Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A220028


** Pembimbing/ dr. Angga Pramuja, Sp.THT-KL

LARINGITIS
*Elsa Futri Anggraini, S. Ked
**dr. Angga Pramuja, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN THT-KL RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Laringitis

Oleh :
Elsa Futri Anggraini, S.Ked
G1A220028

Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian/SMF THT-KL RSUD Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Maret 2021

PEMBIMBING

dr.Angga Pramuja, Sp.THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Referat ini dengan kasus “Laringitis” Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Telinga
Hidung Tenggorok RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Angga Pramuja, Sp.THT,
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga Referat ini dapat
terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari laporan ini masih banyak
kekurangannya, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup semoga kiranya laporan Referat ini
dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Maret 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar
daripada bagian bawah.
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu
banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi.
Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan
membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea).
Di dalam kotak suara terdapat pita suara dua buah membran mukosa yang terlipat
dua membungkus otot dan tulang rawan.
Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung
lama (kronis). Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi
dan peradangan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda
adanya masalah yang lebih serius.
Laringitis akut biasanya biasanya sembuh sendiri dan diobati dengan
terapi konservatif, morbiditas dan mortalitas tidak dapat diperhitungkan. Pasien
dengan laringitis akut yang berasal dari etiologi infeksi dari pada yang disebabkan
oleh trauma vocal pada akhirnya dapat melukai plika vokalis. Ketidaksempurnaan
produksi suara pada pasien dengan laringitis akut dapat diakibatkan oleh
penggunaan kekuatan aduksi yang besar atau tekanan untuk mengimbangi
penutupan yang tidak sempurna dari glottis selama episode laringitis akut.
Tekanan ini selanjutnya menegangkan lipatan-lipatan (plika) vocal dan
mengurangi produksi suara. Pada akhirnya menunda kembalinya fonasi normal.
Laringitis akut memiliki onset yang cepat dan biasanya sembuh sendiri.
Jika pasien memiliki gejala laringitis lebih dari 3 minggu, keadaan ini
diklasifikasikan sebagai laringitis kronik. Etiologi larigitis akut dapat berupa
penyalahgunaan suara, pemaparan dengan agen yang berbahaya atau agen
infeksius lainnya yang menyebabkan infeksi traktus respirasi bagian atas. Agen
infeksius paling banyak adalah virus, akan tetapi kadang-kadang bakteri.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi Laring


Anatomi dan fisiologi normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum
terjadi perubahan anatomi, histologi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi
suatu penyakit atau kelainan.

2.1.1 Anatomi Laring


Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Berada
di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6, bagian atasnya yang akan
melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan bagian
bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti sirkular.
Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah
bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah
permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik,
sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas
lateralnya ialah membran kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan
arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakang ialah m.aritenoid transversus
dan lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika
ventrikukaris (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan,
disebut rima glotis, sedangkan diantara kedua plika ventrikularis, disebut rima
vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3
bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring ialah
rongga laring yang terdapat diatas plika ventrikularis. Daerah ini disebut
supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikulus laring Morgagni.
Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis, dan
terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua
puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior.

2
Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika
vokalis. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotiroid medial, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hioepiglotika,
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika

Gambar 1. Anatomi laring


Sumber: Diunduh dari http://asha.org pada tanggal 20 Maret 2021

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tenggorok oleh tendo dan otot-
otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik
ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka
mulut dan membantu menggerakkan lidah. Tulang rawan yang menyusun laring
adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid,
kartilago komikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea. Kartilago
krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk
kartilago krikoid berupa lingkaran. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid
yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan
kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata
melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago
kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago tritisea di dalam

3
ligamentum hiotiroid lateral. Pada laring terdapat 2 buah sendi yaitu, artikulasi
krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid.

Gambar 2. Tulang, kartilago, dan ligamentum pada laring


Sumber: Diunduh dari http://academic.kellogg.edu pada tanggal 20 Maret 2021

Gambar 3: Anatomi Laring


Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-
ototinstrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara
keseluruhan, sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian
laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita suara. Otot-otot ekstrinsik

4
laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), seperti m.digastrikus,
m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid. Sedangkan otot-otot ekstrinsik laring
yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid) ialah m.sternohioid, m.omohoid
dan m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik suprahioid berfungsi untuk menarik laring ke
bawah, sedangkan otot-otot ekstrinsik infrahioid menarik laring ke atas.

Gambar 4 : Otot Ekstrinsik Laring

Otot-otot instrinsik yang terletak di bagian lateral laring ialah


m.krikoaritenoidlateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid,
m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. Sedangkan otot-otot instrinsik yang terletak di
bagian posterior laring adalah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik,
m.krikoaritenoid posterior. Sebagian besar otot-otot instrinsik adalah otot-otot
aduktor (kontraksinya akan mendekatkan kedua pita suara ke tengah) kecuali
m.krikoaritenoid posterior yang merupakan otot abduktor (kontraksinya akan
menjauhkan kedua pita suara ke lateral).

5
Gambar 5 : Otot Instrinsik Laring

Anatomi Laring Bagian Dalam


Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Supraglotis (vestibulum superior),
yaitu ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring.
2. Glotis (pars media),
yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suara sejati
serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.

6
3. Infraglotis (pars inferior),
yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago
krikoidea. Beberapa bagian penting dari dalam laring :
 Aditus Laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis,
lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago
kornikulata dan tepi atas m. aritenoideus.
 Rima Vestibuli.
Merupakan celah antara pita suara palsu.
 Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara
prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.
 Vallecula
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah,
dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.
 Plika Ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari
kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata.
 Sinus Pyriformis (Hipofaring)
Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago
tiroidea.
 Incisura Interaritenoidea
Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan dan
kiri.
 Vestibulum Laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis,
kartilago aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea
dan m.interaritenoidea.
 Plika Ventrikularis (pita suara palsu)
Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago
aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan

7
dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di
tengahnya.
 Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior
dari ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara
pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel
berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang
fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau
sakulus ventrikel laring.
 Plika Vokalis (pita suara sejati)
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh
ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion,
dan dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari
kartilago aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion.

Perdarahan Laring
Pendarahan umtuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan
a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid
superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian
belakang membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis
superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di
submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk
memperdarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan
cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan
ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari
m.konstriktor dari faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang,
memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid, a.tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran
krikoiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena
laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis

8
superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.

Pembuluh Limfa
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali daerah lipatan vokal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan
vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh
eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis
superior, kemudian ke atas dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior
rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah
dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan
beberapa diantaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

Persarafan Laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis
superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf
sensorik dan motorik. Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid,
sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini
mula-mula terletak di atas m.konstriksor faring medial, di sebelah medial a.karotis

9
interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah
menerima hunungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2
cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus. Ramus eksternus berjalan pada
permukaan luar m.konstriksor faring inferior dan menuju ke m.krikotiroid,
sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak disebelah medial
a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan bersama-sama dengan
a.laringis superior menuju ke mukosa laring. Nervus laringis inferior merupakan
lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus
kardia inferior. N.rekuren merupakan cabang dari n.vagus. Nervus rekuren kanan
akan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n.rekuren kiri
akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan diantara cabang-
cabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan
sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi
krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior.
Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian lateral,
sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian
superior dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus.

10
2.1.2 Histologi Laring
Mukosa laring dibentuk oleh epitel berlapis silindris semu bersilia kecuali
pada daerah pita suara yang terdiri dari epitel berlapis gepeng tak bertanduk.
Diantara sel-sel bersilia terdapat sel goblet.
Laryngeal Mucosa
Membrana basalis bersifat elastis, makin menebal di daerah pita suara.
Pada daerah pita suara sejati, serabut elastisnya semakin menebal membentuk
ligamentum tiroaritenoidea. Mukosa laring dihubungkan dengan jaringan
dibawahnya oleh jaringan ikat longgar sebagai lapisan submukosa. Kartilago
kornikulata, kuneiforme dan epiglotis merupakan kartilago hialin. Plika vokalis
sendiri tidak mengandung kelenjar. Mukosa laring berwarna merah muda
sedangkan pita suara berwarna keputihan.

2.1.3 Fisiologi Laring


Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut:
1. Fungsi Fonasi

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.


Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan
adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring
diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotis dan vibrasi
laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam
paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat
dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting
dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa
ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.

2. Fungsi Proteksi

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek
otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu
menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap

11
reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis
dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen n.laringeus Superior.
Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke
atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar
lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan
masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.

3. Fungsi Respirasi

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar


rongga dada dan m.krikoaritenoideus posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi
oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan
menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring
mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan
peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan
laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam
mengontrol posisi pita suara.

4. Fungsi Sirkulasi

Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan


peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return.
Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan
bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya
reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah
baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui n.laringeus
rekurens dan ramus komunikans n.laringeus superior. Bila serabut ini
terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut
jantung.

5. Fungsi Fiksasi

Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap


tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan.

12
6. Fungsi Menelan

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat


berlangsungnya proses menelan, yaitu: Pada waktu menelan faring bagian
bawah (m.konstriktor faringeus superior, m.palatofaringeus dan
m.stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan
kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah,
kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan
faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan atau
minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan
orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.

Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup


aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral
menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus
esofagus.

7. Fungsi Batuk

Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai


katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara
mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan
laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang
merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring.

8. Fungsi Ekspektorasi

Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar


berusaha mengeluarkan benda asing tersebut.

9. Fungsi Emosi

Perubahan emosi dapat menyebabkan perubahan fungsi laring,


misalnya pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.

13
2.1 Laringitis
2.1.1 Definisi
Laringitis adalah suatu radang laring yang disebabkan terutama oleh virus
dan dapat pula disebabkan oleh bakteri.
2.1.2 Kalsifikasi Laringitis
Berdasarkan onset dan perjalanannya, laringitis dibedakan menjadi
laringitis akut dan kronis.
2.2 Laringitis Akut
2.2.1 Definisi
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan
bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan
oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus
dan adenovirus.
2.2.2 Etiologi
Penyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan
radang saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus Influenzae,
Staphylococcus, streptococcus, atau pneumococcus. Timbulnya penyakit ini
sering dihubungkan dengan perubahan cuaca atau suhu, gizi yang
kurang/malnutrisi, imunisasi yang tidak lengkap dan pemakaian suara yang
berlebihan. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca
Menurut Rahul K shah etiologi dari laringitis akut adalah :
1) Infeksi (biasanya infeksi virus dari saluran pernafasa atas)
 Rhinovirus
 Parainfluenza virus
 Respiratory syncytial virus
 Adenovirus
 Influenza virus
 Measles virus
 Mumps virus
 Bordetella pertusis
 Varicella-zozter virus
2) Gastroesophageal reflukx disease

14
3) Environmental insults (polusi)
4) Vocal trauma
5) Komsumsi alkohol berlebihan
6) Alergi
7) Penggunaan suara yang berlebihan
8) Iritasi bahan kimia atau bahan lainnya

2.2.3 Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan
infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak,
defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada
musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya
tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini
biasanya di dahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang
kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga
menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk
hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.

2.2.4 Gejala Klinis


 Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai
suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada
lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan
getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai
tidak bersuara sama sekali (afoni).
 Sesak nafas dan stridor.
 Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara.

15
 Gejala radang umum seperti demam, malaise.
 Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
 Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga
sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk
dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari
38 derajat celsius.

2.2.5 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan
tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru. Pada pemeriksaan
laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab,
hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu
pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita
suara.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
a) Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan
subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.

16
b) Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika
disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
2.2.8 Diagnosis Banding
 Benda asing pada laring
 Faringitis
 Bronkiolitis
 Bronkitis
 Pnemonia

2.2.9 Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun
ada indikasi masuk rumah sakit apabila :
•Usia penderita dibawah 3 tahun
•Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
•Diagnosis penderita masih belum jelas
•Perawatan dirumah kurang memadai
Terapi:
1) Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
2) Menghirup udara lembab
3) Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghindari iritasi faring
dan laring, misalnya merokok , makanan pedas, atau minum es.
4) Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada
demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri /
analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat
diberikan dalam bentuk oralataupun spray. Pemberian antibiotika apabila
perdangan berasal dari paru . Antibiotika golongan penisilin anak 50
mg/kg BB dibagi dalam 3 dosi, dewasa 3 x 500 mg perhari.

17
Menurut Reveiz L, Cardona AF, Ospina EG dari hasil penelitiannya
menjelaskan dari penggunaan penisilin V dan eritromisin pada 100 pasien
didapatkan antibiotik yang lebih baik yaitu eritromisin karena dapat
mengurangi suara serak dalamsatu minggu dan batuk yang sudah dua
minggu. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.
Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini
tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila
sudah terjadi obstruksi jalan nafas.

2.2.10 Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3
tahun penyakit ini dapat menyebabkan oedem laring dan oedem subglotis
sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat
dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik

2.3 Laringitis Kronis


Radang kronis laring yang disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronkhitis kronis.
Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, dan kadang-
kadang ada pemeriksaan patologik terdapat metaplasia skuamosa.
Gejalanya :
 Suara parau yang menetap
 Rasa tersangkut ditenggorokan  pasien sering mendeham tanpa
mengeluarkan secret, karena mukosa yang menebal.

Pada pemeriksaan tampak:


 Mukosa menebal
 Permukaan tidak rata dan hiperemis
 Dan bila curiga tumor dilakukan biopsy

Terapi

18
 Mengobati radang dari hidung, faring serta bronkus
 Pasien diminta untuk tidak bnyk berbicara

Kalsifikasi
Laringitis kronik dapat dibedakan menjadi laringitis kronik non spesifik dan
laringitis kronik spesifik ( laringitis tuberkulosa dan laringitis luetika)
2.3.1 Laringitis Kronik Spesifik
2.3.1.1 Laringitis Tuberkulosa
2.3.1.1.1Definisi

Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat tuberkulosis paru. Sering kali
setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat
lekat pada cartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila
infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama.

2.3.1.1.2 Patogenesis

Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum


yang mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa.
Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa
interaritenoid, kemudian kearitenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglottis,
serta terakhir ialah dengan subglotik.

2.3.1.1.3 Gambaran Klinis

Secara klinis, Laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium

1. Stadium Infiltrasi :

Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis ialah


mukosa laring bagian posterior. Kadang-kadang pita suara terkena juga.
Pada stadium ini mukosa laring bewarna pucat. Kemudian di daerah
submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-
bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin membesar, serta
beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu sehingga mukosa di atasnya

19
meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang maka akan pecah dan
timbul ulkus.

2. Stadium ulserasi ulkus :

Yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal,
dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat dirasakan nyeri oleh pasien.

3.Stadium perikondritis:
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan paling sering
terkena adalah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi
kerusakan tulang rawan sehingga terbentuk nanah yang berbau. Proses ini
akan berlanjut dan terbentuk sekuester. Pada keadaan ini keadaan umum
pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan
maka proses ini berlanjut dan masuk dalam stadium terakhir yaitu stadium
fibrotuberkulosis.
4. Stadium fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita
suara dan subglotik
 Gejala klinis tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat
gejala sebagai berikut:

-Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring


-Suara parau yang berlangsung berminggu-minggu dan pada stadium
lanjut dapat timbul afoni
-Hemoptisis
-Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan
nyeri karena radang lainnya, merupakan tanda yang khas
-Tanda sistemik TB paru
-Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologik) terdapat proses
aktif (biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan
kaverne)

20
Hasil pemeriksaan laringoskopi pada tuberkulosis laring (A) Tipe
ulseratif, pada rongga laring (B) Tipe granulomatosa, pada bagian
posterior glotis (C) Tipe polipoid, pada pita suara palsu kanan (D) Tipe
nonspesifik, pada pita suara kanan.
2.3.1.1.4 Diagnosis

Dapat ditegakkan berdasarkan:


1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Laboratorium : LED, BTA
4. Laringoskopi langsung atau tak langsung
- Aritenoid, plica vocalis, epiglottis merah, bengkak
- Nodul kekuningan pada interaritenoid & epiglotis
- Kombinasi ulserasi, edema,granulasi, pembentukan tuberkuloma
5. Foto rontgen toraks
6. Pemeriksaan patologi anatomi: biopsi
2.3.1.1.5 Diagnosis Banding

1. Laringitis Leutika
2. Karsinoma Laring
3. Aktinomikosis Laring
4. Lupus Vulgaris Laring
2.3.1.1.6 Penatalaksanaan

1. Obat anti tuberculosis


2. Istirahatkan suara

21
2.3.1.1.7 Prognosis

Tergantung pada keadaan social ekonomi pasien , kebiasaan hidup sehat


serta ketekunan berobat. Bila didiagnosis dapat ditegakkan

2.3.1.2 Laringitis Leutika


2.3.1.2.1 Etiologi

Treponema pallidum, bakteri yang berasal dari family spirochaetaceae

 Gambaran Klinik

22
Dalam hubungan penyakit dilaring yang perlu dibicarakan ialah
luas stadium tertier ( ketiga) yaitu pada stadium pembentukan guma.
Bentuk ini kadang – kadang menyerupai keganasan laring.
Apabila guma pecah maka timbul ulkus. Ulkus ni mempunyai
sifat yang khas yaitu sangat dalam bertepi dengan dasar yg keras.
Ulkus ini Tidak menyebabkan nyeri dan menjalar dengan cepat.
1. Stadium Primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah , palatum
mole, tonsil dan dinding posterior faring seperti juga
penyakit luas diorgan lain. Gambaran kliniknya tergantung
pada penyakit primer, sekunder, atau tersier.
2. Stadium Sekunder
Jarang ditemukan . terdapat eritema pada dinding faring
yang menjalar kearah laring.
3. Stadium Tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil
dan palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma
pada dinding posterior pharing dapat meluas ke vertebra
servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian., bila
sembuh terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi palatum secara permanen.
2.3.1.2.2 Gejala Klinik

Suara Parau dan batuk kronik. Disfagia timbul bila ada gumma dekat
introitus osepagus. Diagnosis ditegakkan selain pemeriksaan
laringoskopik juga dengan pemeriksaan serologik.
2.3.1.2.3 Pemeriksaan Diagnosis sifilis

-Pemeriksaan Treponema pallidum

-Tes Serologik Sifilis (STS)


2.3.1.2.4 Komplikasi

Stenosi laring karena terbentuk jaringan parut

23
2.3.1.2.5 Terapi

1. Pinisilin dosis tinggi


Benzatin penisilin G dengan dosis tergantung stadium
− Std I dan II : 4,8 juta unit
− Std laten : 7,2 juta unit
Cara : injeksi intramuskular 2,4 juta unit/ kali dengan interval 1
minggu
2. Pengangkatan skuester
3. Bila Terdapat sumbatan laring karena stenosis dilakukan
Trakeostomi

24
BAB III
KESIMPULAN

Banyak penyakit infeksi pada laring yang dapat berakibat sumbatan pada
jalur pernafasan, maka dari itu penyakit-penyakit ini harus cepat terdiagnosa
dengan cara melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang tepat, termasuk
pemeriksaan penunjang dan laboratorium untuk mencegah komplikasi-
komplikasi dari sumbatan tersebut termasuk kematian.
Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti
sebabnya, besarnya edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan
usia pasien. Pasien biasanya datang dengan berbagai macam keluhan seperti rasa
tidak nyaman pada tenggorok, batuk, perubahan kualitas suara, disfagia,
odinofagia, batuk, kesulitan bernafas dan juga stridor.
Diagnosa laringitis kronis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan
etiologi yang mendasari. Biasanya disebabkan oleh iritasi asap rokok, sehingga
pasien diminta untuk berhenti merokok dan menghindari asap rokok disekitarnya.
Prognosis dapat ditentukan berdasarkan stadium atau keparahan penyakit,
diagnosa dini, dan tepatnya penatalaksanaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Wood JM, Athanasiadis T, Allen J. laringitis. 2014;349:5827. Available


from URL: https://doi.org/10.1136/bmj.g5827

2. House SA, Fisher EL. Hoarseness in adults. Am Fam Physician.


2017;96(11):720-8 Available from URL:
https://www.aafp.org/afp/2017/1201/p720.html

3. Stachler RJ, Francis DO, Schwartz SR, Damask CC, Digoy GP, Krouse HJ.
Clinical practice guideline: hoarseness (dysphonia). Otolaringol Head Neck
Surg. 2018; pg.158.

4. Krouse JH, Altman KW. Rhinogenic laringitis, cough, and the unified
airway. Otolaringol Clin North Am. 2010;43(1):111-121.

5. Cohen J. Anatomi dan Fisiologi laring. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit
THT; Alih Bahasa: Caroline Wijaya. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 2010.

6. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In: Byron J. Bailey.
Head and Neck Surgery-Otolaringology. 3rd Edition. Volume 1.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins. 2001;p.479-86.

7. Hermani B, Hutauruk SM. Disfonia. Dalam: Soepardi EA. Buku Ajar llmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-7. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI . 2012. hal. 209-15.

8. Harms, Roger W. laringitis. 2018. Available at URL:


http://www.mayoclinic.com/.

9. Abdurrahman MH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Jakarta:
FK UI. 2003.

10. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Kelainan Laring. Dalam:


Soepardi EA. Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
& Leher.Edisi ke-7. Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2012. hal. 215-20.

26
11. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa: Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta: Bina
Rupa Aksara. 1994.

27

Anda mungkin juga menyukai