Anda di halaman 1dari 28

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL LAPORAN KASUS

RSUD PROF. W. Z. JOHANNES KUPANG APRIL 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

TULI MENDADAK

Disusun Oleh:
Yohanes Baptista, S.Ked
2108020026

Pembimbing:
dr. Tince Sarlin Nalle, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. W.Z. JOHANNES KUPANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini diajukan oleh :


Nama : Yohanes Baptista, S.Ked
NIM : 2108020026
Bagian Ilmu Penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
RSUD Prof DR W.Z. Johannes Kupang.
Laporan kasus ini disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat yang diperlukan untuk mengikuti ujian akhir di Bagian Ilmu
Penyakit THT- KL Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana RSUD
W.Z. Johannes Kupang.

Pembimbing Klinik

1. dr. Tince Sarlin Nalle, Sp.THT-KL 1……………………

Ditetapkan di : Kupang
Hari/tanggal : April 2022

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................5
2.1 Anatomi dan fisiologi pendengaran.................................................5
2.2 Definisi Tuli Mendadak.................................................................10
2.3 Epidemiologi.................................................................................10
2.4 Etiologi dan patofisiologi..............................................................10
2.5 Gejala Klinik..................................................................................11
2.6 Penegakkan Diagnosis...................................................................12
2.6.1 Anamnesis.....................................................................................12
2.7 Tatalaksana....................................................................................14
2.7.1 Non Medikamentosa......................................................................14
2.7.2 Medikamentosa..............................................................................14
2.8 Evaluasi Fungsi Pendengaran........................................................15
2.9 Prognosis.......................................................................................16
BAB 3 LAPORAN KASUS.........................................................................17
3.1 Identitas Pasien..............................................................................17
3.2 Anamnesis.....................................................................................17
3.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................18
3.5 Planning Diagnosis........................................................................18
3.6 Diagnosis.......................................................................................22
3.7 Tatalaksana....................................................................................22
3.8 Prognosis.......................................................................................23
BAB 4 PEMBAHASAN..............................................................................24
BAB 5 KESIMPULAN................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................27

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Tuli mendadak atau dikenal juga dengan sudden sensorineural


hearing loss (SSHL) adalah penurunan pendengaran sensorineural
30 dB atau lebih, paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada
pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari 3
hari. Kerusakan pada tuli mendadak terjadi terutama di koklea dan
biasanya bersifat permanen, karena itu tuli mendadak dimasukkan
ke dalam keadaan darurat neurotologi. Penyebab dari tuli mendadak
adalah iskemik koklea dan infeksi virus(1).
Tuli mendadak diderita oleh 5 sampai 30 per 100.000 orang,
dengan peningkatan sekitar 4000 kasus per tahun di Amerika
Serikat. Suatu penelitian di Jerman menunjukkan kejadian tuli
mendadak sebanyak 160 per 100.000 orang per tahunnya. 2
Kejadian tuli mendadak di Italia dilaporkan antara 5 sampai 20
kasus per 100.000 orang. Distribusi laki-laki dan perempuan hampir
sama. Tuli mendadak dapat ditemukan pada semua kelompok usia,
umumnya pada rentang usia 40-50 tahun(2,3).
Tuli mendadak merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan
yang memerlukan penanganan segera. Masalah yang umum
ditemukan pada kasus tuli mendadak adalah keterlambatan
diagnosis, sehingga pengobatan tertunda yang akhirnya
menyebabkan kehilangan pendengaran permanen. Oleh sebab itu,
penting untuk mengenali dan mendeteksi kelainan ini sejak dini agar
dapat menunjang pemulihan fungsi pendengaran dan meningkatkan
kualitas hidup pasien(3).

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi pendengaran

Gambar 2.1 Anatomi Telinga(8)


Telinga terdiri dari 3 komponen utama yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam. Terlinga luar memiliki fungsi
utama mengumpulkan dan memindahkan gelombang suara ke
telinga tengah. Telinga luar terdiri dari beberapa truktur yaitu Pinna
yang terdiri dari lempeng tulang rawan yang terbungkus dan terletak
di kedua sisi kepala. Pinna berfungsi mengumpulkan gelombang
suara dan menyalurkan ke saluran telinga yang berperan dalam
lokalisasi suara.
Meatus auditorius externa merupakan saluran dari eksterior
melalui tulang temporalis ke membrane timpani, berfungsi dalam

5
mengarahkan gelombang suara ke membrane timpani, mengandung
rambut-rambut penyaring dan mengsekresikan kotoran telinga (ear
wax) untuk menangkap partikel-partikel asing. Membrane timpani
merupakan membrane tipis yang memisahkan telinga luar dan
tengah, bergetar secara sinkron dengan gelombang suara yang
mengenainya, menyebabkan tulang-tulang pendengaran telinga
tengah bergetar.

Gambar 2.1 Telinga tengah(8)

Telinga tengah terdiri dari 3 buah tulang yaitu maleus, inkus


dan stapes merupakan tulang yang dapat bergerak yang berjalan
melintasi rongga telinga tengah. Maleus melekat ke membrane
timpani dan stapes melekat ke jendela oval. Tulang terebut
memindahkan getaran membrane timpani ke cairan di koklea, dalam
prosesnya memperkuat energi suara.

6
7
Gambar 2.1 Telinga dalam(8)

Telinga dalam terdiri dari koklea dan apparatus vestibularis.


Koklea berfungsi dalam proses fisiologi pendengaran dan apparatus
vestibularis berfungsi dalam proses fisiologi keseimbangan. Koklea
terdiri dari jendela oval, skala vestibule, skala timpani, duktus
koklealis (skala media), membrane basilaris, organ corti, membrane
tektorial dan jendela bundar.
Jendela oval merupakan membrane tipis di pintu masuk
koklea yang memisahkan telinga tengah dan skala vestibule. jendela
ovak bergetar bersama dengan gerakan stapes yang melekat
padanya; gerakan jendela oval menyebabkan perilimfe koklea
bergerak. Skala vestibule merupakan komponen atas koklea dan
skalaa timpani merupakan komponen bawah koklea mengandung
perilimfe yang dibuat bergerak oleh gerakan jendela oval yang
didorong oleh gerakan tulang-tulang telinga tengah. Skala media
merupakan komponen tengah koklea yang mengandung endolimfe;
tempat membrane basilaris. Membrane basilaris membentuk lantai
duktus koklearis yang bergetar bersama dengan gerakan perilimfe
mengandung organ corti, organ indera untuk mendengar. Organ
korti terletak di bagian atas dan disepanjang membrane basilaris
yang menadung sel rambut, reseptor untuk suara, yang
mengeluarkan potensial reseptor sewaktu tertekuk akibat gerakan
cairan koklea.
Membrane tektorial merupakan membrane stasioner yang
tergantung di atas organ corti dan tempat sel-sel rambut reseptor
permukaan terbenam di dalamnya menekuk dan membentuk
potensial reseptor ketika membrane basilaris yang begetar terhadap
membrane tektorial yang stasioner. Jendela bundar merupakan
membrane tipis yang memisahkan skala timopani daru telinga
tengah yang bergeraj bersama dengan cairan di perilimfe untuk
meredam tekanan di dalam koklea(4).
8
Gambar 2.1 Vaskularisasi pada koklea(8)
Telinga bagian dalam memperoleh perdarahan dari arteri
auditoris interna (arteri labirintin) yang berasal dari arteri serebeli
inferior anterior atau langsung dari arteri basilaris yang merupakan
end artery(terminal artery) dan tidak mempunyai pembuluh darah
anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini
bercabang 3 yaitu: 1. Arteri vestibularis anterior yang nantinya
mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis,
kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus
dan sakulus. 2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli,
kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus
serta putaran basal dari koklea. 3.Arteri koklearis yang memasuki
modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang
mendarahi organ Corti, skala vestibule dan skala timpani sebelum
berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena
auditorisinterna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena
akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus serta
utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus
vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena
ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.

9
Arteri auditori interna, memperdarahi koklea, pada umumnya berasal
dari arteri cerebellum anterior inferior dan terkadang dari arteri
cerebellum posterior inferior bercabang dari arteri vertebra rostral atau
arteri basilar kaudal, anastamosis utama antara AICA dan PICA
umumnya berbeda. AICA keluar dari salah satu sisi arteri basilar
kaudal. Banyak perbedaan yang terkait dengan AICAdan PICA yang
berasal dari arteri vertebrobasilar, dan percabangan dari AICA
memiliki anasmosis yang multiple dari arteri medulla lateral.
Mesikipun, arteri telinga dalam merupakan arteri akhir. Pons
diperdarahi oleh anterior, lateral dan bagian posterior dan arteri
basilar, arteri cerebellum superior dan AICA memperdarahi daerah
tersebut.
Arteri auditori interna bercabang dua yang umumnya adalah
arteri koklear dan arteri vestibular anterior, kemudian percabangan
arteri koklear dan areteri vestibulokoklear bercabang menjadi arteri
vestivular posterior dan ramus koklear. Arteri koklear umumnya
memperdarahi tiga per empat bagian apeks koklea dan ramus koklear
memperdarahi daerah seperempat basal pada bagian ujung koklea.
Arteri vestibular anterior memperdarahi utrikulus, superior dari
sakulus, ampulla dan kanalis semisirkularis anterior dan horizontal.
Bagian sakulus inferior dan kanalis semisirkularis posterior mendapat
perdarahan dari arteri vestibular posterior(4).

2.2 Definisi Tuli Mendadak


Tuli mendadak atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL)
didefinisikan sebagai bentuk sensasi subjektif kehilangan pendengaran
sensorineural pada satu atau kedua telinga yang berlangsung secara
cepat dalam periode 72 jam, dengan kriteria audiometri berupa
penurunan pendengaran ≥30 dB sekurang-kurangnya pada 3 frekuensi
berturut-turut, yang menunjukkan adanya abnormalitas pada koklea,
saraf auditorik, atau pusat persepsi dan pengolahan impuls pada
korteks auditorik di otak(3).
10
2.3 Epidemiologi
Tuli mendadak diderita oleh 5 sampai 30 per 100.000 orang,
dengan peningkatan sekitar 4000 kasus per tahun di Amerika
Serikat. Suatu penelitian di Jerman menunjukkan kejadian tuli
mendadak sebanyak 160 per 100.000 orang per tahunnya. 2
Kejadian tuli mendadak di Italia dilaporkan antara 5 sampai 20
kasus per 100.000 orang. Distribusi laki-laki dan perempuan hampir
sama. Tuli mendadak dapat ditemukan pada semua kelompok usia,
umumnya pada rentang usia 40-50 tahun(2,3).
Insiden tuli mendadak di poli THT-KL RSUP. Dr. M. Djamil
Padang pada periode Agustuts 2010 sampai Agustus 2011 berkisar
37 orang. Distribusi laki-laki dan perempuan hampir sama, dengan
puncak usia antara 50 sampai 60 tahun, 3 namun penelitian di
Taiwan pada tahun 1998 – 2002, menyatakan bahwa dari 8712
kasus tuli mendadak, 64,5% penderita berusia di atas 60 tahun(1).

2.4 Etiologi dan patofisiologi


Penyebab tuli sensorineural mendadak sampai saat ini belum
dapat diketahui secara pasti. Dilaporkan etiologi dari ketulian
mendadak hanya dapat ditegakkan pada 10 % kasus tersebut.
Beberapa teori terjadinya tuli sensorineural mendadak idiopatik
adalah iskemia koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising,
perubahan tekanan atmosfir, autoimun, obat ototoksik, penyakit
meniere dan neuroma akustik, tetapi yang biasa dianggap sebagai
etiologi tuli mendadak adalah iskemia koklea dan infeksi virus. Selain
itu, hipertensi, diabetes melitus, merokok, obesitas diketahui berperan
dalam kejadian tuli mendadak(1,5).
Teori gangguan vaskular merupakan teori yang paling banyak
berkembang. Pembuluh darah koklea merupakan end artery dengan
sirkulasi yang tidak kolateral dan fungsinya secara halus untuk
11
mengubah supply darah sehingga bila terjadi gangguan pada
pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan dan
terjadi iskemik. Gangguan pembuluh darah ini dapat disebabkan
seperti emboli, trombosis, kurangnya aliran darah, vasospasme dan
hiperkoagulasi atau viskositas yang meningkat. Iskemia
mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis
dan ligamen spiralis. Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan
ikat dan penulangan(6).
Infeksi virus seperti virus parotis, campak, influenza B dan
mononukleosis diduga sebagai salah satu penyebab tuli sensorineural
mendadak. Pada kondisi ini, virus dapat merusak organon corti
membran tektoria dan selubung myelin saraf akustik. Pemeriksaan
serologis terhadap pasien dengan ketulian sensorineural mendadak
idiopatik menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi terhadap
sejumlah virus. Pemeriksaan histopatologi tulang temporal pada
pasien tuli sensorineural mendadak ini ditemukan kerusakan koklea
akibat luka dari infeksi tersebut, kehilangan sel-sel rambut dan sel-sel
pendukung, atropi membran tektorial, atropi stria vaskularis(6).

2.5 Gejala Klinik


Gejala Klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan tuli
mendadak akibat iskemia koklea kadang bersifat sementara atau
berulang dalam serangan, tetapi biasanya keluhan yang terjadi
menetap. Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak berat dan
tidak berlangsung lama. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat
disertai tinitus dan vertigo(1).
Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya muncul
pada 1 telinga, bisa disertai dengan vertigo dan tinitus. Berdasarkan
anamnesis pasien biasanya sedang mengalami atau baru sembuh dari
infeksi virus-virus seperti virus parotis, varisela dan variola(1).
2.6 Penegakkan Diagnosis

12
2.6.1 Anamnesis
Berdasarkan pedoman klinis tuli sensorineural mendadak dari
American Academy of Otolaryngology–Head and Neck Surgery
Foundation (AAO-HNSF) pada tahun 2013, langkah pertama dari
penegakan diagnosis tuli mendadak adalah klinisi harus mampu
membedakan tuli sensorineural (SNHL) dengan tuli konduksi (CHL)
karena sangat penting untuk menentukan terapi dan prognosis.
1. Anamnesis
Anamnesis yang harus ditanyakan adalah proses terjadinya ketulian,
gejala penyerta, serta faktor predisposisi. Pasien dengan tuli mendadak
biasanya melaporkan adanya tinnitus, rasa penuh pada telinga atau vertigo.
Anamnesis lainnya adalah adanya riwayat kehilangan pendengaran
unilateral atau bilateral yang bersifat episodik dan gejala neurologi fokal.
Pasien tuli mendadak dengan riwayat kehilangan pendengaran yang bersifat
fluktuatif harus dievaluasi kemungkinan penyebabnya adalah penyakit
Meniere, kelainan autoimun, sindrom Cogan dan sindrom hiperviskositas.
Penyakit Meniere merupakan penyebab paling sering kehilangan
pendengaran fluktuatif yang unilateral. Penyakit telinga tengah autoimun
dan sindrom Cogan biasanya melibatkan telinga bilateral. Semua kondisi
tersebut menyebabkan penurunan pendengaran yang bertahap dan fluktuatif,
namun kadang muncul mendadak.
Tuli mendadak disertai dengan gejala dan tanda neurologis fokal
mengindikasikan keterlibatan sistem saraf pusat. Oklusi arteri auditorik
interna paling sering terlibat dalam mekanisme tuli mendadak unilateral
akibat stroke. Arteri auditorik interna mendapatkan suplai dari arteri
serebelar inferior anterior (AICA). Area yang terkena biasanya adalah
pedunkulus serebelum media dan pons lateral. Hampir sebagian besar infark
labirin terkait distribusi AICA dihubungkan dengan hilangnya pendengaran
unilateral dan gangguan vestibular akut. Tuli mendadak unilateral bisa
merupakan manifestasi dari Transient Ischemic Attack pada distribusi
AICA.

13
Gejala yang menyertai tuli mendadak akibat oklusi AICA antara lain
sindrom horner ipsilateral (paresis okulosimpatetik yang terdiri dari miosis,
ptosis dan anhidrosis), diplopia, nistagmus, kelemahan wajah ipsilateral dan
kesemutan, ataksia, vertigo, slurred speech, kekakuan ektremitas unilateral,
kehilangan kontrol nyeri dan suhu kontralateral(1,7).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital terutama tekanan darah harus diperiksa
3. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi pada pasien tuli mendadak tidak menunjukan
adanya kelainan baik pada kanalis auricula eksterna dan membran
timpani.
4. Tes Garpu tala
Pada pemeriksaan garpu tala akan didapatkan kesan tuli sensorineural
dimana hasil yang ditemukan berupa :

 Rinne positif

 Weber lateralisasi ke telinga yang sehat

 Schwabach memendek

5. Pemeriksaan Audiometri
 Audiometri nada murni

Pada pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan kesan tuli


sensorineural ringan sampai berat
 Tes SISI (Short increment sensitivity index)
Pada tes SISI didapatkan skor 100% atau kurang dari 70% dan kesan
ditemukan rekrutmen
 Tes Tone decay
Pada tes Tone decay didapatkan kesan bukan tuli retrokoklea
 Audiometri tutur
Pada pemeriksaan audiometri tutur didapatkan SDS
(speechdiscrimination score) kurang dari 100%. Kesan tuli

14
sensorineural
 Audiometri impedans
Pada pemeriksaan audiometri impedans didapatkan timpanogram tipe A
(normal), refleks stapedius ipsilateral negatif atau positif sedangkan
kontralateral positif. Kesan tuli sensorineural koklea
6. Tes BERA (Pada anak)
Pada tes BERA didapatkan hasil tuli sensorineural ringan
sampai berat.
7. Pemeriksaan ENG (Elektronistagmografi)
Pada pemeriksaan ENG dapat ditemukan paresis kanal.
8. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan tomografi komputer (CT-Scan) dan pencitraaan resonansi
magnetik dibutuhkan untuk menyingkirkan diagnosis seperti neuroma
akustik dan malformasi tulang. Pemeriksaan arteriografi diperlukan untuk
kasus yang diduga akibat trombosis.
9. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen,
hipotiroid, penyakit auto imun dan faal hemostasis(1).

2.7 Tatalaksana
2.7.1 Non Medikamentosa
 Tirah baring sempurna (total bed rest)
Istirahat fisik dan mental selama dua minggu untuk menghilangkan atau
mengurangi stres(1).
2.7.2 Medikamentosa
 Terapi oral methylprednoson 1 mg/kgbb/hr dosis tunggal pada pagi hari,
tappering off tiap 3-5 hari
 Bila penurunan pendengaran berat > 70 dB dapat diberikan methylprednison
intravena dengan dosis 250-500 mg/hr
 Bila belum ada perubahan dapat diberikan kortikosteroid intratimpani

15
 Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari, vitamin E 1x1 tablet
 Neurobion 3x1 tablet/hari
 HBO (hiperbarik oksigen terapi) dapat diberikan bersamaan
 Berikan obat yang aman untuk lambung
Pemberian kortikosteroid pada pasien diabetes sangat berseiko
sehingga diperlukan pemantauan kadar gula darah rutin setiap hari
dan berkonsultasi dengan dokter penyakit dalam dan jika ditemukan
kelainan tambahan maka terapi perlu ditambah sesuai nasehat bidang
penyakit dalam(1).

2.8 Evaluasi Fungsi Pendengaran


Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan setiap minggu selama 1
bulan. Perbaikan pendengaran pada pada tuli mendadak adalah
sebagai berikut :
1. Sangat baik : Perbaikan > 30 dB pada 5 frekuensi.
2. Sembuh : Perbaikan ambang pendengaran < 30 dB pada frekuensi 250 Hz, 500
Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan dibawah 25 dB pada frekuensi 4000 Hz
3. Baik : Perbaikan 1030 dB pada 5 frekuensi
4. Tidak ada perbaikan : Perbaikan < 10 dB pada 5 frekuensi
Bila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan tatalaksana di atas maka
dapat dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar (Hearring aid). Apabila
dengan alat bantu dengar juga masih belum dapat berkomunikasi dengan baik
maka perlu dilakukan psikoterapi dengan tuuan agar pasien menerima
keadaan(1).

16
2.9 Prognosis
Sekitar 32% sampai 65% kasus tuli mendadak dapat pulih
secara spontan. Prognosis tuli mendadak bergantung pada kecepatan
pemberian obat. Pada umumnya pengobatan efektif pada 2 minggu pertama
saat mengalami keluhan. Apabila lebih dari 2 minggu maka kemungkinan
sembuh semakin kecil. Angka kesembuhan akan semakin kecil pada pasien
yang mendapat pengobatan ototoksik yang lama, diabetes melitus, kolesterol
tinggi dan peningkatan viskositas darah(1,8).
Faktor usia dan derajat ketulian juga berpengaruh pada prognosis
pasien. Pasien dengan usia lebih muda memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan usia lebih tua selain itu derajat tuli
sensorineural berat dan sangat berat memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan derajat ketulian sensorineural nada rendah dan menengah (1,8).

17
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. BA
Usia : 56 tahun
Tanggal Lahir : 5 September 1965
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Katolik
Status : BPJS
Alamat : Oesapa
Nomor Rekam Medis : 553305
Kunjungan : Poli THT

3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menggunakan autoanamnesis dari pasien dan
aloanamnesis dengan keluarga pasien.
Keluhan Utama:
Penurunan pendengaran mendadak telinga bagian kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan dari RS Wirasakti datang ke poli THT RSU Prof. W. Z.
Johannes dengan keluhan penurunan pendengaran mendadak telinga bagian kanan
sejak 2 minggu smrs. Keluhan disertai tinitus dan nyeri pada telinga kanan yang
hilang timbul dan tidak bergantung pada waktu tertentu. Keluhan lain seperti
otore, vertigo, demam, mual muntah, riwayat trauma dan batuk pilek (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:


Telinga kiri pasien sudah tidak dapat mendengar lagi sejak 2021.
Keluhan pada telinga kiri berlangsung sejak tahun 2011 dan semakin parah
seiring berjalannya waktu. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak tahun
2005.

18
Riwayat Pengobatan:
Pasien tidak rutin mengonsumsi obat anti hipertensi captropil dan hanya
dikonsumsi pada saat tekanan darah tinggi
Riwayat Psikososial dan kebiasaan:
Pasien aktif merokok dan minum alkohol serta sering menembak sejak
tahun 1976 dan bermain terompet tanpa menggunakan penutup telinga

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
BB : 87 kg
Tanda vital
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
HR : 70 x / menit, regular, kuat angkat
RR : 20 x / menit
Suhu : 36.5 0C
SPO2 : 99 %
Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)(-), pupil isokor
Leher : Pembesaran KGB (-), stridor (-), retraksi (-)
Thorax : Simetris, vesikuler (+)/(+), Rhonki (-)(-), Wheezing (-)/(-),
retraksi (-), BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-)
Abdomen : Supel
Ekstremitas : Akral hangat, turgol kulit baik, CRT < 2 detik

19
Status THT-KL

Telinga

Dextra Telinga Sinistra


Inspeksi
Edema (-), hiperemi (-), massa Aurikula Edema (-), hiperemi (-), massa (-)
(-)
Edema (-), hiperemi (-), Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), fistula (-), Pre-Aurikula massa (-), fistula (-), abses
abses (-) (-)
Edema (-), hiperemi (-), Retro-Aurikula Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), fistula (-), massa (-), fistula (-), abses
abses (-) (-)
KAE

Lapang Lapang

Intak, refleks cahaya (+) Membran Timpani Intak refleks cahaya (+)
(-) Sekret ()
(-) Pendarahan Aktif (-)

Hidung

Dextra Hidung Sinistra


Bentuk normal Inspeksi Bentuk normal
Hidung Luar
Lapang Kavum Nasi Lapang
Merah Muda Mukosa Merah muda
Dekongesti Konka Dekongesti
Septum: tidak deviasi
(-) Sekret (-)
(-) Pendarahan (-)

20
Tenggorokan

Faring Mukosa licin, merah muda, pseudomembran (-)


Tonsila palatina T2/T2, merah muda, kripte melebar (-)/(-), detritus (-)/(-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 15.2 g/dL 11.0-16.0

Jumlah eritrosit 5.1 106/uL 3.5-5.5

Hematokrit 46.20 % 35-55

Jumlah leukosit 12.6 103/uL 3.5-10

Jumlah trombosit 218 103/uL 150.00-450.00

Jumlah Leukosit 12.6 mg/dL + 3,5-10

Neutrofil 9.0 mg/dL + 2-7.7

Natrium darah 151 mmol/L + 135-145

Kalium darah 4.34 mmol/L 3.50-5.30

Kalsium Ion 1.34 mmol/L 1.10-1.35

Total Kalsium 2.68 mmol/L +2.2-2.55

21
Pemeriksaan EKG

Keterangan :
Irama: sinus P-R interval: normal
HR: 75 x/m, reguler Segmen S-T: normal
Axis: normoaxis Gelombang T: normal
Gel. P: normal Kesan: normal
Kompleks QRS: normal

Pemeriksaan Audiometri

22
Kesan : Tuli campuran

3.5 Planning Diagnosis


Timpanometri

3.6 Diagnosis
Sudden sensorineural hearing loss (D)

3.7 Tatalaksana
Medika mentosa:
 IFVD RL 20 tpm
 Inj. Methylprednison 2x125 mg IV
 Inj. Omeprazol 2x400 mg IV
 Vitamin B complex 2x1 tab
 Cek DL, GDS, profil lipid, asam urat, EKG, RO Thorax.

23
KIE pada pasien:
 MRS agar mendapat pengobatan intensif
 Makan, miman dan istirahat yang cukup
 Menjaga hygiene daerah dan telinga
 Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien dan
tatalaksana yang akan diberikan beserta prognosisnya

3.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

24
BAB 4
PEMBAHASAN

Tuli mendadak atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL)


didefinisikan sebagai bentuk sensasi subjektif kehilangan pendengaran
sensorineural pada satu atau kedua telinga yang berlangsung secara cepat dalam
periode 72 jam, dengan kriteria audiometri berupa penurunan pendengaran ≥30
dB sekurang-kurangnya pada 3 frekuensi berturut-turut, yang menunjukkan
adanya abnormalitas pada koklea, saraf auditorik, atau pusat persepsi dan
pengolahan impuls pada korteks auditorik di otak. Pada pemeriksaan otoskop
SSNHL tidak didapatkan kelainan pada KAE dan membran timpani pasien.

Berdasarkan anamnesis yang didapat, diketahui bahwa pasien


mengalami penurunan pendengaran telinga kanan sejak 2 minggu lalu yang
terjadi secara mendadak dan pada pemeriksaan audiometri didapatkan kesan tuli
campuran tetapi lebih mengarah ke tuli sensorineural karena dari pemeriksaan
otoskop tidak didapatkan kelainan pada telinga luar, KAE dan membran timpani
pasien sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti timpanometri
untuk menegakan diagnosis pasti(3).

Pasien berjenis kelamin laki-laki dengan usia 56 tahun. Menurut teori,


kejadian tuli mendadak dapat ditemukan pada semua kelompok usia, tetapi lebih
sering pada rentang usia 40-50 tahun(3).
Penyebab tuli sensorineural mendadak sampai saat ini belum dapat
diketahui secara pasti. Dilaporkan etiologi dari ketulian mendadak hanya dapat
ditegakkan pada 10 % dari kasus tersebut. Beberapa teori terjadinya tuli
sensorineural mendadak idiopatik adalah iskemia koklea, infeksi virus, trauma
kepala, trauma bising, perubahan tekanan atmosfir, autoimun, obat ototoksik,
penyakit meniere dan neuroma akustik, tetapi yang biasa dianggap sebagai
etiologi tuli mendadak adalah iskemia koklea dan infeksi virus(1).
Selain itu, hipertensi, diabetes melitus, merokok, obesitas diketahui
berperan dalam kejadian tuli mendadak. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa
pasien tidak ada riwayat trauma, stroke, penyakit autoimun, penggunaan obat

25
ototoksik dan sedang atau baru sembuh dari virus seperti virus parotis, campak,
influenza B dan mononukleosis tetapi pasien memiliki riwayat hipertensi,
kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol dan sewaktu muda sering menembak
dan bermain terompet tanpa menggunakan penutup telinga yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya tuli mendadak(5).
Pengobatan tuli mendadak idealnya didasarkan pada penyebabnya tetapi
karena bersifat idiopatik, sehingga pengobatan dilakukan secara empiris. Pada
pasien dilakukan rawat inap agar mendapat penanganan intensif, diberikan infus
ringer laktat 20 tetes per menit untuk memenuhi kebutuhan
cairan,methylprednison 2x125 mg IV untuk memperbaiki iskemik maupun
inflamasi yang mungkin terjadi pada koklea, omeprazole 2x40 mg IV untuk
mengurangi efek samping obat kortikosteroid yang dapat merusak mukosa
lambung dan pemberian vitamin b complex untuk memenuhi kebutuhan vitamin
pasien. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Bila penurunan pendengaran berat > 70
dB dapat diberikan methylprednison intravena dengan dosis 250-500 mg/hr dan
diberikan obat yang aman untuk lambung(9).

26
BAB 5
KESIMPULAN
Tuli mendadak atau sudden sensorineural hearing loss (SSNHL) merupakan
suatu sensasi subjektif kehilangan pendengaran sensorineural pada satu atau kedua
telinga yang berlangsung secara cepat dalam periode 72 jam, dengan kriteria
audiometri berupa penurunan pendengaran ≥30 dB sekurang-kurangnya pada 3
frekuensi berturut-turut, yang menunjukkan adanya abnormalitas pada koklea,
saraf auditorik, atau pusat persepsi dan pengolahan impuls pada korteks auditorik
di otak.
Penyebab tuli sensorineural mendadak sampai saat ini belum dapat
diketahui secara pasti. Dilaporkan etiologi dari ketulian mendadak hanya dapat
ditegakkan pada 10 % kasus tersebut. Beberapa teori terjadinya tuli sensorineural
mendadak idiopatik adalah iskemia koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma
bising, perubahan tekanan atmosfir, autoimun, obat ototoksik, penyakit meniere
dan neuroma akustik, tetapi yang biasa dianggap sebagai etiologi tuli mendadak
adalah iskemia koklea dan infeksi virus. Selain itu, hipertensi, diabetes melitus,
merokok, obesitas diketahui berperan dalam kejadian tuli mendadak(1,5).
Pengobatan tuli mendadak idealnya didasarkan pada penyebabnya tetapi
karena bersifat idiopatik, sehingga pengobatan dilakukan secara empiris.
Prognosis tuli mendadak bergantung pada kecepatan pemberian obat. Pada
umumnya pengobatan efektif pada 2 minggu pertama saat mengalami keluhan.
Apabila lebih dari 2 minggu maka kemungkinan sembuh semakin kecil(1).

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku THT-KL UI edisi ketujuh
2. Hidayat H, Edward Y, Hilbertina N. Gambaran Pasien Tuli Mendadak di
Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat Andalas.
2016;5(2):416–20.
3. Novita S, Yuwono N. CONTINUING MEDICAL EDUCATION Diagnosis
dan Tata Laksana Tuli Mendadak. Cdk-210. 2013;40(11):85–90.
4. Sherwood Lauralee. Telinga: Pendengaran dan keseimbangan. Dalam:
Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Indonesia: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. h.176-89
5. Mulyana S. Tuli mendadak akibat iskemik koklea. REFERAT. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2015.
6. Jantung PK. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar.
7. Lin, RJ, Krall, R, Westerberg, BD, Chadha, NK, Chau, JK. Systematic
review and metaanalysis of the risk fac- tors for sudden sensorineural
hearing loss in adults. Laryngoscope. 2012;122(3):624-35.
8. Cho CS, Choi YJ. Prognostic factors in sudden sensorineural hearing loss:
Aretrospective study using interaction effects. Braz J Otorhinolaryngol.
2013;79(4):466–70.
9. Putra RM, Munilson J, Edward Y, Warto N, Rosalinda R. Injeksi
Kortikosteroid Intratimpani Sebagai Salvage Therapy pada Pasien Tuli
Mendadak. J Kesehat Andalas. 2018;7(Supplement 3):96.

28

Anda mungkin juga menyukai