Anda di halaman 1dari 30

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL REFERAT

RSU DR. TC. HILLERS AGUSTUS 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

CORPUS ALIENUM DI BIDANG THT-KL

Disusun oleh :

Vinsensius Apolonaris Bessie (1021010024)

Pembimbing :

dr. Fransiska Tricia Da Lopez, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ILMU THT-KL
RSU DR. TC. HILLERS
MAUMERE
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga..........................................................................2
2.2 Anatomi dan Fisiologi Hidung..........................................................................6
2.3. Anatomi Dan Fisiologi Rongga Mulut dan Tenggorok......................................9
2.4. Corpus Alienum pada Telinga..........................................................................11
2.5. Corpus Alienum pada Hidung..........................................................................13
2.6. Corpus Alienum Pada Mulut dan Tenggorok...................................................14
2.7. Corpus Alienum Pada Faring................................................................................17
2.8 Corpus Alienum pada Esofagus............................................................................18
BAB III PENUTUP...............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

2
1

BAB I
PENDAHULUAN

Corpus Alienum atau benda asing pada telinga, hidung dan tenggorok
adakalanya merupakan masalah kesehatan keluarga, yang biasanya terjadi pada
anak-anak. Benda asing yang biasanya ditemukan berupa makanan, mainan,
peralatan rumah tangga yang kecil. Diagnosis pada pasien sering terlambat karena
biasanya tidak terlihat dan gejalanya tidak spesifik.

Pengeluaran benda asing lazim dilakukan dengan forsep, irigasi dengan


air, dan kateter hisap. Benda asing pada faring dan trakea merupakan
kegawatdaruratan dan biasanya memerlukan konsultasi bedah. Hasil pemeriksaan
radiografi biasanya normal. Endoskopi lunak ataupun kaku sering digunakan
untuk memperkuat diagnosis dan untuk mengeluarkan benda asing.

Benda asing pada bidang THT terjadi pada anak maupun dewasa dengan
atau tanpa penyakit mental. Pengeluaran benda asing dapat dilakukan dengan
melihat beberapa faktor seperti lokasi dari benda asing, bahan material, mudah
diambil (lembut dan ireguler) atau tidak mudah diambil (keras dan bulat).

Sebuah penelitian pada tahun 2017 mengenai benda asing pada telinga,
hidung, dan tenggorok menunjukan bahwa 67.2% pasien THT merupakan pasien
dengan benda asing pada saluran Telinga, hidung, dan tenggorok. Gejala tersering
adalah gatal pada telinga, diikuti oleh nyeri telinga, sekret telinga, penurunan
pendengaran, rasa penuh di dalam telinga, telinga berdenging dan yang paling
jarang adalah perdarahan.

Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan radiologik dan pemeriksaan bronkoskopi. Bronkoskopi
merupakan cara yang aman untuk mengeluarkan benda asing di trakeobronkial,
meskipun dalam beberapa kasus harus dilakukan torakotomi. Perkembangan
2

teknologi bronkoskop dan peralatan penyertanya, dan ditemukannya forsep yang


disertai teleskop dapat mempermudah ekstraksi benda asing saluran napas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga

Telinga merupakan organ penerima gelombang suara yang kemudian


diubah menjadi impuls listrik dan diteruskan ke korteks pendengaran melalui
saraf pendengaran. Telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan.
Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak
dimana bunyi tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Telinga dapat
dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
3

Gambar : Anatomi Telinga

Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna), saluran telinga (canalis
auditorius externus) dan pada ujung terdapat gendang telinga (membran
timpani). Canalis auditorius externus berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas
telinga dalam regio 3000 Hz - 4000 Hz. Kanal ini berukuran panjang sekitar 2,5
cm dengan sepertiga adalah tulang rawan sementara dua pertiga dalamnya
berupa tulang. Kanal ini dapat diluruskan dengan cara mengangkat daun telinga
ke atas dan ke belakang. Membran timpani berfungsi menyalurkan getaran di
udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah. Tekanan suara yang melebihi 160 dB
dapat memecahkan gendang telinga. Apabila gendang telinga pecah, biasanya
dapat sembuh kembali seperti jaringan lainnya. Karena gendang telinga sendiri
terdiri dari sel-sel hidup.

Telinga tengah

Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung
4

udara. Rongga tersebut terletak sebelah dalam membran timpani yang


memisahkan rongga itu dari meatus auditorius externa. Dalam telinga tengah
bagian yang paling utama adalah osikulus. Yang terdiri dari : maleus, inkus, dan
stapes. Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke
tulang pendengaran. Setiap tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke
tulang berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh
meneruskan getaran ke koklea. Osikulus ini berperan penting dalam
menyesuaikan impedansi di gendang telinga dengan impedansi ruang-ruang
berisi air di telinga dalam.

Tekanan suara di bagian dalam mengalami penguatan akibat kerja tulang-


tulang tersebut sebagai tuas. Bahkan terjadi penguatan yang lebih besar karena
luas gendang telinga yang relatif besar dibandingkan dengan luas jendela oval.

Pinggir tuba eustachius juga termasuk dalam telinga tengah. Tuba Eustachius
menghubungkan ruangan pada telinga tengah ke kerongkongan. Dalam keadaan
biasa, hubungan tuba Eustachius dan telinga tengah tertutup. Dan terbuka ketika
mengunyah dan menguap. Hal ini menjelaskan mengapa penumpang pesawat
terasa 'pekak sementara' ketika mendarat. Rasa 'pekak' tersebut disebabkan
karena perbedaan tekanan antara udara di dalam pesawat dan udara disekeliling
ketika mendarat. Tekanan udara di sekitar telah menurun, sedangkan tekanan
pada telinga tengah masih tekanan udara biasa. Perbedaan ini dapat diatasi
dengan mekanisme mengunyah sesuatu atau menguap.

Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea, yaitu sebuah struktur kecil berbentuk
spiral berisi cairan. Ketika gendang telinga bergerak, osikulus di telinga tengah
menyebabkan stapes menekan membran lentur yang menutupi jendela oval
koklea dan menyalurkan tekanan ke cairan ke dalam koklea. Getaran ini
5

menyebabkan gerakan di membran basilaris fleksibel. Gerakan inilah yang


merangsang sel-sel rambut atau hair cells di organ corti untuk kemudian
menghasilkan pulsa-pulsa listrik (potensial aksi). Sinyal ini kemudian disalurkan
ke otak melalui saraf auditorius. Saraf ini memberikan informasi mengenai
frekuensi dan intensitas suara yang kita dengar. Dalam koklea terdapat jendela
oval yang terletak di salah satu ujung rongga vestibular, pada ruang tengah
adalah duktus koklearis, dan ruang ketiga adalah rongga timpani.

Fisiologi Pendengaran

Suara merupakan suatu sinyal analog/kontinyu yang secara teoritis


mengandung informasi yang tak terhingga jumlahnya, yang direpresentasikan
pada tak terhingga banyaknya jumlah frekuensi dan tiap frekuensi tersebut
memiliki informasi fasa dan magnituda. Suara yang didengar telinga manusia
mengalami perubahan dari sinyal akustik yang bersifat mekanik menjadi sinyal
listrik yang diteruskan saraf pendengaran ke otak. Proses mendengar tidak lepas
dari organ pendengaran manusia yakni telinga.

Proses pendengaran ini diawali dengan masuknya gelombang bunyi yang


ditangkap oleh daun telinga melewati meatus acusticus eksternus. Daun telinga
dan meatus acusticus eksternus ini menyerupai pipa kira-kira sepanjang 2 cm
sehingga memiliki mode resonansi dasar pada frekuensi sekitar 4 kHz.
Kemudian gelombang suara yang telah ditangkap akan membuat membran
timpani telinga bergetar. Seseorang menerima suara berupa getaran pada
membran tympani dalam daerah frekuensi pendengaran manusia. Getaran
tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh
sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai
medan akustik. Variasi tekanan pada atmosfer disebut tekanan suara, dalam
6

satuan Pascal (Pa). Setelah melalui membran tympani, getaran tersebut akan
menggetarkan ketiga tulang pendengaran (maleus, incus, stapes). Pada saat
maleus bergerak, incus ikut bergerak karena maleus terikat kuat dengan inkus
oleh ligamen-ligamen. Artikulasi dari incus dan stapes menyebabkan stapes
terdorong ke depan pada cairan cochlear. Ketiga tulang pendengaran tadi
mengubah gaya kecil dari partikel udara pada gendang telinga menjadi gaya
besar yang menggerakkan fluida dalam koklea. Impedansi matching antara udara
dan cairan koklea ialah sekitar 1 kHz.

Pada telinga bagian dalam terdapat koklea dan di dalam koklea terdapat
membran basiliar yang bentuknya seperti serat panjangnya sekitar 32 mm.
Getaran dari tulang pendengaran diteruskan melalui jendela oval, yang kemudian
akan menggerakkan fluida sehingga membran basiliar ikut bergetar akibat
resonansi. Bentuk membran basiliar memberikan frekuensi resonansi yang
berbeda pada suatu bagian membran. Gelombang dengan frekuensi tertentu akan
beresonansi secara sempurna dengan membran basiliar pada titik tertentu,
menyebabkan titik tersebut bergetar dengan keras. Prinsip ini sama dengan nada
tertentu yang akan membuat garputala bergetar. Frekuensi tinggi menyebabkan
resonansi pada titik yang berada di dekat jendela oval dan frekuensi rendah
menyebabkan resonansi pada titik yang berada lebih jauh dari jendela oval.
Organ korti yang terletak di permukaan membran basiliar yang terdiri dari sel-sel
rambut ini akan mengubah getaran mekanik menjadi sinyal listrik. Laju firing
(firing rate) sel rambut dirangsang oleh getaran membran basiliar. Kemudian sel
saraf (aferen) menerima pesan dari sel rambut dan meneruskannya ke saraf
auditori, yang akan membawa informasi tersebut ke otak, yaitu korteks serebri
area pendengaran (area Boadmann 41 dan 42) dan disadari sebagai rangsang
pendengaran.
7

2.2 Anatomi dan Fisiologi Hidung

Gambar : Anatomi Hidung

Hidung luar

Hidung terhubung dengan os frontal (tulang dahi) dan maksila melalui


pangkal hidung yang dibentuk fosa nasali. 2/3 bawah jembatan hidung, ujung
hidung, dan sisi hidung terbentuk dari bagian tulang hialin. Kedua lubang hidung
disekat oleh septum nasi. Septum nasi memiliki komponen tulang dan komponen
kartilago. Kulit pembungkus hidung tertambat erat pada dasar hidung dan
memiliki kelenjar sebasea, yang dapat mengalami hipertrofi pada keadaan
rhinophyma. Hidung luar dipendarahi oleh arteri fasialis dan arteri oftalmika. Di
area ini, aliran vena berarti penting, karena terdapat hubungan dengan sinus
cavernosus melalui vena fasialis dan vena oftalmika. Infeksi permukaan di daerah
hidung dapat meluas dan menimbulkan komplikasi intrakranial yang serius.

Kavitas Nasi

Bagian dalam hidung terbagi menjadi dua rongga hidung oleh septum nasi.
Bagian yang terbuka di setiap sisi disebut vestibulum nasi, yang bersambung
dengan rongga utama hidung. Di bagian belakang, kedua rongga hidung bermuara
8

bersama-sama ke dalam nasofaring di belakang septum. Septum merupakan suatu


pembatas di tengah-tengah, dinding bawahnya membentuk palatum durum dan
menjadi batas atas antara rongga hidung dan lamina cribrosa. Melalui lamina
cribrosa, terjulur fila olfaktoria dari sel-sel sensorik epitel penghidu menuju ke
bulbus olfaktorius, yaitu pusat penghidu primer. Di dinding tulang sebelah lateral,
terdapat konka hidung yang tersusun dari bawah ke atas pada kerangka hidung.
Meatus medialis berperan sangat penting secara klinis sebagai muara/saluran
keluar dari sinus maksilaris, sinus frontalis, dan sel-sel cellulae etmoidales
anteriores. Di meatus inferior, bermuara duktus lakrimalis dan, di meatus superior,
bermuara cellulae etmoidales posterior serta sinus sfenoidalis. Bagian dalam
hidung sebagian didarahi oleh arteri karotis interna dan juga oleh arteri karotis
ekterna. Pangkal meatus medialis dapat dipandang sebagai batas kasar suplai
darah tersebut. Area di atasnya dipendarahi oleh arteri etmoidalis anterior atau
arteri etmoidalis posterior, sementara bagian bawah kavitas nasi memperoleh
darah dari cabang akhir arteri maksilaris (arteri sfenopalatina). Di septum anterior,
suplai darah kedua area tersebut saling beranastomosis menjadi rete arteriosum di
lobus Kiesselbach. Karena itu, daerah ini dapat mengalami perdarahan hebat.
Persarafan sensorik bagian dalam hidung diberikan oleh saraf maksilaris (saraf
trigeminus), serabut sensorik kelenjar mukosa hidung berasal dari ganglion
pterygopalatinum. Saraf parasimpatis merangsang dan saraf simpatis menghambat
aktivitas kelenjar ini. Muara sinus maksilaris dan cellulae etmoidalis anterior dan
media secara anatomis terletak berdekatan di infundibulum meatus medialis.
Muara cellulae etmoidalis posterior berada di belakang konka media tengah di
meatus superior.

Sinus Paranasalis

Sinus paranasal merupakan perluasan rongga hidung yang berisi udara.


Sinus tersebut berhubungan dengan konka nasalis melalui saluran penghubung.
Terdapat kelompok sinus anterior (sinus maksilaris, sinus frontalis dan cellulae
etmoidalis anterior), yang berhubungan melalui konka nasalis medialis, dan
kelompok sinus posterior (cellulae etmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis),
9

yang bermuara ke dalam rongga hidung melalui meatus superior. Kompleks


osteomeatal adalah dinding lateral hidung bersama dengan muara-muara sinus
kelompok anterior. Unit fungsional tersebut sering mengalami pembengkakan
mukosa, variasi anatomis, atau perubahan struktural lainnya. Kongesti di daerah
ini menimbulkan peradangan sinus paranasal yang ada didekatnya, yang disebut
sebagai sinusitis.

Fisiologi Hidung

Hidung mempunyai fungsi respirasi, penghidu, fonetik, mekanis, dan


berhubungan dengan dengan sistem organ lain seperti saluran cerna dan
kardiovaskular. Udara respirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui
nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke
bawah ke arah nasofaring. Aliran udara ini membentuk arkus atau lengkungan.

Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh lendir. Pada musim
panas udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara
inspirasi oleh lendir, sedangkan pada musim dingin sebaliknya. Suhu udara yang
melalui hidung diatur sehingga berkisaran 37 derajat celcius. Suhu ini diatur oleh
pembuluh darah pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka
dan septum nasi. Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup akan
disaring di hidung oleh rambut pada vestibulum nasi, silia, dan lendir. Debu dan
bakteri akan melekat pada lendir dan partikel-partikel besar akan dikeluarkan
dengan refleks bersin.

Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pengecap dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior, dan sepertiga atas
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dari lendir dan
bila menarik nafas dengan kuat. Fungsi hidung juga membantu indera pengecap
membedakan suatu rasa dari berbagai sumber makanan, misalnya rasa manis dari
strawberi, jeruk, pisang, dan coklat.

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
10

beryanyi. Sumbatan hidung dapat mengurangi resonansi sehingga terdengar


suara sengau. Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan
saluran cerna , kardiovaskular, dan pernapasan. Rangsangan bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelenjar liur dan lambung. Iritasi mukosa hidung juga
menyebabkan terhentinya refleks bersin dan batuk.

2.3. Anatomi Dan Fisiologi Rongga Mulut dan Tenggorok

Rongga Mulut
Rongga mulut dicapai melalui vestibulum oris. Vestibulum oris berbatasan
di sebelah frontal dan lateral dari bibir dan pipi, dan di sebelah dorsal dan medial
dari deretan gigi. Di belakang deretan gigi, rongga mulut terbentang hingga
mencapai isthmus fausium (lubang yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan) yang dibentuk oleh arkus palatini anterior dan merupakan daerah
peralihan menuju orofaring. Di sebelah atas, palatum durum dan palatum mole
berbatasan dengan uvula, dan juga membatasi rongga mulut dari rongga hidung
dan nasofaring. Pada dasar mulut yang tertutup, terdapat lidah. Bibir, pipi dan
mukosa palatum tidak terdiri atas epitel bertanduk. Di dalam mukosa, terdapat
juga sejumlah besar kelenjar liur seromukosa. Lidah hampir mengisi penuh
rongga mulut saat mulut tertutup. Lidah terdiri atas berbagai serabut otot yang
tertambat pada dasar mulut dan os hyoideum (tulang hyoid/lingual). Permukaan
lidah dilapisi dengan papil (tonjolan) kuncup kecap dan di belakang bersambung
dengan pangkalnya ke dalam faring. Batas antara dasar dan badan lidah terbentuk
oleh sulkus terminalis (bagian yang memisahkan anterior dan posterior lidah). Di
belakang sulkus terminalis terdapat tonsila lingualis. Frenulum lingua hanya dapat
terlihat bila ujung lidah terangkat. Frenulum ini menghubungkan sisi bawah lidah
dengan dasar mulut. Selain frenulum, terdapat karunkula di kiri dan kanan. Di
tempat tersebut, duktus ekskretorius kelenjar saliva sublingual dan submandibular
bermuara ke dalam dasar mulut.
11

Anatomi Faring
Faring terbagi menjadi tiga bagian anatomis:
1. Nasofaring: terbentang dari basis cranii hingga palatum molle dan
berbatasan di sebelah depan dengan koana.
2. Orofaring : terbentang dari palatum mole hingga tepi atas epiglotis dan
berlanjut ke arah depan ke dalam rongga mulut.
3. Hipofaring : berbatasan dengan tepi atas epiglotis di sebelah kranial, di
sebelah kaudal bersambung dengan esofagus setingkat lempeng belakang cincin
kartilago.
Nasofaring berfungsi sebagai sirkulasi udara. Sewaktu menelan, nasofaring
akan tertutup oleh palatum mole. Nasofaring dilapisi dengan epitel respiratorik
bersilia. Di dinding lateral, setiap corong telinga bermuara melalui ostium tuba ke
dalam nasofaring. Atap nasofaring dibentuk dari dasar sinus kuneiformis. Di
tempat tersebut dan di dinding belakang, terdapat tonsila faringealis [11].
Orofaring dilapisi dengan epitel tak bertanduk seperti pada hipofaring, karena
selain udara, makanan harus melewati daerah ini. Di antara arkus palatini terdapat
tonsila palatina. Dari pangkal lidah, terjulur lipatan mukosa yang menuju
epiglotis. Di antara lipatan tersebut terdapat valleculae epiglotticae. Epiglotis
bergerak ke bawah saat proses menelan dan dengan demikian menutup jalur ke
laring dan saluran napas. Hipofaring membentuk daerah peralihan dari faring ke
saluran cerna. Hipofaring membuka sewaktu menelan. Bila tidak membuka,
hipofaring terletak berdekatan dengan dinding belakang laring. Melalui recessus
piriformes, laring menonjol ke dalam hipofaring dalarn keadaan istirahat. Otot
internal faring dibentuk oleh meatus konstriktor faringes (otot konstriktor
faringis). Ketiga lapis otot tersebut berserta bagian kranialnya melekat pada basis
cranii melalui fascia faringobasilaris. Di bagian atas dan tengah, serabut otot
tersusun diagonal, sedangkan bagian bawah memperlihatkan susunan horisontal.
12

Gambar : Anatomi Faring

2.4. Corpus Alienum pada Telinga

Gejala
Pada beberapa kasus benda asing di telinga tanpa gejala dan biasanya
ditemukan tidak sengaja. Pasien yang lain mungkin merasa nyeri telinga,
pendengaran berkurang, suara gaduh dalam telinga atau rasa penuh di telinga.
Kasus benda asing sering ditemukan pada anak berumur kurang dari 8 tahun.

Gambar : Corpus Alienum Telinga

Benda asing pada anak kecil sering berupa kacang hijau, manik, mainan,
karet penghapus, terkadang baterai. Sedangkan pada orang dewasa relatif sering
ditemukan adalah kapas cotton bud yang tertinggal, kadang-kadang ditemukan
serangga kecil seperti kecoak, semut, dan nyamuk.
13

Diagnosa
Benda asing dalam telinga dapat dilihat langsung di dalam telinga dengan
menggunakan otoskop. Pada anak-anak perlu dicurigai adanya benda asing yang
jumlahnya lebih dari satu ataupun lubang lain yang terlibat (mulut dan hidung).

Gambar : Pemeriksaan menggunakan Otoskop

Tata Laksana
Prinsip mengeluarkan benda asing dari telinga adalah mengetahui apakah
benda asing tersebut adalah benda hidup atau mati. Jika benda hidup, maka
terlebih dahulu dimatikan dengan memasukan tampon basah ke dalam liang
telinga lalu ditetesi larutan rivanol atau anastesi lokal ke dalam telinga selama 10
menit lalu diirigasi dengan air bersih atau diambil menggunakan pinset.
Jika benda mati, harus dibedakan antara benda antara yang besar dan
permukaan bulat dengan benda yang kecil. Jika permukaannya bulat (seperti
manik-manik), dapat diambil menggunakan pengait (hook). Jika benda asing kecil
dapat diambil dengan cunam, sedangkan benda asing kecil dan lunak dapat
diambil dengan forsep aligator. Benda asing berupa baterai sebaiknya jangan
dibasahi mengingat efek korosif yang timbul.
14

2.5. Corpus Alienum pada Hidung


Gejala

Gejala yang umum pada Corpus Alienum adalah obstruksi unilateral dan
sekret berbau. Benda asing umumnya ditemukan di anterior vestibulum atau pada
meatus inferior sepanjang dasar hidung. Benda asing yang dibiarkan di dalam
hidung memiliki komplikasi nekrosis dan infeksi sekunder yang mungkin timbul
dan kemungkinan aspirasi ke dalam saluran pernapasan bawah.

Gambar : Corpus Alienum Hidung

Corpus alienum dapat juga menyebabkan hidung tersumbat, rinorea


unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang-kadang terdapat rasa nyeri,
demam, epistaksis, dan bersin.

Diagnosa

Untuk melihat corpus alienum di dalam hidung dapat dilakukan


pemeriksaan rinoskopi anterior. Pada inspeksi menggunakan spekulum hidung
dan lampu kepala akan terlihat benda asing yang terjepit di dalam kavum nasi.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak edema dengan inflamasi mukosa
hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya ditutupi oleh
mukopus dan dapat timbul rinolith di sekitar benda asing.
15

Gambar : Pemeriksaan Rinoskopi Anterior

Tatalaksana

Dengan menggunakan spekulum hidung dapat diinspeksi dan


diidentifikasi benda asing dan kemudian dilakukan ekstraksi secara hati-hati. Jika
permukaan benda bulat misalnya manik-manik, ekstraksi dilakukan dengan
pengait tumpul. Pengait dimasukan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap
kavum nasi melewati benda asing. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan
ditarik ke depan sehingga akan ikut terbawa ke luar. Dapat juga menggunakan
cunam Nortman dan wire loop. Jika benda lunak misalnya cutton bud, ekstraksi
dilakukan dengan forsep. Pada anak kecil yang tidak kooperatif mungkin
memerlukan anastesi umum sebelum melakukan ekstraksi benda asing.

2.6. Corpus Alienum Pada Mulut dan Tenggorok


Benda asing pada saluran napas dapat berupa benda asing di hidung,
nasofaring, laring, trakea, dan bronkus. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada
lokasi, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk, dan ukuran benda
asing. Terdapat 3 stadium aspirasi benda asing pada saluran napas :

1. Stadium pertama : batuk hebat secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa


tersumbat di tenggorok, bicara gagap, obstruksi jalan napas yang terjadi
dengan segera.
2. Stadium kedua : gejala pada stadium pertama disertai dengan interval
asimptomatik. Hal ini dikarenakan benda asing tersebut tersangkut,
refleks-refleks melemah, dan gejala rangsangan akut menghilang.
Stadium ini berbahaya karena menyebabkan keterlambatan diagnosis
16

dan cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena


gejala dan tanda tidak jelas.
3. Stadium ketiga : telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi,
atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul
batuk, hemoptisis, pneumonia, dan abses paru.

Benda asing pada Laring

Benda asing pada pada laring dapat menutup laring, tersangkut di pita
suara atau berada di subglotis. Gejalanya tergantung pada besar, bentuk, dan
posisi benda asing. Sumbatan total laring dapat menimbulkan spasme laring
sehingga menyebabkan disfonia sampai afonia, apnea, sianosis, bahkan
kematian. Sumbatan parsial pada laring menyebabkan suara parau, disfonia
sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis,
hemoptisis, rasa subjektif dari benda asing, dispnea. Penting untuk
melakukan pertolongan secepat mungkin dikarenakan dapat menimbulkan
asfiksia. Pada anak dapat dilakukan abdominal thrust dan chest thrust.
Sedangkan pada orang dewasa dapat dilakukan heimlich manuver. Jika
manuver-manuver tersebut gagal mengeluarkan benda asing dari laring,
dapat dilakukan krikotiroidektomi atau trakeostomi darurat. Jika sudah tidak
ada lagi tanda kegawatan napas atau pasien sudag stabil, benda asing dapat
dikeluarkan dengan bantuan laringoskopi direk.

Benda asing pada Trakea

Benda asing pada trakea dapat menimbulkan gejala berupa batuk tiba-tiba
yang berulang disertai rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, audible
slap, palpatory thud, asthmatoid wheeze. Selain itu juga terdapat gejala
suara serak, dispnea, dan sianosis bergantung pada besarnya benda asing
dan lokasinya. Pengeluaran benda asing di trakea dapat menggunakan
bronkoskopi. Bila tidak terdapat fasilitas bronkoskopi, maka dapat
dilakukan trakeostomi dan benda asing dikeluarkan dengan menggunakan
17

cunam / alat penghisap melalui trakeostomi. Bila tidak berhasil, dapat


dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas endoskopi.

Gambar : Corpus Alienum Trakea

Benda asing pada Bronkus

Benda asing pada bronkus lebih sering pada bronkus kanan karena
bronkus kanan lebih besar dan hampir merupakan garis lurus dengan trakea
sedangkan bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. Benda asing organik,
misalnya kacang-kacangan memiliki sifat higroskopik, mudah menjadi
lunak dan mengembang oleh air sehingga menyebabkan iritasi pada
mukosa. Mukosa bronkus menjadi edema dan meradang, dan dapat pula
timbul jaringan granulasi di sekitar benda asing, sehingga gejala sumbatan
bronkus menjadi semakin berat. Akibatnya timbul gejala
laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk, dan demam. Benda asing anorganik
menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan dan lebih mudah didiagnosis
dengan pemeriksaan radiologik, karena umumnya benda asing anorganik
bersifat radiopak.
18

Terdapat 2 fase sumbatan bronkus :

1. Fase asimptomatik : keadaan umum masih baik, foto rontgen thorax


belum menunjukan adanya kelainan.
2. Fase pulmonum : benda asing ada di bronkus dan dapat bergerak ke
perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke paru terganggu secara
progresif dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai
dengan mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkan
bervariasi tergantung pada bentuk, ukuran, dan sifat benda asing dan
dapat timbul emfisema, atelektasis, drowned lung, serta abses paru.

Benda asing yang lama di bronkus dapat menyebabkan perubahan patologik


jaringan, sehingga timbul komplikasi antara lain penyakit paru kronik supuratif,
bronkiektasis, abses paru, dan jaringan granulasi yang menutupi benda asing.
Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen. Benda asing bersifat radiolusen,
misalnya kacang lakukan rontgen 24 jam setelah kejadian karena sebelum 24 jam
belum ditemukan kelainan radiologis yang berarti. Setelah 24 jam akan tampak
atelektasis atau emfisema. Untuk benda asing yang bersifat radiopak, lakukan
rontgen segera setelah kejadian. Mengeluarkan benda asing pada bronkus dapat
dilakukan dengan bronkoskopi. Jika benda asing tidak dapat dikeluarkan dengan
bronkoskop, maka dilakukan torakotomi.

2.7. Corpus Alienum Pada Faring


Benda asing pada faring biasanya dijumpai pada bagian orofaring dan
hipofaring yang dapat tersangkut diantara tonsil,valekula dan sinus piriformis
yang dapat menimbulkan rasa nyeri ketika menelan makanan.Jenis benda asing
yang biasanya dijumpai pada faring adala tulang ikan ataupun tulang ayam.

Terdapat rasa nyeri pada saat menelan (odinofagia) terutama bila benda
asing tajam seperti tulang ikan ataupun tulang ayam.

Pada hidung dilakukan dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior dengan


menggunakan rhinoskop dan spekulum untuk melihat jenis benda asing dan
lokasinya. Pemeriksaan rhinoskopi posterior juga dapat dilakukan untuk melihat
19

keadaan pada bagian nasofaring dengan menggunakan spatula lidah dan kaca
nasofaring.

Pada penegakan kasus benda asing pada saluran nafas yaitu hidung,
faring dan trakea dapat dilakukan juga dengan pemeriksaan penunjang.

a. Endoskopi: dilakukan dengan memasukkan alat berupa selang kecil


yang dilengkapi dengan kamera.Nasofaringoskop digunakan untuk melihat
keadaan visual pada nasofaring.

b. Pemeriksaan radiologik leher: penilaian pada jaringan lunak leher dan


postero anterior thoraks.Pemeriksaan thorax lateral dilakukan dengan
lengan dibelakang punggung,leher keadaan fleksi dan kepala ekstensi
untuk dapat melihat keseluruhan jalan nafas.

2.8 Corpus Alienum pada Esofagus

Benda asing esofagus adalah benda yang tajam atau tumpul atau makanan
yang tersangkut dan terjepit di esofagus baik secara sengaja maupun tidak
sengaja. Peristiwa tertelan dan tersangkutnya benda asing merupakan masalah
utama pada anak usia 6 bulan - 6 tahun dan dapat terjadi pada semua umur pada
tiap lokasi di esofagus, baik di tempat penyempitan fisiologis maupun patologis
dan dapat pula menimpulkan komplikasi fatal akibat perforasi.
Etiologi dan faktor predisposisi
Secara klinis masalah yang timbul akibat benda asing esofagus dapat dibagi
dalam golongan anak dan dewasa. Penyebab pada anak antara lain, anomali
kongenital, web, fistel trakeoesofagus dan pelebaran pembuluh darah.
Faktor predisposisi antara lain belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat
menelan dengan baik,koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum
sempurna pada kelompok usia 6 bulan – 1 tahun, retardasi mental, gangguan
pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik lain yang mendasarinya. Pada
orang dewasa tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi
20

palsu yang telah kehilangan sensasi rasa dari palatum, pada pasien gangguan
mental dan psikosis.
Faktor predisposisi lain adanya penyakit esofagus yang menimbulkan gejala
disfagia kronis yaitu penyakit esofagitis refluks, striktur pasca esofagitis korosif,
akhalasia, karsinoma esofagus atau lambung, cara mengunyah yang salah dengan
gigi palsu yang kurang baik pemasangannya, mabuk, dan intoksikasi.

Epidemiologi
Mati lemas karena sumbatan jalan napas akibat tertelan atau terasprasi benda
asing, merupakan penyebab ketiga kematian mendadak pada anak di bawah umur
1 tahun dan penyebab kematian ke empat pada anak berusia 1-6 tahun. Morbiditas
dan mortalitas yang tinggi tergantung pada komplikasi yang terjadi. Benda asing
di esofagus sering ditemukan di daerah penyempitan fisiologis esofagus. Benda
asing yang bukan makanan, kebanyakan tersangkut di servikal esofagus, biasanya
di otot krikofaring atau arkus aorta, kadang-kadang di daerah penyilangan
esofagus dengan bronkus utama kiri atau pada sfingter utama kardio-esofagus.
Tujuh puluh persen dari 2394 kasus benda asing esofagus ditemukan di daerah
servikal , di bawah sfingter krikofaring, 12% di daerah hipofaring, dan 7,7% di
esofagus torakal. Dilaporkan 48% kasus benda asing yang tersangkut di daerah
esofagogaster menimbulkan nekrosis tekanan atau infeksi lokal. Pada orang
dewasa, benda asing yang tersangkut dapat berupa makanan atau bahan yang tidak
dapat dicerna, seperti biji buah-buahan, gigi palsu, tulang ikan, atau potongan
daging yang melekat pada tulang. Insidens benda asing berupa batu baterai 500-
900 kasus tiap tahun di Amerika Serikat.

Patogenesis
Benda asing yang terlalu lama di esofagus dapat menimbulkan berbagai
komplikasi, antara lain jaringan granulasi yang menutupi benda asing, radang
periesofagus. Benda asing tertentu seperti baterai akali mempunyai toksisitas
intrinsik lokal dan sistemik dengan reaksi edema dan inflamasi lokal, terutama
bila terjadi pada anak-anak.
21

Batu baterai mengandung elektrolit, baik natrium atau kalium hidroksida


dalam larutan kaustik pekat. Pada penelitian in vitro dan in vivo, bila baterai
berada dalam lingkungan yang lembab dan basah, maka pengeluaran elektrolit
akan terjadi dengan cepat, sehingga terjadi kerusakan jaringan dengan ulserasi
lokal, perforasi dan pembentukan striktur. Absorbsi bahan metal dalam darah
menimbulkan toksisitas sistemik. Oleh karena itu benda asing batu baterai harus
segera dikeluarkan.

Diagnosis
Diagnosis benda asing di esofagus ditegakan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinis dengan gejala dan tanda, pemeriksaan radiologik dan endoskopik.
Tindakan endoskopi dilakukan untuk tujuan diagnostik dan dan terapi.
Diagnosis tertelan benda asing, harus dipertimbangkan pada setiap anak
dengan riwayat rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok (gangging),
batuk, muntah. Gejala-gejala ini diikuti dengan disfagia, berat badan menurun,
demam dan gangguan napas. Harus diketahui dengan baik ukuran, bentuk, dan
jenis benda asing dan apakah mempunyai bagian yang tajam.

Gejala dan tanda

Gejala sumbatan akibat benda asing esofagus tergantung pada ukuran,


bentuk, dan jenis benda asing, lokasi tersangkutnya benda asing (apakah berada di
daerah penyempitan esofagus yang normal dan patologis), komplikasi yang timbul
akibat benda asing tersebut dan lama benda asing tertelan. Gejala permulaan
benda asing esofagus adalah rasa nyeri di daerah leher bila benda asing tersangkut
di daerah servikal. Bila benda asing tersangkut di daerah esofagus bagian distal,
timbul rasa tidak enak di daerah substernal atau nyeri di punggung.
Gejala disfagia bervariasi tergantung pada ukuran benda asing. Disfagia lebih
berat bila telah telah terjadi edema mukosa yang memperberat sumbatan, sehingga
timbul rasa sumbatan esofagus yang persisten. Gejala lain ialah odinofagia yaitu
22

rasa nyeri ketika menelan makanan atau ludah, hipervalisasi, regurgitasi dan
muntah. Kadang-kadang ludah berdarah.
Nyeri di punggung menunjukan tanda perforasi atau mediastinitis. Gangguan
napas dengan gejala dispne, stidor dan diagnosis terjadi akibat penekanan trakea
oleh benda asing.
Pemeriksaan fisik, terdapat kekakuan lokal pada leher bila benda asing
terjepit akibat edema yang timbul progresif. Bila benda asing ireguler
menyebabkan perforasi langsung ke rongga pleura dan pneumotoraks jarang
terjadi, tetapi dapat timbul sebagai komplikasi tindakan endoskopi.
Pada anak-anak, gejala nyeri atau batuk dapat disebabkan oleh aspirasi ludah
atau minuman dan pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi, mengi (wheezing),
demam, abses leher, atau tanda emfisema subkutan. Tanda lanjut berat badan
menurun dan gangguan pertumbuhan. Benda asing yang berada di daerah servikal
esofagus dan di bagian distal krikofaring, dapat menimbulkan gejala obstruksi
saluran napas dengan stridor, karena menekan dinding trakea bagian posterior.
Radang dan edema periesofagus. Gejala aspirasi rekuren akibat obstruksi esofagus
sekunder dapat menimbulkan pneumonia, bronkiektasis dan abses paru.

Komplikasi
Benda asing dapat menimbulkan laserasi mukosa, perdarahan, perforasi lokal
dengan abses leher atau mediastinitis. Perforasi esofagus dapat menimbulkan
selulitis esofagus lokal, fistel trakeoesofagus. Benda asing bulat atau tumpul dapat
juga menimbulkan perforasi, sebagai akibat sekunder dari inflamasi kronik dan
erosi. Jaringan granulasi di sekitar benda asing timbul bila benda asing berada di
esofagus dalam waktu yang lama.
Gejala dan tanda perforasi esofagus servikal dan torakal oleh karena benda
asing atau alat, antara lain emfisema subkutis atau mediastinum, krepitasi kulit di
daerah leher atau dada, pembengkakan leher, kaku leher, demam dan mengigil,
gelisah, nadi dan pernapasan cepat, nyeri yang menjalar ke punggung, retrosternal
dan epigastrium. Bila terjadi perforasi ke pleura dapat timbul pneumotoraks atau
pyotoraks.
23

Pemerisaan penunjang
Foto rontgen polos esofagus servikal dan torakal anteroposterior dan lateral,
harus dibuat pada semua pasien yang diduga tertelan benda asing. Benda asing
radioopak seperti uang logam, mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan
foto ulang sesaat sebelum tindakan esofagoskopi untuk mengetahui kemungkinan
benda asing sudah pindah ke bagian distal. Letak uang logam umumnya koronal,
maka hasil foto rontgen sevikal / torakalpada posisi PA akan dijumpai bayangan
radioopak yang sejajar dengan kolumna vertebralis. Benda asing seperti tulang,
kulit telur dan lain-lain cenderung berada pada posisi koronal dalam esofagus
sehingga lebih mudah dilihat pada posisi lateral. Benda asing radiolusen seperti
plastik, aluminium dan lain-lain, dapat diketahui dengan tanda inflamasi
periesofagus atau hiperinflamasi hipofaring dan esofagusbagian proksimal.
Foto rontgen leher posisi lateral dapat menunjukan tanda perforasi, dengan
trakea dan laring tergeser ke depan, gelembung udara di jaringan, adanya
bayangan cairan atau abses bila perforasi telah berlangsung beberapa hari.
Gambaran radiologi benda asing batu baterai menunjukan pinggiran bulat
dengan gambaran densitas ganda, karena bentuk bilaminer. Foto polos sering
tidak menunjukan gambaran benda asing, seperti daging dan tulang ikan, sehingga
memerlukan pemeriksaan esofagus dengan kontras (esofagogram).
Esofagogrampada benda asing radiolusen akan memperlihatkan “filing defect
persistent”. Pemeriksaan esofagus dengan kontras sebaikanya tidak dilakukan
pada benda asing radioopak karena densitas benda asing biasanya sama dengan
zat kontras, sehingga akan menyulitkan penilaian ada tidaknya benda asing.
Resiko lain adalah terjadi aspirasi bahan kontras. Bahan kontras barium lebih baik
dari pada zat kontras yang larut di air, seperti gastrografin, karena sifatnya kurang
toksik terhadap saluran nafas bila terjadi aspirasi kontras, sedangkan gastrografin
bersifat mengiritasi paru, oleh karena itu pemakaina kontras gastrografin harus
dihindari terutama pada anak-anak, xeroradiografi dapat menunjukan
penyengatan pada daerah pinggir benda asing. CT-Scan esofagus dapat
menunjukan inflamasi jaringan lunak dan abses. MRI dapat menunjukan
24

gambaran semua keadaan patologik esofagus. Bagaimanapun juga tanpa bukti


radiologik belum dapat menyingkirkan adanya benda asing di esofagus.

Penatalaksanaa
Benda asing di esofagus dikeluarkan dengan tindakan esofagoskopi dengan
menggunakan cunam yang sesuai denagn benda asing tersebut. Bila benda
asingtelah berhasil dikeluarkan, harus dilakukan esofagoskopi ulang untuk
menilai adanya kelainan-kalainan esofagus yang telah ada sebelumnya. Bedang
asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus segera
dikelurkan dengan pembedahan yaitu servikotomi, thorakotomi, atau esofagotomi,
tergantung lokasi benda asing tersebut. Bila dicurigai adanya perforasi yang kecil,
segera dipasang pipa nasogastrik agar pasien tidak menelan baik makanan
maupun ludah dan diberikan antibiotik sprektrum luas selama 7-10 hari untuk
mencegah timbulnya sepsis, benda asing tajam yang telah masuk ke lambung,
dapat menyebabkan perforasi di pylorus. Olah karena itu, perlu dilakukan,
evaluasi dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan tanda perforasi sedini
mungkin, dengan melakukan pemeriksaan radiologik, untuk mengetahui posisi
dan perubahan letak benda asing, bila letak benda asing menetap selama 2 kali 24
jam maka beda asing tersebut harus dikeluarkan secara pembedahan atau
laparatomi.
Benda asing berupa uang logam di esofagus bukan keadaan gawat darurat
namun uang logam tersebut harus dikeluarkan sesegara mungkin dengan
persiapan tindakan esofagoskopi yang optimal untuk mencegah komplikasi.
Benda asing baterei bundar di esofagus merupakan benda asing yang harus segera
dikelurkan karena resiko perforasi esofagus yang terjadi dengan cepat dalam
waktu kurang lebih 4 jam setelah tertelan akibat nekrosis esofagus.
25

BAB III
PENUTUP

Corpus Alienum merupakan salah satu kasus terbanyak di bidang THT.


Corpus alienum atau benda asing dapat terletak di liang telinga, rongga hidung,
saluran pernapasan seperti faring, laring dan trakea serta bronkus. Sebagian besar
kasus benda asing di telinga, hidung dan tenggorok terjadi pada anak-anak dan
orang dewasa dengan atau tanpa gangguan mental.

Gejala klinis benda asing pada telinga biasanya tanpa gejala dan ditemukan
tidak sengaja pada telinga. Biasanya juga terdapat gatal pada telinga, nyeri,
pendengaran berkurang, gaduh dalam telinga, dan rasa penuh di dalam telinga.
Pada hidung, benda asing dapat menyebabkan obstruksi unilateral dan sekret
berbau, nyeri, epistaksis, dan bersin. Jika benda asing masuk ke dalam saluran
napas maka akan muncul gejala kegawatan napas seperti batuk hebat, rasa
tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, dan obstruksi jalan napas yang terjadi
dengan segera.

Untuk benda asing di dalam telinga dapat dilihat menggunakan otoskop dan
lampu kepala dengan menarik auricula ke arah superior-posterior sehingga
membuat liang telinga menjadi sejajar dan dalam posisi satu garis lurus. Untuk
benda asing di hidung dapat dilakukan pemeriksaan rinoskopi anterior dengan
menggunakan spekulum hidung dan lampu kepala. Sedangkan benda asing di
dalam saluran pernapasan di lihat dengan menggunakan pemeriksaan laringoskopi
direk atau bisa juga menggunakan bronkoskopi.

Pengangkatan benda asing pada telinga dapat menggunakan pengait (hook),


cunam, pinset telinga, ataupun forsep aligator serta irigasi telinga dengan melihat
sifat dari benda asing tersebut terlebih dahulu. Sedangkan benda asing pada
hidung dapat menggunakan pengait, cunam Nortman, dan wireloop serta forsep.
26

Benda asing pada saluran napas dapat dikeluarkan dengan melakukan abdominal
thrust, chest thrust, dan heimlich manuver jika benda asing tersebut terletak di
laring, sedangkan jika terletak di trakea dan bronkus dapat dilakukan
bronkoskopi,trakeostomi, bahkan torakotomi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. 2013. Introduction to human physiology. 8th ed. Canada:


Nelson education, Ltd. p. 165, 204-206.

2. Buku Mininotes THT-KL tahun 2016

3. Arsyad Soepardi E, Iskandar N, Bashiruddin J, Dwi Restuti R, editors.


Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Kepala.
7 Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018.
4. Schmidt H. [Foreign bodies in ENT medicine]. HNO. 2012 Sep;60(9):772-
780. DOI: 10.1007/s00106-012-2490-5. PMID: 22944889.

5. Kornia GBR, Sutanegara SWD, Sucipta IW. Prevalensi benda asing pada
esofagus dan bronkus di Bagian/SMF THT-KL FK Unud/RSUP Sanglah
Denpasar tahun 2010-2011. ISM. JanApr;5(1);1-6. Available from:
http://studylibid.com/doc/1083968/pdf- --intisari-sains-medis

6. Marasabessy SN. Benda asing esofagus di Bagian/SMF THT-KL BLU


RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2010-Desember
2014 [Skripsi]. Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2015.

7. Faruqi TM. Gambaran kasus benda asing esofagus di RSUP H. Adam


Malik Medan Tahun 2012 – 2014 [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera
Utara; 2015.

8. Junizar M. Benda asing esofagus. In: Soepardi AE, Iskandar N,


Bashiruddin J, Restuti DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
27

Tenggorok Kepala & Leher (7th ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2016; p.
245-47, 266-9.

9. Bekkerman M, Schdev AH, Andrade J, Twersky Y, Iqbal S. Endoscopic


management of foreign bodies in the gastrointestinal tract: a review of the
literature. Gastroenterol Res Pract. 2016;(2016). Available from: https:
//www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artcles/P MC5078654/

10. Zuleika P, Ghanie A. Karakteristik Benda Asing Esofagus di Bagian


T.H.T.K.L Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode Januari 2013 - Desember 2015.
KONAS PERHATI-KL 2016.

11. Shetty H, Gangadhar KS. Foreign bodies in the aerodi- gestive tract and its
management study of 44 cases. International Archives of Integrated
Medicine. 2015;2(9):47-50.

12. Gupta P, Jain AK. Foreign bodies in upper aerodigestive tract: a clinical
study. International Journal of Research in Medical Sciences.
2014;2(3):886-91.

13. Kadriyan, Hamsu (2019) Pelayanan THT-KL pada masa Revolusi Indusri


4.0. Refleksi dan studi kasus di NTB. Mataram University Press, Mataram.
ISBN 978-602-6640-47-5
28

Anda mungkin juga menyukai