Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ISK (INFEKSI SALURAN KEMIH) KOMPLIKATA


PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
di RSUD SITI FATIMAH PROVINSI SUMATERA SELATAN

DISUSUN OLEH :

YULISA RISKA ANDARI

(08074882326003)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
ISK (INFEKSI SALURAN KEMIH) KOMPLIKATA

1. Pengertian ISK

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit infeksi saluran

kemih (ISK) adalah penyakit infeksi kedua tersering secara global yang terjadi

setelah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per

tahun (Khabipova et al., 2022).

Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia penserita

Infeksi Saluran Kemih (ISK) di Indonesia berjumlah 90 -100 kasus per 100.000

pendudduk per tahun atau sekitar 180.000 kasus per tahun. Insiden kasus Infeksi

Saluran Kemih di Indonesia terbilang masih cukup tinggi dikarenakan penderita

Infeksi Saluran Kemih di Indonesia diperkirakan mencapai 222 juta jiwa (Maugeri

et al., 2022).

Infeksi Saluran Kemih (ISK) didefinisikan sebagai infeksi pada saluran

kemih dengan kolonisasi bakteri > 100.000 unit/Ml. Gejala yang sering terjadi

adalah nyeri berkemih (dysuria), frekuensi buang air kecil, nokturia, perasaan

buang air kecil yang tidak kompit (hestutancy), keinginan yang kuat untuk

berkemih (urgency), ketidaknyamanan pada suprapubik, dan bisa terdapat

hematuria. ISK dapat terjadi secara asimtomatik dan simtomatik. ISK yang

simtomatik diklasifikasikan menjadi sistitis, pyelonephritis dan urosepsis, dimana

sindrom urosepsis adalah fase yang paling berbahaya. Berdasarkan tingkat

keparahannya dibagi menjadi komplikata dan non-komplikata serta urosepsis. ISK

non-komplikata disebut juga sebagai sistitis atau lower-ISK (Bono et al., 2022) .
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

karena mikroorganisme dimana didalam urin memiliki jumlah diatas ambang batas

normal (Dipiro et al.,2020). ISK merupakan penyakit infeksi dimana adanya

gambaran klinis atau gejala yang terjadi dan bakteriuria (bakteri saluran kemih)

berkembang biak dalam urin dengan jumlah lebih dari 100.000 CFU/ml dalam

kultur urin (Paudel et al., 2018).

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan adanya infeksi yang ditandai

dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi

infeksi di parenkim ginjal sampai kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang

bermakna (Hastuti, 2016).

Infeksi Saluran Kemih (ISK) ialah istilah umum untuk menyatakan adanya

pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal

sampai infeksi di kandung kemih. Pertumbuhan bakteri yang mencapai > 100.000

unit koloni per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) pagi hari, digunakan

sebagai batasan diagnosa ISK (IDI, 2011).

2. Klasifikasi

Menurut Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak infeksi saluran

kemih pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan

kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK

asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi

ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan

menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks (Pardede et al, 2011).


a. ISK berdasarkan gejalanya

ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik

yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-

20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik

berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non

spesifik (Pardede et al, 2011).

b. ISK berdasarkan lokasi infeksi

1) Infeksi Saluran Kemih Bawah (Sistitis)

Sistitis adalah keadaan inflamasi pada mukosa buli-buli yang disebabkan

oleh infeksi bakteri. Bakteri penyebab infeksi saluran kemih bawah (sistitis)

terutama bakteri Escherichia coli, Enterococcus, Proteus, dan Staphylococcus

aureus yang masuk ke buli-buli melalui uretra (Purnomo, 2011).

Gambaran klinis yang terjadi pada pasien ISK bawah, antara lain nyeri di

daerah suprapubis bersifat sering berkemih, disuria, kadang terjadi hematuria.

Penelitian yang dilakukan pada 49 anak berusia 6-12 tahun yang terbukti sistitis

dengan biakan urin, ditemukan gejala yang paling sering adalah disuria atau

frekuensi (83%) diikuti enuresis (66%), dan nyeri abdomen (39%) (Pardede, 2018).

2) Infeksi Saluran Kemih Atas (Pielonefritis)

Pielonefritis adalah keadaan inflamasi yang terjadi akibat infeksi pada

pielum dan parenkim ginjal. Bakteri penyebab infeksi saluran kemih atas

(pielonefritis) adalah Escherichia coli, Klebsiella sp, Proteus, dan Enterococcus

fecalis (Purnomo, 2011). Gambaran klinis yang terjadi pada pasien ISK atas, antara

lain demam tinggi, nyeri di daerah pinggang dan perut, mual serta muntah, sakit
kepala, disuria, sering berkemih. Jumlah koloni bakteri yang ditemukan pada pasien

ISK atas sebesar >104 cfu (colony forming unit)/mL (Grabe et al., 2013).

c. ISK berdasarkan kelaianan saluran kemih

Berdasarkan kelainan saluran kemih ISK diklasifikasikan menjadi dua

macam yaitu ISK uncomplicated (sederhana) dan ISK complicated (rumit). Istilah

ISK uncomplicated (sederhana) adalah infeksi saluran kemih pada pasien tanpa

disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih. ISK

complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang

menderita kelainan anatomik atau struktur saluran kemih, atau adanya penyakit

sistemik, kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi,

anomali saluran kemih, buli-buli neurogenik, benda asing, dan sebagainya. kelainan

ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika (Purnomo, 2012).

3. Etiologi

Berbagai jenis orgnisme dapat menyebabkan ISK. Escherichia coli (80%

kasus) dan organisme enterik garam-negatif lainnya merupakan organisme yang

paling sering menyebabkan ISK: kuman-kuman ini biasanya ditemukan di daerah

anus dan perineum. Organisme lain yang menyebabkan ISK antara lain Proteus,

Pseudomonas, Klebsiella, Staphylococcus aureus, Haemophilus, dan

Staphylococcus koagulse negatif. Beberapa faktor menyebabkan munculnya ISK di

masa kanak-kanakInfeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh

bakteri,virus dan jamur tetapi bakteri yang sering menjadi penyebabnya. Penyebab

ISK terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya


menghuni usus dan akan naik ke sistem saluran kemih antara lain adalah

Escherichia coli, Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter (Purnomo, 2014).

Selain penyebab terjadinya kejadian ISK dari berbagai jenis mikroba

terdapat banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya peningkatan angka

kejadian ISK. Faktor risiko lain yang paling sering diidentifikasi adalah

penggunaan antibiotik sebelumnya dan penggunaan katerisasi (Tenney et al, 2017).

Faktor risiko ISK dalam penggunaan antibiotik sebelumnya disebabkan

akibat resisten terhadap berbagai obat antibiotik (sulfamethoxazoletrimetropim)

dan dalam pengggunaan katerisasi, organisme gram negatif bakteri “ Pseudomonas

Aeruginosa” adalah patogen yang paling umum yang bertanggungjawab untuk

pengembangan infeksi saluran kemih diantara pasien kateter yang didapatkan dari

pemasangan kateter dalam jangka panjang, serta bisa diakibatkan juga oleh hygine

kateter, disfungsi bladder pada usia lanjut dan pemasangan kateter yang tidak sesuai

dengan Standar Operasional Prosedur (Irawan & Mulyana, 2018).

Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian ISK pada anak yaitu

diakibatkan oleh sebagian besar pada anak perempuan karena anatomi uretra anak

perempuan yang lebih pendek, sebagian besar pula pada anak laki-laki karena tidak

disirkumsisi, kebiasaan membersihkan gentalia yang kurang baik, menggunkan

popok sekali pakai dengan frekuensi penggantian popok sekali pakai < 4 kali

perhari dan durasi penggunaan popok yang lama, serta kebiasaan menahan buang

air kecil (Makmunah, 2016).


4. Patofisiologi

Infeksi Saluran Kemih terjadi ketika bakteri (kuman) atau mikroorganisme

masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak (Purnomo, 2014).

Mikroorganisme memasuki saluran kemih tersebut melalui empat cara, yaitu:

a. Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari

flora normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina, preposium penis,

kulit perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi

melalui empat tahapan, yaitu :

1) Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina

2) Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli

3) Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih

4) Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal

b. Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada

ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui peredaran

darah.

c. Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik

yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun ini jarang terjadi.

d. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen

sebagai akibat dari pemakaian kateter


Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus dan hidup

secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit perinium, dan

sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur masuk ke dalam saluran

kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat

sampai ke ginjal. Mikroorganisme tersebut tumbuh dan berkembangbiak didalam

saluran kemih yang pada akhirnya mengakibatkan peradangan pada saluran kemih.

Dan terjadilah infeksi saluran kemih yang mengakibatkan (Fitriani, 2013).

ISK biasanya terjadi akibat kolonisasi daerah periuretra oleh organisme

virulen yang kemudian memperoleh akses ke kandung kemih. Hanya pada 8

minggu pertama dari 12 minggu kehidupan, ISK mungkin terjadi karena

penyebaran hematogen. Selama 6 bulan pertama kehidupan, bayi laki-laki berisiko

lebih tinggi mengalami ISK, tetapi setelah itu ISK predominan pada anak

perempuan. Suatu faktor risiko penting pada anak perempuan adalah riwayat

pemberian antibiotik yang mengganggu flora normal dan mendorong pertumbuhan

bakteri uropatogenik (Bernstein, 2016).

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ISK pada anak bervariasi, bergantung pada usia, tempat infeksi

dalam saluran kemih, dan beratnya infeksi atau intensitas reaksi peradangan.

Menurut Pardede (2018) manifestasi klinis tersebut yaitu :

a. Pada neonatus, gejala ISK tidak spesifik, seperti pertumbuhan lambat, muntah,

mudah terangsang, tidak mau makan, temperatur tidak stabil, perut kembung,

jaundice.
b. Pada bayi, gejala klinik ISK tidak spesifik dan dapat berupa demam, nafsu makan

berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, distensi abdomen, penurunan

berat badan, dan gagal tumbuh. Infeksi saluran kemih perlu dipertimbangkan pada

semua bayi dan anak berumur 2 bulan hingga 2 tahun dengan demam yang tidak

jelas penyebabnya. Infeksi saluran kemih pada kelompok umur ini terutama yang

dengan demam tinggi harus dianggap sebagai pielonefritis.

c. Pada anak besar, gejala klinik biasanya lebih ringan, dapat berupa gejala lokal

saluran kemih berupa polakisuria, disuria, urgensi, frequency, ngompol. Dapat juga

ditemukan sakit perut, sakit pinggang, demam tinggi, dan nyeri ketok sudut kosto-

vertebra. Setelah episode pertama, ISK dapat berulang pada 30-40% pasien

terutama pada pasien dengan kelainan anatomi, seperti refluks vesikoureter,

hidronefrosis, obstruksi urin, divertikulum kandung kemih, dan lain lain.

6. Penatalaksanakan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut M. Clevo Rendy dan Margareth, T.H. (2012), pengobatan infeksi saluran

kemih bertujuan untuk menghilangkan gejala dengan cepat, membebaskan saluran

kemih dari mikroorganisme dan mencegah infeksi berulang, sehingga dapat

menurunkan angka kecacatan serta angka kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai

dengan perawatan berupa :

1. Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter / hari bila tidak ada kontra indikasi

2. Mencegah konstipassi

3. Perubahan pola hidup, diantaranya:

a. Membersihkan perineum dari depan ke belakang


b. Pakaian dalam tidak ketat dan dari bahan katun

c. Menghilangkan kebiasaan menahan buang air kecil

d. Menghindari kopi, alkohol

b. Penatalaksanaan Medis

Menurut ikatan dokter indonesia IDI (2011) penatalaksanaan medis

mengenai ISK antara lain yaitu melalui medikamentosa yaitu pemberian obat-

obatan berupa antibiotik secara empirik selama 7-10 hari untuk eridikasi infeksi

akut. Pemberian analgetik dan anti spasmodik untuk mengurangi rasa nyeri yang

dirasakan oleh penderita, obat golongan venozopyiridine/pyridium untuk

meredakan gejala iritasi pada saluran kemih. Terapi farmakologik yang dianjurkan

secara empiris disesuaikan dengan pola kuman yang ada disetiap tempat..

Pemberian obat ISK pada penderita geriatri mengacu kepada prinsip pemberian

obat pada usia lanjut, umumnya dengan memperhitungkan kelarutan obat,

perubahan komposisi tubuh, status nutrisi (kadar albumin), dan efek samping obat

(mual, gangguan fungsi ginjal).


STUDY KASUS
No. Data Pasien Keterangan
1. Nama Pasien NY. S
2. No. RM 00 – 07-27-XX
3. Jenis Kelamin Perempuan
4. Alamat Talang Jaya Mulya
5. Usia 44 Tahun
6. BB/TB 50 kg / 150 cm
7. Tgl Masuk RS 18 November 2023

8. Ruang Asal IGD


9. Tgl Keluar RS 23 November 2023

10. Dokter dr.Ixxxxx, Sp.PD

STATUS PASIEN

Riwayat Penyakit Sekarang Datang dengan keluhan demam menggigil semakin parah,
nyeri perut sejak ± 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit,
terutama pada ulu hati dan pinggang kiri , mual (+), muntah
(-), nyeri dada (+),BAK di rasakan sakit dan panas..
Riwayat Penyakit Dahulu -
Riwayat Pengobatan dari IGD  Levofloxacin 500 mg/ 1000 ml 1 x1
 Sucralfat Suspensi 500 mg/ 5 ml 1 x1
 Gabaxa 1 x1
 KSR Tab 1 x1
 Dexketoprofen 25 mg / ml Injeksi 1x1
 Asering Infus 500 ml 1 x 1
Riwayat Penyakit dalam Keluarga -
Diagnosa masuk ISK komplikata , DLI
Diagnosa Utama ISK Komplikata
Diagnosa skunder -DLI
-Hipokalemia
-Cardiomegali
-Sindrom Dispepsia
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

No Tanggal Pukul Problem/Keadaan

1 18-11-2023 09.30 Menerima operan dari IGD dengan keluhan


nyeri perut (+), mual (+) BAK sakit (+)

19-11-2023 07.00 Keadaan pasien Nyeri (+)

2 19-11-2023 12.48 Nyeri (+) Mual (+) , muntah (+) frekuensi 2x

3 20-11-2023 07.00 Keadaan pasien nyeri (+)

4 21-11-2023 07.00 Keadaan pasien nyeri mulai berkurang

5 22-11-2023 07.00 Keadaan pasien masih mulai berkurang

6 23-11-2023 07.00 Keadaan pasien masih mulai berkurang

DATA KLINIK PASIEN

Parameter Nilai Tanggal selama pasien di rawat inap

Normal 18/11/23 19/11/23 20/11/23 21/11/23 22/11/23 23/11/23

TD <180/80 118 / 67 110/90 126/70 118/70 118/79 110/70


mmHg

Suhu 37 ± 0,5ºC 36,5 ºC 36 ºC 36ºC 36ºC 36,2ºC 36ºC

Nadi 60-100/menit 86 80 86 86 83 80

RR 16-20x/menit 20 20 20 20 20 20
HASIL LABORATORIUM

Jenis Hasil Satuan 18/11/2023 21/11/2023


Pemeriksaan Normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 12,3 – g/Dl L 11,6
15,3
Eritrosit 3,9 – 5 10^6 L 3,7
µL
Leukosit 5,00 – 10^3 H 13, 85 7,26
10,00 µL
Trombosit 150 – 450 10^3 227
µL
Hematokrit 35 - 47 % L 22,9
Hitung Jenis
Neutrofil 50,0 – % H 74 50
70,0
Limfosit 24 – 40 % L 13 34
Monosit 2–8 % H 12 H 10
Eosinofil 2–4 % L1 H7
Basofil 0-1 % 0 0
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 80 – 120 mg/dL H 123
Ureum Darah 15 – 39 mg/dL 26,20
Kreatinin 0,6 – 1,1 mg/dL 0,7
Elektrolit
Natrium (Na) 130 – 155 mmol/L 133
Kalium (K) 3,6 – 5,5 mmol/L L3,5 4,3
Klorida (Cl) 98 - 108 mmol/L 104

URINALISA
Urin Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning kuning Kuning
Kejernihan Jernih Agak Jernih
keruh
Kimia Urin
Berat Jenis 1,003 – 1,010 1,010
1,030
pH 4,5 - 8 6 7
Protein Negatif + Negatif
Glukosa (Urin) Negatif Negatif Negatif
Keton Negatif mg/dL Negatif Negatif
Darah (Urin) Negatif Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif Negatif
Urobilinogen Normal μmol Normal Normal
Nitrit Negatif Negatif Negatif
Leukosit Esterase Negatif ++ Negatif

Sedimen
Leukosit 4-6 /LPB 20 – 25 3-4
Eritrosit 0 -1 /μL 2-3 0–1
Sel Epitel Positif /LPK Positif Positif
Silinder Negatif /LPK Negatif Negatif
Kristal Negatif /LPB Negatif Negatif
Mikroorganisme Negatif Negatif Negatif

HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI

X Foto Toraks Ap Supine

CTR > 0,50

Apeks jantung bergeser ke laterocaudal, corakan vaskuler tampak normal, tak


tampak bercak pada kedua lapangan paru, hemidiagfragma bilateral intake dan tak
mendatar. Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip, tak tampak kelainan pada tulang
yang tervisualisasi.

Kesan :

-Cardiomegaly

-Pulmo tak tampak kelainan


PENGGUNAAN OBAT SELAMA PERAWATAN
No Nama Obat Aturan Pakai Rute 18/11 19/11 20/11 21/11 22/11 23/11

1 Lefofloxacin Infus 1 x 750 mg IV √ √ STOP

2 Lansoprazole 2 X 30 mg IV √ √ √ √ √ √

3 Ondansetron 3 X 4 mg IV √ √ √ √ √ √

4 Peinlos 3 X1 IV

5 Sucralfat sy 4x2c PO √ √ √ √ √ √

6 Drip Gabaxa 1X1 IV √ √ √ √ √ √

7 NaCL Kapsul 1X1 PO √ √ √ √ √ √

8 KSR 1X1 PO √ √ √ √ √ √

9 Paracetamol Infus 3X1 IV √ √ √ √ √ √

10 Ranitidin 2 X1 IV √ √ √ √

11 Ceftriaxone 2X1 IV √ √ √ √

12 Dexketoprofen 3 x1 IV √ √ √ √

IDENTIFIKASI DRP
Interaksi Nama Obat Keterangan Manajemen
Obat
Serius Levofloxacin Penggunaan levofloxacin dengan Hindari penggunaan
dan Ondansetron ondansetron dapat meningkatkan risiko irama secara bersamaan atau
jantung tidak teratur yang mungkin serius dan mengganti dengan obat
berpotensi mengancam jiwa, meskipun ini alternatif lain.
merupakan efek samping yang relatif jarang
terjadi
Pemantauan Levofloxacin Penggunaan secara bersamaan, sucralfat Dilakukan pemantauan.
dan Sucralfat menurunkan kadar levofloxacin dengan
menghambat penyerapan GI
Minor Sucralfat dan Penggunaan secara bersamaan, sucralfat Jeda pemberian obat
Lansoprazole menurunkan kadar Lansoprazol dengan selama 30 menit.
menghambat penyerapan GI
Efek Levofloxacin Terjadi Alergi efek samping pada Mengganti terapi
samping penggunaan antibiotik levofloxacin selama antibiotik levofloxacin
Obat terapi pasien mengalami mual dan muntah dengan antibiotik lain.
dengan frekuensi 2x.
Gagal Peinlos Adanya kekosongan obat peinlos untuk terapi Penggantian terapi obat
menerima anti nyeri. peinlos sebagai anti
obat nyeri dengan antinyeri
yang lain atas
persetujuan dokter.
ANALISIS SOAP

Analisa SOAP Tanggal 18 November 2023


S O A P
Kondisi TD : Penggunaan levofloxacin dengan Hindari penggunaan
pasien nyeri 118/ 67 ondansetron dapat meningkatkan risiko secara bersamaan atau
perut (+), mmHg irama jantung tidak teratur yang mungkin mengganti dengan obat
mual (+) T: serius dan berpotensi mengancam jiwa, alternatif lain.
BAK sakit 36.5ºC meskipun ini merupakan efek samping yang
(+) RR : 20 relatif jarang terjadi
N : 86
Penggunaan secara bersamaan, sucralfat Dilakukan pemantauan.
menurunkan kadar levofloxacin dengan
menghambat penyerapan GI
Penggunaan secara bersamaan, sucralfat Jeda pemberian obat
menurunkan kadar Lansoprazol dengan selama 30 menit.
menghambat penyerapan GI

Analisa SOAP Tanggal 19 November 2023


S O A P
Kondisi pasien TD : 110/90 Pasien gagal Mengganti obat
nyeri (+) mmHg menerima obat anti nyeri yang
T : 36ºC peinlos sebagai lain sesuai dengan
RR : 20 anti nyeri karena persetujuan DPJP
N : 80 kekosongan obat

S O A P
Nyeri (+) Mual TD : 110/90 Pasien alergi Mengganti obat
(+) , muntah (+) mmHg terhadap antibiotik antibiotik
frekuensi 2x T : 36ºC Levofloxacin. levofloxacin
RR : 20 dengan antibiotik
N : 80 yang lain.

Analisa SOAP Tanggal 20 November 2023


S O A P
Keadaan TD : Penggunaan secara bersamaan, sucralfat Jeda pemberian obat
pasien 126/70mmHg menurunkan kadar Lansoprazol dengan selama 30 menit.
nyeri T : 36ºC menghambat penyerapan GI
(+) RR : 20
N : 86

Analisa SOAP Tanggal 21 November 2023


S O A P
Keadaan TD : Penggunaan secara bersamaan, sucralfat Jeda pemberian obat
pasien 118/70mmHg menurunkan kadar Lansoprazol dengan selama 30 menit.
nyeri T : 36ºC menghambat penyerapan GI
mulai RR : 20
berkurang N : 86
Analisa SOAP Tanggal 22 November 2023
S O A P
Keadaan TD : Penggunaan secara bersamaan, sucralfat Jeda pemberian obat
pasien 118/79mmHg menurunkan kadar Lansoprazol dengan selama 30 menit.
nyeri T : 36ºC menghambat penyerapan GI
mulai RR : 20
berkurang N : 86

Analisa SOAP Tanggal 23 November 2023


S O A P
Keadaan TD : Penggunaan secara bersamaan, sucralfat Jeda pemberian obat
pasien 110/70mmHg menurunkan kadar Lansoprazol dengan selama 30 menit.
nyeri T : 36ºC menghambat penyerapan GI
mulai RR : 20
berkurang N : 86

No Obat Pulang Jumlah Aturan Pakai

1 Lansoprazole 30 mg Kapsul X 2 X1

2 Sucralfat sy I 4X2 C

3 Paracetamol 500 mg Tablet X 3X1

4 Vitamin B Comp Tablet XV 3X 1


URAIAN OBAT

Levofloxacin
Indikasi Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang peka, yaitu :
sinusitis bakteri akut, eksaserbasi akut pada bronkitis kronik,
pneumonia nosokomial, infeksi kulit dan struktur kulit dengan
komplikasi, ISK dengan komplikasi, dan pielonefritis akut.

Kontra Hipersensitif terhadap levofloxacin dan quinolone lainnya.


Indikasi Epilepsi, riwayat gangguan tendon yang berhubungan dengan
pemberian fluroquinolone, anak dan remaja pada masa
pertumbuhan, hamil dan laktasi.

Efek Diare, Mual, muntah, nyeri perut, gangguan pengecapan, kembung,


Samping anoreksia, konstipasi, pruritus, ruam, urtikaria, vaginitis, moniliasis
genital, pusing, dispepsia, insomnia, edema, lelah, sakit kepala,
keringat berlebihan, rasa tidak enak badan, gugup, gangguan tidur,
tremor.

Mekanisme Mekanisme kerja utama levofloxacin adalah melalui hambatan


DNA gyrase, suatu enzim topoisomerase tipe 2. Akibatnya terjadi
hambatan replikassi dan transkripsi DNA bakteri.

Dosis Pakai Dosis Dewasa : Dosis umum 250 – 750 mg tiap 24 jam

Lansoprazole
Indikasi Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan
duodenum yang terkait dengan OAINS, regimen eradikasi
H.pylori pada tukak peptik, gastroesophageal reflux disease
(GERD).

Kontra Indikasi Penderita yang hipersensitif terhadap Lansoprazole

Efek Samping Gangguan saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri


lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit kepala dan
pusing. Efek samping lain: mulut kering, insomia, mengantuk,
malaise, penglihatan kabur, ruam kulit, pruritus, gangguan
pengecapan, disfungsi hati, edema perifer, reaksi
hipersensitivitas.

Mekanisme Menghambat sekresi asam lambung yang efektif. Secara


spesifik menghambat (H+ / K+) ATPase (pompa proton) dari
sel parietal di mukosa lambung.

Dosis Pakai Tukak lambung dan duodenum : 1 x 30 mg/ hari selama 2 – 4


minggu (tukak duodenum) atau selama 4 – 8 minggu (tukak
lambung)
GERD : 1 X 15 – 30 mg/ hari selama 4 minggu.
Ondansetron
Indikasi Mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi,
pencegahan mual dan muntah pasca operasi.

Kontra Indikasi Hipersensitivitas, sindrom long QT kongenital.

Efek Samping Sakit kepala, sensasi hangat atau kemerahan, konstipasi, reaksi
lokasi injeksi. Komplikasi lain : kejang, aritmia nyeri dada,
bradikardia, cegukan, peningkatan uji fungsi hati, reaksi
hipersensitivitas.

Mekanisme Ondansetron bekerja dengan cara memblokir efek serotonin


(5HT3). Dengan begitu, efek mual dan muntah pada kondisi-
kondisi di atas dapat teratasi atau bahkan dicegah.

Dosis Pakai Dewasa :

Kemoterapi yang sangat emetogenik : awal 8 mg secara IV


lambat atau secara infus selama 15 menit segera sebelum
kemoterapi, diikuti infus berikutnya 1 mg / jam selama 24 jam
atau 2 dosis 8 mg secara IV lambat atau secara infus selama 15
menit dengan selang waktu 4 jam.

Regimen ini diikuti dengan pemberian secara oral 8 mg tiap 8


jam selama 5 hari.
Kemoterapi yang kurang emotogenik : 8 mg secara IV lambat
atau secara infus selama 15 menit segera sebelum kemoterapi,
diikuti dengan pemberian secara oral 8 mg tiap 8 jam selama 5
hari.
Mual dan muntah pasca operasi : 4 mg IM atau IV lambat
diberikan dosis tunggal

Anak > 4 tahun : 5 mg / m2 secara IV selama 15 menit segera


sebelum kemoterapi, diikuti dengan 4 mg secara oral tiap 8 jam
selama 5 hari.
Sucralfat
Indikasi Tukak lambung, tukak duodenum.

Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap sucralfat.

Efek Samping Konstipasi, diare, mual, mulut kering, ruam, reaksi


hipersensitivitas, nyeri punggung, pusing, sakit kepala,
mengantuk.

Mekanisme Membentuk lapisan pada dasar tukak sehingga melindung


tukak dari pengaruh agresif asam lambung dan pepsin.

Dosis Pakai Tukak lambung dan duodenum


Tablet : 4 x 1 gr / hari (2 jam sebelum makan dan sebelum
tidur malam) selama 4 – 6 minggu. Maks 8 gr / hari.

Larutan suspensi: 2 sdt x 4x / hari.

KSR (Kalium Klorida)


Indikasi Hipokalemia

Kontra Indikasi Gagal ginjal tahap lanjut, penyakit addison yang tidak diobati,
dehidrasi akut, hiperkalemia

Efek Samping Mual, muntah, diare, nyeri perut.

Mekanisme KCl digunakan untuk meningkatkan kandungan kalium dalam


tubuh. Sekitar 98% dari seluruh potasium dalam tubuh ada di
dalam sel, khususnya sel otot rangka. Dominasi intraseluler ini
digunakan oleh semua sel untuk homeostasis tonisitas dan
dinamika potensial membran. Pada kardiomiosit dan neuron,
repolarisasi terjadi melalui pergerakan ion kalium keluar sel
melalui saluran protein.

Dosis Pakai 1 – 2 tablet 2 – 3 x per hari


Paracetamol
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, demam.

Kontra Indikasi Hipersensitif, gangguan hati berat atau penyakit hati aktif.

Efek Samping Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria, kelainan
darah, hipotensi, kerusakan hati.

Mekanisme Parasetamol mempunyai aktivitas analgetik dan antipiretik,


dengan sedikit mempunyai aktivitas antiinflamasi. Parasetamol
mempunyai mekanisme aksi yang sama seperti pada aspirin
yaitu menghambat sintesis prostaglandin di otak, tetapi
penghambatan sintesis prostaglandin di peripheral sangat kecil.

Dosis Pakai Dosis umum


Dewasa : 500 – 1000 mg/dosis, diberikan tiap 4 – 6 jam.
Maksimum 4 gram per hari. Anak < 12 tahun : 10 mg / kgBB/
kali diberikan tiap 4 – 6 jam. Maksimum 4 dosis sehari.

Ranitidin
Indikasi Obat ini digunakan untuk mengobati tukak lambung dan tukak
duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik kronis, tukak
akibat AINS, tukak duodenum karena H.pylori, sindrom
Zollinger-Ellison, kondisi lain dimana pengurangan asam
lambung akan bermanfaat

Kontra Indikasi Ranitidin dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat


hipersensitivitas terhadap ranitidin atau kandungan lain dalam
sediaan

Efek Samping Efek samping minor ranitidin dilaporkan pada kurang dari 3%
penggunaan. Efek samping ini mencakup sakit kepala, ruam,
malaise, mual, konstipasi, pusing, dan nyeri perut. Efek
samping biasanya mereda dengan sendirinya meskipun terapi
dilanjutkan.

Mekanisme Ranitidine termasuk golongan antagonis reseptor histamin H2


yang bekerja dengan cara menghambat secara kompetitif kerja
reseptor histamin H2, yang sangat berperan dalam sekresi asam
lambung

Dosis Pakai Untuk Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), 150 mg 2


kali sehari atau 300 mg sebelum tidur malam selama sampai 8
minggu, atau bila perlu sampai 12 minggu (sedang sampai
berat, 600 mg sehari dalam 2- 4 dosis terbagi selama 12
minggu); pengobatan jangka panjang GERD, 150 mg 2 kali
sehari.
Ceftriaxone
Indikasi Obat ini digunakan untuk menobati infeksi bakteri gram positif dan
negatif, penyakit radang panggul dan infeksi bakteri pada tubuh lain
seperti pada perut
Kontra Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang diketahui alergi
Indikasi terhadap kelompok antibiotik sefalosporin. Orang yang memiliki
hipersensitivitas dan bayi prematur atau di bawah usia empat minggu
juga tidak dianjurkan untuk menggunakan injeksi antibiotik ini.
Efek Bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri di tempat injeksi, Demam,
Samping Panas dingin, Diare, Batuk, Sesak napas, Nyeri dada, Sakit
tenggorokan, Luka atau sariawan di bibir atau di mulut. Perdarahan
atau memar yang tidak biasa, Kelelahan atau kelemahan yang tidak
biasa.
Mekanisme Mekanisme kerja ceftriaxone yaitu menginhibisi sintesis dinding sel
bakteri. Ceftriaxone memiliki cincin beta laktam yang menyerupai
struktur asam amino D-alanyl-D-alanine yang digunakan untuk
membuat peptidoglikan.
Dosis Pakai Dewasa: 1000-2000 miligram (mg) per hari. Pada kasus infeksi
berat, dosis bisa kamu tingkatkan menjadi 4000 mg, 1-2 kali sehari.
Anak-anak usia 15 hari hingga 12 tahun: 50-80 mg/kgBB per hari.
Dosis maksimal 4000 mg per hari. Anak-anak di bawah usia 15 hari:
20-50 mg/kgBB, 1 kali sehari yang bisa kamu berikan melalui infus
selama 60 menit.

Dexketoprofen

Indikasi Mengatasi gejala intensitas nyeri akut, pada keadaan dimana


pemberian peroral tidak memungkinkan seperti nyeri pasca operasi.

Kontra Riwayat hipersensitivitas terhadap deksketoprofen; pasien yang


Indikasi pernah mengalami serangan asma, bronkospasme, rhinitis akut, atau
polip nasal, urtikaria atau edema angioneuritik yang diinduksi obat
lain dengan cara kerja yang serupa.

Efek Mual, muntah, nyeri perut, diare, mulut kering, penglihatan kabur,
Samping palpitasi (detak jantung meningkat), dan insomnia.

Mekanisme Menghambat kerja dari enzim siklooksigenasi (COX) dimana enzim


ini berfungsi dalam membantu pembentukan prostaglandin saat
terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit serta peradangan

Dosis Pakai 50 mg setiap 8-12 jam. Jika diperlukan, pemberian dapat di ulang
setiap 6 jam. Dosis total perhari tidak boleh melebihi 150 mg. Tidak
ditujukan untuk pemakaian jangka panjang, harus dibatasi untuk
periode simtomatik akut
PEMBAHASAN STUDY KASUS

NY. S berjenis kelamin perempuan dengan usia 44 tahun, BB/ TB 50 kg/

150 cm masuk Rumah Sakit pada tanggal 18 November 2023 dengan keluhan

demam menggigil semakin parah, nyeri perut sejak ± 1 minggu sebelum masuk

Rumah Sakit, terutama pada ulu hati dan pinggang kiri, mual, nyeri dada, dan BAK

di rasakan sakit dan panas. Masuk ruang IGD, dengan diagnosa awal yaitu ISK

Komplikata dan DLI. Terapi yang didapatkan pasien selama di IGD yaitu

Levofloxacin injeksi sebagai antibiotik digunakan untuk terapi ISK, Sucralfat

Suspensi digunakan untuk mengatasi mual pada pasien, Gabaxa sebagai penambah

nutrisi untuk tubuh yang berisi asam amino yaitu N(2) – L – alanyl - L – glutamine.

KSR tablet yang berisi kalium klorida untuk mencegah atau mengobati kekurangan

kalium. Dexketoprofen Injeksi digunakan untuk terapi antinyeri karena pasien

mengeluh nyeri. Dan infus asering untuk menyeimbangkan elektrolit untuk

mencukupi nutrisi untuk pasien.

Setelah mendapat perawatan di IGD pasien dipindahkan di ruang

perawatan. Pasien dirawat selama 6 hari. Ditangani oleh DPJP seorangg Dokter

Spesialis Penyakit Dalam dengan diagnosa utama ISK Komplikata, dan Diagnosa

Skunder yaitu DLI, Hipokalemia, Cardiomegaly dan Sindrom Dispepsia. Terapi

yang didapatkan oleh pasien selama perawatan yaitu:

1. Levofloxacin 750 mg Injeksi secara intravena dengan alasan levofloxacin

merupakan antibiotik first line untuk terapi ISK, Levofloxacin merupakan

antibiotik bakterisid golongan fluorokuinolon yang secara langsung

menghambat sintesis DNA bakteri. Penggunaan terapi levofloxacin pada

pasien selama 2 hari menimbulkan efek samping sehingga penggunaanya


dihentikan sesuai persetujuan DPJP dengan mengganti antibiotik lain yaitu

antibiotik Ceftriaxone. Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan

sefalosporin Generasi III, yang bersifat bakterisid yang memiliki

mekanisme kerja menginhibisi sintesis dinding sel bakteri.

Terapi antibiotik diberikan dengan melihat hasil laboratorium dimana nilai

leukositnya 13, 83.10^3 µL yang menandakan bahwa nilai leukositnya

tinggi nilai normal leukosit yaitu 5. 10^3 µL – 10.10^3 µL. Infeksi atau

penyumbatan pada saluran kemih bisa menyebabkan peningkatan jumlah

leukosit dalam urin. Selain itu berdasarkan hasil laboratorium urinalisa

warna kejernihan urin agak keruh, hal ini terjadi akibat adanya penumpukan

leukosit pada urin sebagai pertanda adanya infeksi.

2. Lansoprazole, Ondansetron dan Sucralfat

Untuk mengatasi keluhan pasien mual maka pasien mendapat terapi

kombinasi Lansoprazole 2 x 30 mg injeksi secara intravena, Ondansetron 3

x 4 mg injeksi secara intravena dan sucralfat secara oral 4 x 10 ml.

Lansoprazole merupakan golongan pompa proton inhibitor bekerja dengan

menurunkan produksi asam lambung. Ondansetron merupakan obat yang

digunakann untuk mengatasi rasa mual dan muntah. Sucralfat bekerja

dengan cara membentuk lapisan pelindung pada tukak untuk melindungi

dari infeksi dan kerusakan lebih lanjut. Pada hari ke 2 perawatan pasien

mengalami efek samping dari levofloxacin yaitu mual muntah dengan

frekuensi 2 kali, maka pasien mendapat tambahan terapi ranitidin injeksi,

dimana ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 sehingga mampu


menurunkan produksi asam lambung. Terapi yang perlu dimonitoring yaitu

penggunaan sucralfat dan lansoprazole, karena jika kedua obat tersebut

digunakan secara bersamaan maka akan menimbulkan interaksi obat,

dimana sucralfate dapat menurunkan kadar lansoprazole pada penyerapan

di gastrointestinal, maka perlu dijeda untuk pemberiannya sekitar 30 menit.

3. Paracetamol dan Dexketoprofen

Untuk mengatasi keluhan nyeri pada pasien terapi yang diberikan adalah

Paracetamol infus dan Peinlos yang berisi ibuprofen, tetapi karena adanya

kekosongan obat maka peinlos diganti dengan antinyeri yang lain yaitu

dexketoprofen sesuai persetujuan DPJP.

4. KSR

KSR digunakan untuk terapi hipokalemia. Bisa dilihat dari hasil lab jika

pasien mengalami hipokalemia dengan nilai kalium 3,5 mmol/L, nilai

normal kalium yaitu 3,6 – 5,5 mmol/L. Untuk menjaga agar pasien tidak

mengalami hipokalemia atau agar nilai kalium pada pasien bisa terkontrol

sehingga tidak rendah maka pasien mendapat terapi KSR selama perawatan.

5. Gabaxa

Gabaxa yang berisi asam amino N(2) – L alanyl – L- glutamine digunakan

sebagai penambah nutrisi untuk tubuh, karena pasien mengalami penurunan

nafsu makan, sehingga pasien membutuhkan nutrisi selain dari makanan

yang dapat menunjang kesembuhan pasien.


DRP (Drug Related Problem) yang terjadi pada pasien dapat diatasi dengan

tepat. Seperti adanya efek samping penggunaan antibiotik levofloxacin karena

pasien alergi, terapi antibiotik diganti menjadi ceftriaxone, adanya kekosongan obat

antinyeri peinlos atau ibuprofen diganti dengan golongan obat antinyeri yang lain

yaitu dexketoprofen. Dan adanya interaksi obat antara sucralfat dan lansoprazole

bisa dilakukan pemberian jeda waktu terapi pada pasien.

Pada tanggal 23 November 2023 kondisi pasien sudah mulai membaik,

namun pasien masih merasa nyeri, nyeri yang di alami pasien sudah mulai

berkurang. Berdasarkan hasil laboratorium menunjukkan nilai normal pada jumlah

leukosit terjadi penurunan yaitu 7,26. 10^3 µL hal ini menunjukkan nilai leukosit

masuk dalam rentang normal ( 5. 10^3 µL – 10.10^3 µL). Kejernihan urin pasien

juga sudah tidak keruh. Nilai kalium pada pasien sudah menunjukkan peningkatan

yaitu 4,3 mmol/L dimana nilai kalium normal yaitu 3,6 – 5,5 mmol/L.

Obat pulang yang diterima pasien yaitu Lansoprazole kapsul 30 mg yang

dikombinasikan dengan Sucralfat sirup untuk terapi lanjutan dalam penurunan asam

lambung, perlu penjelasan kepada pasien jika kedua obat tersebut harus dijeda

karena adanya interaksi obat. Paracetamol tablet 500 mg digunakan sebagai terapi

antinyeri karena pasien masih mengalami nyeri meskipun rasa nyeri sudah mulai

berkurang, perlu dijelaskan kepada pasien jika obat paracetamol hanya dikonsumsi

apabila nyeri saja, jika sudah tidak nyeri maka obat paracetamol dihentikan. Pasien

juga menerima vitamin B Kompleks digunakan sebagai suplemen yang dapat

meningkatkan imunitas dan energi sehingga dapat mempercepat pemulihan

kesehatan pada pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Bernstein, D., & P. shelov, S. 2016. Ilmu Kesehatan Anak untuk Mahsiswa
Kedoteran. jakarta: EGC.

Bono, M. J., Leslie, S. W., & Reygaert, W. C. 2022. Urinary Tract Infection. 10–
13.

Dipiro, P. L. 2020. Book Review: Pharmacotherapy: A Pathophysiologic


Approach. In Dicp (Vol. 23, Issue 1).

Fitriani, 2013. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Kemih pada Pasien
yang Terpasang Kateter Menetap Di ruang Rawat Inap RSUD Tarakan.
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Hassanudin Makasar.

Grabe M., Bartoletti R., Bjerklund J,Cai,T., Çek M., Köves B., Naber K.G., Pickard
R.S., Tenke P., Wagenlehner F., and Wullt, B., 2015, Guidelines on
Urological Infections, European Association of Urology, pp. 21-22.

Hastuti, R., & Noer, M. S. 2016. INFEKSI SALURAN KEMIH. Kumpulan


Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid 3, 3, 171.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Irawan, E. dan H. Mulyana. 2018. Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Saluran Kemih


( ISK ). Jurnal Kesehatan, 5(3), pp. 2–10.

Justin Tenney,.dkk .2017.Risk factors for aquiring multidrug- resistant organisms


in urinary tract infections: A systematic literature review. Saudi
Pharmaceutical Journal,1-7
Khabipova, N., Valeeva, L., Shaidullina, E., Kabanov, D., Vorobev, V., Gimadeev,
Z., & Sharipova, M. 2022. Antibiotic resistance of biofilm-related catheter-
associated urinary tract isolates of Pseudomonas aeruginosa.

M.Clevo Rendy, Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Penyakit Dalam Edisi 1, Nuha Medika : Yogyakarta.

Makmunah, L. 2016. Faktor Resiko Kejadian Infeksi Saluran Kemih Pada Anak di
Poli Anak RSUD Blambangan Kabupaten Banyuwangi. Skripsi. Universitas
Jember.

Maugeri, A., Lombardo, G. E., Cirmi, S., Süntar, I., Barreca, D., Laganà, G., &
Navarra, M. (2022). Pharmacology and toxicology of tannins. Archives of
Toxicology, 96(5), 1257– 1277.

Pardede, S. O. et al., 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. Jakarta,
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI) .

Pardede, S. O., 2018. Identifikasi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak :
Manifestasi Klinis dan Tata Laksana. Sari Pediatri, Volume 19, pp. 364-
374.

Paudel, L., Manandhar, N., Sah, S., Khadka, S.,Neupane, S., & Joshi, S. K.
2018.Prevalence of urinary tract infection and associated risk factors among
women in Sindhupalchowk district, Nepal. Internasional Journal Of
Community Medicine And Public Health, 5(7), 2714.

Purnomo BB .2012. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang : Sagung Seto.

Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV Sagung Seto.

Purnomo, B. B., 2014. Dasar-dasar Urologi. Malang: CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai