Anda di halaman 1dari 8

1.

Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing
Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa
patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak
robek) tanpa komplikasi (Handerson, 1992)
2. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
3. Manifestasi Klinis
a. Deformitas
b. Bengkak (edema)
c. Echimosis (memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen abnormal
4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan Penunjang
a. emeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnyatrauma, skan
tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
c. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.
6. Penatalaksanaan
a. Rekognisis (pengenalan)
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya
b. Reduksi / Manipulasi / Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
(brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi
dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus
diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai
ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi
yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat
immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang
sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat
dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang,
alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
c. Retensi / Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. Pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas
dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya,
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres
pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan
beban berat badan.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian focus
Pada fase awal cidera, kaki terlihat bengkak dan timbul memar pada area belakang bawah
kaki. Pada kondisi yang telah lama dan pembengkakan telah berkurang, kondisi klinik
tidak begitu jelas dan hanya menyisakan suatu bekas trauma walaupun dengan
melakukan pemeriksaan dapat mendeskripsikan kelainan. Fase kedua tinjau adanya
keluhan nyeri tekan. Fase ketiga tinjau ketidakmampuan dan nyeri hebat dalam
melakukan planterfleksi kaki.

2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d konfresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal
2. Resiko tinggi trauma b.d ketidak mampuan mengerakkan tungkai bawah dan
ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
3. Resiko tinggi infeksi b.d port de entrée luka pasca-bedah.
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan tendon.
5. Ansietas b.d rencana pembedahan, kondisi fisik, perubahan peran keluarga, kondisi status
sosioekonomi.
3. Intervensi keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
1 Nyeri b.d agen NOC: NIC:
injury(biologi, kimia, fisik,
Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian nyeri secara
psikologis), kerusakan
keperawatan selama 1x24 jam komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
jaringan d.d
pasien tidak mengalami nyeri durasi, frekuensi, kualitas dan factor
DS: dengan kriteria hasil: presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari
 mengungkapkan secara  Mampu mengontrol nyeri
ketidaknyamanan
verbal  Melaporkan bahwa nyeri
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
DO: berkurang dengan
dan menemukan dukungan
menggunakan manajemen
 posisi untuk menahan  Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri
nyeri, mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
 Mampu mengenali
 tingkah laku berhati-hati, pencahayaan dan kebisingan
nyeri(skala, intensitas,
 gangguan tidur,  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
frekuensi, dan tanda nyeri)
 terfokus pada diri sendiri. menentukan
 Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi:
napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat atau dingin
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pertama kali

2 Resiko trauma NOC: NIC:

internal: Setelah dilakukan tindakan Sediakan lingkungan yang aman untuk


keperawatan selama 2x24 jam pasien
kelemahan, penglihatan klien tidak mengalami trauma Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
menurun, penurunan dengan kriteria hasil: sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi

sensasi taktil, penurunan Pasien bebas dari trauma fisik kognitif pasien dan riwayat penyakit
koordinasi otot, tangan- teradahulu pasien
mata, kurangnya edukasi Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
keamanan, Memasang side rail tempat tidur
keterbelakangan mental, Menyediakan tempat tidur yang nyaman
Eksternal: dan bersih

lingkungan. Menempatkan saklar lampu yang mudah


dijangkau pasien
Membatasi pengunjung
Kontrol lingkungan dari kebisingan
Berikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga tahu pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab
penyakit
3 Resiko infeksi NOC: NIC:

Factor-faktor resiko: Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan teknik aseptik

prosedur invasif, keperawatan selama 2x24 jam  Batasi pengunjung bila perlu

kerusakan jaringan pasien tidak mengalami infeksi  Cuci tangan sebelum dan sesudah
dan peningkatan dengan kriteria hasil: melakukan tindakan keperawatan
paparan lingkungan,  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Klien bebas dari tanda dan
malnutrisi, pelindung
gejala infeksi
peningkatan  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
 Menunjukkan kemampuan
paparan lingkungan dengan petunjuk umum
untuk mencegah timbulnya
pathogen,
 Gunakan kateter intermitten untuk
infeksi
imunosupresi
menurunkan infeksi kandung kemih
tidak adekuat  Jumlah leukosit dalam batas
normal  Tingkatkan intake nutrisi
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,  Menunjukkan perilaku hidup  Berikan terapi antibiotik
sehat  Monitor tanda gejala infeksi sistemik dan
leucopenia, penekanan
respon inflamasi) Status imun, gastrointestinal, local
penyakit kronik Genitourinaria dalam batas  Pertahankan teknik isolasi
malnutrisi normal
perubahan primer tidak  Inspeksi kulit dan membrane mukosa
adekuat (kerusakan terhadap kemerahan, panas, drainase.
kulit, trauma jaringan,  Monitoring adanya luka
gangguan peristaltik)  Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam

4 Gangguan mobilitas fisik NOC: NIC:


berhubungan dengan:
Setelah dilakukan tindakan Monitoring vital sign sebelum atau sesudah
 gangguan metabolisme keperawatan selama 7x24 jam latihan dan lihat respon pasien saat latihan
sel, gangguan mobilitas fisik Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
 keterlambatan teratasi dengan kriteria hasil: rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
perkembangan Bantu klien untuk menggunakan tongkat dan
 Klien meningkat dalam
 pengobatan cegah terhadap cedera
aktivitas fisik
 kurang support Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
 Mengerti tujuan dan
lingkungan tentang teknik ambulasi
peningkatan mobilitas
 keterbatasan ketahanan Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
 Memverbalisasikan perasaan
kardiovaskuler Latih pasien dalam pememnuhan kebutuhan
dalam meningkatkan kekuatan
 kehilangan integritas ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
dan kemampuan berpindah
penggunaan Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
struktur tulang
Memperagakan
alat bantu untuk mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat bantu jika klien memerlukan
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan
5 Ansietas b.d factor NOC: NIC:
keturunan, situasional,
Setelah dilakukan asuhan  Gunakan pendekatan yang menenangkan
stress, perubahan status
selama 1x24 jam kecemasan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
kesehatan, ancaman
klien teratasi dengan criteria perilaku pasien
kematian, perubahan
hasil:  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
konsep diri, hospitalisasi
dirasakan selama prosedur
d.d insomnia, kontak  Klien mampu mengidentifikasi Temani pasien untuk memberikan keamanan
mata kurang, kurang dan mengungkapkan gejala dan mengurangi takut
istirahat, iritabilitas, cemas  Berikan informasi factual mengenai
takut, nyeri perut,  Vital sign dalam batas normal diagnosis, tindakan prognosis
penurunan tekanan Postur tubuh, ekspresi wajah, Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
darah, denyut nadi, bahasa tubuh, dan tingkat Instruksikan pada pasien untuk
gangguan tidur, aktivitas menunjukkan menggunakan teknik relaksasi
peningkatan tekanan berkurangnya kecemasan  Dengarkan dengan penuh perhatian
darah, nadi, RR.  Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi.
Kelola pemberian obat anti cemas

Anda mungkin juga menyukai

  • DIARE
    DIARE
    Dokumen12 halaman
    DIARE
    Ephysia Ratriningtyas
    Belum ada peringkat
  • LP Ruang 27
    LP Ruang 27
    Dokumen17 halaman
    LP Ruang 27
    Ephysia Ratriningtyas
    Belum ada peringkat
  • ADL Barthel
    ADL Barthel
    Dokumen3 halaman
    ADL Barthel
    Ephysia Ratriningtyas
    Belum ada peringkat
  • Pathway Scleroderma
    Pathway Scleroderma
    Dokumen1 halaman
    Pathway Scleroderma
    Ephysia Ratriningtyas
    Belum ada peringkat
  • LP Abses Submandibula (ICU)
    LP Abses Submandibula (ICU)
    Dokumen15 halaman
    LP Abses Submandibula (ICU)
    Ephysia Ratriningtyas
    Belum ada peringkat
  • Pathway Scleroderma
    Pathway Scleroderma
    Dokumen1 halaman
    Pathway Scleroderma
    Ephysia Ratriningtyas
    Belum ada peringkat
  • Pato PPH
    Pato PPH
    Dokumen2 halaman
    Pato PPH
    Ephysia Ratriningtyas
    Belum ada peringkat