TULI MENDADAK
Disusun Oleh:
Yohanes Baptista, S.Ked
2108020026
Pembimbing:
dr. Tince Sarlin Nalle, Sp.THT-KL
Pembimbing Klinik
Ditetapkan di : Kupang
Hari/tanggal : April 2022
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................5
2.1 Anatomi dan fisiologi pendengaran.................................................5
2.2 Definisi Tuli Mendadak.................................................................10
2.3 Epidemiologi.................................................................................10
2.4 Etiologi dan patofisiologi..............................................................10
2.5 Gejala Klinik..................................................................................11
2.6 Penegakkan Diagnosis...................................................................12
2.6.1 Anamnesis.....................................................................................12
2.7 Tatalaksana....................................................................................14
2.7.1 Non Medikamentosa......................................................................14
2.7.2 Medikamentosa..............................................................................14
2.8 Evaluasi Fungsi Pendengaran........................................................15
2.9 Prognosis.......................................................................................16
BAB 3 LAPORAN KASUS.........................................................................17
3.1 Identitas Pasien..............................................................................17
3.2 Anamnesis.....................................................................................17
3.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................18
3.5 Planning Diagnosis........................................................................18
3.6 Diagnosis.......................................................................................22
3.7 Tatalaksana....................................................................................22
3.8 Prognosis.......................................................................................23
BAB 4 PEMBAHASAN..............................................................................24
BAB 5 KESIMPULAN................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................27
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
mengarahkan gelombang suara ke membrane timpani, mengandung
rambut-rambut penyaring dan mengsekresikan kotoran telinga (ear
wax) untuk menangkap partikel-partikel asing. Membrane timpani
merupakan membrane tipis yang memisahkan telinga luar dan
tengah, bergetar secara sinkron dengan gelombang suara yang
mengenainya, menyebabkan tulang-tulang pendengaran telinga
tengah bergetar.
6
7
Gambar 2.1 Telinga dalam(8)
9
Arteri auditori interna, memperdarahi koklea, pada umumnya berasal
dari arteri cerebellum anterior inferior dan terkadang dari arteri
cerebellum posterior inferior bercabang dari arteri vertebra rostral atau
arteri basilar kaudal, anastamosis utama antara AICA dan PICA
umumnya berbeda. AICA keluar dari salah satu sisi arteri basilar
kaudal. Banyak perbedaan yang terkait dengan AICAdan PICA yang
berasal dari arteri vertebrobasilar, dan percabangan dari AICA
memiliki anasmosis yang multiple dari arteri medulla lateral.
Mesikipun, arteri telinga dalam merupakan arteri akhir. Pons
diperdarahi oleh anterior, lateral dan bagian posterior dan arteri
basilar, arteri cerebellum superior dan AICA memperdarahi daerah
tersebut.
Arteri auditori interna bercabang dua yang umumnya adalah
arteri koklear dan arteri vestibular anterior, kemudian percabangan
arteri koklear dan areteri vestibulokoklear bercabang menjadi arteri
vestivular posterior dan ramus koklear. Arteri koklear umumnya
memperdarahi tiga per empat bagian apeks koklea dan ramus koklear
memperdarahi daerah seperempat basal pada bagian ujung koklea.
Arteri vestibular anterior memperdarahi utrikulus, superior dari
sakulus, ampulla dan kanalis semisirkularis anterior dan horizontal.
Bagian sakulus inferior dan kanalis semisirkularis posterior mendapat
perdarahan dari arteri vestibular posterior(4).
12
2.6.1 Anamnesis
Berdasarkan pedoman klinis tuli sensorineural mendadak dari
American Academy of Otolaryngology–Head and Neck Surgery
Foundation (AAO-HNSF) pada tahun 2013, langkah pertama dari
penegakan diagnosis tuli mendadak adalah klinisi harus mampu
membedakan tuli sensorineural (SNHL) dengan tuli konduksi (CHL)
karena sangat penting untuk menentukan terapi dan prognosis.
1. Anamnesis
Anamnesis yang harus ditanyakan adalah proses terjadinya ketulian,
gejala penyerta, serta faktor predisposisi. Pasien dengan tuli mendadak
biasanya melaporkan adanya tinnitus, rasa penuh pada telinga atau vertigo.
Anamnesis lainnya adalah adanya riwayat kehilangan pendengaran
unilateral atau bilateral yang bersifat episodik dan gejala neurologi fokal.
Pasien tuli mendadak dengan riwayat kehilangan pendengaran yang bersifat
fluktuatif harus dievaluasi kemungkinan penyebabnya adalah penyakit
Meniere, kelainan autoimun, sindrom Cogan dan sindrom hiperviskositas.
Penyakit Meniere merupakan penyebab paling sering kehilangan
pendengaran fluktuatif yang unilateral. Penyakit telinga tengah autoimun
dan sindrom Cogan biasanya melibatkan telinga bilateral. Semua kondisi
tersebut menyebabkan penurunan pendengaran yang bertahap dan fluktuatif,
namun kadang muncul mendadak.
Tuli mendadak disertai dengan gejala dan tanda neurologis fokal
mengindikasikan keterlibatan sistem saraf pusat. Oklusi arteri auditorik
interna paling sering terlibat dalam mekanisme tuli mendadak unilateral
akibat stroke. Arteri auditorik interna mendapatkan suplai dari arteri
serebelar inferior anterior (AICA). Area yang terkena biasanya adalah
pedunkulus serebelum media dan pons lateral. Hampir sebagian besar infark
labirin terkait distribusi AICA dihubungkan dengan hilangnya pendengaran
unilateral dan gangguan vestibular akut. Tuli mendadak unilateral bisa
merupakan manifestasi dari Transient Ischemic Attack pada distribusi
AICA.
13
Gejala yang menyertai tuli mendadak akibat oklusi AICA antara lain
sindrom horner ipsilateral (paresis okulosimpatetik yang terdiri dari miosis,
ptosis dan anhidrosis), diplopia, nistagmus, kelemahan wajah ipsilateral dan
kesemutan, ataksia, vertigo, slurred speech, kekakuan ektremitas unilateral,
kehilangan kontrol nyeri dan suhu kontralateral(1,7).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital terutama tekanan darah harus diperiksa
3. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi pada pasien tuli mendadak tidak menunjukan
adanya kelainan baik pada kanalis auricula eksterna dan membran
timpani.
4. Tes Garpu tala
Pada pemeriksaan garpu tala akan didapatkan kesan tuli sensorineural
dimana hasil yang ditemukan berupa :
Rinne positif
Schwabach memendek
5. Pemeriksaan Audiometri
Audiometri nada murni
14
sensorineural
Audiometri impedans
Pada pemeriksaan audiometri impedans didapatkan timpanogram tipe A
(normal), refleks stapedius ipsilateral negatif atau positif sedangkan
kontralateral positif. Kesan tuli sensorineural koklea
6. Tes BERA (Pada anak)
Pada tes BERA didapatkan hasil tuli sensorineural ringan
sampai berat.
7. Pemeriksaan ENG (Elektronistagmografi)
Pada pemeriksaan ENG dapat ditemukan paresis kanal.
8. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan tomografi komputer (CT-Scan) dan pencitraaan resonansi
magnetik dibutuhkan untuk menyingkirkan diagnosis seperti neuroma
akustik dan malformasi tulang. Pemeriksaan arteriografi diperlukan untuk
kasus yang diduga akibat trombosis.
9. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen,
hipotiroid, penyakit auto imun dan faal hemostasis(1).
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Non Medikamentosa
Tirah baring sempurna (total bed rest)
Istirahat fisik dan mental selama dua minggu untuk menghilangkan atau
mengurangi stres(1).
2.7.2 Medikamentosa
Terapi oral methylprednoson 1 mg/kgbb/hr dosis tunggal pada pagi hari,
tappering off tiap 3-5 hari
Bila penurunan pendengaran berat > 70 dB dapat diberikan methylprednison
intravena dengan dosis 250-500 mg/hr
Bila belum ada perubahan dapat diberikan kortikosteroid intratimpani
15
Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari, vitamin E 1x1 tablet
Neurobion 3x1 tablet/hari
HBO (hiperbarik oksigen terapi) dapat diberikan bersamaan
Berikan obat yang aman untuk lambung
Pemberian kortikosteroid pada pasien diabetes sangat berseiko
sehingga diperlukan pemantauan kadar gula darah rutin setiap hari
dan berkonsultasi dengan dokter penyakit dalam dan jika ditemukan
kelainan tambahan maka terapi perlu ditambah sesuai nasehat bidang
penyakit dalam(1).
16
2.9 Prognosis
Sekitar 32% sampai 65% kasus tuli mendadak dapat pulih
secara spontan. Prognosis tuli mendadak bergantung pada kecepatan
pemberian obat. Pada umumnya pengobatan efektif pada 2 minggu pertama
saat mengalami keluhan. Apabila lebih dari 2 minggu maka kemungkinan
sembuh semakin kecil. Angka kesembuhan akan semakin kecil pada pasien
yang mendapat pengobatan ototoksik yang lama, diabetes melitus, kolesterol
tinggi dan peningkatan viskositas darah(1,8).
Faktor usia dan derajat ketulian juga berpengaruh pada prognosis
pasien. Pasien dengan usia lebih muda memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan usia lebih tua selain itu derajat tuli
sensorineural berat dan sangat berat memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan derajat ketulian sensorineural nada rendah dan menengah (1,8).
17
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. BA
Usia : 56 tahun
Tanggal Lahir : 5 September 1965
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Katolik
Status : BPJS
Alamat : Oesapa
Nomor Rekam Medis : 553305
Kunjungan : Poli THT
3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menggunakan autoanamnesis dari pasien dan
aloanamnesis dengan keluarga pasien.
Keluhan Utama:
Penurunan pendengaran mendadak telinga bagian kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan dari RS Wirasakti datang ke poli THT RSU Prof. W. Z.
Johannes dengan keluhan penurunan pendengaran mendadak telinga bagian kanan
sejak 2 minggu smrs. Keluhan disertai tinitus dan nyeri pada telinga kanan yang
hilang timbul dan tidak bergantung pada waktu tertentu. Keluhan lain seperti
otore, vertigo, demam, mual muntah, riwayat trauma dan batuk pilek (-)
18
Riwayat Pengobatan:
Pasien tidak rutin mengonsumsi obat anti hipertensi captropil dan hanya
dikonsumsi pada saat tekanan darah tinggi
Riwayat Psikososial dan kebiasaan:
Pasien aktif merokok dan minum alkohol serta sering menembak sejak
tahun 1976 dan bermain terompet tanpa menggunakan penutup telinga
19
Status THT-KL
Telinga
Lapang Lapang
Intak, refleks cahaya (+) Membran Timpani Intak refleks cahaya (+)
(-) Sekret ()
(-) Pendarahan Aktif (-)
Hidung
20
Tenggorokan
21
Pemeriksaan EKG
Keterangan :
Irama: sinus P-R interval: normal
HR: 75 x/m, reguler Segmen S-T: normal
Axis: normoaxis Gelombang T: normal
Gel. P: normal Kesan: normal
Kompleks QRS: normal
Pemeriksaan Audiometri
22
Kesan : Tuli campuran
3.6 Diagnosis
Sudden sensorineural hearing loss (D)
3.7 Tatalaksana
Medika mentosa:
IFVD RL 20 tpm
Inj. Methylprednison 2x125 mg IV
Inj. Omeprazol 2x400 mg IV
Vitamin B complex 2x1 tab
Cek DL, GDS, profil lipid, asam urat, EKG, RO Thorax.
23
KIE pada pasien:
MRS agar mendapat pengobatan intensif
Makan, miman dan istirahat yang cukup
Menjaga hygiene daerah dan telinga
Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien dan
tatalaksana yang akan diberikan beserta prognosisnya
3.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
24
BAB 4
PEMBAHASAN
25
ototoksik dan sedang atau baru sembuh dari virus seperti virus parotis, campak,
influenza B dan mononukleosis tetapi pasien memiliki riwayat hipertensi,
kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol dan sewaktu muda sering menembak
dan bermain terompet tanpa menggunakan penutup telinga yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya tuli mendadak(5).
Pengobatan tuli mendadak idealnya didasarkan pada penyebabnya tetapi
karena bersifat idiopatik, sehingga pengobatan dilakukan secara empiris. Pada
pasien dilakukan rawat inap agar mendapat penanganan intensif, diberikan infus
ringer laktat 20 tetes per menit untuk memenuhi kebutuhan
cairan,methylprednison 2x125 mg IV untuk memperbaiki iskemik maupun
inflamasi yang mungkin terjadi pada koklea, omeprazole 2x40 mg IV untuk
mengurangi efek samping obat kortikosteroid yang dapat merusak mukosa
lambung dan pemberian vitamin b complex untuk memenuhi kebutuhan vitamin
pasien. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Bila penurunan pendengaran berat > 70
dB dapat diberikan methylprednison intravena dengan dosis 250-500 mg/hr dan
diberikan obat yang aman untuk lambung(9).
26
BAB 5
KESIMPULAN
Tuli mendadak atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) merupakan
suatu sensasi subjektif kehilangan pendengaran sensorineural pada satu atau kedua
telinga yang berlangsung secara cepat dalam periode 72 jam, dengan kriteria
audiometri berupa penurunan pendengaran ≥30 dB sekurang-kurangnya pada 3
frekuensi berturut-turut, yang menunjukkan adanya abnormalitas pada koklea,
saraf auditorik, atau pusat persepsi dan pengolahan impuls pada korteks auditorik
di otak.
Penyebab tuli sensorineural mendadak sampai saat ini belum dapat
diketahui secara pasti. Dilaporkan etiologi dari ketulian mendadak hanya dapat
ditegakkan pada 10 % kasus tersebut. Beberapa teori terjadinya tuli sensorineural
mendadak idiopatik adalah iskemia koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma
bising, perubahan tekanan atmosfir, autoimun, obat ototoksik, penyakit meniere
dan neuroma akustik, tetapi yang biasa dianggap sebagai etiologi tuli mendadak
adalah iskemia koklea dan infeksi virus. Selain itu, hipertensi, diabetes melitus,
merokok, obesitas diketahui berperan dalam kejadian tuli mendadak(1,5).
Pengobatan tuli mendadak idealnya didasarkan pada penyebabnya tetapi
karena bersifat idiopatik, sehingga pengobatan dilakukan secara empiris.
Prognosis tuli mendadak bergantung pada kecepatan pemberian obat. Pada
umumnya pengobatan efektif pada 2 minggu pertama saat mengalami keluhan.
Apabila lebih dari 2 minggu maka kemungkinan sembuh semakin kecil(1).
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku THT-KL UI edisi ketujuh
2. Hidayat H, Edward Y, Hilbertina N. Gambaran Pasien Tuli Mendadak di
Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat Andalas.
2016;5(2):416–20.
3. Novita S, Yuwono N. CONTINUING MEDICAL EDUCATION Diagnosis
dan Tata Laksana Tuli Mendadak. Cdk-210. 2013;40(11):85–90.
4. Sherwood Lauralee. Telinga: Pendengaran dan keseimbangan. Dalam:
Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Indonesia: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. h.176-89
5. Mulyana S. Tuli mendadak akibat iskemik koklea. REFERAT. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2015.
6. Jantung PK. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar.
7. Lin, RJ, Krall, R, Westerberg, BD, Chadha, NK, Chau, JK. Systematic
review and metaanalysis of the risk fac- tors for sudden sensorineural
hearing loss in adults. Laryngoscope. 2012;122(3):624-35.
8. Cho CS, Choi YJ. Prognostic factors in sudden sensorineural hearing loss:
Aretrospective study using interaction effects. Braz J Otorhinolaryngol.
2013;79(4):466–70.
9. Putra RM, Munilson J, Edward Y, Warto N, Rosalinda R. Injeksi
Kortikosteroid Intratimpani Sebagai Salvage Therapy pada Pasien Tuli
Mendadak. J Kesehat Andalas. 2018;7(Supplement 3):96.
28