A. Pendahuluan
1
Hastarini Dwi Atmanti, Investasi sumber daya manusia melalui pendidikan, Vol.2, Dinamika
Pembangunan, 2005, hal. 31
terburuk menurut pandangan sistem pendidikan di masing-masing negara yang
menerapkan. Dalam pemberian peringkat ini, instansi-instansi dan situs-situs
tersebut di atas menetapkan beberapa parameter atau indikator sebagai tolak ukur
dalam penilaian untuk menetapkan peringkat. Namun, kebenaran dari parameter
yang digunakan belum dapat dibuktikan atau tidak dapat dipercaya. Melihat
kebanyakan dari indikator penilaian hanya dicantumkan begitu saja tanpa adanya
penelitian yang dapat jadikan sebagai acuan untuk dapat di percaya. Setelah
melihat masalah ini, penulis menganggap penting untuk membahas tentang
masalah pengklasifikasian sistem pendidikan global yang bersifat bagai wacana
tanpa solusi dengan menggunakan perspektif post-modernisme.
B. Kerangka Teori
Masyarakat umum hanya mengetahui bahwa postmodernisme adalah
lawan dari modernisme. Namun postmodernisme lebih dari sekedar anti-thesis
dari modernisme. Postmodernisme adalah usaha sebagai reaksi dari kesia-siaan di
zaman modernitas. Postmodernisme tidak sesederhana mengenai periode sejarah
yang meneruskan modernitas, tetapi memberikan cara-cara berpikir tentang
konsekuensi-konsekuensi dari pemikiran dan praktik-praktik modern.2 Perspektif
ini menentang banyak di antara ide-ide besar dalam hubungan internasional.
Meskipun kaum postmodernisme sedikit dipengaruhi oleh pemikir-pemikir kiri,
namun kaum postmodernisme dicap sebagai orang-orang yang sangat konservatif.
Postmodernisme berusaha untuk menguak hubungan antara kekuasaan dengan
ilmu pengetahuan yang beragam. Kaum postmodernis memusatkan perhatian
untuk mendorong munculnya aseumsi-asumsi tersembunyi dengan suatu proses
kritis.3 Postmodernisme bukanlah berarti bahwa seseorang tidak dapat mempunyai
nilai atau harus tidak mudah memercayai sesuatu, lebih dari itu mereka
seharusnya menjadi tidak menaruh keyakinan yang terlalu besar tentang dasar
bagi klaim-klaimyang mereka buat berdasarkan hal ini.4
2
Jill Steans dan Lloyd Pettiford, Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar), 2009, hal.308
3
Ibid
4
Ibid. Hal.309
Dalam perspektif postmodernisme, sangat erat kaitannya dangan ilmu
pengetahuan. Karena dijelaskan bahwa semakin besar kekuatan maka semakin
besar kemampuan untuk mempengaruhi ilmu pengetahuan dan sebaliknya,
semakin banyak pengetahuan maka akan semakin besar keinginan untuk
menguasai. Ini mengandung makna Will To Power. Selain, konsep yang penulis
sebutkan diatas. Masih terdapat dua poin lagi yaitu, genealogi dan text. Dan kedua
poin itulah yang penulis akan gunakan sebagai tambahan untuk membedah isi
artikel ini.
Genealogi, genealogi ialah metode ini berusaha menyoroti keistimewaan
peristiwa-peristiwa daripada tren-tren guna mengungkapkan ide bahwa semua
sejarah itu ditulis oleh mereka yang berkuasa. Metode ini digunakan oleh Foucault
untuk menelusuri jejak ketidakterhubungan (discontinuities) dan keterputusan
sejarah guna menekankan singularitas (bersifat tunggal) peristiwa-peristiwa,
bukannya berusaha menjelaskan kecenderungan-kecenderungan sejarah5. Lebih
lanjut dijelaskan, dari metode ini dapat diketahui bahwa sejarah telah menjadi
cerita yang dibuat oleh orang yang berkuasa atau memegang kekuasaan. Intinya
genealogi dapat di wakili dengan satu kata asal-usul.
Sedangkan wacana, kembali berhubungan dengan Foucault. Focault
menyatakan produksi pengetahuan secara historis berhubungan erat dengan
rezim kekuasaan tertentu. Dan Foucault juga menyatakan setiap masyarakat
menghasilkan kebenaran mereka sendiri yang mempunyai fungsi-fungsi
normalisasi dan pengaturan6. Dan sebagai pelengkap, menurut para pemikir
postmodernisme sebuah wacana bukanlah suatu cerita tentang sesuat atau
seseorang. Wacana tidak pernah tak berpihak.
5
Ibid. Hal.282
6
Ibid. Hal.284
C. Pembahasan
Setelah menganalisis, penulis mendapatkan bahwa indikator tunggal dalam
penilaian sistem pendidikan globa tercipta dari inisiasi rezim tertentu yaitu
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
yang merupakan bagian dari PBB. Dimana tujuannya hanya sebagai indikator
penilaian atau standarisasi tunggal. Setelah mereka menanamkan paham bahwa
tiap-tiap negara harus mengikuti standarisasi tunggal atau bisa disebut dengan
penanaman paham wacana yang mereka buat, itu berarti rezim tersebut telah
berhasil menguasai tiap-tiap negara yang mengikutinya. Sedangkan dalam
postmodernisme menantang akan adanya standarisasi tunggal tersebut, karena
dalam postmodernisme ditekankan bahwa tak ada yang dapat sepenuhnya
dipercaya. Postmodernisme bersifat dekonstruksi. Jika dalam modernisme lebih
menekankan akan penyamarataan, dalam postmodernisme lebih mengakui
perbedaan. Mengapa kita harus mengikuti standarisasi tunggal tersebut jika kita
masih dapat mempertahankan ciri khas kita yang masih dianggap baik tanpa
penyeragaman dengan negara lain, itulah yang menjadi asumsi dasar
postmodernisme. Ini semua merupakan perbedaan wacana antara modernisme
dengan postmodernisme. Dimana dalam postmodernisme diakui bahwa tidak ada
kebenaran yang hakiki karena semua didasari pada intersubjektifitas dari manusia.
Pelaksanaan pendidikan di dunia memiliki implementasi yang berbeda-
beda di setiap negara. Namun, United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO) mengurutkanya menggunakan metoda EFA
Development Index (EDI). EFA Development Index (EDI) adalah sebuah indeks
komposit yang menyediakan keseluruhan penilaian sistem pendidikan suatu
negara yang mengacu pada program Education For All (EFA). Jika mengacu pada
referensi, The EFA Development Index (EDI) is a composite index that provides a
snapshot of overall progress of national education systems towards Education for
All.7
Tolak ukur yang dijadikan ukuran penghitungan, antara lain pelaksanaan
pendidikan dasar, tingkat melek huruf di atas 15 tahun, rasio kasar tingkat melek
7
Education for All 2000-2015:Achievements and challenges, 2015. UNESCO
huruf usia dewasa, kualitas pendidikan. Dalam data tersebut, pembagian negara
dibagi menjadi tiga kelompok, yakni high, medium, dan low. Untuk kelompok
dengan indeks high atau yang tinggi, diisi oleh negara-negara maju antara lain
Jepang, Inggris, Jerman, Australia, Italia. Namun untuk Amerika Serikat, yang
mengklaim sebagai Negara Adidaya, hanya duduk di peringkat ke-33. Sementara
Arab Saudi, sebagai negara raja minyak, duduk di peringkat ke-46. Negara lain
yang masuk dalam kelompok ini, antara lain Cile, Bahrain, dan Yordania. Untuk
kelompok medium atau menengah, antara lain diisi oleh negara Saint Lucia,
Malaysia, Panama, Indonesia, dan Libanon. Untuk kategori negara kelompok low
atau rendah, antara lain Uganda, Yaman, Ethiopia, Nigeria, dan Maroko.
Dalam sistem ini terdapat beberapa indikator atau tolak ukur agar tiap-tiap
negara dapat dinilai bagaimana sistem pendidikan di negara mereka. Apakah
dapat dikategorikan yang terbaik atau bahkan bisa saja menjadi yang terburuk.
Namun, penulis tidak akan membahas secara lebih rinci indikator-indiator tersebut
karena telah penulis jelaskan diparagraf sebelumnya.
D. KESIMPULAN
E. DAFTAR PUSTAKA
Steans, Jill & Lloyd Pettiford. 2009. Hubungan Internasional: Perspektif dan
Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar