Anda di halaman 1dari 23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Demam Berdarah Dengue (DBD)

a. Definisi DBD

Demam Berdarah Dengue adalah bentuk yang paling parah dan

paling fatal dari infeksi Dengue, yang merupakan sindroma klinis

Dengue berupa demam yang disertai karakteristik kebocoran plasma

dan manifestasi perdarahan yang lebih berat. Demam Dengue sendiri

adalah demam dengan onset yang tiba – tiba selama 5-7 hari, yang

biasanya disertai minimal 2 gejala: nyeri kepala retroorbital, myalgia,

anoreksia, mual, muntah, kelemahan, ruam kulit, disertai dengan

manifestasi perdarahan yang ringan (Lybarty, 2013).

b. Epidemiologi DBD

Demam Berdarah Dengue pertama kali dilaporkan terjadi pada

tahun 1953-1954 di Filipina, semenjak itu banyak ditemukan di daerah

tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia

menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap

tahunnya (Depkes, 2010 dan WHO, 2011). Jumlah kasus di seluruh

dunia diperkirakan mencapai 50-100 juta kasus terjadi setiap tahunnya

commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

(WHO, 2011). Jumlah kematian akibat DBD diperkirakan mencapai

lebih dari 20.000 kasus setiap tahun (Bhatia et al., 2013).

WHO mencatat Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus

DBD tertinggi di Asia Tenggara sejak tahun 1968 hingga tahun 2009.

Kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Kota Surabaya

pada tahun 1968. Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh

Indonesia. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan jumlah kasus

DBD, yang pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus

pada tahun 2009 (Depkes, 2010 dan WHO, 2011).

Demam Berdarah Dengue masih merupakan permasalahan serius

di Provinsi Jawa Tengah, dengan Incidence Rate (IR) DBD pada tahun

2012 sebesar 19,29/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan

tahun 2011 (15,27/100.000 penduduk) walaupun masih dalam target

nasional yaitu <20/100.000 penduduk. Case Fatality Rate (CFR) DBD

di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 1,52% lebih tinggi

dibanding tahun 2011 (0.93%), dan lebih tinggi dibandingkan dengan

target nasional (<1%) (Depkes, 2012).

Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 mengalami

pergeseran. Sejak tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur

terbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999-

2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok

umur ≥15 tahun (Depkes, 2010). Manifestasi klinis dan hasil

laboratorium antara pasien DBD anak (usia 0-18 tahun) dengan dewasa

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

(usia >18 tahun) memiliki beberapa perbedaan. Myalgia, nyeri

retroorbital, mual, arthralgia lebih sering pada dewasa, sedangkan

muntah dan ruam kulit lebih sering ditemukan pada anak – anak.

Hemokonsentasi dan trombositopenia yang berat lebih sering

ditemukan pada dewasa (Souzaa et al., 2013).

Persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah

penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan

perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan

bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir

sama, tidak tergantung jenis kelamin (Depkes,2010).

c. Etiologi DBD

1) Virus

Demam berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue, yaitu

virion yang tergolong dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae

dengan 4 serotipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4). Infeksi

oleh masing-masing serotipe Dengue mungkin asimtomatik pada

sebagian besar kasus atau mengakibatkan gejala klinis dengan

spektrum luas, mulai dari sindroma klinis menyerupai flu ringan

sampai timbul koagulopati serta peningkatan kerapuhan dan

permeabilitas vaskular. Virus Dengue adalah virus berkapsul

dengan tipe genom single-stranded RNA (ribonucleic acid) yang

memiliki 3 protein struktural (glikoprotein), yaitu: capsid (C),

premembrane/membrane (prM/M), dan envelope (E), serta protein

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

nonstruktural, yaitu: NS-1, NS-2a, NS-2b, NS-3, NS-4a, NS-4b,

dan NS-5. Virus ini berbentuk sferis/bola berdiameter 40-50 nm

dengan pembungkus polisakarida (Martina et al., 2009 ; Guzman et

al., 2010; Jiang et al.,2013).

2) Vektor

Vektor Dengue adalah nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya.

Vektor pembawa virus Dengue yang utama adalah nyamuk Aedes

aegypti, sedangkan vektor sekunder yang telah terbukti berkaitan

dengan wabah Dengue adalah Aedes albopictus, Aedes

polynesiensys dan beberapa spesies lain Aedes scutellaris complex

(WHO, 2009). Nyamuk tersebut terinfeksi Dengue ketika

menghisap darah manusia yang sedang mengalami periode viremia

Dengue (5 hari setelah terinfeksi atau 1 hari sebelum onset

demam). Nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus

langsung segera setelah terinfeksi ataupun memerlukan masa

inkubasi 8-12 hari untuk replikasi virus dalam tubuhnya. Transmisi

vertikal virus Dengue dapat terjadi dari induk ke telurnya (Martina,

2009; Higa, 2011). Nyamuk ini bersifat antropofilik dan multiple

feeding, artinya lebih memilih menghisap darah manusia dan biasanya

menghisap darah beberapa kali (Sukowati, 2010).

3) Transmisi

Manusia adalah pejamu primer infeksi Dengue. Manusia

terinfeksi virus Dengue memalui gigitan nyamuk yang terinfeksi

Dengue, kemudian menjadi infeksius dan mampu mentransmisikan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

virus sejak satu hari sebelum terjadi demam sampai 6-7 hari

berikutnya, atau selama masa viremia (virus di dalam aliran darah).

Masa inkubasi internal terjadi 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari) saat

replikasi virus terjadi. Infeksi virus Dengue melalui jalur manusia-

manusia dilaporkan pernah terjadi melalui jarum suntik (Sukowati,

2010).

d. Patogenesis DBD

Mekanisme infeksi Dengue menyebabkan manifestasi klinis yang

berat masih belum diketahui, namun diperkirakan multifaktorial. Ada

beberapa hipotesis mengenai imunopatogenesis DBD, tetapi salah satu

teori yang banyak dianut sampai saat ini adalah teori secondary

heterologous infection. Teori ini menjelaskan bahwa infeksi oleh salah

satu dari empat serotipe virus Dengue akan memberikan kekebalan

yang lama terhadap infeksi oleh virus Dengue serotipe yang sama,

tetapi tidak untuk serotipe yang lainnya (Mayetti, 2010).

Dalam teori secondary heterologous infection disebutkan bahwa

terjadi antibodi heterolog yang terbentuk pada infeksi primer virus

Dengue yang akan membentuk kompleks dengan infeksi virus Dengue

serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi. Antibodi

heterolog akan berikatan dengan kompleks antigen-antibodi yang

kemudian akan berikatan dengan Fc reseptor di membran sel leukosit

terutama monosit dan makrofag (Simmons et al., 2012). Oleh karena

antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dinetralkan sehingga

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

bebas melakukan replikasi dan menimbulkan viremia (Martina et al.,

2009).

Martina et al. (2009) dalam Dengue Virus Pathogenesis: an

Integrated View secara terpadu meringkas teori imunopatogenesis

DBD. Dalam teori ini disebutkan bahwa virus Dengue pertama

menginfeksi sel-sel dendritik, langerhans dan keratinosit selama proses

inokulasi. Virus ini selanjutnya menyebar melalui aliran darah (viremia

primer) dan menginfeksi makrofag jaringan pada beberapa organ,

terutama pada makrofag limpa. Sel-sel terinfeksi tersebut kemudian

akan mati melalui proses apoptosis maupun nekrosis. Nekrosis sel

menyebabkan pelepasan produk toksik dari virus, yang akan

mengaktivasi proses koagulasi dan fibrinolitik. Infeksi Dengue pada

sel-sel tubuh serta produksi IL(interleukin)-6, IL-8,IL-10, dan IL-18

mengakibatkan supresi hemopoiesis, yang mengakibatkan penurunan

kemampuan pembentukan sumbat trombus dan koagulasi. Trombosit

berinteraksi kuat dengan sel endotel, pada keadaan ini hanya sejumlah

trombosit saja yang dapat berfungsi baik penting untuk menjaga

stabilitas vaskular. Sejumlah besar virus Dengue dalam darah,

gangguan sel endotel, trombositopenia berat, dan disfungsi platelet bisa

menyebabkan peningkatan kerapuhan vaskular. Hal ini akan

menimbulkan manifestasi klinis DBD berupa perdarahan dan

kebocoran plasma. Infeksi Dengue-pun menstimulasi pembentukan

antibodi spesifik dan respon imunitas seluler terhadap virus Dengue.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Antibodi Immunoglobulin M (IgM) terbentuk dan beraksi silang

dengan sel endotel, trombosit dan plasmin yang kemudian

mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular dan koagulopati.

Selain itu, Immunoglobulin G (IgG) yang terbentuk akan berikatan

dengan virus heterolog selama infeksi sekunder dan meningkatkan

infeksi Antigen Presenting Cell (APC), yang berperan dalam

peningkatan jumlah virus selama masa viremia (Martina et al., 2009).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

Gambar 2.1: Patogenesis DBD (Martina et al., 2009)

e. Kriteria Diagnosis DBD

Kriteria diagnosis DBD menurut WHO regional ASEAN dalam

comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

Dengue Haemorrhagic Fever tahun 2011, yang merupakan modifikasi

kriteria DBD tahun 1997, yaitu:

1) Manifestasi klinis:

a) Demam akut, tinggi, dan terus-menerus selama 2-7 hari

b) Tanda perdarahan: torniquet test positif (paling sering),

petechiae, purpura (pada area pungsi vena), ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hemathemesis dan melena

c) Pembesaran hati (hepatomegaly) terdeteksi pada 90-

98% kasus pada anak. Pembesaran hati pada kasus DBD

memberikan kesan akan terjadi kebocoran plasma

selanjutnya.

d) Syok, ditandai dengan takikardia, perfusi jaringan

rendah, nadi lemah, tekanan darah menyempit (sitolik-

diastolik ≤ 20 mmHg) atau hipotensi, kulit pucat dan

dingin, dan atau gelisah.

2) Temuan laboratorium

a) Trombositopenia (jumlah trombosit 100.000/mm3 atau

kurang)

b) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat ≥20% dari

nilai normal pasien atau populasi pada usia sama)

Penegakan diagnosis klinis DBD didasarkan pada kriteria klinis

(minimal terdapat demam dan manifestasi perdarahan), serta

trombositopenia dan hemokonsentrasi. Bukti objektif kebocoran

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

plasma adalah efusi pleura yang diketahui melalui foto polos dada atau

Ultrasonografi (USG), sedangkan hipoalbuminemia dapat dijadikan

bukti penunjang kebocoran plasma. Bukti tersebut bermanfaat untuk

diagnosis DBD pada pasien dengan anemia, perdarahan berat,

hematokrit normal tak diketahui atau kenaikan hematokrit kurang dari

20% karena pemberian terapi cairan intravena. Hematokrit yang tinggi

dan trombositopenia berat pada pasien syok dapat digunakan untuk

membedakan syok karena infeksi Dengue. Laju Endap Darah (LED)

rendah (< 10 mm/jam pertama) membedakan syok karena infeksi

Dengue dari sepsis (WHO, 2011).

f. Klasifikasi DBD
Tabel 2.1: Klasifikasi Derajat Keparahan DBD Menurut WHO
Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium
DBD
I -demam -trombositopenia < 100.000
-manifestasi perdarahan (torniquet sel/mm3
test positif) -hemokonsentrasi ≥ 20%
-bukti kebocoran plasma

II -DBD derajat 1 -trombositopenia < 100.000


-pendarahan spontan sel/mm3
-hemokonsentrasi ≥ 20%

III* -DBD derajat I atau II -trombositopenia < 100.000


-kegagalan sirkulasi (denyut nadi sel/mm3
lemah, tekanan darah menyempit / ≤ -hemokonsentrasi ≥ 20%
20 mmHg, hipotensi, gelisah

IV* -DBD derajat III -trombositopenia < 100.000


-syok berat sel/mm3
-nadi dan tekanan darah tak teraba -hemokonsentrasi ≥ 20%
*DBD derajat III dan IV dikenal sebagai DBD dengan syok (Dengue
Shock Syndrome/ DSS)
Sumber: WHO, 2011

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

g. Manifestasi Klinis DBD

1) Demam

Peningkatan suhu tubuh/demam pada DBD biasanya terjadi

mendadak, dan biasanya disertai gejala konstirusional tidak khas

seperti mual, muntah, sakit kepala, myagia dan arthralgia. Demam

terjadi selama 2-7 hari, kemudian suhu tubuh kembali normal atau

subnormal. Demam yang terjadi dapat bifasik. Suhu tubuh pada

pasien DBD bisa mencapai 400C, dan dapat disertai kejang demam.

Peningkatan suhu tubuh selama infeksi virus Dengue berhubungan

erat dengan keadaan viremia (virus terdeteksi dalam aliran darah)

(WHO, 2011).

2) Manifestasi perdarahan

Manifestasi perdarahan bervariasi, yang paling sering

ditemukan pada fase awal demam adalah hasil positif pada

torniquet test (≥10 titik/inci2). Petechiae, ekimosis di kulit,

epistaksis, perdarahan gusi, dan perdarahan gastrointestinal

mungkin pula ditemukan. Terdapat pula memar atau perdarahan

pada tempat pungsi vena terjadi pada kebanyakan kasus. Ruam

makulopapular atau rubelliform dapat ditemukan pada awal atau

akhir sakit. Hematuria jarang ditemukan (WHO, 2011).

3) Manifestasi kebocoran plasma (Efusi pleura dan ascites)

Kebocoran plasma spesifik terjadi pada ruang ketiga cairan,

yaitu di pleura dan peritoneum, mengakibatkan efusi pleura dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

ascites. Kebocoran plasma pada DBD terjadi akibat respon

terhadap berbagai sitokin yang mengakibatkan permeabilitas

vaskular meningkat. Perpindahan albumin dari intravaskular ke

ekstravaskular serta penurunan tekanan onkotik intravaskular akan

meningkatkan kehilangan cairan intravaskular (Sellahewa, 2013).

4) Hepatomegaly

Hepatomegaly biasa terdeteksi pada fase demam, biasanya

teraba 2-4 cm di bawah arcus costae. Ukuran hati tidak berkorelasi

dengan keparahan penyakit. Penilaian hepatomegaly ini mungkin

subjektif, tergantung keyakinan pemeriksa (WHO, 2011).

5) Syok

Syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5. Beberapa

faktor hemodinamik seperti peningkatan permeabilitas vaskular,

pengurangan kapasitas preload jantung (terkait dehidrasi karen

muntah dan masukan cairan yang sedikit), dan depresi myocardium

mungkin berkaitan dengan terjadinya syok pada DBD (Rajapakse,

2011).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Gambar 2.2: Fase Sakit pada Kasus Dengue (Verdeal et al., 2011)

h. Pemeriksaan Laboratorium DBD

1) Pemeriksaan darah:

a. Leukosit: jumlah leukosit dapat normal atau menurun. Pada

fase awal demam terjadi dominasi neutrofil. Mulai hari ketiga

dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit)

disertai adanya limfosit plasma biru >15 % dari total leukosit,

yang pada fase syok akan meningkat. Perubahan jumalah

leukosit total (≤5000 sel/mm3) serta perubahan rasio

neutrofil/limfosit (neutrofil < limfosit) penting dalam

memprediksi periode kritis kebocoran plasma. Temuan ini

mendahului kejadian trombositopenia dan hemokonsentrasi.

Limfositosis relatif umumnya dapat diamati pada fase akhir

demam menuju pemulihan (Suhendro et al., 2009 dan WHO,

2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

b. Trombosit: jumlah normal pada awal fase dema(m. Penurunan

mendadak trombosit terjadi pada fase akhir demam, yaitu

sebelum onset syok atau penurunan suhu tubuh dari demam.

Terdapat pula gangguan fungsi trombosit (WHO, 2011).

Trombositopenia umumnya terdapat pada hari 3-8 (Suhendro et

al., 2009).

c. Hematokrit: nilai hematokrit pada awal fase demam adalah

normal, atau terjadi sedikit peningkatan akibat demam tinggi,

tidak mau makan atau muntah. Peningkatan hematokrit ≥ 20%

dari hematokrit normal (hemokonsentrasi) digunakan sebagai

penanda adanya kebocoran plasma, umumnya dimulai pada

hari ketiga demam (Suhendro et al., 2009 dan WHO, 2011).

Jika

2) Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik DBD yang dapat digunakan adalah tes

serologi, isolasi virus, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan

antigen Non-Structural protein-1 (NS-1). Tes serologi yang sering

digunakan adalah tes hemaglutinasi inhibisi, yang juga

merupakan gold standard diagnosis serologi infeksi Dengue.

Isolasi virus adalah pemeriksaan definitif untuk infeksi Dengue

adalah isolasi virus. Pemeriksaan ini hanya berguna pada fase

viremia, kira-kira sebelum 5 hari, sebelum terbentuk antibodi

netralisasi (Peeling et al., 2010). Pemeriksaan molekuler seperti

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

pemeriksaan Reverse Transcriptase – Polymerase Chain Reaction

(RT- PCR) sangat berguna untuk diagnostik DBD pada 5 hari

awal sakit. Keuntungan lain dari pemeriksaan RT-PCR adalah

dapat mendeteksi serotipe Dengue yang menginfeksi (Waggoner,

2013). Pemeriksaan NS-1 berguna untuk diagnosis infeksi

Dengue pada fase awal, sensitivitas antigen NS-1 akan menurun

mulai hari 4-5 sakit dan biasanya sudah tidak terdeteksi pada fase

pemulihan (Kassim et al., 2011).

2. Trombosit

Trombosit adalah fragmen sel darah yang berasal dari sitoplasma

megakariosit sumsum tulang. Trombosit dalam sirkulasi berbentuk diskus

dengan diameter 1-3μm, dan volume 7-11fl. Trombopoietin adalah

pengatur utama proses pembentukan trombosit (trombopiesis) yang

mempunyai efek pada setiap tahap proliferasi dan pematangan

megakariosit. Trombopoietin dibentuk di hepatosit hati. Penurunan jumlah

trombosit pada sirkulasi darah mengakibatkan peningkatan konsentrasi

trombopoietin bebas dalam darah, kemudian terjadi mekanisme

kompensasi pembentukan trombosit pada sumsum tulang. Ukuran

trombosit yang kecil memungkinkan trombosit untuk beredar sampai

ujung pembuluh darah, dalam fungsinya menjaga integritas pembuluh

darah dan hemostasis. Trombosit bersirkulasi bebas dalam pembuluh

darah dalam keadaan normal. Pada kondisi gangguan integritas endotel

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

vaskular atau perubahan tekanan aliran darah, trombosit akan teraktivasi

membentuk sumbat trombosit (Machlus dan Italiano, 2013).

Gambar 2.3: Trombosit dalam Hemostasis Primer (Longo et al., 2011)

3. Trombositopenia pada DBD

Trombositopenia adalah nilai hitung trombosit kurang dari

150.000 µl. Hal ini terjadi karena penurunan produksi atau peningkatan

penghancuran trombosit (Stasi, 2012). Virus Dengue mengakibatkan

trombositopenia melalui interaksi dengan megakariosit dan trombosit

dalam sirkulasi. Hal ini diketahui dengan terdeteksinya virus Dengue

dalam progenitor megakariosit dan trombosit dalam sirkulasi. Dua

mekanisme yang mungkin berkaitan dengan trombositopenia pada DBD

adalah gangguan proses trombopoiesis dan destruksi trombosit tersirkulasi

(Hottz et al., 2011).

Supresi sumsum tulang terjadi pada hari ke-2 sampai ke-4 infeksi virus

Dengue (Dearaújo, 2009). Studi mengenai sumsum tulang menjelaskan

bahwa terjadi penurunan pembentukan mengakariosit (megakariopoiesis)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

selama onset infeksi Dengue sedangkan pada masa penyembuhan infeksi

Dengue megakariosit dan trombosit kembali normal. Supresi

megakariopoiesis terjadi secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung melalui infeksi langsung pada sel-sel progenitor hematopoiesis

dan secara tidak langsung melalui infeksi virus Dengue terhadap sel-sel

stroma sumsum tulang, yang mengakibatkan perubahan sitokin pada

sumsum tulang (Hottz et al., 2011 dan Yasa et al., 2013). Produksi

trombopoietin oleh hati pada infeksi Dengue tidak mengalami perubahan

(Sridharan et al., 2013).

Secara In Vitro virus Dengue DEN-4 berkembang dalam sel-sel

progenitor sumsum tulang dan mengganggu kemampuan proliferasi sel-sel

tersebut. DEN-2 secara In Vitro juga terbukti menghambat diferensiasi sel-

sel hematopoiesis, diduga melalui apoptosis sel-sel terinfeksi Dengue.

Infeksi virus Dengue pada sel-sel stroma sumsum tulang, yang telah

terbukti, terdapat pada sel retikuler adventisial dan sel dendritik (Hottz et

al., 2011).

Trombositopenia akibat destruksi trombosit tersirkulasi terkait dengan

autoimunitas terhadap trombosit oleh infeksi Dengue, interaksi trombosit

dan sel endotel, serta infeksi langsung pada sel trombosit. Antibodi anti-

Dengue bereaksi silang dengan trombosit dan mengakibatkan destruksi

trombosit. Hal yang memperkuat hal ini adalah adanya antibodi antiNS-1

(Non Structural protein-1) yang menginduksi terjadinya lisis trombosit

melalui komplemen. Terdapat pula mekanisme mimikri C-terminal pada

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

NS-1 yang homolog dengan integrin pada permukaan trombosit. Antibodi

antiNS-1 juga bereaksi silang dengan sel endotel. Sel endotel yang

terinfeksi virus Dengue mengekspresikan E-selectin berlebih yang akan

memfasilitasi ikatan sel endotel dengan trombosit (Hottz et al., 2011 dan

Yasa et al., 2013).

Hal lain yang perlu diperhatikan pada trombosit oleh infeksi Dengue

adalah adanya disfungsi trombosit, dimana terjadi aktivasi trombosit

namun agregrasi trombosit dihambat. hambatan agregrasi trombosit terkait

dengan antibodi antiNS1, peningkatan L-arginine dan produksi nitrit

oksida. Trombositopenia pada DBD juga bekaitan dengan peningkatan

TNF-α and IL-1β pada infeksi Dengue, yang berkaitan dengan regulasi

trombosis dan hemostasis (Hottz et al., 2011).

4. Hematokrit

Hematokrit adalah persentase darah yang berupa sel darah merah. Nilai

hematokrit ditentukan melalui sentrifugasi darah dalam tabung hematokrit

sampai semua sel-sel menjadi benar-benar mampat di bagian bawah

tabung. Semua sel darah merah tidak mungkin dimampatkan, karenanya

sekitar 3-4% plasma tetap terjebak di antara sel-sel darah, dan nilai

hematokrit yang sebenarnya hanya sekitar 96% dari nilai hematokrit yan

terukur (Guyton dan Hall, 2010).

5. Hemokonsentrasi pada DBD

Hemokonsentrasi adalah kenaikan nilai hematokrit. Kenaikan kadar

hematokrit ini terjadi karena peningkatan jumlah sel darah merah atau

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

penurunan volume plasma (apparent polycythaemia) (Vyas, 2011).

Hemokonsentrasi pada DBD berkaitan dengan terjadinya kebocoran

plasma, yang biasanya terjadi segera setelah suhu tubuh menurun. Terjadi

perubahan keseimbangan cairan tubuh pada DBD, dimana cairan plasma

akan berkurang sehingga kadar hematokrit yang terukur meningkat.

Keseimbangan cairan plasma, ekstraseluler, serta interstisial diatur oleh

dinding kapiler selektif semipermeabel yang terdiri dari sel endotel dan

lapisan glycocalyx (proteoglikan dan glikosaminoglikan). Lapisan

glycocalyx dianggap sebagai pembatas primer perpindahan air dan

molekul, yaitu sebagai saringan molekul yang secara selektif membatasi

molekul dalam plasma dan membatasi transport seluler. Sel endotel

berfungsi sebagai pembatas sekunder, dimana cairan mengalir melalui

gap-junction endotel. Molekul dengan ukuran lebih dari 4,2 nm akan

beredar terbatas dalam darah, namun albumin yang merupakan bagian

sitem koloid plasma dengan ukuran 3,6 nm akan cenderung bertahan

dalam plasma akibat tekanan negatif yang dimiliki, dibandingkan dengan

protein netral dengan ukuran sama. Komponen seluler darah juga dapat

melewati celah interseluler ini (Trung dan Wills, 2010).

Kebocoran plasma pada infeksi Dengue terjadi karena efek sitokin

yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular. Terdapat pula

bukti bahwa virus Dengue ataupun antigen NS-1 Dengue dapat berikatan

dengan struktur heparane sulfate pada glycocalyx layer. Gangguan

struktur ini mengakibatkan gangguan fungsi glycocalyx layer sebagai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

pembatas molekul-molekul dalam pembuluh darah (Trung dan Wills et al.,

2010).

Aktivasi komplemen sebagai akibat dari kompleks imun antigen dan

antibodi atau aktivasi sistem imun dan produksi sitokin juga berpengaruh

pada mekanisme kebocoran plasma pada infeksi Dengue. Beberapa

fragmen komplemen seperti C3a dab C5a diketahui menimbulkan

gangguan permeabilitas vaskular. Sitokin yang mungkin mengakibatkan

kebocoran plasma antara lain interferon , interleukin (IL)-2, dan Tumour

Necrosis Factor (TNF) α, yang meningkat pada kasus DBD. Interferon γ

juga memperkuat ambilan partikel Dengue oleh sel target. Sitokin lain

seperti IL-6, IL-8, IL-10 juga meningkat pada infeksi Dengue. Seluruh

sitokin tersebut berkaitan dengan peningkatan permeabilitas vaskular pada

infeksi Dengue (Sellahewa, 2013).

6. Hubungan Trombosit dan Hematokrit pada DBD

Hottz et al. beranggapan bahwa trombosit memiliki peranan penting

dalam peningkatan permeabilitas vaskular pada DBD. Secara in vitro,

virus Dengue mengaktivasi trombosit untuk mensintesis IL-1β, yang

kemudian terakumulasi di dalam trombosit dan mikropartikel-nya.

Pengeluaran IL-1β pada trombosit ini diatur oleh virus Dengue melalui

aktivasi inflammasome, yang kemudian dapat mengakibatkan peningkatan

permeabilitas vaskular dan hemokonsentrasi pada DBD (Hottz et al.,2013).

Trombosit pada infeksi Dengue akan mengalami aktivasi berlebih dengan

sel endotel melalui pengekspresian berlebih E selectin oleh endotel (Hotzz

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

et al., 2011). Peningkatan permeabilitas vaskular mengakibatkan

kebocoran plasma, dimana cairan akan keluar dari intravaskular ke pleura

dan peritoneum. Kehilangan cairan intravaskular ini mengakibatkan

peningkatan hematokrit atau hemokonsentrasi (Trung dan Wills, 2010).

Penurunan jumlah trombosit berkorelasi terbalik dengan ukuran efusi

pleura pada pasien DBD, menunjukkan bahwa trombosit dapat berfungsi

sebagai penanda untuk tingkat kebocoran plasma pada DBD. Hal ini

secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah trombosit akan

mengakibatkan peningkatan hematokrit, sebagai konsekuensi kebocoran

plasma selain efusi pleura (Srikiatkhachorn, 2009). Penelitian lain diluar

infeksi Dengue membuktikan bahwa kadar hematokrit memengaruhi

kemampuan agregrasi trombosit, dimana semakin tinggi kadar hematokrit

maka kemampuan agregrasi trombosit juga akan meningkat. Trombosit

yang mengalami agregrasi ini kemudian dihancurkan (Hokum et al.,

2013).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

B. Kerangka Pemikiran

Virus Dengue

Interaksi dalam tubuh dengan


berbagai sel dan sitokin

Gangguan endotel Gangguan koagulasi

Aktivasi fibrinolitik thrombopathy

Celah endotel membesar E Selectin

Aktivasi trombosit pada endotel


IL-1β
Gangguan agregrasi trombosit
Gangguan glycocalyx layer

autoimunitas trombosit-endotel

permeabilitas vaskular
Peningkatan destruksi

Kebocoran plasma
Gangguan trombopoiesis

Agregrasi trombosit

hemokonsentrasi ? trombositopenia

Temuan klinis: Temuan laboratorium


-demam
-perdarahan
-syok DBD
-hepatomegaly
Keterangan:
: hal yang diteliti : berpengaruh
: hal yang tidak diteliti __ : berkaitan

Gambar 2.4: Kerangka Pemikiran

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

C. Hipotesis

Ada hubungan antara jumlah trombosit dengan kadar hematokrit pada

pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) .

commit to user

Anda mungkin juga menyukai