LARINGITIS
*Elsa Futri Anggraini, S. Ked
**dr. Angga Pramuja, Sp.THT-KL
REFERAT
Laringitis
Oleh :
Elsa Futri Anggraini, S.Ked
G1A220028
PEMBIMBING
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Referat ini dengan kasus “Laringitis” Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Telinga
Hidung Tenggorok RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Angga Pramuja, Sp.THT,
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga Referat ini dapat
terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari laporan ini masih banyak
kekurangannya, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup semoga kiranya laporan Referat ini
dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar
daripada bagian bawah.
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu
banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi.
Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan
membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea).
Di dalam kotak suara terdapat pita suara dua buah membran mukosa yang terlipat
dua membungkus otot dan tulang rawan.
Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung
lama (kronis). Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi
dan peradangan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda
adanya masalah yang lebih serius.
Laringitis akut biasanya biasanya sembuh sendiri dan diobati dengan
terapi konservatif, morbiditas dan mortalitas tidak dapat diperhitungkan. Pasien
dengan laringitis akut yang berasal dari etiologi infeksi dari pada yang disebabkan
oleh trauma vocal pada akhirnya dapat melukai plika vokalis. Ketidaksempurnaan
produksi suara pada pasien dengan laringitis akut dapat diakibatkan oleh
penggunaan kekuatan aduksi yang besar atau tekanan untuk mengimbangi
penutupan yang tidak sempurna dari glottis selama episode laringitis akut.
Tekanan ini selanjutnya menegangkan lipatan-lipatan (plika) vocal dan
mengurangi produksi suara. Pada akhirnya menunda kembalinya fonasi normal.
Laringitis akut memiliki onset yang cepat dan biasanya sembuh sendiri.
Jika pasien memiliki gejala laringitis lebih dari 3 minggu, keadaan ini
diklasifikasikan sebagai laringitis kronik. Etiologi larigitis akut dapat berupa
penyalahgunaan suara, pemaparan dengan agen yang berbahaya atau agen
infeksius lainnya yang menyebabkan infeksi traktus respirasi bagian atas. Agen
infeksius paling banyak adalah virus, akan tetapi kadang-kadang bakteri.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika
vokalis. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotiroid medial, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hioepiglotika,
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tenggorok oleh tendo dan otot-
otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik
ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka
mulut dan membantu menggerakkan lidah. Tulang rawan yang menyusun laring
adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid,
kartilago komikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea. Kartilago
krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk
kartilago krikoid berupa lingkaran. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid
yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan
kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata
melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago
kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago tritisea di dalam
3
ligamentum hiotiroid lateral. Pada laring terdapat 2 buah sendi yaitu, artikulasi
krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid.
4
laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), seperti m.digastrikus,
m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid. Sedangkan otot-otot ekstrinsik laring
yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid) ialah m.sternohioid, m.omohoid
dan m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik suprahioid berfungsi untuk menarik laring ke
bawah, sedangkan otot-otot ekstrinsik infrahioid menarik laring ke atas.
5
Gambar 5 : Otot Instrinsik Laring
6
3. Infraglotis (pars inferior),
yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago
krikoidea. Beberapa bagian penting dari dalam laring :
Aditus Laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis,
lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago
kornikulata dan tepi atas m. aritenoideus.
Rima Vestibuli.
Merupakan celah antara pita suara palsu.
Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara
prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.
Vallecula
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah,
dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.
Plika Ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari
kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata.
Sinus Pyriformis (Hipofaring)
Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago
tiroidea.
Incisura Interaritenoidea
Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan dan
kiri.
Vestibulum Laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis,
kartilago aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea
dan m.interaritenoidea.
Plika Ventrikularis (pita suara palsu)
Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago
aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan
7
dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di
tengahnya.
Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior
dari ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara
pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel
berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang
fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau
sakulus ventrikel laring.
Plika Vokalis (pita suara sejati)
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh
ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion,
dan dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari
kartilago aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion.
Perdarahan Laring
Pendarahan umtuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan
a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid
superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian
belakang membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis
superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di
submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk
memperdarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan
cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan
ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari
m.konstriktor dari faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang,
memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid, a.tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran
krikoiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena
laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis
8
superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.
Pembuluh Limfa
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali daerah lipatan vokal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan
vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh
eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis
superior, kemudian ke atas dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior
rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah
dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan
beberapa diantaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.
Persarafan Laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis
superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf
sensorik dan motorik. Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid,
sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini
mula-mula terletak di atas m.konstriksor faring medial, di sebelah medial a.karotis
9
interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah
menerima hunungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2
cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus. Ramus eksternus berjalan pada
permukaan luar m.konstriksor faring inferior dan menuju ke m.krikotiroid,
sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak disebelah medial
a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan bersama-sama dengan
a.laringis superior menuju ke mukosa laring. Nervus laringis inferior merupakan
lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus
kardia inferior. N.rekuren merupakan cabang dari n.vagus. Nervus rekuren kanan
akan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n.rekuren kiri
akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan diantara cabang-
cabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan
sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi
krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior.
Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian lateral,
sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian
superior dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus.
10
2.1.2 Histologi Laring
Mukosa laring dibentuk oleh epitel berlapis silindris semu bersilia kecuali
pada daerah pita suara yang terdiri dari epitel berlapis gepeng tak bertanduk.
Diantara sel-sel bersilia terdapat sel goblet.
Laryngeal Mucosa
Membrana basalis bersifat elastis, makin menebal di daerah pita suara.
Pada daerah pita suara sejati, serabut elastisnya semakin menebal membentuk
ligamentum tiroaritenoidea. Mukosa laring dihubungkan dengan jaringan
dibawahnya oleh jaringan ikat longgar sebagai lapisan submukosa. Kartilago
kornikulata, kuneiforme dan epiglotis merupakan kartilago hialin. Plika vokalis
sendiri tidak mengandung kelenjar. Mukosa laring berwarna merah muda
sedangkan pita suara berwarna keputihan.
2. Fungsi Proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek
otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu
menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap
11
reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis
dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen n.laringeus Superior.
Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke
atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar
lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan
masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi
4. Fungsi Sirkulasi
5. Fungsi Fiksasi
12
6. Fungsi Menelan
7. Fungsi Batuk
8. Fungsi Ekspektorasi
9. Fungsi Emosi
13
2.1 Laringitis
2.1.1 Definisi
Laringitis adalah suatu radang laring yang disebabkan terutama oleh virus
dan dapat pula disebabkan oleh bakteri.
2.1.2 Kalsifikasi Laringitis
Berdasarkan onset dan perjalanannya, laringitis dibedakan menjadi
laringitis akut dan kronis.
2.2 Laringitis Akut
2.2.1 Definisi
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan
bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan
oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus
dan adenovirus.
2.2.2 Etiologi
Penyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan
radang saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus Influenzae,
Staphylococcus, streptococcus, atau pneumococcus. Timbulnya penyakit ini
sering dihubungkan dengan perubahan cuaca atau suhu, gizi yang
kurang/malnutrisi, imunisasi yang tidak lengkap dan pemakaian suara yang
berlebihan. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca
Menurut Rahul K shah etiologi dari laringitis akut adalah :
1) Infeksi (biasanya infeksi virus dari saluran pernafasa atas)
Rhinovirus
Parainfluenza virus
Respiratory syncytial virus
Adenovirus
Influenza virus
Measles virus
Mumps virus
Bordetella pertusis
Varicella-zozter virus
2) Gastroesophageal reflukx disease
14
3) Environmental insults (polusi)
4) Vocal trauma
5) Komsumsi alkohol berlebihan
6) Alergi
7) Penggunaan suara yang berlebihan
8) Iritasi bahan kimia atau bahan lainnya
2.2.3 Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan
infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak,
defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada
musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya
tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini
biasanya di dahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang
kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga
menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk
hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.
15
Gejala radang umum seperti demam, malaise.
Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga
sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk
dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari
38 derajat celsius.
16
b) Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika
disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
2.2.8 Diagnosis Banding
Benda asing pada laring
Faringitis
Bronkiolitis
Bronkitis
Pnemonia
2.2.9 Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun
ada indikasi masuk rumah sakit apabila :
•Usia penderita dibawah 3 tahun
•Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
•Diagnosis penderita masih belum jelas
•Perawatan dirumah kurang memadai
Terapi:
1) Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
2) Menghirup udara lembab
3) Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghindari iritasi faring
dan laring, misalnya merokok , makanan pedas, atau minum es.
4) Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada
demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri /
analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat
diberikan dalam bentuk oralataupun spray. Pemberian antibiotika apabila
perdangan berasal dari paru . Antibiotika golongan penisilin anak 50
mg/kg BB dibagi dalam 3 dosi, dewasa 3 x 500 mg perhari.
17
Menurut Reveiz L, Cardona AF, Ospina EG dari hasil penelitiannya
menjelaskan dari penggunaan penisilin V dan eritromisin pada 100 pasien
didapatkan antibiotik yang lebih baik yaitu eritromisin karena dapat
mengurangi suara serak dalamsatu minggu dan batuk yang sudah dua
minggu. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.
Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini
tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila
sudah terjadi obstruksi jalan nafas.
2.2.10 Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3
tahun penyakit ini dapat menyebabkan oedem laring dan oedem subglotis
sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat
dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik
Terapi
18
Mengobati radang dari hidung, faring serta bronkus
Pasien diminta untuk tidak bnyk berbicara
Kalsifikasi
Laringitis kronik dapat dibedakan menjadi laringitis kronik non spesifik dan
laringitis kronik spesifik ( laringitis tuberkulosa dan laringitis luetika)
2.3.1 Laringitis Kronik Spesifik
2.3.1.1 Laringitis Tuberkulosa
2.3.1.1.1Definisi
Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat tuberkulosis paru. Sering kali
setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat
lekat pada cartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila
infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama.
2.3.1.1.2 Patogenesis
1. Stadium Infiltrasi :
19
meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang maka akan pecah dan
timbul ulkus.
Yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal,
dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat dirasakan nyeri oleh pasien.
3.Stadium perikondritis:
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan paling sering
terkena adalah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi
kerusakan tulang rawan sehingga terbentuk nanah yang berbau. Proses ini
akan berlanjut dan terbentuk sekuester. Pada keadaan ini keadaan umum
pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan
maka proses ini berlanjut dan masuk dalam stadium terakhir yaitu stadium
fibrotuberkulosis.
4. Stadium fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita
suara dan subglotik
Gejala klinis tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat
gejala sebagai berikut:
20
Hasil pemeriksaan laringoskopi pada tuberkulosis laring (A) Tipe
ulseratif, pada rongga laring (B) Tipe granulomatosa, pada bagian
posterior glotis (C) Tipe polipoid, pada pita suara palsu kanan (D) Tipe
nonspesifik, pada pita suara kanan.
2.3.1.1.4 Diagnosis
1. Laringitis Leutika
2. Karsinoma Laring
3. Aktinomikosis Laring
4. Lupus Vulgaris Laring
2.3.1.1.6 Penatalaksanaan
21
2.3.1.1.7 Prognosis
Gambaran Klinik
22
Dalam hubungan penyakit dilaring yang perlu dibicarakan ialah
luas stadium tertier ( ketiga) yaitu pada stadium pembentukan guma.
Bentuk ini kadang – kadang menyerupai keganasan laring.
Apabila guma pecah maka timbul ulkus. Ulkus ni mempunyai
sifat yang khas yaitu sangat dalam bertepi dengan dasar yg keras.
Ulkus ini Tidak menyebabkan nyeri dan menjalar dengan cepat.
1. Stadium Primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah , palatum
mole, tonsil dan dinding posterior faring seperti juga
penyakit luas diorgan lain. Gambaran kliniknya tergantung
pada penyakit primer, sekunder, atau tersier.
2. Stadium Sekunder
Jarang ditemukan . terdapat eritema pada dinding faring
yang menjalar kearah laring.
3. Stadium Tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil
dan palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma
pada dinding posterior pharing dapat meluas ke vertebra
servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian., bila
sembuh terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi palatum secara permanen.
2.3.1.2.2 Gejala Klinik
Suara Parau dan batuk kronik. Disfagia timbul bila ada gumma dekat
introitus osepagus. Diagnosis ditegakkan selain pemeriksaan
laringoskopik juga dengan pemeriksaan serologik.
2.3.1.2.3 Pemeriksaan Diagnosis sifilis
23
2.3.1.2.5 Terapi
24
BAB III
KESIMPULAN
Banyak penyakit infeksi pada laring yang dapat berakibat sumbatan pada
jalur pernafasan, maka dari itu penyakit-penyakit ini harus cepat terdiagnosa
dengan cara melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang tepat, termasuk
pemeriksaan penunjang dan laboratorium untuk mencegah komplikasi-
komplikasi dari sumbatan tersebut termasuk kematian.
Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti
sebabnya, besarnya edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan
usia pasien. Pasien biasanya datang dengan berbagai macam keluhan seperti rasa
tidak nyaman pada tenggorok, batuk, perubahan kualitas suara, disfagia,
odinofagia, batuk, kesulitan bernafas dan juga stridor.
Diagnosa laringitis kronis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan
etiologi yang mendasari. Biasanya disebabkan oleh iritasi asap rokok, sehingga
pasien diminta untuk berhenti merokok dan menghindari asap rokok disekitarnya.
Prognosis dapat ditentukan berdasarkan stadium atau keparahan penyakit,
diagnosa dini, dan tepatnya penatalaksanaan.
25
DAFTAR PUSTAKA
3. Stachler RJ, Francis DO, Schwartz SR, Damask CC, Digoy GP, Krouse HJ.
Clinical practice guideline: hoarseness (dysphonia). Otolaringol Head Neck
Surg. 2018; pg.158.
4. Krouse JH, Altman KW. Rhinogenic laringitis, cough, and the unified
airway. Otolaringol Clin North Am. 2010;43(1):111-121.
5. Cohen J. Anatomi dan Fisiologi laring. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit
THT; Alih Bahasa: Caroline Wijaya. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 2010.
6. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In: Byron J. Bailey.
Head and Neck Surgery-Otolaringology. 3rd Edition. Volume 1.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins. 2001;p.479-86.
9. Abdurrahman MH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-2. Jakarta:
FK UI. 2003.
26
11. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa: Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta: Bina
Rupa Aksara. 1994.
27