REFERAT
“FISIOLOGI PENDENGARAN DAN AUDIOMETRI”
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, Leher (THT-KL)
Pembimbing:
Disusun Oleh:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas
referat ini dengan judul “FISIOLOGI PENDENGARAN DAN AUDIOMETRI “.
Tugas referat ini diajukan untuk memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
THT-KL di Rumah Sakit Umum Daerah Waled Kabupaten Cirebon.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak menemukan kesulitan.
Namun berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya laporan
kasus ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. H. Edy Riyanto Bakri, Sp.THT-KL, selaku Ketua SMF Ilmu THT-KL
RSUD Waled Kab. Cirebon, konsulen dan dokter pembimbing kami,
terimakasih atas kesempatan kami menimba ilmu, bimbingan dan juga
arahannya.
2. Semua staff dan perawat bagian SMF Ilmu THT-KL RSUD Waled Kab.
Cirebon, terima kasih atas bimbingan dan arahannya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh
karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam tema dan judul yang diangkat dalam referat ini. Akhir kata
semoga referat ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan umumnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
REFERAT......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
2.1 Anatomi...........................................................................................................3
2.1.3 Audiometri..........................................................................................................12
2.2.3 Audiogram.............................................................................................15
3.1 Kesimpulan...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
timpani, memiliki ketebalan sekitar 0,1 cm dan luas sekitar 65mm2. Gendang ini
menyalurkan getaran di udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah.
Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal
Telinga1
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
5
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam1.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani1.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam
telinga tengah saling berhubungan .Prosesus longus maleus melekat pada
membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian1.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada
lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan.
Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes
yang mempunyai fungsi konduksi suara. Maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh
epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik.
Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah
yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah1.
Telinga tengah terdiri dari 3 buah tulang (ossicle) yaitu malleus, incus dan
stapes. Malleus menempel pada membran timpani sedangkan stapes menempel
pada oval window yang merupakan gerbang menuju koklea yang berisi cairan.
Suara yang masuk 99,9% mengalami refleksi dan hanya 0,1% saja yang di
transmisi/diteruskan. Pada frekuensi kurang dari 400 Hz membran timpani
6
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada
membran ini terletak organ corti2.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti2.
Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga
Dalam2
Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. Koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari
pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh
dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea.
8
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane
tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan
alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang,
sel-sel persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat
ruangan (saluran) yang berisi kortilimf2.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus
reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium2.
Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale)
yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot
plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian
membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus
berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang
bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari
duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini
dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu2.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli2.
10
Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak
lurus satu sama lain. Didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran
yang terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan
dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis
semisirkularis horizontalis (lateralis)2.
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi
sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis
semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum
sebagai krus komunis2.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis
semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf.
Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat
melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini
dinamakan ampulla2.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada
Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari
sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous
yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla2.
2.2 AUDIOMETRI
2.2.1 Definisi Audiometri
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar
pendengaran 6
.
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-
2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang
dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang
13
B. Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih
yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk
mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur
sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran
digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut
dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan
dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga
yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan
hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui
audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setiap kata
yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk menebaknya.
Pemeriksa mencatat presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap
denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang
absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya
adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur
dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
1. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata
yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang
lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan
desibel (dB).
2. Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan
bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan
nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah
persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan
intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri
nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak
saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.7
15
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas
artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat
menirukan kata-kata dengan tepat.
• 90-100% : normal
2.2.3 Audiogram
Interpretasi Auidogram
Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut
konduksi tulang (BC). Apabila ambang dengar ini dihubungkan dengan garis, baik
Audiogram Normal
Interpretasi
Audiogram Normal :
Tuli Konduktif :
Tuli Campuran:
21
Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih
atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.
0 – 25 dB : normal
> 25 – 40 dB : tuli ringan
> 40 – 55 dB : tuli sedang
> 55 – 70 dB : tuli sedang berat
> 70 – 90 dB : tuli berat
> 90 dB : tuli sangat berat
BAB III
22
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Getaran suara diterima oleh daun telinga lalu dihantarkan ke liang telinga
mengenai membrane timpani sehingga membrantimpani bergetar Getaran
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, stapes. Stapes
menggerakan foramen ovale dan perilimfe dalam skala vestibulli, getaran
diteruskan melaluli membrane reissner dan mendorong endolimfe, yang
menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane tektoria,
terjadi rangsang mekanik dan menyebabkan defleksi stereosilia sel-sel rambut
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelpasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Timbul depolarisai sel rambut, dan melepaskan neurotransmitter kedalam
sinaps yang menimbulkan potensial aksi disaraf auditorius dan dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
DAFTAR PUSTAKA