Anda di halaman 1dari 7

Abses Hati Piogenik

PENDAHULUAN
Abses hati merupakan salah bentuk dari abses visceral. Hati merupakan organ
interabdominal yang paling sering mengalami abses. Abses hati terbagi dalam 2 bentuk yaitu
abses hati amubik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). Abses hati piogenik dapat berupa
abses tunggal maupun abses multiple. Abses hati telah dikenal sejak zaman Hippocrates.
Namun hingga saat ini AHP masih merupakan permasalahan Kesehatan sehubungan dengan
angka kesakitan dan kematian yang masih cukup tinggi bila terlambat didiagnosis. Adanya
penigkatan pengetahuan dan teknologi di bidang bakteriologi, antibiotika, dan Teknik drainase
secara signifikan memberikan perbaikan penanganan terhadap AHP

DEFINISI
Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati yang
disebabkan oleh invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier, maupun penetrasi langsung.

EPIDEMIOLOGI
Sekitar 48% kasus abses visceral adalah AHP dan merupakan 13% dari keseluruhan
kasus abses intra-abdominal. Median umur adalah 44 tahun, tidak terdapat perbedaan antara
laki-lakiodan perempuan. Data menunjukan Taiwan memiliki insidensi tertingi yaitu 17,6
kasus per 100.000 penduduk. Setiap tahun, 7-20 per 100.000 kasus AHP dirawat di rumah
sakit. Pada otopsi didapatkan 0,29-1,4% kasus AHP. Hampir 50% kasus merupakan abses
multiple. Pada abses tunggal, 75% terletak di lobus kanan, 20% di lobus kiri, dan 5% pada
kauda. Faktor resiko terjadinya AHP adalah diabetes Melitus (DM), adanya penyakit dasar
pada organ hepatobilier dan pankreas,serta transplantasi hati. sekitar 15-25% kasus AHP
terjadi pada pasien dengan DM, 7% pada pasien dengan bakterimia portal, dan sekitar 50-60%
dengan obstruksi bilier.

Patogenesis
Infeksi menyebar ke hati melalui vena porta, arteri, saluran empedu, ataupun infeksi
secara langsung melalui penetrasi jaringan dari fokus infeksi yang berdekatan. Sebelum era
antibiotika, penyebab tersering adalah apendisitis dan pileflebitis ( thrombosis supuratif pada
vena porta). Saat ini, infeksi yang berasal dari sistem bilier merupakan penyebab tersering
terjadinya AHP, diikuti oleh abses kriptogenik.
Abses hati piogenik dapat juga merupakan komplikasi lanjutan dari Tindakan
endoscopic sphincterotomy untuk mengatasi batu saluran empedu, ataupun komplikasi lanjutan
yang terjadi 3-6 minggu setelah dilakukan biliary-intestinal anastomosis. Di asia timur dan asia
tenggara, AHP dapat merupakan kompliksi dari kolangitis yang berulang, pembentukan batu
intrahepatic, ataupun adanya infeksi parasit pada sistem bilier.

GEJALAL DAN TANDA


Gambaran klinis klasik AHP adalah demam dan nyeri perut kanan atas. Demam tinggi
yang naik turun disertai menggigil merupakan keluhan terbanyak. Nyeri perut kanan atas
biasanya menetap dan dapat menyebar ke bahu kanan. Kebanyakan pasien mengalami keadaan
ini kurang dari 2 minggu, sebelum pergi berobat. Gejala tidak khas lainnya meliputi keringat
malam, muntah, anoreksia, kelemahan umum, dan penurunan berat badan. Sekitar 1/3 kasus
disertai dengan diare dan ¼ kasus mengeluhkan adanya batuk yang tidak produktif. Pasien
juga mungkin datang dengan keluhan pada sumber infeksi primernya, misalnya apendisitis
atau diveretikulitis, sebelum gejala AHP berkembang.
Onset penyakit biasanya terjadi akut. Onset yang tersamar dapat terjadi pada orang tua.
Onset pada abses tunggal biasanya gradual dan umumnya merupakan abses kriptogenik.
Gambaran klinis pada abses multiple biasanya menunjukan gambaran akut dan biasanya
penyebab primernya tidak diketahui
Pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran hati disertai nyeri pada kuadran kanan atas.
Ikterik dijumpai apabila penyakit telah lanjut. Beberapa pasien tidak mengeluhkan adanya
nyeri perut kuadran kanan atas ataupun tidak didapatkan hepatomegaly, biasanya gambaran
klinis menunjukan fever of unknown origin (FUO). Adanya kelainan pada paru kanan berupa
pekak pada perkusi dan penurunan suara napas dijumpai apabila proses penyakit terjadi pada
segmen superior lobus kanan. Pada pemeriksaaan fisik paru ditemukan kelainan pada sekitar
20-30% kasus. Anemia dan dehidrasi juga merupakan tanda fisik yang sering ditemukan.

ETIOLOGI
Kebanyakan AHP merupakan akibat infeksi dari tempat lain, dimana sumber infeksi
umumnya berasal dari infeksi organ intraabdominal lain. Kolangitis yang disebabkan oleh batu
maupun striktur merupakan penyebab tersering (table 1). Terdapat 15% kasus AHP yang
sumber infeksinya tidak diketahui (abses kriptogenik).

Dengan menggunakan Teknik isolasi kuman anaerobic yang ketat, saat ini saat ini
ditemukan 45-75% AHP disebabkan oleh bakteri anaerobik ataupun infeksi campuran bakteri
aerobic dan anaerobic. Bacteroides dan fusobacterium merupakan marupakan bakteri
anaerobic penyebab AHP terbanyak. Infeksi polimikrobial umumnya disebabkan oleh bakteri
anaerobic.
Escerichia coli dan klebsiella pneumoniae (table 2) merupakan kuman yang paling
bnayk diisolasi pada kelompok bakteri aerobic gram negative. Klebsiella terutama ditemukan
pada pasien AHP dengan DM dan intoleransi glukosa. Pada kelompok bakteri gram positif,
staphylococci merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada infeksi monomicrobial,
streptococcus grup D, K. pneumonia, dan Clostridium sp.. berhubangan dengan infeksi system
bilier, serta bacteroides dan clostridium sp. Berhubungan dengan penyakkit kolon.
Diagnosis
Pemeriksaan pencitraan
Saat ini pemeriksaan pencitraan merupakan modalitas penting untuk menegakan
diagnosis AHP. Adanya temuan klinis meliputi demam, nyeri perut kanan atas, serta
pembesaran hati yang disertai nyeri tekan, menjadi alasan untuk pemeriksaan pencitraan lebih
lanjut, meliputi pemeriksaan ultrasonografi (USG) Computerized tomography scan (CT Scan),
serta Magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan pencitraan dapat membedakan AHP
dari kolesistitis, obstruksi saluran empedu, maupun pankreatitis. Penggunaan zat kontras
technetium 99m-sulfur colloid sebelum pemeriksaan USG dan CT sensitive untuk mengetahui
adanya lesi dengan ukuran <3 cm, serta memprediksi lokalisasi untuk dilakukan aspirsi
perkutaneus maupun drainase.
Pemeriksaan USG memperlihatkan adanya lesi hipoekoik, kadang-kadang dapat
ditemukan internal eko. Namun demikian, lesi yang terletak pada bagian atas lobus kanan sulit
untuk diidentifikasi. Gambaran AHP dengan CT menunjukan gambaran lesi densitas rendah,
penggunaan kontras memperlihatkan peripheral enhancement. Pemeriksaan CT jugs dapat
menunjukan sumber infeksi ekstrahepatik dari AHP, misalnya apendisitis atau diverticulitis.
Walaupun pemeriksaan CT dan USG dapat membedakan abses dari obstruksi saluran empedu,
namun tidak dapat membedakan AHP dari abses hati emebik (AHA). Pemeriksaan dengan
MRI, walaupun masih sedikit digunakan, lebih sensitive untuk menentukan AHP.
Kebanyakan abses, baik AHP maupun AHA, teletak pada lobus kanan. Adanya abses
multiple sangat mencurigakan suatu AHP. Tumor hati yang telah mengalami nekrosis serta
infeksi sekunder, seringkali memberikan gambaran USG seperti AHP. Pemeriksaan rontgen
dada dapat ditemukan adanya elevasi hemidiafragma kanan serta atelectasis.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium didapati kelainan meliputi anemia ringan, lekositosis dengan
netrofilia, serta penigkatan laju endap darah. Dapat juga ditemukan perubahan fungsi hati,
yaitu peningkatan kadar serum alkali fosfatase.
Adanya antibody antimubik penting untuk membedakan AHA dari AHP. Lebih dari
90% pasien dengan AHA mempunyai antibody antimubik titir tinggi terhadap Entamoeba
histolytica.
Elemen kunci untuk diagnosis AHP adalah ditemukannya agen penyebab, baik melalui
kultur darah, maupun kultur pus dari aspirasi abses. Kultur darah positif pada 50% kasus. Pada
aspirsi abses, specimen yang berasal dari AHP berwarna kekuningan ataupun kehijauan serta
berbau busuk. Specimen yang berasal dari AHA berwarna merah kecoklatan, Dengan
pengecatan gram, pada AHA ditandai dengan adanya netrofil tanpa bakteri, kecuali bila telah
terjadi infeksi sekunder. Sementara pada AHP, selalu terdapat bakteri..

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Sebelum terdapat hasil kultur, diberikan antibiotika spektrum luas. Ampisilin dan
aminoglikosid diberikan bila sumber infeksi terdapat pada saluran empedu. Sefalosporin
generasi ketiga merupakan pilihan apabila sumber infeksi berasal dari usus. Metronidazole
diberikan pada semua AHP dengan berbagai sumber infeksi untuk mengatasi infeksi
anaerobik. Regimen pilihan lain adalah kombinasi beta lactam dan penghambat aktivitas beta
lactamase yang diberikan untuk AHP dengan sumber infeksi dari usus, dimana kombinasi ini
juga dapat mengatasi infeksi anaerobic. Bila telah terdapat hasil kultur, antibiotika disesuaikan
dengan kuman yang spesifik. Antibiotika intravena diberikan sedikitnya selama 2 minggu,
dilanjutkan dengan antibiotika oral selama 6 minggu. Apabila infekis disebabkan oleh
streptococcus, pemberian antibiotic oral dosis tinggi disarankan selama lebih dari 6 minggu

NON MEDIKAMENTOSA
Drainase perkutaneus.
Drainasi perkutaneus dilakukan dengan tuntunan USG pada absesb berukuran >5 cm,
mengggunakan indwelling drainage catheter. Pada abses multiple, hanya abses berukuran
bersar yang perlu untuk diaspirsi. Abses kecil cukup dengan antibiotika.

Drainase dengan pembedahan


Drainase dengan pembedahan dilakukan pada AHP yang mengalami kegagalan setelah
dilakukan drainase perkutaneus, ikterik yang tidak sembuh, penurunan fungsi ginjal, serta pada
abses multilokuler. Saat ini drainase dengan pembedahan dilakuakn dengan laparoskopik.

KOMOPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi seperti rupture, pnyebaran infeksi ke organ sekitar
terutama ke pleura (efusi pleura, empyema) dan paru. Komplikasi lain berupa efusi pericardial,
fistula torakal dan abdominal, sepsis, serta thrombosis. Thrombosis dapat terjadi pada vena
porta maupun vena hepatika disebabkan karena infeksi bakteri anaerobic. Thrombosis dapat
menyebabkan hipertensi porta ataupun sindroma Bud-Chiari meskirpun penanganan abses
telah berhasil. Pasien dengan abses yang besar sangat mudah mengalami sepsis.

PENCEGAHAN
Pencegahan terbaik adalah dengan mengetahui sedini mungkin sumber-sumber infeksi
yang dapat menyebabkan AHP, diikuti dengan penanganan yang tepat
PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang cepat disertai penggunaan antibiotika pada tahap dini dan
drainase perkutaneus, angka kematian karena AHP telah jauh menurun. Angka kematiani pada
negara maju sekitar 2-12%. Factor utama untuk penyebab kematian adalah pembedahan
dengan drainase terbuka, keganasan, serta infeksi dari kuman anaerobic.
Prognosis baik dengan harapan hidup lebih dari 90% bila abses tunggal dan terletak
pada lobus kanan. Namun kematian dapat mencapai 100% pada AHP yang tidak diterapi.
Angka kematian tinggi juga disebabkan oleh infeksi pada system bilier, adanya disfungsi
multiorgan, keganasan, hyperbilirubinemia, hipoalbuminurira, adanya kompliksi efusi pleura
terutama pada orang tua , serta sepsis.

Sumber :
Waleleng, BJ.2014. Abses Hati Piogenik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jilid
II.Jakarta : InternaPublishing.

Baru baru ini


studi nasional melaporkan tingkat kematian rawat inap sebesar 6% di
Amerika Serikat.
Penelitian lain yang melaporkan tingkat kematian pasien
11–31% di seluruh dunia.
Insiden AHP telah terus meningkat dengan insiden keseluruhan saat ini 3,6
per 100.000 di Amerika Serikat.
Banyak penelitian telah mencatat pergeseran epidemiologi bertahap dalam hal usia, presentasi,
etiologi, dan mikrobiologi.
Terjadi perdebatan tentang tepatnya penyebab transisi ini, kemajuan dalam pencitraan, akses
ke perawatan yang lebih besar, peningkatan frekuensi patologi saluran empedu, dan
manajemen tepat waktu dari gangguan yang dianggap berkontribusi untuk pembentukan HPA
(misalnya radang usus buntu) sering dikutip

Anda mungkin juga menyukai