini
dibandingkan dengan gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis.
Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai pada pasien-pasien
dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark
miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam
(6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi
nyeri dada berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat
diulangi secepatnya. (Hamm, 2011)
Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan
kemungkinan NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau
iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12 lead, namun
dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan pada lead V3R dan V4R. (Hamm, 2011)
2. Biomarker
Kardiak troponin (TnT dan TnI) memegang peranan penting dalam diagnosis
dan stratifikasi resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan UA. Troponin
lebih spesifik dan sensitif dibandingkan enzim jantung tradisional lainnya
seperti creatine kinase (CK), isoenzim CK yaitu CKMB dan mioglobin.
Peningkatan troponin jantung menggambarkan kerusakan selular miokard yang

Program Pendidikan Profesi Ners 9


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

mungkin disebabkan oleh embolisasi distal oleh trombus kaya platelet dari plak
yang ruptur atau mengalami erosi. Pada kondisi iskemik miokard (nyeri dada,
perubahan EKG, atau abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru),
peningkatan troponin mengindikasikan adanya infark miokard (anderson, 2012 dan
hamm, 2011)
Pada pasien-pasien dengan infark miokard, peningkatan awal troponin
muncul dalam 4 jam setelah onset gejala. Troponin dapat tetap meningkat sampai
dua minggu akibat proteolisis aparatus kontraktil. Nilai cut off untuk infark
miokard adalah kadar troponin jantung melebihi persentil 99 dari nilai referensi
normal (batas atas nilai normal).3 Kondisi-kondisi mengancam nyawa lainnya yang
menunjukkan gejala nyeri dada seperti aneurisma diseksi aorta atau emboli
pulmonal, dapat juga menyebabkan peningkatan troponin dan harus selalu
dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Peningkatan troponin jantung
juga dapat terjadi pada injuri miokard yang tidak berhubungan dengan pembuluh
koroner. (Hamm, 2011)
Creatine kinase – MB (CKMB) yang merupakan protein karier sitosolik
untuk fospat energi tinggi telah lama dijadikan sebagai standar diagnosis infark
miokard. Namun CKMB kurang sensitif dan kurang spesifik dibandingkan dengan
troponin jantung dalam menilai infark miokard. CKMB dalam jumlah yang kecil
dapat ditemui pada darah orang sehat dan meningkat seiring dengan kerusakan otot
lurik. (anderson, 2012)
3. Pemeriksaan Imaging
Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk ke rumah
sakit, sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan
sekaligus sebagai skrining kongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis.5
Pemeriksaan ekokardiografi dan doppler sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi
untuk menilai fungsi global ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding
regional. Ekokardiografi juga diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari
nyeri dada.(Daga,2011)
Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat menilai fungsi dan perfusi jantung
skaligus mendeteksi bekas luka pada jaringan, namun teknik imaging ini belum
secara luas tersedia. Begitu pula dengan nuclear myocardial perfusion tampaknya
akan sangat bermanfaat, namun tidak tersedia dalam layanan 24 jam.
Myokard skintigrafi juga dapat digunakan pada pasien dengan nyeri dada
tanpa perubahan gambaran EKG atau bukti adanya iskemik yang sedang
berlangsung ataupun infark miokard. Multidetector computed tomography (CT)
tidak digunakan untuk mendeteksi iskemia, namun menawarkan kemungkinan

Program Pendidikan Profesi Ners 10


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

untuk menyingkirkan adanya PJK. CT angiography, jika tersedia dapat


digunakan untuk menyingkirkan SKA dari etiologi nyeri dada lainnya.
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan baku emas untuk
mengetahui dan menilai keparahan penyakit arteri koroner. Angiografi urgent
dilakukan untuk tindakan diagnostik pada pasien-pasien dengan resiko tinggi dan
dengan diagnosis banding yang tidak jelas. (Hamm, 2011)
F. Komplikasi NSTEMI
1. Disfungsi ventrikular
2. Gangguan hemodinamik
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan infark miokardium
6. Emboli sitemik
7. Perikarditis
8. Ruptur pembuluh darah (Awiatul,2015)
G. Penatalaksanaan
1. MANAJEMEN TERAPI
Pasien dengan sangkaan SKA harus dievaluasi dengan cepat. Keputusan yang
dibuat berdasarkan evaluasi awal terhadap pasien memiliki konsekuensi klinis dan
ekonomis yang bermakna. Pasien NSTEMI atau diduga NSTEMI yang dalam
keadaan stabil sebaiknya dirawat inap dan menjalani tirah baring dengan
monitoring ritme EKG berkelanjutan dan diobservasi akan kemungkinan iskemik
berulang. Pasien dengan resiko tinggi, termasuk mereka dengan rasa tidak nyaman
pada dada yang terus menerus dan atau hemodinamik tidak stabil sebaiknya dirawat
di unit koroner (coronary care unit) dan diobservasi setidaknya 24-48 jam.
(Daga,2011)

Terdapat empat komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu terapi


antiiskemia, antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi
dini/revaskularisasi), dan perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah
perawatan RS.9 Terapi fibrinolitik (thrombolitik) menggunakan streptokinase,
urokinase, tenekteplase atau preparat lainnya sebaiknya tidak digunakan pada
pasien dengan NSTEMI. (Daga,2011)
2. Terapi Suportif
Pemberian oksigen dilakukan bila saturasi oksigen <90%, distres pernafasan,
atau memiliki resiko tinggi untuk terjadi hipoksemia. (Paxinos,2012 dan AHA
2013)

Program Pendidikan Profesi Ners 11


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Untuk mengatasi nyeri dapat diberikan nitrogliserin sublingual atau buccal


spray (0.4mg). Nitrogliserin dapat diberikan setiap 5 menit dengan total 3 dosis
pemberian. Jika nyeri masih menetap atau pasien dengan hipertensi ataupun gagal
jantung , nitrogliserin intra vena dapat diberikan (dosis inisial 5-10 ug/menit dengan
peningkatan 10 ug/menit sampai tekanan darah sistolik turun dibawah 100
mmHg). Pemberian nitrogliserin dikontraindikasikan pada pasien yang
mengkonsumsi sildenafil dalam 24 jam sebelum masuk rumah sakit atau 48 jam
untuk tadalafil. (Paxinos,2012 dan AHA 2013)
Morfin dapat digunakan untuk mengatasi nyeri, walaupun terdapat beberapa
observasi yang mengindikasikan adanya peningkatan mortalitas pada SKA dengan
penggunaan nya. Sedangkan NSAID disarankan untuk dihentikan pengunaannya
pada pasien NSTEMI, karena dijumpai peningkatan resiko mortalitas, reinfark,
hipertensi, gagal jantung dan ruptur miokard sehubungan dengan penggunaannya.
(Paxinos,2012)
3. Penghambat Reseptor Beta
Penghambat beta harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien-pasien
yang tidak memiliki tanda gagal jantung ataupun low-output state, peningkatan
resiko syok kardiogenik atau kontraindikasi relatif lain terhadap penghambatan
reseptor beta (interval PR>0,24 detik, blok jantung derajat 2 atau 3, asma aktif,
penyakit saluran nafas reaktif). (Paxinos,2012)
Penghambat reseptor beta mengurangi insidensi iskemik berulang dan
serangan infark miokard berikutnya. Preparat oral ini sebaiknya dilanjutkan sampai
waktu yang tak terbatas, terutama pada pasien-pasien dengan fungsi ventrikel
kiri yang berkurang. Penghambat reseptor beta intravena dapat diberikan apabila
tidak dijumpai kontraindikasi. Pada pasien- pasien yang dikontraindikasikan
menggunakan preparat penghambat beta dapat menggunakan non-
dihydropyridine calcium channel blocker (mis, verapamil atau diltiazem) sebagai
terapi inisial dengan memperhatikan bahwa pasien tersebut tidak mengalami
disfungsi ventrikel kiri yang signifikan atau kontraindikasi lainnya. (Paxinos,2012)
4. Nitrat
Keuntungan terapeutik dari penggunaan nitrat berhubungan dengan efek
venodilator yang menyebabkan penurunan preload miokard dan volume end
diastolik ventrikel kiri yang akhirnya menyebabkan penurunan konsumsi oksigen
miokard. Selain itu nitrat akan menyebabkan dilatasi arteri koroner normal
maupun arteri koroner yang mengalami aterosklerotik dan meningkatkan aliran
kolateral koroner.(Hamm,2012)
Pada pasien dengan NSTEMI yang memerlukan perawatan rumah sakit,
penggunaan nitrat intravena lebih efektif dibandingkan nitrat sublingual untuk

Program Pendidikan Profesi Ners 12


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

mengurangi gejala dan depresi segmen ST. Dosis harus di up titrasi sampai gejala
(angina atau dyspnoe) berkurang atau munculnya efek samping (sakit kepala atau
hipotensi). (Hamm,2012)
5. Calcium Channel Blocker
Calcium channel blockers merupakan obat vasodilator dan beberapa
diantaranya memiliki efek langsung terhadap konduksi atrioventrikular dan denyut
jantung. Terdapat tiga sub kelas dari calcium blocker yaitu dihydropyridines
(nifedipine), benzothiazepines (diltiazem), dan phenylethylamines (verapamil).
Ketiga sub kelas ini memiliki derajat yang bervariasi dalam hal vasodilatasi,
penurunan kontraktilitas miokard dan penghambatan konduksi atrioventrikular.
Nifedipin dan amlodipin memiliki efek vasodilatasi perifer yang paling besar,
sementara diltiazem memiliki efek vasodilator yang paling kecil. (Hamm,2012)
6. Aspirin
Aspirin sebaiknya diberikan kepada semua pasien kecuali ada kontraindikasi,
dosis inisial aspirin non enterik 150-300 mg dikunyah. Selanjutnya 75-100 mg per
hari dalam jangka panjang dikatakan memiliki efikasi yang sama dengan dosis besar
dan memiliki resiko intoleran saluran cerna yang lebih kecil.(Daga,2011 dan
Hamm,2012)
7. Reseptor Inhibitor
Clopidogrel direkomendasikan pada seluruh pasien dengan dosis inisial 300
mg selanjutnya diikuti 75 mg per hari. Pada pasien yang dipertimbangkan untuk
menjalani PCI, loading dose 600 mg disarankan untuk mencapai penghambatan
fungsi trombosit yang lebih cepat. Clopidogrel harus dipertahankan setidaknya
selama 12 bulan kecuali terdapat resiko perdarahan. .(Daga,2011)
Penelitian Triton TIMI-38 menunjukkan bahwa pada pasien-pasien dengan
SKA yang menjalani PCI, ternyata prasugrel secara signifikan menurunkan
insidensi kejadian iskemik baik dalam jangka panjang maupun pendek. Namun
berhubungan dengan peningkatan resiko perdarahan, terutama pada pasien berusia >
75 tahun, berat badan < 60 kg dan pasien-pasien dengan riwayat TIA, stroke atau
perdarahan intrakranial. .(Hamm,2012)
Obat golongan P2Y12 Reseptor Inhibitor baru yang cukup menjanjikan
sebagai obat anti platelet adalah Ticagrelor. Seperti prasugrel, Ticagrelor memiliki
onset of action yang lebih cepat dan konsisten dibandingkan clopidogrel, namun
juga memiliki offset of action yang lebih cepat sehingga pemulihan fungsi platelet
menjadi lebih cepat. (Hamm,2012)
8. Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Inhibitors
Tiga obat yang termasuk golongan GP IIb/IIIa receptor inhibitors yang
disetujui untuk penggunaan klinis adalah abciximab yang merupakan suatu fragmen

Program Pendidikan Profesi Ners 13


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

monoklonal antibody; eptifibatide sebuah peptide siklik; dan tirofiban yang


merupakan molekul peptidomimetik.3 Studi terbaru mengenai SKA tidak
menemukan keuntungan dalam penggunaan GP IIb/IIIa dalam SKA. (Daga,2011)
9. Terapi Antikoagulan
Antikoagulan digunakan pada terapi NSTEMI untuk menghambat
pembentukan dan atau aktivitas thrombin sehingga dapat mengurangi kejadian-
kejadian yang berhubungan dengan pembentukan thrombus. Antikoagulan
direkomendasikan untuk semua pasien sebagai tambahan terapi anti platelet.
(Daga,2011 dan Hamm,2012)
Terdapat beragam jenis antikoagulan yang tersedia, dan pemilihannya
didasarkan pada resiko iskemik, kejadian perdarahan dan pilihan strategi
manajemen inisial ( urgent invasif, early invasif atau konservatif).
3 Jenis antikoagulan antara lain:3
- Indirect inhibitors koagulasi (butuh anti trombin untuk aksi penuhnya) :
10. Low Molecular Weight Heparin
Salah satu LMWH yang sering digunakan adalah enoxaparin yang merupakan
antikoagulan pilihan baik pada pasien-pasien yang direncanakan untuk tindakan
konservatif ataupun tindakan invasif. Dengan dosis 1 mg/kgBB dua kali sehari,
enoxaparin dapat dihentikan 24 jam setelah strategi invasif dilakukan. Dan
sebaiknya diberikan selama 3 hingga 5 hari untuk pasien yang direncanakan
tindakan konservatif. .(Daga,2011)
Pada pasien-pasien NSTEMI yang telah mendapat enoxaparin dan akan menjalani
PCI, tidak dibutuhkan dosis enoxaparin tambahan jika suntikan sub kutan
sebelumnya < 8 jam sebelum PCI. Namun bila suntikan sub kutan enoxaparin
terakhir > 8 jam sebelum PCI, diperlukan dosis tambahan 0,3 mg/kgBB IV bolus.
Tidak disarankan mengganti antikoagulan dengan jenis yang lain. .(Hamm,2012)
LMWH dieliminasi sebagian melalui ginjal. Resiko akumulasi meningkat
seiring dengan penurunan fungsi ginjal, sehingga mengakibatkan peningkatan
resiko perdarahan. Sebagian besar LMWH dikontraindikasikan pada kasus-kasus
gagal ginjal dengan CrCl < 30 ml/menit. Namun, enoxaparin dapat diberikan
dengan dosis 1mg/kg BB satu kali sehari pada pasien-pasien dengan CrCl < 30
ml/menit. ( Hamm,2012)
11. Fondaparinux
Fondaparinux direkomendasikan atas dasar efikasi yang paling baik dan profil
keamanan nya. Fondaparinux paling sedikit menyebabkan komplikasi perdarahan
dan memiliki bioavailabilitas 100 % setelah disuntikkan secara sub kutan dengan
waktu paruh 17 jam serta diekskresikan oleh ginjal. Dosis yang direkomendasikan
adalah 2,5 mg/hari. Fondaparinux dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki

Program Pendidikan Profesi Ners 14


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

CrCl < 20 ml/menit. Tambahan UFH dengan dosis 50-100 U/kg BB bolus
diperlukan selama PCI karena didapatinya insidensi trombosis kateter yang
sedikit tinggi. .(Daga,2011 dan Hamm,2012)
Tidak ditemukan kasus heparin induced trombositopenia (HIT) akibat
penggunaan fondaparinux, sehingga monitoring jumlah trombosit tidak diperlukan.
Monitoring terhadap aktivitas anti Xa, activated partial thromboplastin time
(aPTT), activated clotting time (ACT), prothrombin dan thrombin time tidak
memiliki pengaruh yang signifikan. (Hamm,2012)
12. Unfractionated Heparin
UFH kurang baik diabsorpsi melalui rute sub kutan, sehingga penggunaan
infus intravena menjadi rute pemberian yang lebih dipilih. Dengan dosis bolus
inisial 60-70 IU/kgBB (maksimal 5000 IU) diikuti infus inisial 12-15 IU/kg/jam
(maksimal 1000 IU/jam). Batas terapeutik UFH cukup sempit, sehingga diperlukan
monitoring aPTT secara berkala, dengan target optimal 50-75 detik (1,5-2,5 kali
batas teratas nilai normal). Pada nilai aPTT yang lebih tinggi, resiko komplikasi
perdarahan akan meningkat, tanpa adanya efek anti trombotik.
Efek antikoagulan UFH akan hilang dengan cepat dalam beberapa jam setelah
penghentian, sehingga dalam 24 jam penghentian terapi terdapat resiko reaktivasi
proses koagulasi dan meningkatkan resiko kejadian iskemik berulang
meskipun diberikan bersamaan dengan aspirin.3 Pada setting PCI, UFH diberikan
sebagai bolus dengan pemantauan ACT. Dosis pemberian UFH pada setting PCI
adalah 70-100 IU/kg atau 50-60 IU/kg bila dikombinasikan dengan GP IIb/IIIa
receptor inhibitors (Hamm,2012)

13. Direct Thrombin Inhibitor


Bivalirudin saat ini direkomendasikan sebagai antikoagulan alternatif untuk
urgent dan elektif PCI pada pasien-pasien NSTEMI resiko sedang atau tinggi.
Bivalirudin menurunkan resiko perdarahan dibandingkan dengan UFH/LMWH plus
GP IIb/IIIa inhibitor, namun membutuhkan tambahan bolus heparin selama PCI
untuk mencegah stent thrombosis. (Daga,2011)
14. Revaskularisasi koroner
Kateterisasi jantung diikuti oleh revaskularisasi telah terbukti mencegah
iskemik berulang dan atau memperbaiki hasil akhir jangka pendek dan jangka
panjang. Berdasarkan keakutan resiko, waktu pelaksanaan angiografi dibagi
menjadi 4 kategori, yaitu: (Hamm,2012)
a) Strategi invasif (<72 jam setelah kontak medis pertama)

Program Pendidikan Profesi Ners 15


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Pada pasien dengan resiko akut yang lebih sedikit dan tanpa pengulangan gejala,
angiografi dapat dilakukan dalam batas waktu 72 jam. (ESC)
b) Strategi Urgent Invasif ( < 120 menit)
Urgent invasif angiografi sebaiknya dilakukan pada pasien-pasien dengan
resiko sangat tinggi, dengan ciri sebagai berikut :
 Angina refrakter (mengindikasikan adanya infark miokard yang sedang
berlangsung tanpa adanya abnormalitas ST)
 Angina berulang meskipun dengan terapi antiangina yang kuat,
berhubungan dengan ST depresi (2mm) atau gelombang T negatif yang dalam
 Gejala klinis gagal jantung atau hemodinamik tidak stabil (syok)
 Aritmia yang mengancam nyawa (fibrilasi ventrikel atau ventrikular takikardia)
15. Strategi Early Invasif (<24 jam setelah kontak medis)
Kebanyakan pasien memberi respon terhadap terapi anti angina inisial,
namun resiko semakin meningkat dan membutuhkan angiografi yang diikuti dengan
tindakan revaskularisasi. Pasien-pasien dengan resiko tinggi ditandai dengan skor
resiko GRACE > 140 dan atau dijumpainya setidaknya satu dari kriteria resiko
tinggi primer pada tabel 6 sebaiknya menjalani evaluasi invasif dalam 24 jam.
(Hamm,2012)
16. Terapi Konservatif
Pada strategi konservatif dapat dilakukan tindakan angiografi elektif ataupun
tidak sama sekali. Pasien yang memenuhi semua kriteria dibawah ini dapat
dikatakan memiliki resiko rendah dan tidak rutin menjalani evaluasi early invasif,
yaitu: (Hamm,2012)
 Tidak ada nyeri dada berulang
 Tidak ada tanda-tanda gagal jantung
 Tidak dijumpai abnormalitas pada EKG awal atau EKG kedua (pada 6-9 jam)
 Tidak dijumpai peningkatan kadar troponin (pada saat datang maupun pada 6-9
jam)
 Tidak dijumpai inducible iskemi

Penatalaksanaan lebih lanjut untuk pasien-pasien ini sesuai dengan untuk


evaluasi penyakit arteri koroner stabil. Sebelum keluar dari rumah sakit, stress test
untuk merangsang iskemi akan berguna untuk rencana terapi kedepan dan
dibutuhkan sebelum angiografi elektif. ( Hamm,2012)
17. CABG
Jika angiogram menunjukkan gambaran ateromatos namun tidak dijumpai
lesi kritis pada koroner, pasien akan disarankan untuk mendapat terapi medis. Pada
pasien dengan kelainan pada single-vessel, PCI dengan stenting pada culprit lesion

Program Pendidikan Profesi Ners 16


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

adalah pilihan pertama. Pada pasien dengan kelainan multi vessel, keputusan
mengenai PCI ataupun CABG harus dipertimbangkan berdasarkan individu pasien
masing-masing. Tindakan sekuensial, yang terdiri dari PCI pada culprit lesion
diikuti dengan tindakan CABG pada daerah non culprit lesion yang terbukti
iskemi dan atau berdasarkan penilaian fungsi, kelihatannya dapat bermanfaat
pada beberapa pasien. ( Hamm,2012)
CABG biasanya disarankan pada pasien dengan penyakit arteri koroner
yang kompleks yang tidak dapat dilakukan PCI, seperti kelainan koroner left main
dengan triple vessel,oklusi total dan kelainan yang difus. Sangat penting pula untuk
tetap memperhitungkan resiko perdarahan, karena pasien-pasien ini sedang dalam
terapi antiplatelet yang agresif. Keuntungan CABG adalah yang paling baik setelah
beberapa hari stabilisasi dengan terapi medis dan penghentian terapi antiplatelet.
(Daga,2011)
18. Tatalaksana Predischarge dan Pencegahan Sekunder
Pasien dengan NSTEMI setelah melewati fase inisial memiliki resiko tinggi
untuk mengalami kejadian iskemia berulang. Oleh karena itu tindakan pencegahan
yang esensial seperti perbaikan pola hidup, penurunan berat badan, kontrol tekanan
darah, manajemen diabetes, intervensi lipid, penggunaan antiplatelet, penghambat
beta, Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB) akan sangat membantu. .(Daga,2011 dan Harun,2009)
ACE inhibitor sebaiknya diberikan secara oral dalam 24 jam pertama pada
pasien dengan kongesti paru atau fraksi ejeksi ventrikel kiri≤ 0,40 tanpa adanya
hipotensi (tekanan darah sistole < 100 mmHg atau < 30 mmHg dibawah baseline)
atau kontraindikasi lain. ARB dapat diberikan pada pasien-pasien yang intoleran
terhadap ACE inhibitor. (AHA,2013)
Statin direkomendasikan untuk semua pasien NSTEMI, terlepas dari berapa
kadar kolesterol, inisiasi dini dimulai setelah masuk ke rumah sakit. Target LDL
yang diharapkan < 70 mg/dl.1 Penggunaan terapi antitrombotik jangka panjang
setelah keluar dari RS pada pasien NSTEMI.
H. Pengkajian keperawatan
1. Anamnese
Nyeri dada akut adalah salah satu alasan utama pasien-pasien datang ke unit
gawat darurat dan diketahui pasien selama ini sebagai pertanda SKA, namun setelah
evaluasi lebih lanjut hanya sekitar 15-20% pasien dengan nyeri dada akut yang
betul-betul mengalami SKA. Sehingga perlu pula diketahui gejala-gejala lain
yang sering dialami namun kurang diwaspadai oleh pasien NSTEMI. Oleh karena
itu pendekatan yang tepat akan keluhan nyeri dada harus dilakukan. (Daga,2011 dan
Anderson,2012)

Program Pendidikan Profesi Ners 17


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Presentasi klinis dari NSTEMI meliputi berbagai gejala yang cukup luas.
Presentasi klinis yang selama ini umum diketahui antara lain: ( Hamm,2012)
a) Nyeri angina yang berdurasi panjang (> 20 menit) saat istirahat
b) - Angina onset baru (kelas II atau III berdasarkan klasifikasi
Canadian
c) Cardiovascular Society (CCS))
d) Destabilisasi baru dari yang sebelumnya angina stabil dengan setidaknya
memenuhi karakteristik angina kelas III CCS (crescendo angina), atau
e) Angina post infark miokard
Gambaran klinis nyeri dada pada NSTEMI adalah rasa berat atau tekanan
pada daerah retrosternal (angina) yang menjalar hingga ke lengan kiri, leher, atau
rahang, yang dapat bersifat intermiten (umumnya berlangsung selama beberapa
menit) atau persisten. Keluhan ini dapat diikuti dengan keluhan lainnya seperti fatik
yang ekstrim, diaphoresis, nausea, nyeri perut, dyspnoea, dan syncope. Dapat pula
didapati keluhan tidak khas lainnya seperti epigastric pain, masalah pencernaan,
nyeri dada seperti ditikam, nyeri dada dengan ciri pleuritik, atau bertambahnya
sesak napas. ( Hamm,2012)
Munculnya keluhan-keluhan tersebut setelah aktifitas fisik atau
berkurang saat istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis
iskemia. Dalam anamnese perlu pula ditanyakan dan dievaluasi adanya faktor resiko
standar seperti usia, diabetes mellitus, hipertensi, merokok, riwayat keluarga,
episode angina, konsumsi aspirin, riwayat serupa mengalami hal yang sama,
penyakit jantung koroner sebelumnya, dislipidemia, dan lain sebagainya.1 Penting
pula mengidentifikasi kondisi-kondisi klinis lainnya yang dapat mencetuskan
NSTEMI seperti anemia, infeksi, inflamasi, demam dan kelainan metabolik atau
endokrin (umumnya tiroid). ( Hamm,2012)
Pasien-pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan keluhan
rasa tidak nyaman pada daerah dada. Studi Framingham adalah studi pertama yang
menunjukkan bahwa setengah dari pasien infark miokard tidak menunjukkan gejala
dan tidak disadari oleh pasien. Canto et al menemukan bahwa sepertiga dari
434.877 pasien yang telah dikonfirmasi mengalami infark miokard pada National
Registry of Myocardial Infarction datang ke rumah sakit dengan gejala selain rasa
tidak nyaman pada daerah dada. Kondisi ini sepertinya lebih sering muncul pada
pasien-pasien berusia tua, wanita, memiliki diabetes dan atau memiliki gagal
jantung sebelumnya. (Anderson,2012)
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada NSTEMI bisa saja normal. Setiap pasien dengan SKA
harus diukur tanda-tanda vital nya (tekanan darah dikedua lengan jika

Program Pendidikan Profesi Ners 18


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

disangkakan diseksi, frekuensi detak jantung, dan suhu) dan selanjutnya harus
menjalani pemeriksaan fisik jantung dan dada yang lengkap.2 Tujuan utama dari
pemeriksaan fisik adalah untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada non kardiak
dan kelainan jantung non iskemik (emboli paru, diseksi aorta, perikarditis, penyakit
jantung katup) atau kemungkinan penyebab diluar jantung seperti penyakit paru
akut (pneumothoraks, pneumonia, efusi pleura). (Daga,2011 dan Hamm,2012)
Pemeriksaan fisik seperti diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardia,
suara jantung ketiga atau keempat, ronkhi basah basal, dan hipotensi menunjukkan
kemungkinan area iskemik yang luas dan beresiko tinggi.5 Pemeriksaan fisik lain
seperti pucat, banyak keringat dan tremor dapat mengarahkan ke kondisi-kondisi
pencetus seperti anemia dan tirotoksikosis. ( Hamm,2012)
Perbedaan tekanan darah pada anggota gerak atas dan bawah, nadi yang
iregular, murmur jantung, friction rub, nyeri saat palpitasi dan massa regio abdomen
adalah pemeriksaan fisik yang mungkin didapati pada kondisi selain NSTEMI.
( Hamm,2012)
I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri berhubungan dengan cedera biologis
1. Curah jantung menurun berhubungan dengan gangguan kontraksi menurun
2. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian
3. Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
4. Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi

J. Rencana Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan ischemia miokardium
NOC : Setelah dilakukan asuhan selama 1-3 jam diharap nyeri berkurang/hilang
dengan kreteria:
a. pasien dapat mengekspresikan bahwa nyeri berkurang/hilang secara verbal dan
oral.
b. Tanda vital dalam batas normal.
c. Individu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk meningkatkan
kenyamanan
d. Gambaran EKG tidak ada segmen ST elevated/depresi.
NIC : INERVENSIA
1. anjurkan pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila terjadi nyerI
dada.
2. observasi pasien tentang skala nyeri atau ketidaknyamanan

Program Pendidikan Profesi Ners 19


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

3. Gunakan flow sheet untuk memonitor nyeri terhadap efek pemberian


obat angina.
4. Kaji tentang kepercayaan, kebudayaan, terhadap nyeri pasien dan
responnya.
5. Managemen nyeri :
 kaji secara komprehensif terhadap nyeri : lokasi,
karekteristik, onset, durasi, frekuensi, dan kualitasnya.
 Observasi nonverbal pasien terhadap ketidaknyamanan.
 observasi gejala yang berhubungan dengan dispnea,
mual/muntah, pusing, palpitasi.
 evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu,
tangan/lengan khususnya sisi kiri.
 Posisikan pasien pada istirahat total selama episode angina.
 Observasi tanda-tanda vital tiap 5 menit selama serangan
angina.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang, nyaman bila perlu batasi pengunjung
7. berikan makanan yang lembut
8. Kolaborasi :
 - pemberian oksigen
 - Nitrit
 - Penyekat beta
 - Morfin sulfat
 - EKG serial

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraksi


NOC : Setelah dilakukan asuhan selama 1-3 jam diharap curah jantung normal
dengan kreteria:
a. Nyeri angina tidak ada
b. Klien bertoleransi terhadap aktivitas.
c. Klien berpartisipasi dalam prilaku yang menurunkan curah jantung
d. Tanda vital dalam batas normal.
e. Hipotensi orthostatic tidak ada
f. AGD dalam batas normal.
g. Tidak ada suara nafas tambahan.
NIC : INTERVENSI
1. Kaji tanda vital : blood pressure, status respirasi rate, nadi
2. Kaji status mental : disorentasi, bingung
1. Catat warna kulit : cianosis, capillary refile.

Program Pendidikan Profesi Ners 20


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

3. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas terhadap perubahan :


nafas pendek, nyeri, palpitasi, pusing.
4. Evaluasi respon pasien terhadap terapi O2.
5. Auskultasi bunyi nafas : bunyi tambahan dan bunyi jantung : murmur
6. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi yang nyaman
selama episode akut.
7. Berikin periode istirahat dalam melakukn aktivitas
keperwatan.
8. Tekankan untuk menghindari regangan : selama defekasi, batuk
9. Pantau dan catat efek terapeutik/efek samping selama pemberian
kalsium antagonis, beta bloker,dan nitrat.
10. Kolaborasi :
a. pemberian kalsium antagonis.
b. Tes katerisasi untuk persiapan PTCA
3. Cemas berhubungan dengan rasa takut
NOC : Setelah dilakukan asuhan1 keperawatan selama..... diharapkan kecemasan
berkurang :
a. klien menyatakan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.
b. Klien menunjukkan strategi koping yang efektif
NIC : INTERVENSI
1. Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan : EKG, pemasangan monitor
2. Tingkatkan ekspresi pasien terhadap takut : menolak, depresi, marah
3. Anjurkan keluarga dan teman untuk menganggap pasien seperti sebelumnya.
4. Beritahu pasien tentang program medis yang telah dibuat untuk
menurunkan serangan akan datang
5. Kaji tanda vital
6. Kaji orientasi pasien : orang, tempat dan waktu
7. Kolaborasi : Pemberian sedative

PATHWAY

Program Pendidikan Profesi Ners 21


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS (ICU/ICVCU/ROI/HCU)

Nama Perawat : Amir, Dina, Cristin


Tanggal Pengkajian : 12-02-2018

Program Pendidikan Profesi Ners 22


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Jam pengkajian : 07.30


A. Biodata :
1. Pasien
Nama : Tn H
Tgl Lahir/Umur : 01-08-1956
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : gembung karangwuni polokarto
Tanggal masuk RS : 09-02-2018
Jam masuk RS : 23.00
Diagnosa Medis : NSTEMI
2. Pasien
Nama : Tn W
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
Pendidikan :SMA
Pekerjaan : Pensiun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : gembung karangwuni polokarto
Hubungan dengan klien : kakak

B. Alasan Masuk RS
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 3 bulan yang lalu dan sesak nafas ketika beraktivitas

C. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 3 bulan yang lalu

D. Primary Survey
1. Air Way
Tidak ada obstruksi jalan nafas
pola nafas tidak efektif
Nafas dangkal
2. Breathing
Merasa sesak nafas ketika beraktivitas

Program Pendidikan Profesi Ners 23


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

RR: 32 x/menit
Irama: reguler
Suara nafas : vesikuler
Adanya penggunaan otot bantu pernafasan (diafragma dibantu oleh otot-otot yang dapat
yang dapat mengangkat tulang iga dan sternum)
Adanya pernafasan cuping hidung

Penggunaan ventilator: TIDAK


Mode : NK
PEEP/CPAP : - Tidal Volume: - cc
FiO2 :3% I:E Ratio: - SaO2: 105
RR: : 32 x/menit
Terapi Oksigen : Nasal canul 3 liter

3. Circulation
Nadi teraba lemah, Akral dingin
TD: 90/60 mmhg
Kulit pucat, Nadi: 110x/menit, mukosa bibir kering.
Terdengar bunyi jantung 1 dan 2 dan terdengar suara jantung 3 gallop
CRT: <3 detik

4. Disability
Kesadaran composmetis GCS:15 E:4 V:5 M:6

5. Exposure/Environtment
Tidak ada jejas , tidak ada tanda-tanda trauma servical

E. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 3 bulan yang lalu pada saat bangun tidur dan dada terasa
ampeg, pasien juga mengatakan nyeri datang ketika beraktifitas dan berkurang ketika
istirahat, pasien juga mengatakan mengalami sesak nafas lalu pasien di bawa di RSUD Dr
Moewardi keruang IGD dan dilakukan tindakan pemasangan oksigen 3 liter. Nadi 100

Program Pendidikan Profesi Ners 24


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

x/menit RR: 25 X/menit dan diberikan terapi farmakologi aspilet 80 g cairan Nacl 30/jam,
bisolpol 15 g. Pasien lalu dimasukan di ruang ICVCU dan dilakukan pengkajian sebelum
beraktivitas TD: 90/60 mmhg RR: 32 x/menit Nadi 110 x/menit S:36.5c dan setelah
beraktivitas dan didapatkan hasil tingkat kesadaran composmetis E: 4 V: 5 M: 6 besar
pupil:3 mm TD: 130/80 mmhg, Nadi: 115x/menit S:37,5 C RR: 34 x/menit

b. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit darah tinggi sekitar 160/90 mmhg dan
mempunyai riwayat kolesterol tinggi sampai 208 dan tidak pernah mengonsumsi obat-
obatan. Pasien juga mengatakan pernah merokok 1 bungkus perhari dan sudah berhenti sejak
5 tahun yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mangatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga seperti darah tinggi,
kolesterol dan diabetes melitus dan penyakit jantung
F. Genogram

Keterangan:

:laki – laki

: perempuan

: pasien

: tinggal satu ruma


Secondary Survey
1. Kepala :
a. Kulit : bentuk kepala mesocaphal tidak ada edema, jejas dan tidak ada nyeri tekan
b. Rambut : rambut tidak rontok, rambut beruban
c. Muka : simetris tidak ada edema tidak ada jejas tidak ada nyeri tekan
d. Mata :
1) Konjungtiva : tidak anemis

Program Pendidikan Profesi Ners 25


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

2) Sclera : tidak ikterik


3) Bentuk Pupil : bulat
4) Ukuran Pupil : 3 mm
5) Reflek Pupil : positif
6) Palpebra : tidak ada edema didaerah palpebra
2. Hidung : simetris tidak ada polip atau pembekakan tidak ada kotoran pada hidung
3. Mulut : tidak ada stomatitis, tidak ada pembekakan tonsil
4. Gigi : tidak ada caries, tidak ada pendarahan pada gusi, tidak ada gigi palsu
5. Bibir : tampak kering
6. Telinga : simertis, bersih tidak ada cairan abnormal tidak ada nyeri tekan
7. Leher : tidak ada pembekakan kelenjar throid tidak ada nyeri tekan
8. Tenggorokan : tidak ada jejas dan lesi dan tidak ada tumor atau benjolan
9. Dada :normal tidak ada barrel ches, ifunnel chest
a. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada sama dengan kiri dan kanan tidak ada jejas, tumor
Palpasi : tidak ada nyeri tekan tidak ada tumor
Perkusi : redup
Auskultasi : vesikuler
b. Cor
Inspeksi : ictus cordi tampak
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi, tumor
Perkusi : batas jantung melebar
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 dan terdengar bunyi jantung 3
terdengar suara gallop
10. Abdomen
Inspeksi : tidak ada asites, tidak ada edema, nyeri tekan dan tidak ada tumor
Auskultasi :bising usus13x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani

11. Punggung
Inspeksi :tidak ada lordosis, kefosis, scoliosis, tidak ada edema dan tumor
Palpasi :tidak ada nyeri tekan,
12. Genetalia
1) Pria : normal, tidak ada hypospadia, epispadia
13. Rectum : normal tidak ada hemorid, prolap dan tumor.
14. Ektremitas

Program Pendidikan Profesi Ners 26


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

1) Atas : kekuatan otot otot 4 capilary refile:<5detik


2) Bawah : kekuatan otot 4 capilary refile :<5 detik
15. Pengkajian 12 nervus cranialis
a. Nervus I
Pasien dapat membedakan kopi dan alkohol
b. Nervus II
Tampak masih terlihat reflek pupil
Pasien dapat melihat lambaian tangan pada jarak 2 meter
c. Nervus III
Pupil isokor, kelopak mata dapat digerakan kebawah dan keatas reflek cahaya positif
d. Nervus VI,V
berespon saat diberi rangsangan perabaan
e. Nervus VII
Gerakan mimik wajah masih ada,pengecapan masih bisa merasakan asin, manis pahit.
Tidak ada gerakan-gerakan abnormal pada saraf VII (fasialis, grimacing), kekuatan
menutup mata kiri sama dengan yang kanan. Pasien dapat menngakat alis dan sama
antara kanan dan kiri
f. Nervus VIII
Pendengaran telinga kanan dan kiri sama
g. Nervus IX,X
Ada reflek muntah saat pemeriksa meraba dinding belakang pharinx
h. Nervus XI
Ada kekuatan otot sternocleidomastoideus diperiksa dan menahan gerakan fleksi
i. Nervus XII
Tidak ada tremor lidah, dapat menggerakan lidah kelateral
G. Basic Promoting physiology of Health
1. Aktivitas dan latihan
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan aktivitas sebelum sakit yaitu seperti makan, minum,
perawatan diri, BAK, BAK, berpindah penggunaan toilet dilakukan secara mandiri
pasien juga mengatakan sering beraktivitas secara berlebihan
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan aktivitas selama sakit hanya istirahat di tempat tidur dan
semua kebutuhan ADL dibantu oleh perawat dan keluarga
DO : pasien tampak bedres total, semua kebutuhan ADL dibantu total oleh
perawat dan keluarga
Kemampuan ambulasi & ADL (Indeks Barthel):
Aspek Kriteria Sebelum sakit Selama sakit
Makan/minum 0 : Tidak mampu 2 1

Program Pendidikan Profesi Ners 27


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

1 :Butuh bantuan memotong, menyuap


2 : mandiri
Mandi 0:Tergantug orang lain 1 0
1 : Mandiri
Perawatan diri 0 :Membutuhkan bantuan orang lain 1 0
(Grooming) 1 : Mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
Berpakaian/ber 0 :  Tergantung 2 1
dandan orang lain
1 : Sebagian dibantu (misal mengancing
baju)
2  :  Mandiri
BAK 0  : inkontinensia 2 1
atau pakai kateter
dan tidak
terkontrol
1  : Kadang Inkontinensia (maks, 1x24
jam)
2 :   Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
Buang air besar 0  : Inkontinensia (tidak teratur atau perlu 2 1
(Bladder) enema)
1: Kadang
Inkontensia (sekali seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
Penggunaan 0 : Tergantung 2 0
toilet bantuan orang
lain
1 : Membutuhkanbantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 :  Mandiri
Berpindah 0 : Tidak mampu 3 1
1 : Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2 : Bantuan kecil (1orang)
3 :Mandiri
Berjalan/mobilit 0 : Immobile (tidak mampu) 3 1
as 1  :Menggunakan kursi roda
2  : Berjalan dengan bantuan satu orang
3  : Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
Naik turun 0 :  Tidak mampu 2 1
tangga 1:Membutuhkan bantuan
1 (alat bantu)
2 :    Mandiri

Interpretasi hasil Nilai


Ketergantungan total 0-4
Ketergantungan Berat 5-8
Ketergantungan Sedang 9-11
Ketergantungan ringan 12-19
Mandiri 20

Hasil interpretasi Penilaian pasien: 7 ketergantungan berat

Program Pendidikan Profesi Ners 28


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Tabel skala jatuh dari morse :


No Pengkajian Skala Nilai Ket
1 Riwayat jatuh : apakah jatuh dalam 3 Tidak 0 0
bulan terakhir. Ya 25
2 Diagnosa sekunder : Apakah memiliki Tidak 0 15
lebih dari satu penyakit. Ya 15
3 Alat Bantu jalan : 0 0
   Bedrest / dibantu perawat
      Kruk / tongkat / walker. 15
     Berpegangan pada benda – benda 30
sekitar. (Kursi, lemari,meja).
4 Terapi intravena : Apakah saat ini Tidak 0 20
terpasang infus. Ya 20
5 Gaya Berjalan / cara Berpindah: 0 10
    Normal / Besrest / immobile (tidak
dapat bergerak sendiri)
      Lemah tidak bertenaga. 10
      Gangguan atau tidak normal(pincang 20
/diseret).
6 Status mental: 0 0
    Menyadari kondisi dirinya.
M mengalami keterbatasan daya ingat. 15
Total nilai

Tingkatan Resiko Nilai MPS


Tidak Beresiko 0 - 24
Resiko Rendah 25 - 50
Resiko Tinggi ≥51

Hasil interpretasi Penilaian pasien: 45 (resiko rendah)

2. Tidur dan istirahat


a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit tidur selama 7-8 jam perhari dan tidur siang
1-2 jam/hari
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan selama sakit tidur selama 7-8 jam/hari dan tidur siang 1-
3 jam
DO : pasien tampak tidur dan bedres total
3. Kenyamanan dan nyeri
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit tidak mengalami nyeri

Program Pendidikan Profesi Ners 29


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

b. Selama Sakit
Data Subyektif
Provocatif : pasien mengatakan nyeri datang ketika beraktifitas
Paliatif : pasien mengatakan nyeri berkurang ketika istirahat
Quality : pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
Region :

Depan Belakang
Severity : pasien mengatakan skala nyeri 4 dari nilai 1-10 (nyeri sedang)
Time : pasien mengatakan nyeri hilang timbul dalam 5 menit

DO : pasien tampak gelisah, Nadi: 110 x/menit


4. Nutrisi
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x/hari dengan makanan kesukaan
telor puluh, jeroan ayam, dan makanan bersantan.
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan selama sakit makan 3xhari dengan diet rumah sakit
dengan menu nasi bubur, tahu, dan sayuran dan habis 1 porsi makanan yang diberikan.
DO : A: BB: 60 Kg TB: 160 Cm IMT: 23,43 kg
B: GDS: 88 mg/dl HB: 14,4 g/dl
C: Konjungtiva anemis, pasien tampak gemuk
D: Rendah natrium, rendah lemak jenis makanan lunak 1700 kkal
5. Cairan, Elektrolit dan Asam Basa
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit minum air putih 7-8 gelas/hari dan minum
teh 1 gelas perhari.
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan selama sakit minum 3-4 gelas air putih dan teh manis
dan juga air jeruk
DO : terpasang infus NACL 0,9 % kecepatan 30/jam di ektremitas atas dektra

Program Pendidikan Profesi Ners 30


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Input Output
Makan 1400 Urin 2500
Minum 800 Feses 200
Air IWL 500
metabolisme
Infus* 720 Drainage*
Nutrisi NGT* Perdarahan*
Obat* Muntah*
Lainnya Lainnya
Total 2.920 Total 3.300
*kalau ada
Balance cairan = Input – Output
= 2.920-3.300
= -380
6. Oksigenasi
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit tidak pernah menagalami sesak nafas. Pasien
mengatakan sesak saat beraktifitas
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan mengalami sesak nafas 3 hari ini
DO : terpasang nasal canul 3liter/jam, adanya otot bantu pernafasan, RR:26 x/menit

7. Eliminasi Fekal/Bowel
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1 hari/kali berwarna kuning berbau
khas.
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan selama BAB 1 hari/kali berwarna kuning berbau khas
DO : konsistensi 200 cc berwarna kuning dan berbau khas

8. Eliminasi urin
a. Sebelum Sakit
DS pasien mengatakan sebelum sakit BAK 6-7 X/hari berwarna kuning dan berbau
khas dan dapat dilakukan secara mandiri.
b. Selama Sakit

Program Pendidikan Profesi Ners 31


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

DS : pasien mengatakan selama sakit BAK 6-7 x/hari berwarna kuning dan
berbau khas
DO : konsistensi BAK berwarna kuning dan berbau khas
9. Sensori, persepsi dan kognitif
a. Sebelum Sakit
DS : pasien mengatakan sebelum sakit tidak pernah mengalami gangguan
penglihatan, pendengaran, pengecapan dan penghidu.
b. Selama Sakit
DS : pasien mengatakan selama sakit tidak mengalami gangguan penglihatan,
pendengaran, pengecap dan penghidu
DO tidak tampak adanya alat bantu penglihatan pendengaran
H. Psiko sosio budaya Dan Spiritual
1. Psikologis
a. Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah pasien mengatakan perasaan
setelah mengalami masalah ini sedih karna mengidap penyakit jantung
b. Cara mengatasi perasaan tersebut
Pasien mengatakan cara mengatasi masalah ini dengan berdoa dan berobat dirumah sakit
agar penyakitnya cepat teratasi dan sembuh
c. Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah
Pasien mengatakan jika masalahnya terselesaikan akan menjaga pola hidup sehat dan
makanan yang sehat agar tidak terkena penyakit
d. Jika rencana klien tidak dapat diselesaikan maka :
Pasien mengatakan jika rencana pasien tidak dapat terselesaikan maka pasien akan sabar
dan tabah untuk menghadapi masalah ini.
e. Pengetahuan klien tentang masalahah/penyakit yang ada :
Pasien mengakatan peran dimasyarakat sebagai warga biasa yang tidak bekerja sebagai
pensiunan
2. Sosial :
a. Aktivitas atau peran di masyarakat adalah :
Pasien mengatakan peran di masyarakat sebagai warga biasa yang tidak bekerja sebagai
pensiunan
b. Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah :
Tidak ada
c. Cara mengatasinya:
Tidak ada
d. Pandangan klien tentang aktifitas sosial dilingkungannya :
Pasien mengatakan sering mengikuti kegiatan sosail di kampungnya seperti gotong
royong

Program Pendidikan Profesi Ners 32


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

3. Budaya :
a. Budaya yang diikuti klien adalah:
Budaya Jawa
b. Kebudayaan yang dianut merugikan kesehatannya:
Tidak ada
4. Spiritual :
a. Aktivitas ibadah sehari-hari
Sholat 5 waktu dan membaca Al-Quran
b. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
Pengajian dan yasinan keliling kampung
c. Keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami :
pasien mengatakan keyakinan pasien tentang masalah ini yaitu ujian dari AIIAH dan
terus berdoa dan berusaha untuk pengobatan agar bisa sembuh
d. Pemeriksaan Penunjang
(Hasil pemeriksaan laboratorium,radiology, EKG,EEG dll)
Jenis Pemeriksaan : hematologi, kimia
Hari/Tanggal : 12-02-2018

NO JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL HASIL INTERPRETASI


1. Hemoglobin 13.5-17.5 14.4 g/dl Normal
2. Hematokrit 33-45 46 % meningkat
3. Trombosit 150-450 138 ribu/ul normal
4. Leukosit 4.5-11.0 7.0 ribu/ul normal
5. Eritrosit 4.50-5.90 4.78 juta/ul normal
6. HbAIC 4.8-5.9 6.6 % meningkat
7. GDS 70-110 88 mg/d normal
8. GDS 2 jam PP 80-140 124 mg/dl normal
9. Creatinie 0.8-1.3 1.0 mg/dl normal
10. Ureum <50 19 mg/dl normal
11. Asam urat 2.4-6.1 6.1 mg/dl normal
12. Chosterol total 50-200 208 mg/dl meningkat
13. Cholesterol LDL 83-210 117 mg/dl normal
14. Cholesterol HDL 30-74 31 mg/dl normal
15. Trigliserida <150 228 mg/dl meningkat
16. Natrium darah 136-145 140 mmol/l meningkat
17. Kalium darah 3.7-5.4 4.6 mmol/l normal
18. Chorida darah 98-106 112 mmol/l meningkat

Hasil EKG:sinus rytem


ST Depresi V3-V4

Program Pendidikan Profesi Ners 33


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Program Pendidikan Profesi Ners 34


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

I. Terapi Medis :
Jenis Terapi Nama Obat Dosis Rute Fungsi
Cairan IV Ringer Laktat 30 ml/jam IV
Obat parenteral lovenok 0,6 ml/jam IV

Obat peroral Clopidoguel 75 mg/24 jam


Aspilet 80 mg/24 jam
atorvastatin 40 mg/24 jam
bisoprolol 2,5 mg/24 jam

1. Lovenok : digunakan untuk menghentikan gumpalan darah setelah


prosedur operasi dengan menyuntikan kepasien agar peredaran darah lancar
kembali
2. Clopidague : untuk mengurangi kekentalan darah dan membantu
mencegah terjadinya pembekuan darah di arteri diberikan orang yang berisiko
tinggi dan baru terkena serangan jantung.
3. Aspilet : untuk mengatasi trombosis atau antitrombotik dan untuk
pencegahan terhadap terjadinya serangan jantung.
4. Atorvastatin : menurunkan kadar kolesterol tubuh
5. Bisoprolol : penghambat beta yang digunakan untuk mengobati hipertensi
atau angina, gagal jantung.
6. Ringel laktal : cairan infus yang biasa digunakan pada pasien dewasa dan
anak-anak sebagai sumber elektrolit dan untuk hidrasi.

Program Pendidikan Profesi Ners 35


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

ANALISA DATA

Nama klien : Tn H No. Register : 01408687

Umur : 61 Tahun Diagnosa Medis : NSTEMI

Ruang Rawat : ICVCU Alamat : Gemblung karangwuni polokarto


TGL/JAM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
12-02-2018 DS: Kontratilitas menurun Penurunan curah

08.00 Pasien mengatakan mempunyai riwayat jantung

penyakit darah tinggi sekitar 160/90

mmhg dan mempunyai riwayat

kolesterol tinggi sampai 208 dan tidak

pernah mengonsumsi obat-obatan.

Pasien juga mengatakan pernah merokok

1 bungkus perhari dan sudah berhenti

sejak 5 tahun yang lalu

DO:
-TD: 90/60 mmhg RR: 32 x/menit Nadi
110 x/menit S:36.5c
- setelah beraktivitas dan didapatkan
hasil tingkat kesadaran composmetis E:
4 V: 5 M: 6 besar pupil:3 mm TD:
130/80 mmhg, Nadi: 115x/menit S:37,5
C RR: 34 x/menit
-Hasil EKG: ST Depresi V3-V4, Nadi
teraba lemah,Terdengar bunyi jantung 1
dan 2 dan terdengar suara jantung 3
gallop
CRT: <5 detik SaO2: 105
MAP: 130

TGL/JAM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

Program Pendidikan Profesi Ners 36


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

12-02-2018 DS: Hiperventilasi Ketidakefektifan pola

08.00 pasien mengatakan mengalami sesak nafas

nafas sejak 3 hari ini

DO:

RR: 32 x/menit
Irama: reguler
Suara nafas : vesikuler
Adanya penggunaan otot bantu
pernafasan (diafragma dibantu oleh otot-
otot yang dapat yang dapat mengangkat
tulang iga dan sternum)
Adanya pernafasan cuping hidung
terpasang nasal canul 3liter/jam,
SaO2: 105, akral dingin

Program Pendidikan Profesi Ners 37


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

TGL/JAM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


12-02-2018 DS: Agen cedera biologis Nyeri Akut
Pasien mengatakan nyeri dada sejak 3
08.00
bulan yang lalu pada saat bangun tidur
dan dada terasa ampeg.
Provocatif: pasien mengatakan nyeri
datang ketika beraktifitas
berat
Paliatif: pasien mengatakan nyeri
berkurang ketika istirahat
Quality: pasien mengatakan nyeri seperti
ditusuk-tusuk
Region: pasien mengatakan nyeri di dada
sebelah kiri
Severity: pasien mengatakan skala nyeri
4 dari nilai 1-10 (nyeri sedang)
Time: pasien mengatakan nyeri hilang
timbul dalam 5 menit

DO : pasien tampak gelisah,


Nadi: 110 x/menit
12-02-2018

08.00 DS: pasien mengatakan aktivitas selama Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas


sakit hanya istirahat di
antara suplai dan
tempat tidur dan semua
kebutuhan oksigen
kebutuhan ADL dibantu oleh
perawat dan keluarga

DO: pasien tampak bedres total, semua


kebutuhan ADL dibantu total
oleh perawat dan keluarga
Hasil interpretasi Penilaian pasien: 7
ketergantungan berat
Hasil EKG: ST Depresi V3-V4

PRIORITAS DIAGNOSA
1. Penurunan curah jantung bd kontratilitas menurun

Program Pendidikan Profesi Ners 38


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

2. Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi

3. Nyeri Akut Bd Agen cedera biologis

4. Intoleransi aktivitas Bd Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

Program Pendidikan Profesi Ners 39


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

RENCANA TINDAKAN

Nama klien : Tn H No. Register : 01408687

Umur : 61 Tahun Diagnosa Medis : NSTEMI

Ruang Rawat : ICVCU Alamat : Gemblung karangwuni polokarto


No Diagnoa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1 Ketidakefektipan Setelah dilakukan Airway managemen 1. Untuk
pola napas tindakan keperawatan 1. Posisikan pasien memaksima
Berhubungan selama 3 x 24 jam untuk lkan
dengan diharapkan memaksimalkan ventilasi
ketidakefektifan pola ventilasi. pasien.
napas dapat ditingkatkan 2. Auskultasi suara 2. Untuk
dari level 3 cukup nafas catat mengetahui
deviasi berat dalam adanya suara apakah
kisaran normal ke level nafas tambahan. terdapat
4 deviasi ringan dari 3. Monitor RR dan suara nafas
kisaran normal . status oksigenasi. tambahan.
Dengan kriteria hasil: 4. Berikan oksigen 3. Untuk
1. Tidak ada dengan mengetahui
sianosis dan menggunakan perkembang
dyspneu. nasal kanul an
2. Mampu bernapas 5. Kolaborasi dalam pernapasan
dengan mudah. pemberian obat. dan status
3. Tidak ada suara oksigenasi
napas abnormal pasien.
(ronkhi 4. Untuk
wezhing). memenuhi
4. Menunjukan kebutuhan
jalan napas yang oksigenasi
paten ( klien pada pasien.
tidak merasa 5. Untuk
tercekik, irama membantu
napas reguler dalam
dengan RR : 12- proses
20 x/mnt) penyembuh
an pasien.
2 Penurunan curah Setelah dilakukan Pengaturan 1. Untuk
jantung tindakan keperawatan hemodinamik. mengetahui
Berhubungan selama 3x24 jam 1. Monitor tekanan keadan
dengan diharapkan penurunan nadi, suhu dan umum
curah jantung dapat RR. pasien.
teratasi dari level 2 2. Monitor tekanan 2. Untuk
terganggu ke level 4 darah, nadi suhu, mengetahui
sedikit terganggu dengan RR sebelum dan keadaan
kriteria hasil: sesudah aktivitas. pasien
1. Tekanan darah 3. Monitor jumlah , sebelum dan
dalam rentang bunyi dan irama setelah

Program Pendidikan Profesi Ners 40


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

normal jantung. aktivitas.


(120mmhg- 4. Posisikan pasien 3. Untuk
140mmhg) 300 mengetahui
Nadi: 60- 5. Kolaborasi dalam adanya
100x/mnt. pemberian obat keabnormal
RR: 12-20x/mnt. antiaritmia, an pada
2. Tidak ada inotropiki. jantung
penurunan klien.
kesadaran GCS: 4. Untuk
15 menurunkan
3. Tidak ada edema tekanan
paru perifer dan intrakranial.
acites. 5. Untuk
membantu
dalam
proses
penyembuh
an pasien.
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Untuk
Berhubungan tindakan keperawatan 1. Lakukan mengetahui
dengan selama 3x24 jam pengkajian nyeri status nyeri
diharapkan nyeri akut secara pasien.
berkurang dari level 1 komprehensif 2. Untuk
berat ditingkatkan ke (OPQRST) mengetahui
level 4 ringan dengan 2. Observasi reaksi reaksi
kriteria hasil: nonverbal dan nonverbal
1. Mampu ketidaknyamanan. klien
mengontrol nyeri 3. Tingkatkan terhadap
(penyebab nyeri, istirahat pasien. nyeri yang
mampu, 4. Ajarkan tehnik dirasakan
menggunakan nonfarmakologi pasien.
tehnik non relaksasi nafas 3. Untuk
farmakologi dan dalam, masase, memenuhi
mencari distraksi). kebutuhan
bantuan). 5. Kolaborasi dalam istirahat
2. Mampu pemberian obat pasien.
mengenali skala analgesik. 4. Untuk
nyeri mengurasi
3. Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah pasien.
nyeri berkurang 5. Untuk
membantu
dalam
proses
penguranga
n nyeri
pasien.

4 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Mengkaji tingkat 1. Untuk


aktivitas tindakan keperawatan kemampuan mengetahui
Berhubungan selama 3x24 jam pasien untuk kemampuan
dengan diharapkan intoleransi berpindah dari klien untuk
aktivitas dapat teratasi tempat tidur melakukan
dari level 2 berat ke berdiri, ambulasi, aktivitas.
level 4 ringan. Dengan dan melakukan 2. Untuk
kriteria hasil: ADL. mengetahui
1. Berpartisipasi 2. Pantau respon perubahan

Program Pendidikan Profesi Ners 41


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

dalam aktivitas oksigen pasien status


fisik tanpa terhadap oksigenasi
disertai aktivitas. pasien
peningkatan 3. Pantau respon sebelum dan
tekanan darah, nutrisi untuk sesudah
nadi, RR memastikan melakukan
2. Mampu sumber-sumber aktivitas.
melakukan energi yang 3. Untuk
aktivitas sehari- adekuat. mengetahui
hari secara 4. Pantau dan pemenuhan
mandiri. dokumentasikan nutrisi
pola tidur pasien pasien.
dan lamanya 4. Untuk
waktu tidur dalam mengetahui
jam. jumlah
istirahat
pasien.

Program Pendidikan Profesi Ners 42


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien : Tn H No. Register : 01408687

Umur : 61 Tahun Diagnosa Medis : NSTEMI

Ruang Rawat : ICVCU Alamat : Gemblung karangwuni polokarto

No Diagnosa Implementasi SOAP TTD


1 Ketidakefektipan 1. Memposisikan pasien S: Perawat
pola napas untuk memaksimalkan klien mengatakan merasa lebih xxx
Berhubungan ventilasi. nyaman.
dengan S: Klien merasa lebih nyaman.
klien mengatakan O:
merasa lebih nyaman. Klien tampak lebih nyaman
O: Tidak terdengar suara napas
Klien tampak lebih tambahan, suara napas
nyaman vesikuler.
2. Mengauskultasi suara RR: 26x/mnt
nafas catat adanya Klien tampak sesak napas
suara nafas tambahan. tampak pernapasan cuping
S:- hidung klien tampak terpasang
O: oksigen 3 LPM.
Tidak terdengar suara Klien berikan oksigenasi kanul
napas tambahan, suara nasal 3 LPM.
napas vesikuler. A:
Masalah keperawatan belum
3. Memonitor RR dan teratasi.
status oksigenasi. P:
S: - Lanjutkan intervensi
O: 1. Posisikan pasien untuk
RR: 26x/mnt memaksimalkan
Klien tampak sesak ventilasi.
napas tampak 2. Auskultasi suara nafas
pernapasan cuping catat adanya suara
hidung klien tampak nafas tambahan.
terpasang oksigen 3 3. Monitor RR dan status
LPM. oksigenasi.
4. Berkolaborasi dalam 4. Berikan oksigen
memberikan oksigen dengan menggunakan
dengan menggunakan nasal kanul
nasal kanul.
S:
Klien merasa lebih
nyaman.
O:
Klien berikan
oksigenasi kanul nasal
3 LPM.

Program Pendidikan Profesi Ners 43


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

2 Penurunan curah 1. Memonitor tekanan S: Perawat


jantung nadi, suhu dan RR. klien mengatakan merasa lebih xxx
Berhubungan nyaman dengan posisi yang
dengan S: diberikan.
O:
O: Nadi : 110x/mnt
Suhu :36,5
Nadi : 110x/mnt RR: 26x/mnt sebelum :nadi
100x/mnt
Suhu :36,5 TD : 140/80 mmhg
RR: 24x/mnt
RR: 26x/mnt
Sesudah :
2. Memonitor tekanan TD: 144/89 mmhg
Nadi : 110x/mnt
darah, nadi suhu, RR
Suhu :36,5
sebelum dan sesudah RR: 26x/mnt
aktivitas. iramanya jantung reguler.
Input :20920
S:- Output : 3300
Balance: -3800
O: Klien tampak lebih nyaman.
Levonok 0,6 ml/jam intravena.
sebelum :nadi
Clopicloquel75mg/jam peroral.
100x/mnt Aspilet 80 mg/24 jam peroral.
Astorvastatin: 40 mg/24 jam.
TD : 140/80 mmhg
Bisoprolol: 2,5 mg/24 jam
RR: 24x/mnt
A:
Sesudah : Masalah keperawatan belum
teratasi
TD: 144/89 mmhg
P:
Nadi : 110x/mnt Lanjutkan intervensi

Suhu :36,5 1. Monitor tekanan nadi,


suhu dan RR.
RR: 26x/mnt 2. Monitor tekanan darah,
nadi suhu, RR sebelum
3. Memonitor jumlah , dan sesudah aktivitas.
bunyi dan irama 3. Monitor jumlah , bunyi
jantung. dan irama jantung.
4. Posisikan pasien 300
S:- 5. Kolaborasi dalam
pemberian obat
O: iramanya jantung antiaritmia, inotropiki.
reguler.

4. Memonitor jumlah
cairan pasien

S:-

O:

Input :20920

Program Pendidikan Profesi Ners 44


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Output : 3300

Balance: -3800

5. Memposisikan pasien
300

S:

klien mengatakan
merasa lebih nyaman
dengan posisi yang
diberikan.

O:

Klien tampak lebih


nyaman.

6. Berkolaborasi dalam
pemberian obat
antiaritmia, inotropiki.

S:-

O:

Levonok 0,6 ml/jam


intravena.

Clopicloquel 75mg/jam
peroral.

Aspilet 80 mg/24 jam


peroral.

Astorvastatin: 40
mg/24 jam.

Bisoprolol: 2,5 mg/24


jam.

3 Nyeri akut 1. Melakukan pengkajian S: Perawat


Berhubungan nyeri secara O: xxx
dengan komprehensif P: pasien mengatakan nyeri
(OPQRST) datang saat beraktivitas.
S: P: klien mengatakan nyeri
O: berkurang saat istiraht.
P: pasien mengatakan Q: seperti ditusuk-tusuk
nyeri datang saat R: di dada sebelah kiri.
beraktivitas. S: skala 4
P: klien mengatakan T: hilang timbul dalam 5
nyeri berkurang saat menit.
istiraht.
Q: seperti ditusuk-tusuk klien mengatakan istirahat

Program Pendidikan Profesi Ners 45


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

R: di dada sebelah kiri. kurang lebih 7-8 jam sehari


S: skala 4 klien mengatakan merasa lebih
T: hilang timbul dalam nyaman
5 menit.
O:
O: klien tampak menahan nyeri.
klien tampak menahan klien tampak meringis
nyeri. menahan nyeri saat nyeri
2. Mengobservasi reaksi timbul.
nonverbal dan klien tampak istirahat dengan
ketidaknyamanan. cukup.tidak tampak kantung
S:- mata berwarna kehitaman.
O: klien tampak Klien tampak merasa lebih
meringis menahan nyaman dan tampak mampu
nyeri saat nyeri timbul. mengikuti intruksi yang
3. Meningkatkan istirahat diajarkan.
pasien.
S: A:
klien mengatakan Masalah keperawatan belum
istirahat kurang lebih 7- teratasi
8 jam sehari.
O: P:
klien tampak istirahat Lanjutkan intervensi
dengan cukup.tidak
tampak kantung mata 1. Lakukan pengkajian
berwarna kehitaman. nyeri secara
4. Mengajarkan tehnik komprehensif
nonfarmakologi (OPQRST)
relaksasi nafas dalam, 2. Observasi reaksi
masase, distraksi). nonverbal dan
S: ketidaknyamanan.
klien mengatakan 3. Tingkatkan istirahat
merasa lebih nyaman. pasien.
O: 4. Ajarkan tehnik
Klien tampak merasa nonfarmakologi
lebih nyaman dan relaksasi nafas dalam,
tampak mampu masase, distraksi).
mengikuti intruksi yang
diajarkan.

4 Intoleransi 1. Mengkaji tingkat S: Perawat


aktivitas kemampuan pasien Klien mengatakan selama sakit xxx
Berhubungan untuk berpindah dari dibantu oleh keluarganya saat
dengan tempat tidur berdiri, melakukan aktivitas seperti
ambulasi, dan makan dan BAK.
melakukan ADL. klien mengatakan merasa sesak
S: napas saat melakukan aktivitas
Klien mengatakan yang berlebihan
selama sakit dibantu Klien mengatakan makan 3x
oleh keluarganya saat sehari dan menghabiskan porsi
melakukan aktivitas maknnya
seperti makan dan Klien mengatakan tidur 7-8
BAK. jam sehari.
O: O:
Klien tampak dibantu Klien tampak dibantu

Program Pendidikan Profesi Ners 46


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

beraktivitas oleh beraktivitas oleh keluarganya


keluarganya seperti seperti makan, mandi dan
makan, mandi dan toileting.
toileting. Klien tampak sesak napas saat
melakukan aktivitas
2. Memantau respon berlebihan.
oksigen pasien terhadap Hasil EKG menunjukan non
aktivitas. stemi.
S: Klien tampak makan diit yang
klien mengatakan diberuikan dari rumah sakit.
merasa sesak napas saat Klien tampak istirahat dengan
melakukan aktivitas cukup, tidak tampak kantung
yang berlebihan. mata.
O:
Klien tampak sesak A:
napas saat melakukan Masalah keperawatan belum
aktivitas berlebihan. teratasi
Hasil EKG menunjukan
non stemi. P:
Lanjutkan intervensi
3. Memantau respon 1. Mengkaji tingkat
nutrisi untuk kemampuan pasien
memastikan sumber- untuk berpindah dari
sumber energi yang tempat tidur berdiri,
adekuat. ambulasi, dan
S: melakukan ADL.
Klien mengatakan 2. Pantau respon oksigen
makan 3x sehari dan pasien terhadap
menghabiskan porsi aktivitas.
maknnya. 3. Pantau respon nutrisi
O: untuk memastikan
Klien tampak makan sumber-sumber energi
diit yang diberuikan yang adekuat.
dari rumah sakit. 4. Pantau dan
dokumentasikan pola
4. memantau dan tidur pasien dan
dokumentasikan pola lamanya waktu tidur
tidur pasien dan dalam jam.
lamanya waktu tidur
dalam jam
S:
Klien mengatakan tidur
7-8 jam sehari.
O:
Klien tampak istirahat
dengan cukup, tidak
tampak kantung mata.

Program Pendidikan Profesi Ners 47


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan melakukan pembahasan tentang kesenjangan antara tinjauan

teori dan praktik pada kasus Asuhan keperawatan pada Tn.H dengan penyakit NSTEMI di

ruang ICVCU RSDM. Pembahasan ini terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, sumbatan

arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau materi-materi

atheromatous. Dikatakan NSTEMI bila dijumpai peningkatan biomarkers jantung tanpa

adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak didapati peningkatan enzim-enzim

jantung kondisi ini disebut dengan unstable angina (UA) dan diagnosis banding diluar

jantung harus tetap dipikirkan (Daga, 2011 dan Hamm, 2014)

A. Pengkajian

Proses pengkajian yang dilakukan pada Tn. H NSTEMI di ruangan ICVCU,

dilakukan dengan melakukan observasi, monitoring dan pemeriksaan fisik langsung ke

Tn. H. selain itu penulis mendapatkan keterangan dari pasien langsung dan keluarganya.

Pelaksanaan pengkajian mengacu pada teori, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi

Tn.H saat dikaji.

Pada saat pengkajian Tn. H beserta keluarga cukup terbuka sehingga memudahkan

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Hal ini dibuktikan dengan Tn.H dan keluarga

mau menjawab pertanyaan yang diberikan penulis. Dari klien yang merupakan data

fokus dan selanjutnya dirumuskan diagnosa atau masalah keperawatan. Tidak terdapat

kesenjangan antara teori dan kondisi klien.

Program Pendidikan Profesi Ners 48


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Dari hasil tanda-tanda vital yang didapat kesadaran composmentis, TD: 90/60

mmhg, Nadi: 110x/menit, Respirasi: 32x/menit, Suhu: 36,5 0C, BB: 60 kg, TB:160 Cm.

Hasil pemeriksaan laboratorium, HB: 14,4 g/dl.

B. Diagnosa Keperawatan

Dari teori diatas, terdapat kesesuaian antara teori dan praktek. Ini didukung oleh

data pasien yang menunjukkan pada pengkajian kedaan umum pasien pasien mengalami

penurunan tekanan darah yaitu 90/60mmhg dan peningkatan nadi 110x/mnt, nadi teraba

lemah, CRT kembali dalam 5 detik dari hasil EKG terdapat sinus takikardi, klien

mengalami sesak napas terdapat pernapasan cuping hidung dan tampak retraksi dinding

dada dan klien juga mengeluhkan nyeri dada bagian kiri dengan skala 4 (sedang) klien

juga mengeluhkan sesak napas saat melakukan aktivitas yang berat. Dari masalah yang

dialami pasien, kelompok menetapkan 3 masalah keperawatan untuk mengatasi masalah

yang klien rasakan yaitu yang pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan

kontraktilitas menurun diagnosa kedua ketidakefektipan pola nafas berhubungan dengan

hiperventilasi dan diagnosa ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens cidera

biologis dan diagnosa terakhir intoleransi aktivitas berhubungan dengan kekurangan

oksigen.

Diagnosa yang diambil oleh kelompok sudah mengacu pada nanda 2017, dimana

dari definisi dan batasan karakteristiknya sudah memenuhi dan menunjang alasan

kelompok mengangkat diagnosa tersebut. Intervensi yang kelompok gunakan juga telah

mengacu pada NOC dan NIC yaitu pada diagnosa penurunan curah jantung kelompok

mengambil intervensi dengan lebel pengaturan hemodinamik, untuk diagnosa kedua

ketidakefektipan pola napas kelompok mengambil lebel airway managemen dan untuk

nyeri akut kelompok mengambil label manajemen nyeri.

Program Pendidikan Profesi Ners 49


Universitas Respati Yogyakarta
Format Pengkajian
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Dari keempat diagnosa kelompok melakukan pengelolan pasien selama 2x dalam

24 jam dan evaluasi pada hari kedua klien sudah mengalami perbaikan dalam kedaanya

seperti tekanan darah pasien 120/80mmhg dan nadi 80x/mnt RR: 23x/mnt, skala nyeri

yang dirasakan pasien juga sudah berkurang yaitu dari skala nyeri 4 menjadi skala 5 dan

dari perkembangan pasien tersebut maka sebagian masalah keperawatan telah tercapai

dengan pengelolaan pasien salama 2 x 24 jam.(2011 dan Hamm, 2014).

Dalam asuhan keperawata ini kelompok mengangkat 4 dan dimana antara teori

dan askep kelolaan tanda dan gejala pasien sama dengan teori. Dari 4 diagnosa

kelompok melakukan pengelolaan selama 2x24 jam masalah keperawatan teratasi

sebagian

B. SARAN

1. Bagi pasien

Diharapkan pasien lebih mejaga kesehatanya, rajin mengontrolkan kesehatan saat

sudah diperbolehkan pulang dan keadaan pasien membaik. Dan diharapkan pasien

juga menjaga gaya hidupnya agar lebih sehat lagi.

2. Bagi mahasiswa

Diharapkah makalah ini bisa menjadi pedoman bagi mahasiswa yang memberikan

asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa NSTEMI dan disarankan agar

melakukan pengkajian lebih mendalam agar dapat menggali lebih banyak masalah

yang dirasakan pas

Program Pendidikan Profesi Ners 50


Universitas Respati Yogyakarta
Buku Panduan Umum
Praktik Klinik Gawat Darurat

DAFTAR PUSTAKA

ACCF/AHA. ACCF/AHA Pocket Guideline Management of Patients With Unstable


Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction (Adapted from the 2013

Anderson.2012.Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/Non–ST-


Elevation Myocardial Infarction A Report of the American College of Cardiology
Foundation.

Awiatul.2015 asuhan keperawatan pada pasien NSTEMI.UMS

Bulechek, G. 2013. Nuursing intervention classification (NIC). Missouri. Elselver mosby

Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians India. 2011

Hamm CW. (2011) .ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in
patients presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for the
management of acute coronary syndromes (ACS)

Hamm CW, Heeschen C, Falk E, Fox KAA. Acute Coronary Syndromes : Pathophysiology,
Diagnosis and Risk Stratification. diunduh dari https://www.mst.nl/opleidingcardiologi

Harun S, Alwi I. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing; 2009.

Kumar A. 2009. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part I.Mayo Clin
Proc.

Moorhead, S. 2013. Nuursing outcomes classification (NIC). Missouri. Elselver mosby

Myrtha R. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut


(SKA).CDK.2011

Nanda. 2015. Nursing diagnosis: princip dan classification 2015-2017. Jakarta. EGC

NTCM. EKG Pada Iskemia, Infark Miokard. PERKI-DKI Jaya

Paxinos G, .2012. Katritsis Therapy of Non-ST-Elevation Acute Coronary Syndromes.


Hellenic J Cardiol
Price and wilson. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta.EGC

Shanti.2013. asuhan keperawatan pada pasien dengan infar miokard, USU

Smeltzer and bare.2002. buku ajar keperawatan medikan bedah. Jakarta.EGC

Program Pendidikan Profesi Ners FIKES Universitas Respati Yogyakarta


1 (Unriyo)

Anda mungkin juga menyukai