Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA AN.

A
DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH
DI BANGSAL ASTER RSUD MUNTILAN

ENI SULISTIYOWATI
NPM: 22.0604.0093

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit Infeksi Saluran Kemih

1. Pengertian

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan adanya infeksi yang


ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran
kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai kandung kemih dengan
jumlah bakteriuria yang bermakna (Hastuti dan Sjaifullah, 2016).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) ialah istilah umum untuk menyatakan
adanya pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih. Pertumbuhan bakteri
yang mencapai > 100.000 unit koloni per ml urin segar pancar tengah
(midstream urine) pagi hari, digunakan sebagai batasan diagnosa ISK (IDI,
2011).
2. Klasifikasi
Menurut Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak infeksi saluran
kemih pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi,
dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi
ISK asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK
dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan
saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks
(Pardede.et.al,2011).
a. ISK berdasarkan gejalanya
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK
simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan
tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik (Pardede et al,
2011).
b. ISK berdasarkan lokasi infeksi
1) Infeksi Saluran Kemih Bawah (Sistitis)
Sistitis adalah keadaan inflamasi pada mukosa buli-buli yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri penyebab infeksi saluran
kemih bawah (sistitis) terutama bakteri Escherichia coli,
Enterococcus, Proteus, dan Staphylococcus aureus yang masuk ke
buli-buli melalui uretra (Purnomo, 2011).
Gambaran klinis yang terjadi pada pasien ISK bawah, antara lain
nyeri di daerah suprapubis bersifat sering berkemih, disuria, kadang
terjadi hematuria (Imam, 2013). Penelitian yang dilakukan pada 49
anak berusia 6-12 tahun yang terbukti sistitis dengan biakan urin,
ditemukan gejala yang paling sering adalah disuria atau frekuensi
(83%) diikuti enuresis (66%), dan nyeri abdomen (39%) (Pardede,
2018).

Jumlah koloni bakteri yang ditemukan pada pasien ISK bawah


sebesar >103 cfu (colony forming unit)/mL (Grabe et al., 2013).
2) Infeksi Saluran Kemih Atas (Pielonefritis)
Pielonefritis adalah keadaan inflamasi yang terjadi akibat infeksi
pada pielum dan parenkim ginjal. Bakteri penyebab infeksi saluran
kemih atas (pielonefritis) adalah Escherichia coli, Klebsiella sp,
Proteus, dan Enterococcus fecalis (Purnomo, 2011). Gambaran klinis
yang terjadi pada pasien ISK atas, antara lain demam tinggi, nyeri di
daerah pinggang dan perut, mual serta muntah, sakit kepala, disuria,
sering berkemih (Imam, 2013). Jumlah koloni bakteri yang
ditemukan pada pasien ISK atas sebesar >104 cfu (colony forming
unit)/mL (Grabe et al., 2013).
c. ISK berdasarkan kelaianan saluran kemih
Berdasarkan kelainan saluran kemih ISK diklasifikasikan menjadi
dua macam yaitu ISK uncomplicated (sederhana) dan ISK complicated
(rumit). Istilah ISK uncomplicated (sederhana) adalah infeksi saluran
kemih pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan
struktur saluran kemih. ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran
kemih yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik atau
struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik, kelainan saluran
kemih dapat berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran
kemih, buli-buli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.kelainan ini
akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika (Purnomo,
2012).
3. Etiologi

Berbagai jenis orgnisme dapat menyebabkan ISK. Escherichia coli (80%


kasus) dan organisme enterik garam-negatif lainnya merupakan organisme
yang paling sering menyebabkan ISK: kuman-kuman ini biasanya
ditemukan di daerah anus dan perineum. Organisme lain yang menyebabkan
ISK antara lain Proteus, Pseudomonas, Klebsiella, Staphylococcus aureus,
Haemophilus, dan Staphylococcus koagulse negatif. Beberapa faktor
menyebabkan munculnya ISK di masa kanak- kanakInfeksi saluran kemih
sebagian besar disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur tetapi bakteri yang
sering menjadi penyebabnya. Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gram-
negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik ke
sistem saluran kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp,
Klebsiella, Enterobacter (Purnomo, 2014).
Selain penyebab terjadinya kejadian ISK dari berbagai jenis mikroba
terdapat banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya peningkatan
angka kejadian ISK. Faktor risiko lain yang paling sering diidentifikasi
adalah penggunaan antibiotik sebelumnya dan penggunaan katerisasi
(Tenney et al, 2017).
Faktor risiko ISK dalam penggunaan antibiotik sebelumnya disebabkan
akibat resisten terhadap berbagai obat antibiotik
(sulfamethoxazoletrimetropim) dan dalam penggunaan katerisasi, organisme
gram negatif bakteri “Pseudomonas Aeruginosa” adalah patogen yang
paling umum yang bertanggung jawab untuk pengembangan infeksi saluran
kemih diantara pasien kateter yang didapatkan dari pemasangan kateter
dalam jangka panjang, serta bisa diakibatkan juga oleh hygine kateter,
disfungsi bladder pada usia lanjut dan pemasangan kateter yang tidak sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (Irawan & Mulyana, 2018).
Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian ISK pada anak
yaitu diakibatkan oleh sebagian besar pada anak perempuan karena anatomi
uretra anak perempuan yang lebih pendek, sebagian besar pula pada anak
laki-laki karena tidak disirkumsisi, kebiasaan membersihkan genetalia yang
kurang baik, menggunakan popok sekali pakai dengan frekuensi
penggantian popok sekali pakai <4 kali perhari dan durasi penggunaan
popok yang lama, serta kebiasaan menahan buang air kecil (Makmunah,
2016).
4. Patofisiologi

Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) atau


mikroroganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak
(Purnomo, 2014). Mikroorganisme memasuki saluran kemih tersebut
melalui empat cara, yaitu:

a. Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora
normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina, preposium penis, kulit
perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui empat
tahapan, yaitu :
1) Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina
2) Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli

3) Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung


kemih
4) Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal
b. Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada ginjal
yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui peredaran darah.
c. Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik yang
menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun ini jarang terjadi.
d. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai
akibat dari pemakaian kateter
Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus dan
hidup secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit
perinium, dan sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur masuk
ke dalam saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik ke
kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal. Mikroorganisme tersebut
tumbuh dan berkembangbiak didalam saluran kemih yang pada akhirnya
mengakibatkan peradangan pada saluran kemih. Dan terjadilah infeksi
saluran kemih yang mengakibatkan (Fitriani, 2013).
ISK biasanya terjadi akibat kolonisasi daerah periuretra oleh organisme
virulen yang kemudian memperoleh akses ke kandung kemih. Hanya pada 8
minggu pertama dari 12 minggu kehidupan, ISK mungkin terjadi karena
penyebaran hematogen. Selama 6 bulan pertama kehidupan, bayi laki-laki
berisiko lebih tinggi mengalami ISK, tetapi setelah itu ISK predominan pada
anak perempuan. Suatu faktor risiko penting pada anak perempuan adalah
riwayat pemberian antibiotik yang mengganggu flora normal dan
mendorong pertumbuhan bakteri uropatogenik (Bernstein, 2016).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK pada anak bervariasi, bergantung pada usia,
tempat infeksi dalam saluran kemih, dan beratnya infeksi atau intensitas
reaksi peradangan. Menurut Pardede (2018) manifestasi klinis tersebut yaitu
a. Pada neonatus, gejala ISK tidak spesifik, seperti pertumbuhan lambat,
muntah, mudah terangsang, tidak mau makan, temperatur tidak stabil,
perut kembung, jaundice.
b. Pada bayi, gejala klinik ISK tidak spesifik dan dapat berupa demam,
nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, distensi
abdomen, penurunan berat badan, dan gagal tumbuh. Infeksi saluran
kemih perlu dipertimbangkan pada semua bayi dan anak berumur 2
bulan hingga 2 tahun dengan demam yang tidak jelas penyebabnya.
Infeksi saluran kemih pada kelompok umur ini terutama yang dengan
demam tinggi harus dianggap sebagai pielonefritis.
c. Pada anak besar, gejala klinik biasanya lebih ringan, dapat berupa gejala
lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria, urgensi, frequency,
ngompol. Dapat juga ditemukan sakit perut, sakit pinggang, demam
tinggi, dan nyeri ketok sudut kosto-vertebra. Setelah episode pertama,
ISK dapat berulang pada 30-40% pasien terutama pada pasien dengan
kelainan anatomi, seperti refluks vesikoureter, hidronefrosis, obstruksi
urin, divertikulum kandung kemih, dan lain lain.
6. Penatalaksanakan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut M. Clevo Rendy dan Margareth, T.H. (2012 : hal. 221),
pengobatan infeksi saluran kemih bertujuan untuk menghilangkan
gejala dengan cepat, membebaskan saluran kemih dari mikroorganisme
dan mencegah infeksi berulang, sehingga dapat menurunkan angka
kecacatan serta angka kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan
dengan perawatan berupa :
1) Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari bila tidak ada kontra
indikasi
2) Mencegah konstipasi
3) Perubahan pola hidup, diantaranya :
a) Membersihkan perineum dari depan ke belakang
b) Pakaian dalam tidak ketat dan dari bahan katun
c) Menghilangkan kebiasaan menahan buang air kecil
d) Menghindari kopi, alkohol
b. Penatalaksanaan Medis
Menurut ikatan dokter indonesia IDI (2011) dalam Wulandari
(2014) penatalaksanaan medis mengenai ISK antara lain yaitu melalui
medikamentosa yaitu pemberian obat-obatan berupa antibiotik secara
empirik selama 7-10 hari untuk eridikasi infeksi akut. Pemberian
analgetik dan anti spasmodik untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan oleh penderita, obat golongan venozopyiridine/pyridium
untuk meredakan gejala iritasi pada saluran kemih. Terapi
farmakologik yang dianjurkan secara empiris disesuaikan dengan pola
kuman yang ada disetiap tempat.. Pemberian obat ISK pada penderita
geriatri mengacu kepada prinsip pemberian obat pada usia lanjut,
umumnya dengan memperhitungkan kelarutan obat, perubahan
komposisi tubuh, status nutrisi (kadar albumin), dan efek samping obat
(mual, gangguan fungsi ginjal).
7. Komplikasi
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis,
dan meningitis.Komplikasi ISK jangka panjang adalah
parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal, komplikasi pada masa kehamilan
seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah
mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya parut
ginjal antara lain umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik dalam
tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih
(Pardede et al, 2011).
Sedangkan menurut Purnomo (2011), adapun komplikasi yang
ditimbulkan yaitu:
a. Pyelonefritis
Infeksi yang naik dari ureter ke ginjal, tubulus reflux urethrovesikal
dan jaringan intestinal yang terjadi pada satu atau kedua ginjal.
b. Gagal Ginjal
Terjadi dalam waktu yang lama dan bila infeksi sering berulang atau
tidak diobati dengan tuntas sehingga menyebabkan kerusakan ginjal
baik secara akut dan kronik.
8. Pathway

Akumulasi etiologi dan


faktor risiko

Kelainan Obstruksi & Mikroorganisme MK: Kurang


Kongenital gangguan pengetahuan
neurogenik

Fungsi Reflek Kurang personal


kutub Kelainan
pengaliran tidak hygine saluran
uretrove anatomi lancar kemih bawah
sikuler Urine statis di Uretra
Ureter VU
sempit

Penimbunan Distensi, Nyeri


cairan & kuman pinggang

Aliran balik
Reflek renointestin

Perkembangan kuman
Infeksi Saluran Kemih Mual, muntah,
anoreksia
MK: Kekurangan
volume cairan
Respon peradangan

Rasa sakit & panas Kandung kemih tidak


pada simpisis, dysuria MK: kuat menampung urine
Hipertermi Polakisuria,
urgensi
MK: Nyeri Akut MK: Gangguan
eliminasi urin

Gambar 2.1: Pathway Infeksi Saluran Kemih (ISK) Sumber: (Amin


Hardi, 2015)
9. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit


esterase, protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk
kemungkinan adanya bakteriuria, leukosituria biasanya ditemukan pada
anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK simtomatik, tetapi
tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat
juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril
perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia
sp., dan Ureaplasma urealitikum. Neutrophil gelatinase associated
lipocalin urin (uNGAL) dan rasio uNGAL dengan kreatinin urin
(uNGAL/Cr) merupakan petanda adanya ISK. Peningkatan uNGAL dan
rasio uNGAL/Cr > 30 ng/mg merupakan tanda ISK (Pardede, 2018).
Parameter pemeriksaan urine yang utama digunakan sebagai
pemeriksaan skrining dan penunjang diagnosa infeksi saluran kemih
adalah leukosit esterase dan nitrit (Gaw, A dkk, 2011). Dan Menurut
Roring, A.G dkk (2016) bahwa salah satu parameter yang bermakna
dalam mendiagnosis ISK adalah jumlah leukosit dalam sedimen urine
b. Pemeriksaan darah
Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju
endap darah (LED), C-Reactive Protein (CRP) yang positif, merupakan
indikator non-spesifk ISK atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat
digunakan sebagai prediktor yang valid untuk pielonefritis akut pada
anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection) dan skar ginjal.
Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi.
Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β)
meningkat pada fase akut infeksi, termasuk pada pielonefritis akut
(Pardede, 2018).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Kemih
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam mengumpulkan data
tentang individu, keluarga, dan kelompok. Proses pengkajian anak dengan
infeksi saluran kemih menurut Cempaka (2018) sebagai berikut:
a. Identitas pasien

Berisikan nama, umur, jenis kelamin, alamat, diagnosa medis dan tanggal
masuk serta tanggal pengakajian dan identitas penanggung jawab.

b. Keluhan utama
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan
pasien, biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien
biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing
dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit tidak enak di
suprapubik. Dan biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan
klien biasanya sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil,
rasa tidak enak atau nyeri pinggang.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan pasien,
biasanya jika klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien biasanya
berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air
kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapubik. Dan
biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien biasanya
sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak
atau nyeri pinggang.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Pada pengkajian biasanya di temukan kemungkinan penyebab infeksi
saluran kemih dan memberi petunjuk berapa lama infeksi sudah di alami
klien.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan riwayat kesehatan keluarga yang biasanya dapat meperburuk
keadaan klien akibat adanya gen yang membawa penyakit turunan seperti
Diabetes Mellitus, hipertensi. ISK bukanlah penyakit turunan karena
penyakit ini lebih disebabkan dari anatomi reproduksi, higiene seseorang
dan gaya hidup seseorang, namun jika ada penyakit turunan di curigai
dapat memperburuk atau memperparah keadan klien.
4) Riwayat psikososial
Adanya kecemasan, mekanisme koping menurun dan kurangnya
berinteraksi dengan orang lain sehubungan dengan proses penyakit.
Adakah hambatan dalam interaksi sosial dikarenakan adanya
ketidaknyamanan (nyeri hebat).
5) Riwayat kesehatan lingkungan.
Lingkungan kotor dapat menyebabkan berkembang biaknya penyakit
seperti stafilokok, juga kuman lainnya yang dapat menyebabkan
terjadinya ISK.
6) Riwayat imunisasi
Bagaimana riwayat imunisasi anak sejak anak lahir sampai dengan usia
saat ini.
7) Riwayat tumbuh kembang
Data tumbuh kembang dapat diperoleh dari hasil pengkajian dengan
mengumpulkan data tumbang dan dibandindingkan dengan ketentuan-
ketentuan perkembangan normal. Perkembangan motorik, perkembangan
bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan emosional,
perkembangan kepribadian dan perkembangan sosial.
8) Asesmen nyeri

Pengkajian nyeri dilakukan dengan cara PQRST : P (pemicu) yaitu faktor


yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri. Q (quality) dari nyeri,
apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat. R (region) yaitu daerah
perjalanan nyeri. S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri. T
(time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
9) Asesmen risiko jatuh

Hal ini perlu dikaji terkait dengan usia anak, kondisi kesehatan anak, dan
anak yang berada ditempat tidur memiliki risiko jatuh yang tinggi.
10) Pola kebiasaan

a) Nutrisi

Frekuensi makan dan minum berkurang atau tidak dikarenakan bila


adanya mual dan muntah. Apakah terdapat nafsu makan
menurun. Bagaimana keadaan nafsu makan anak sebelum dan sesudah
sakit.
b) Cairan

Bagaiamana kebutuhan cairan selama 24 jam, apa saja jenis minuman


yang dikonsumsi, dan berapa frekuensi minum dalam 24 jam. Bagaimana
intake dan ouput cairan.
c) Eliminasi

Buang air besar ada keluhan atau tidak, adakah dysuria pada buang air
kecil, bagaimana frekuensi miksi bertambah atau berkurang. Adakah
nyeri pada bagian suprapubik. Bagaimana bau urine pasien adakah bau
kekhasan, bagaimana warna air kencingnya, bagaimana karakteristik
urine, dan bagaimana volume urine sebelum dan setelah sakit.
d) Istirahat dan tidur

Adakah gangguan tidur karena perubahan pola buang air kecil, atau
adanya rasa nyeri dan rasa mual muntah.
e) Personal Hygine

Bagaimana personal hygine pasien ditinjau dari pola mandi, gosok gigi,
mencuci rambut, dan memotong kuku.
f) Aktivitas atau mobilitas fisik
Pergerakan terbatas atau tidak dalam melaksanakan aktivitasnya, apakah
memerlukan bantuan perawat dan keluarga.
g) Olahraga
Bagaimana kegiatan fisik keseharian dan olahraganya.
h) Rekreasi
Bagaimana kegiatan untuk melepas penat yang dilakukan.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan fisik head to toe
yaitu pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung kepala hingga ujung
kaki. Pemeriksaan ini meliputi:
1) Kepala

Mengetahuii turgor kulit dan tekstur kulit dan mengetahui adanya lesi
atau bekas luka.
-Inspeksi : lihat ada atau tidak adanya lesi, warna kehitaman atau
kecoklatan, edema, dan distribusi rambut kulit.
-Palpasi : diraba dan tentukan turgor kulit elastik atau tidak, tekstur
kepala kasar atau halus, akral dingin atau hangat.
2) Rambut
Mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut dan untuk
mengetahui mudah rontok dan kotor.

a) Inspeksi : distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak,


bercabang atau tidak.
b) Palpasi : mudah rontok atau tidak, tektur kasar atau halus.
3) Wajah
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan untuk mengetahui luka
dan kelainan pada kepala.
a) Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan kiri
berbeda atau missal lebih condong ke kanan atau ke kiri, itu
menunjukkan ada parase/kelumpuhan.
b) Palpasi : cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon nyeri
dengan menekan kepala sesuai kebutuhan
4) Mata
Mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan penglihatan visus dan
otot-otot mata), dan juga untuk mengetahui adanya kelainan atau
pandagan pada mata. Bila terjadi hematuria, kemungkinan
konjungtiva anemis.
a) Inspeksi : kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera : merah atau konjungtivitis,
ikterik/indikasi hiperbilirubin atau gangguan pada hepar, pupil :
isokor, miosis atau medriasis.
b) Palpasi : tekan secara rinagn untuk mengetahui adanya TIO
(tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras)

(pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus) kaji adanya nyeri


tekan.
5) Telinga
Mengetahui kedalaman telinga luar, saluran telinga, gendang
telinga.
a) Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran
bentuk, kebersihan, lesi.
b) Palpasi : tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan
kelenturan kartilago.
6) Hidung
Mengetahui bentuk dan fungsi hidung dan mengetahui adanya
inflamasi atau sinusitis.

a) Inspeksi : apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi,


apakah ada secret.
b) Palpasi : apakah ada nyeri tekan massa.
7) Mulut dan gigi
Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan untuk
mengetahui kebersihan mulut dan gigi.
a) Inspeksi : amati bibir apa ada kelainan kongenital (bibir
sumbing)warna,kesimetrisan, kelembaban pembengkakan,
lesi, amati jumlah dan bentuk gigi, berlubang, warna plak dan
kebersihan gigi.
b) Palpasi : pegang dan tekan darah pipi kemudian rasakan ada
massa atau tumor, pembengkakan dan nyeri.
8) Leher
Menentukan struktur imtegritas leher, untuk mengetahui bentuk dan
organ yang berkaitan dan untuk memeriksa system limfatik.
a) Inspeksi : amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut,
amati adanya pembengkakan kelenjar tiroid, amati kesimetrisan
leher dari depan belakan dan samping.
b) Palpasi : letakkan telapak tangan pada leher klien, minta pasien
menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid.
9) Abdomen
Mengetahui bentuk dan gerakan perut , mendengarkan bunyi
peristaltik usus, dan mengetahui respon nyeri tekan pada organ
dalam abdomen.
a) Inspeksi : amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya
retraksi, penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
b) Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.
c) Auskultasi : bising usus normal 10-12x/menit.
d) Perkusi : apakah perut terdapat kembung/meteorismus.

10) Dada
Mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi, irama pernafasan,
adanya nyeri tekan, dan untuk mendengarkan bunyi paru.
a) Inspeksi : amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya
retraksi interkosta, amati pergerakan paru.
b) Palpasi : adakah nyeri tekan , adakah benjolan
c) Perkusi : untuk menentukan batas normal paru.
d) Auskultasi : untuk mengetahui bunyi nafas, vesikuler,
wheezing/crecles.
11) Ekstremitas atas dan bawah
Mengetahui mobilitas kekuatan otot dan gangguan-gangguan pada
ektremitas atas dan bawah. Lakukan inspeksi identifikasi mengenai
ukuran dan adanya atrofil dan hipertrofil, amati kekuatan otot
dengan memberi penahanan pada anggota gerak atas dan bawah.
12) Kulit
Mengetahui adanya lesi atau gangguan pada kulit klien. Lakukan
inspeksi dan palpasi pada kulit dengan mengkaji kulit kering/lembab,
dan apakah terdapat oedem

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan ataupun proses keshidupan yang
dialaminya baik yang aktual maupun potensial (SDKI, 2016). Dalam
penelitian ini diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dengan anak
dengan infeksi saluran kemih yang disadur dalam SDKI (2016) adalah:
a. Nyeri akut
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari tiga bulan.
2) Batasan karakteristik
Mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis.
waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas
berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik
diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaforesis.
3) Faktor yang berhubungan
Agen pencedera fisiologis (inflamasi), dan agen pencedera fisik
(mis. prosedur operasi).
b. Hipertermi
1) Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
2) Batasan karakteristik
Suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi,
takipnea, dan kulit terasa hangat.
3) Faktor yang berhubungan
Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit (infeksi),
ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan.

c. Gangguan eliminasi urine


1) Definisi
Disfungsi eliminasi urine.
2) Batasan karakteristik
Desakan berkemih (urgensi), urin menetes (dribbling), sering
buang air kecil, nokturia, mengompol, enuresis, distensi kandung
kemih, berkemih tidak tuntas (hesistancy), atau volume residu urin
meningkat.
3) Faktor yang berhubungan
Penurunan kapasitas kandung kemih, iritasi kandung kemih,
penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih, efek tindakan medis dan diagnostik (misal

operasi ginjal, operasi saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan),


kelemahan otot pelvis, ketidakmampuan mengakses toilet
(misalnya imobilisasi), hambatan lingkungan, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan elimiasi, outlet kandung kemih
tidak lengkap (misalnya anomali saluran kemih kongenital), dan
imaturitas (pada anak usia <3 tahun).
d. Hipovolemi
1) Definisi
Penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau
intraselular.
2) Batasan karakteristik
Frekuensi nadi meningkat, nadi terasa lemah, turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, suhu tubuh meningkat, konsentrasi urine meningkat,
merasa lemah, dan mengeluh haus.
3) Faktor yang berhubungan
Kehilangan cairan aktif dan kekurangan intake cairan.

e. Defisit pengetahuan
1) Definisi
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu (terkait penyakit infeksi saluran kemih, cara
cebok yag benar, pencegahan infeksi saluran kemih).
2) Batasan karakteristik
Menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah, menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukkan
perilaku berlebihan (mis. agitasi, apatis, histeria)
3) Faktor yang berhubungan
Kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi, kurang
minat dalam belajar, kurang mampu mengingat, dan ketidaktahuan
menentukan sumber informasi.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan panduan dalam melakukan intervensi
keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman,
efektif dan etis (SIKI, 2018). Perencanaan keperawatan yang sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan yaitu sebagai berikut:
a. Nyeri Akut

Tujuan
Tujuan keperawatan tingkat nyeri menurut (SLKI, 2018, L.08066,
hal 145) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...
diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
a) Keluhan nyeri menurun 0-1
b) Meringis menurun
c) Gelisah menurun
d) Kesulitan tidur menurun
e) Frekuensi nadi membaik (70-120x/menit sesuaikan dengan usia
anak)
f) Pola napas membaik (18-25x/menit, sesuaikan dengan usia
anak)
2) Perencanaan
Manajemen Nyeri (SIKI, 2018, I.08238, hal 201) Observasi:
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri (kaji PQRST).
b) Identifikasi respon nyeri non verbal
c) Identifikasi skala nyeri Terapeutik:

a) Kontrol lingkungan dan posisi yang aman dan nyaman (batasi


pengunjung, kontrol suhu ruangan, dan ciptakan suasana yang
tidak berisik)
b) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam penentuan intervensi
Edukasi: Ajarkan teknik relaksasi napas dalam Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Hipertermi
1) Tujuan
Tujuan keperawatan untuk termoregulasi menurut (SLKI, 2018,
L.14134, hal 129) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ... diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria hasil:
a) Suhu tubuh membaik (36,5o – 37,25o C)
b) Suhu kulit membaik
c) Menggigil menurun
2) Perencanaan
Manajemen Hipertermi (SIKI, 2018, I.15506, hal 181) Observasi:
a) Identifikasi penyebab hipertermi
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor haluaran urine

Terapeutik:
a) Berikan cairan oral (minum yang cukup yaitu 1,5 -1,7 liter per
hari.
b) Berikan kompres hangat
c) Berikan selimut tipis bila anak mengigil Edukasi :
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan untuk melonggarkan pakaian atau menghindari
pakaian yang tebal
Kolaborasi:
a) Kolaborasi pemberian antipiretik
b) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
c. Gangguan eliminasi urine
1) Tujuan
Tujuan keperawatan gangguan eliminasi urin menurut (SLKI, 2018,
L.04034, hal 24) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama … gangguan eliminasi urin dapat membaik, dengan kriteria
hasil :
a) Mengompol menurun
b) Karakteristik urin membaik (warna kuniing jernih, bau tidak
menyengat, jumlah urin output 400-800cc/hari)
c) Frekuensi buang air kecil membaik (5-7x/24 jam

d) Desakan berkemih (urgensi) menurun


e) Disuria menurun
2) Perencanaan
Manajemen eliminasi urine (SIKI, 2018, I.04152, hal 175)
Observasi:
a) Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine

b) Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensa


urine
c) Monitor eliminasi urine (frekuensi, konsistensi, aroma, volume,
dan warna)
Terapeutik:
a) Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
b) Catat waktu-waktu dan haluran berkemih Edukasi:
a) Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
b) Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
c) Anjurkan minum yang cukup (1,5-2 liter), jika tidak ada
kontraindikasi
d) Ajarkan mengambil sample urine midstream

d. Hipovolemi
1) Tujuan
Tujuan keperawatan cairan tubuh menurut (SLKI, 2018, L.03028, hal
107) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … status cairan
membaik, dengan kriteria hasil :
a) Intake cairan membaik
b) Turgor kulit meningkat
c) Perasaan lemah menurun
2) Perencanaan
Manajemen hipovolemi (SIKI, 2018, I.03116, hal 184) Observasi:
a) Periksa tanda dan gejala hipovolemi
b) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik: Berikan asupan caira oral, minum 1,5 liter – 2 liter
Edukasi: Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian caian IV isotonis atau hipotonis

e. Defisit pengetahuan
1) Tujuan
Tujuan keperawatan tingkat pengetahuan menurut (SLKI, 2018,
L.12111, hal 146) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama … jam diharapkan tingkat pengetahuan membaik dengan
kriteria hasil :

a) Perilaku sesuai anjuran meningkat


b) Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
d) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang ISK meningkat
e) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
f) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
2) Perencanaan
Edukasi Kesehatan (SIKI, 2018, I.12383, hal 65) Observasi:
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik:
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi:
a) Edukasi faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
terkait infeksi saluran kemih. Edukasi cara cebok yang benar,
edukasi kebiasaan menahan buang air kecil, edukasi minum air
putih perhari min. 2 liter/hari.
b) Ajarkan PHBS

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri
atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan
tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau
mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudia mengakhiri tahap implementasi
dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
tindakan tersebut (Kozier, 2011).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara yang berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga
dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan
pasien dalam mencapai tujuan tindakan yang disesuaikan pada kriteria hasil
dalam tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
NIC–NOC. Yogyakarta: Mediaction

Aryawan, K. Y., & Purnamayanti, N. K. D. (2020). Studi Kasus: Manajemen Nyeri


pada Klien Infeksi Saluran Kemih di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum
Negara. Jurnal Kesehatan Midwinerslion, 5(1).

Aulia, D., Lidya, A., dalam Alwi, I., Setiati, S., Simadibrata, M., Sudoyo, A.W. (2014).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6, jilid 1. Jakarta: Internal Publishing.

Ayu, E.I. (2015). Kompres Air Hangat Pada Daerah Aksila dan Dahi Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh pada Pasien Demam di PKU Muhammadiyah Kutoarjo.
Jurnal Ners dan Kebidanan vol 3 No.1, 10-14.

Bernstein, Daniel dan Shelov, S.P. (2016). Ilmu Kesehatan Anak untuk Mahasiswa
Kedokteran, Ed.3. Jakarta: EGC.

Budiono. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Konsep Dasar


KeperawatAn.Aakarta: Badan Pengembagan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan.

Cempaka, C. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. S Dengan Infeksi Saluran Kemih
Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr. achmad Mochtar Bukittingi Tahun 2018
(Doctoral dissertation, STIKes PERINTIS PADANG).

Clevo, M.R., dan Margareth, T.H. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Dewi, A.K. (2016). Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres Hangat
Dengan Tepid Sponge Bath pada Anak Demam. Jurnal keperawatan
Muhammadiyah, 1 (1). 63-71. Diakses pada 17 April 2021 dari
http://journal.um-surabaya.ac.id
Depkes RI. (2014). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Dinkes Bantul. (2018). Profil Kesehatan Kabupaten Bantul 2018. Yogyakarta:
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.

Erna, I dan Mulyana, H. (2018). Prosiding Seminar Nasional dan Diseminasi


Penelitian Kesehatan “Faktor-faktor Penyebab Infeksi Saluran Kemih”.
Tasikmalaya: Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STIKes
Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.

Gaw, A., Murphy, M.J, Cowan, R.A., O’Reilly, D.St.J., Stewart M.J., James, S. (2011).
Biokimia Klinis, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Grabe, M., Botto, H., Wullt B., Cek M., Naber, K.G., Pickard, R.S., Wagenlehner,
F., and Wullt, B. (2013). Guidelines on Urological Infections, European
Association of Urology, pp. 15-16.

Hastuti, R., & Noer, M. S. (2016). INFEKSI SALURAN KEMIH. Kumpulan Makalah
Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid 3, 3, 171.

Herlina, S., & Mehita, A. K. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi
Saluran Kemih Pada Pasien Dewasa Di RSUD Kota Bekasi. Jurnal
Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 2(2).

Husnizal, F. (2016). Gambaran Mikroskopik Urin Berdasarkan Sampel Aliran Tengah


dan Bukan Aliran Tengah (Aliran Pertama) pada Pasien Diabetes Melitus.
Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah. Ciamis

Imam, R. (2013). Panduan Penatalaksanaan Infeksi pada Traktus Genitalis dan


Urinarius. Jakarta: EGC.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., dan Snyder, S.J. (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik Edisi 7 Volume 1 alih bahasa Karyuni,
et.al. Jakarta: EGC.
Manurung S. (2011). Keperawatan Profesional. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Mintarsih, S., & Nabhani, N. (2016). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Nyeri Laki dan Perempuan Post Operasi. The 3rd Universty
Research Colloquium 2016 ISSN 2407-9189.

Noer, M.S., Soemyarso, N.A., Subandiyah, K., Prasetyo, R.V., Alatas, H., Tambunan,
T., et.al. (2011). Kompendium Nefrologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Nuari, N.A., dan Widayati D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.

Pardede, S.O., Tambunan, T., Husein, A., Trihono, P.P., Hidayati, E.L. (2011).
Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Pardede, S.O. (2015). Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Diakses dari
https://www.idai.or.id tanggal 15 Januari 2021

Pardede, S. O. (2018). Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi
Klinis dan Tata Laksana. Sari Pediatri, 19(6), 364-374.

Patasik, C., K., Tangka, C., &Rottie, J. (2013). Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Dan Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Sectio Caesare Di Irina D Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Ejurnal keperawatan (e-Kp) Volume 1.Nomor 1.Diakses 17 April 2021 dalam
https://ejournal.unstrat.ac.id/indeks.php/jkp/article/viewFile/

Purnomo, B.B. (2011). Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV Sagung Seto.

Purwanto, Hadi. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan


Medikal Bedah II. Jakarta: Badan Pengembagan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan.

Ritonga, E. P. (2018). Upaya Pencegahan Infeksi Saluran Kemih oleh Perawat pada
Pasien Terpasangnya Kateter di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
MedAn.Aurnal Ilmiah Keperawatan Imelda, 4(1), 431-436.

Roring, A.G., Umboh, A., Wilar, R. (2016). Hubungan Eneuresis dengan Kejadian
Leukosituria pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnale-clinic Volume 4 Nomor 1.

Seputra, K.P., Tarmono., Noegroho, B.S,. Mochtar, C.A., Wahyudi, I., Renaldo, J.,
et al. (2015). Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih pada
Pria. Surabaya: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

Soegijanto, Soegeng. (2016). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di


Indonesia Jilid 3. Surabaya: Airlangga University Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.

Tjay T.H. & Rahardja K. (2015). Obat - obat penting (Edisi VII). Jakarta: Elex Media
Komputindo.

Triwono, G., Oka, A. A. G., Permatasari, D., & Ryalino, C. (2019). Procalcitonin and
white blood cell as predictors of urosepsis in urinary tract obstruction patients

at Sanglah Hospital Denpasar. Neurologico Spinale Medico Chirurgico, 2(2),


27-29. Diakses pada 17 April 2021 dari https://doi.org/10.36444/nsmc.v2i2.7

Tusino, A., & Widyaningsih, N. (2018). Karakteristik Infeksi Saluran Kemih Pada
Anak Usia 0-12 Tahun di RS X Kebumen Jawa Tengah. Biomedika, 9(2).

Wahyudi, Irfan. (2015). Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan


Genitalia Pria 2015:Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: IAUI

World Health Organization (WHO). (2013). Kesehatan Reproduksi Wanita Infeksi


Saluran kemih (ISK). Jakarta: Salemba Medika

Wulandari, Mia. (2014). Asuhan Keperawatan pada An.H dengan Infeksi Saluran
Kemih (ISK) di Ruangan Kanthil RSU Banyumas (Diploma thesis, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto).

Yanti, R. I., & Warsito, B. E. (2013). Hubungan karakteristik perawat, motivasi, dan
supervisi dengan kualitas dokumentasi proses asuhan keperawatAn.Aurnal
Manajemen Keperawatan, 1(2).
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. A

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN DI BANGSAL ASTER RSUD SLEMAN

1. Pengkajian
a) Pengkajian demografi:
1) Data Pasien :
 Nama : An. A
 Usia : 7 tahun 9 bulan ( pengkajian tgl 21 /3/2023)
 No. Rekam medis : 374XXX
2) Informasi orang tua
 Nama : Ny. Us
 Usia : 31 tahun
 tanggal lahir : 28/12/1992
 pekerjaan :IRT
 Alamat : Dukun , Magelang
3) Kebiasaan budaya (terkait dengan masalah kesehatan)
Apabila badan sakit , anak dibawa ke dukun untuk pijat. Tetapi apabila sakit dengan
demam, ibu membawa ke fasilitas kesehatan tersekat

b) Riwayat kesehatan
1) Alergi : Tidak ada riwayat alergi pada orangtua ataupun anak
2) Riwayat penyakit sebelumnya: Batuk pilek biasa kemudian sembuh.
3) Trauma/ hospitalisasi : Klien belum pernah mondok.
4) Riwayat pembedahan : tidak ada riwayat pembedahan pada klien
5) Riwayat kelahiran: klien lahir secara normal dengan berat badan 3000 gr. Lahir langsung
menangis dan dilakukan IMD.
6) Perkembangan:
Usia klien 7 tahun 9 bulan, saat ini perkembangan sesuai dengan usia klien. Tidak ada
perkembangan anak . Riwayat berjalan dan berbicara usia 1 tahun
7) Riwayat kesehatan keluarga/ penyakit keturunan:
Ada riwayat keluarga yaitu hipertensi, DM dan kholesterol pada nenek klien .

c) Kesehatan saat ini


1) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak, meliputi:

- Pemeriksaan antropometri

BB: 20,5 kg LK : 50 LP : 55

TB : 123 cm LLA : 17 LD: 58

- Penilaian status gizi (Z-score, Percentile, BMI)

IMT anak : 20,5/ 1,5129 = 13,55kg/m2  -3 SD s/d -1 SD  gizi baik ( normal )

- Pengkajian perkembangan daya lihat normal , daya dengar normal, mental emosional normal.

Perkembangan sesuai .

Pengkajian domain Nanda


1. HEALTH PROMOTION
a. Kesehatan Umum:
- Alasan masuk rumah sakit:
Pasien dari IGD dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS , ada mual , ada muntah sejak 3
hari ini. Muntah sehari 3x, semalam batuk. Saat ini klien dirawat di bangsal aster, masih
demam terakhir subuh, pusing tidak mau makan dan sakit perut
- Tekanan darah : 103/66 mmHg
- Nadi : 96x/menit
- Suhu : 36,7°C
- Respirasi : 28 x/menit
- SPO2 : 99%

b. Riwayat masa lalu (penyakit, kecelakaan,dll):


Klien belum pernah opname karena penyakit atau kecelakaan .
c. Riwayat pemberian ASI
ASI diberikan secara Direct Breastfeeding
d. Riwayat pengobatan
No Nama obat/jamu Dosis Keterangan
1. Pamol 1 sendok Per oral

e. Kemampuan mengontrol kesehatan:


- Yang dilakukan bila sakit :
Orang tua pasien membawa ke bidan./ faskes terdekat.
- Pola hidup (konsumsi/alkohol/olah raga, dll)
Pasien tidak minum alkohol
f. Faktor sosial ekonomi (penghasilan/asuransi kesehatan, dll):
Pasien belum bekerja, klien mondok dengan jaminan umum dikarenakan keluarga tidak
memiliki bpjs .
g. Kolaborasi pemberian obat:
NoNo. Nama obat Dodosis golongan Indikasi Ca cara
pemberian
1. Ceftriaxon 1gr/24 jam Ceftriaxon membunuh bakteri penyebab IV
infeksi dengan cara
menghambat pembentukan
dinding sel bakteri.
2. Ondansetron 2mg Ondansetron Antiemetik IV
k/p 2mg
3. Sanmol 250-300 mg Paracetamol analgetik (pereda nyeri) dan IV
antipiretik (penurun demam)
4. ranitidine 20mg/12 j Ranitidine penghambat histamin, yang IV
HCL 150 mg bekerja dengan memblokir
histamin yang merangsang
pelepasan asam lambung
5. Infus D5 IV
1/2NS

h. Riwayat imunisasi (pada anak):


Jenis Ke-1 Ke-2 Ke-3
Imunisasi
BCG Umur : 1 bulan
Oleh :bidan
Komplikasi :tidak ada
Hepatitis Umur : 0 hari Umur : Umur :
B0 Oleh :bidan Oleh : Oleh :
Komplikasi :ti Komplikasi : Komplikasi :
dak ada
DPT-HB- Umur : 2 Umur :3 Umur : 4 bulan
HIB bulan bulan Oleh : bidan
Oleh : bidan Oleh :bidan Komplikasi :
Komplikasi : Komplikasi : Tidak ada
demam Tidak ada
Polio tetes Umur :1 bulan Umur :2 Umur : 3bulan
(opv) 2 minggu bulan Oleh :bidan
Oleh :bidan Oleh :bidan Komplikasi :
Komplikasi :ti Komplikasi :
dak ada tidak ada

PCV Lengkap
Imunisasi Jelaskan :- immunisasi pada pasin sudah
lain yang lengkap
pernah
dijalani

2. NUTRITION
a. A (Antropometri) meliputi BB, TB, LK, LD, LILA, IMT:

b. BB: 20,5 kg LK : 50 LP : 55

c. TB : 123 cm LLA : 17 LD: 58


d.
1) BB biasanya: 21,5 kg dan BB sekarang: 20,5
2) Tinggi badan : 123cm
3) Lingkar perut : 55 cm
4) Lingkar kepala : 43 cm
5) Lingkar dada : 58 cm
6) Lingkar lengan atas : 17cm
7) IMT : 13,55kg/m2
e. B (Biochemical) meliputi data laboratorium yang abormal:
Eritrosit, hb , hematokret , trombosit , neutrofil, limfosit, monosit , eosinofil, basofil ,
f. C (Clinical) meliputi tanda-tanda klinis rambut, turgor kulit, mukosa bibir, conjungtiva
anemis/tidak:
Warna rambut : Hitam
Turgor kulit: Kembali cepat
Mukosa bibir : lembab
Conjungtiva : sub anemis
g. D (Diet) meliputi nafsu, jenis, frekuensi makanan yang diberikan selama di rumah sakit:
Makan berkurang, ( masih mengeluh mual) , makansedikit , hanya habis 1/3 porsi RS.
Frekuensi : sehari 3x , porsi RS
h. E (Energy) meliputi kemampuan klien dalam beraktifitas selama di rumah sakit:
Aktivitas klien masih tergantung oleh orangtua
i. F (Factor) meliputi penyebab masalah nutrisi: (kemampuan menelan, mengunyah,dll)
Kemampuan klien mengunyah dan menelan baik . tapi hanya bisa masuk 2 sendok porsi RS .
j. Penilaian Status Gizi
Dari hasil IMT menunjukkan bahwa pasien dengan normoweight, tidak height, dan gizi baik.
k. Pola asupan cairan
Pasien minum air putih 200 cc , selama jam 06.00 s.d jam pengkajian jam 11.00
l. Cairan masuk ( jam 06- 12)
Infus asering 41 cc , minum sedikit 200cc, air metabolisme 30,75/ 6 jam .
m. Cairan keluar
BAK : 200cc
IWL : 48,68 cc/ 6 jam
n. Penilaian Status Cairan (balance cairan)
Masuk ( 576,5 – 248 )= + 328,68
o. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : terlihat kulit abdomen pasien tidak terdapat skar, kemerahan dan
ekimosis.
Auskultasi : bising usus pasien terdengar 4 x/menit
Palpasi : tidak terdapat massa pada abdomen, nyeri saat dilakukan penekanan pulsasi
pada abdomen kiri bawah skala 2
Perkusi : tidak terdapat bunyi timpani dan bunyi pekak.

3. ELIMINATION
a. Sistem Urinary
1) Pola pembuangan urine (Frekuensi , jumlah, ketidaknyamanan)
Sebelum sakit , klien suka menahan kencing , sehari 6 x/ hari . saat sakit klien hanya 4 x
saja. Frekuensi BAK : 4x/hari
Ketidaknyamanan : Tidak ada
2) Riwayat kelainan kandung kemih : Tidak ada
3) Pola urine (jumlah, warna, kekentalan, bau)
Urine 200 cc , warnah jernih kuning muda,
Kekentalan: Dalam batas normal
Bau : Khas urine
4) Distensi kandung kemih/retensi urine : Tidak ada

b. Sistem Gastrointestinal
1) Pola eliminasi
Frekuensi BAB : terakhir 5 hr yll
2) Konstipasi dan faktor penyebab konstipasi : konstipasi 5 hari belum bab oleh karena
kurang asupan nutrisi dan tirah baring .
c. Sistem Integument
1) Kulit (integritas kulit / hidrasi/ turgor /warna/suhu)
Turgor kulit : kembali cepat
Warna : Sawo matang
Suhu : jam 04.00 suhu 38,3C . mukosa bibir kering

4. ACTIVITY/REST
a. Istirahat/tidur
1) Jam tidur : anak tidur kurang pulas , di RS hanya 4-5 jam , karena sakit saat
demam.
2) Insomnia : saat demam saja
3) Pertolongan untuk merangsang tidur: diberikan pamol oleh perawat, setelah badan
terasa enak, klien tertidur .

b. Aktivitas
1) Kebiasaan olah raga : Jarang
2) ADL
a) Makan : dibantu keluarga
b) Toileting : Dibantu keluarga
c) Kebersihan : Dibantu keluarga
d) Berpakaian : Dibantu keluarga
3) Bantuan ADL : Tidak ada
4) Resiko untuk cidera : tidak ada , skore humpty dumpty 9
c. Cardio respons
1) Penyakit jantung : Tidak ada
2) Edema esktremitas : Tidak ada

3) Tekanan darah dan nadi


a) Berbaring : 103/66 mmHg
b) Duduk :-
4) Tekanan vena jugularis : Tidak teraba dan tidak terlihat Vena jugularis

5) Pemeriksaan jantung
a) Inspeksi : tidak terdapat memar dan benjolan pada jantung
b) Palpasi : tidak terdapat getaran, tidak ada nyeri tekan
c) Perkusi : terdengar suara redup
d) Auskultasi : terdengar suara jantung reguler di S1 dan S2

d. Pulmonary respon
1) Penyakit sistem nafas : bronkhitis
2) Penggunaan O2 : tidak
3) Kemampuan bernafas : efektif
4) Gangguan pernafasan (batuk, suara nafas, sputum, dll) : Tidak ada
5) Pemeriksaan paru-paru
a) Inspeksi : tidak terdapat memar, ekspansi paru simetris bentuk dada
normal
b) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, coval fremitus normal
c) Perkusi : terdengar suara sonor
d) Auskultasi : terdengar ronkhi paru kanan dan kiri vesikuler

5. PERCEPTION/COGNITION
a. Orientasi/kognisi
1) Tingkat pendidikan : SD
2) Kurang pengetahuan : tidak ada
3) Pengetahuan tentang penyakit : keluarga klien sudah paham dengan penyakit klien
4) Orientasi (waktu, tempat, orang) : baik
b. Sensasi/persepi
1) Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
2) Sakit kepala : saat demam , skala 2
3) Penggunaan alat bantu : tidak ada
4) Penginderaan : Dalam batas normal

c. Communication
1) Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
2) Kesulitan berkomunikasi : Tidak ada

6. SELF PERCEPTION
a. Self-concept/self-esteem
1) Perasaan cemas/takut : Tidak ada
2) Perasaan putus asa/kehilangan : Tidak ada
3) Keinginan untuk mencederai : Tidak ada
4) Adanya luka/cacat : terdapat tusukan infus di tangan kanan

7. ROLE RELATIONSHIP
a. Peranan hubungan
1) Status hubungan : Anak
2) Orang terdekat : Orang tua
3) Perubahan konflik/peran : Tidak ada
4) Perubahan gaya hidup : Tidak ada
5) Interaksi dengan orang lain : Baik

8. SEXUALITY
a. Identitas seksual
1) Masalah/disfungsi seksual : Tidak ada

9. COPING/STRESS TOLERANCE
a. Coping respon
1) Rasa sedih/takut/cemas : takut hanya disuntik saja
2) Kemampuan untuk mengatasi : Pasien memerlukan bantuan orang lain
3) Perilaku yang menampakkan cemas : Tidak ada
10. LIFE PRINCIPLES
a. Nilai kepercayaan
1) Kegiatan keagamaan yang diikuti : shalat jamaah dan TPQ
2) Kemampuan untuk berpartisipasi : baik
3) Kegiatan kebudayaan :-
4) Kemampuan memecahkan masalah : diwakilkan orang tua

11. SAFETY/PROTECTION
a. Alergi : Tidak ada
b. Penyakit autoimune : Tidak ada
c. Tanda infeksi : Tidak ada , tusukan infus tidak kemerahan
d. Gangguan thermoregulasi : rontgent bronkhitis, demam naik turun, neutrofil
high, basofil high.
e. Gangguan/resiko (komplikasi immobilisasi, jatuh, aspirasi, disfungsi neurovaskuler
peripheral, kondisi hipertensi, pendarahan, hipoglikemia, Sindrome disuse, gaya hidup yang
tetap)
Resiko perdarahan karena trombosit turun.
12. COMFORT
a. Kenyamanan/Nyeri
1) Provokes (yang menimbulkan nyeri) : ketika demam
2) Quality (bagaimana kualitasnya) : -tertusuk
3) Regio (dimana letaknya) : - suprapubik
4) Scala (berapa skalanya) :2
5) Time (waktu) : saat demam saja
b. Rasa tidak nyaman lainnya : klien tampak rewel , suara nafas grog2,
menetek sebentar2 dilepas
c. Gejala yang menyertai : Tidak ada

13. GROWTH/DEVELOPMENT
a. Pertumbuhan :
Baik , gizi normal
b. Perkembangan
Klien tidak ada gangguan perkembangan .

c. KPSP/DDST
Tidak terkaji

A. DATA LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL HASIL HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI RUTIN 19/3/2023 19/3/2023 21/3/2023
07.41 19.34 10.41
LEUKOSIT 19,31 12.90 5.64 RIBU/UL 4.79 – 11.34

ERITROSIT 4.39 3.77 3.47 10*6/UL 4.11 – 5.55

HEMOGLOBIN 12.3 10.8 9.7 GR/DL 10.85 – 14.9

HEMATOKRIT 34.8 29.5 27.8 % 34 – 45.1

TROMBOSIT 152 115 101 RIBU/UL 216 – 541

MPV 5.9 6.1 8.0 FL 7.2 – 11.1

INDEX ERITROSIT

RDW – CW 11.5 11.4 11.8 % 11.3 – 14.6

MCV 79,3 78.3 80.1 FL 71.8 – 92

MCH 27.9 28.6 28.0 PG 24.2 – 31.2

MCHC 35.2 36.5 35.0 G/DL 32 – 36

HITUNG JENIS

NEUTROFIL 85.2 81.9 70.8 % 42.5 – 71

LIMFOSIT 6.6 9.2 15.9 % 20.4 – 44.6

MONOSIT 7.5 7.6 12.3 % 3.6 – 9.9

EOSINOFIL 0.0 0.0 0.0 % 0.7 – 5.4

BASOFIL 0.8 1.2 1.0 % 0–1

URINE

KUNING
WARNA URIN

KEJERNIHAN URINE KERUH

KIMIA URINE

GLUCOSA URINE NEGATIF

PROTEIN URINE 1+

PH URINE 6.0
PEMERIKSAAN HASIL HASIL HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
DARAH URINE 1+

LEUKOSIT ESTERACE 500

ERITROSIT URINE 3-5

KIMIA KLINIK

GDS 94

SGOT 23

SGPT 12

NATRIUM 132

KALIUM 4.4

KLORIDA 103

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK (CT-SCAN, USG, RONTGEN)


Rontgen thorax 19/3/2023 : Bronkhitis . COR normal
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172

ANALISA DATA

Nama Inisial Klien : An.A Diagnosa Medis : ISK


No Rekam Medis : 374xxx Bangsal : Aster

DATA
TANGGAL
DATA DATA
NO DAN JAM ETIOLOGI PROBLEM
SUBYEKTIF OBYEKTIF
PENGKAJIAN
(GEJALA) (TANDA)
1. Selasa - Ibu pasien - akral teraba Proses penyakit Hipertermi
21/3/2023 mengatakan , hangat . suhu
(08.00 WIB) subuh anak 38,3
rewel , suhu
38C. Sudah
diberikan
penurun panas

2 Selasa Klien makan Nadi : 96x/ mnt Aroma tidak Nausea


21/3/2023 dan minum Td : 103/66 sedap
(08.00 WIB) sedikit , baru Volume urine
mau makan pagi menurun
ini (200cc)
biasanya sehari
6-7 x/ hari
Minum hanya
200cc dari
subuh jam
04.00 s.d jam 12
siang( 8 jam ) ,
membran
mukosa kering

3 Selasa Ibu klien Tampak Kekurangan Risiko


21/3/2023 mengatakan menjauh apabila intake cairan hipovolemia
(08.00 WIB) anak tidak makanan dibuka
muntah , tetapi Anak tampak
tidak mau letih
mkana dari
rumah sakit. ,
apabila makan,
klien mau
muntah. Klien
langsung mual,
klien meminta
untuk menutup
makananya
Klien makan
hanya 2 sendok
HCT : 27,8(L)
AT: 101(L)
Urine output
berkurang :
200cc, biasanya
600cc
TD: 103/66
Nadi : 96-110
Suhu : 38,4
Prioritas Diagnosa Kep :
1). Hipertermi b.d proses penyakit d.d akral hangat, suhu 38,3
2). Nausea berhubungan dengan aroma tidak sedap d.d klien ingin muntah , mual jika bau
makanan , menjauhi makanan
3). Risiko hipovolemia d.d kekurangan intake cairan
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172

FORMAT RENCANA KEPERAWATAN


Nama Inisial Klien : An. A Diagnosa Medis : Bronkopneumoni
No Rekam Medis : xxx Bangsal : Aster

Diagnosa
Tanggal Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
No. Keperawatan
Dan Jam SLKI SIKI
(SDKI
1. Selasa Hipertermi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia
21/3/2023 proses penyakit keperawatan selama 3x24 Observasi
(08.30 WIB) d.d akral hangat, jam diharapkan  Identifikasi penyebab
suhu 38,3 thermoregulasi membaik hipertermia (mis: dehidrasi,
dengan kriteria hasil : terpapar lingkungan panas,
- Menggigil menurun penggunaan inkubator)
- Suhu tubuh membaik  Monitor suhu tubuh
- Suhu kulit membaik  Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urin
 Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang
dingin
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal
(mis: kompres)
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
2. Selasa Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen mual
21/3/2023 berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi
(08.30 WIB) dengan aroma tidak jam diharapkan tingkat  Identifikasi pengalaman mual
sedap d.d klien nausea menurun dengan  Identifikasi isyarat nonverbal
ingin muntah , kriteria hasil : ketidaknyamanan (mis: bayi,
mual jika bau Perasaaan ingin muntah anak-anak, dan mereka yang
makanan , menurun tidak dapat berkomunikasi
menjauhi makanan secara efektif)
 Identifikasi faktor penyebab
mual (mis: pengobatan dan
prosedur)
 Identifikasi antiemetik untuk
mencegah mual (kecuali mual
pada kehamilan)
 Monitor mual (mis: frekuensi,
durasi, dan tingkat keparahan)
Terapeutik
 Kendalikan faktor lingkungan
penyebab mual (mis: bau tidak
sedap, suara, dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)
 Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual (mis:
kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
 Berikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik
 Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak berbau,
dan tidak berwarna, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
 Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual
 Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat, dan rendah lemak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
antiemetik, jika perlu

3. Selasa Risiko hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia


21/3/2023 d.d kekurangan keperawatan selama 3x24 Observasi
(08.30 WIB) intake cairan 1. Kekuatan nadi  Periksa tanda dan gejala
meningkat hipovolemia (mis: frekuensi
2. Output urin meningkat nadi meningkat, nadi teraba
3. Membran mukosa lemah, tekanan darah menurun,
lembab meningkat tekanan nadi menyempit,
4. Frekuensi nadi turgor kulit menurun, membran
membaik mukosa kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
 Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan asupan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis: glukosa
2,5%, NaCl 0,4%
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172

FORMAT IMPLEMENTASI
Nama Inisial Klien: An.A Diagnosa Medis : ISK
No Rekam Medis : 374xxx Bangsal : Aster
Respon
Tanggal & Diagnosa
No Implementasi (Data Subyektif Dan Paraf
Jam Keperawatan
Obyektif)
1. Selasa Hipertermi b.d  Melakukan identifikasi DS:
21/3/2023 proses penyakit penyebab hipertermia Klien mengatakan demam Eni
(09.00WIB) d.d akral  Melakukan pengukuran terjadi sewaktu-waktu
hangat, suhu suhu tubuh secara DO: Eni
38,3 bertahap Suhu : 36,7 C
09.30  Memonitor kadar HCT : 27,8(L)
elektrolit AT: 101(L)
09.35  Memonitor haluaran
urin DO: sudah dilakukan
09.40  Menyediakan verbeden, mengatur
lingkungan yang nyaman ventilasi udara dengan Eni
untuk pasien membuka pintu.
09.50  melonggarkan atau DO : Mengganti pakaian
lepaskan pakaian DS: Klien diberikan air
 memotivasi untuk putih sudah sekitar 200 cc Eni
memberikan cairan oral DS: klien berterima kasih
10.00  mengganti linen setiap
hari atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih) DO: melakukan edukasi
10.05  Lakukan pendinginan mengompres hangat dan
eksternal (mis: kompres) praktek bersama klien .
 menganjurkan tirah DO: Klien sudah tirah
baring baring
 melaksanakan DS : Infus terpasang
12.00 kolaborasi pemberian Asering 41 cc/ jam
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

2. Selasa Nausea  mengidentifikasi DS:Klien mengatakan mual Eni


21/3/2023 berhubungan pengalaman mual apabila bau makanan RS
(08.30 dengan aroma  mengidentifikasi DO: klien tampak
WIB) tidak sedap d.d isyarat nonverbal menghindari bau makanan
09.45 klien ingin ketidaknyamanan (mis: dari RS. Menggeleng
muntah , mual bayi, anak-anak, dan kepala ketika diberikan
09.55 jika bau mereka yang tidak dapat makanan Eni
makanan , berkomunikasi secara
menjauhi efektif)
10.00 makanan  Mengidentifikasi faktor DS: Klien mual karena
penyebab mual (mis: makanan rumah sakit .
pengobatan dan Klien menunggu makanan Eni
prosedur) dari bapaknya
10.05  Mengidentifikasi DO: anti emetik tidak
antiemetik untuk diberikan , karena sudah
mencegah mual (kecuali diberikan 1x di IGD , yaitu
mual pada kehamilan ondansetron 2mg tgl
10.10  Memonitor mual (mis: 19/3/2023
frekuensi, durasi, dan DS: Klien mengatakan
tingkat keparahan) mual sering, tapi tidak
10.15  Menjaga lingkungan muntah
penyebab mual (mis: bau DS: ibu mengatakan,
tidak sedap, suara, dan menutup makanan dari RS ,
rangsangan visual yang dan digantikan dengan
tidak menyenangkan) snack .
10.20  menganjurkan istirahat
dan tidur yang cukup
10.25  menganjurkan sering
membersihkan mulut, DO: membantu pemenuhan
10.30 kecuali jika merangsang personal higiene termasuk
mual sikat gigi
10.35  melakukan Kolaborasi
pemberian obat DO : rencana diberikan
antiemetik, jika perlu ondansetron IV,Kalau perlu
saja
3. Selasa Risiko  melakukan observasi DO:nadi 106 x/ mnt Eni
21/3/2023 hipovolemia tanda dan gejala Nadi tidak teraba lemah ,
(08.30 d.d kekurangan hipovolemia (mis: urgor elastis , mukosa bibir
WIB) intake cairan frekuensi nadi kering, volume urine
19.15 meningkat, nadi teraba menurun jadi 200cc Eni
lemah, tekanan darah HCT : 27,8(L)
09.18 menurun, tekanan nadi AT: 101(L)
menyempit, turgor kulit
menurun, membran
mukosa kering, volume
urin menurun, Eni
hematokrit meningkat,
haus, lemah)
09.30  Memonitor intake dan DO:
output cairan Cairan masuk : Eni
10.05  Menghitung kebutuhan Infus asering 41 cc ,
cairan minum sedikit 200cc, air Eni
11.15  Memberikan asupan metabolisme 30,75/ 6 jam .
cairan oral Cairan keluar
11.20  Menganjurkan BAK : 200cc
memperbanyak asupan IWL : 48,68 cc/ 6 jam
cairan oral Penilaian Status Cairan
 Menganjurkan (balance cairan)
menghindari perubahan Masuk ( 576,5 – 248 )= Eni
11.30 posisi mendadak + 328,68
 Melakukan kolaborasi DO: infus asering 41 cc/
pemberian cairan IV jam
hipotonis (mis: glukosa Eni
2,5%, NaCl 0,4%)

IMPLEMENTASI HARI KE 2
1. Rabu Hipertermi b.d  Melakukan kembali DS:
22/3/2023 proses penyakit identifikasi penyebab Klien mengatakan demam Eni
(15.00) d.d akral hipertermia terjadi sewaktu-waktu
hangat, suhu  Melakukan pengukuran DO: Eni
38,3 suhu tubuh secara Suhu : 39 C
bertahap
 Memonitor haluaran DO: urine sekitar 150 cc
urin
 Menganjurkan keluarga DO : Mengganti pakaian
melonggarkan atau sudah dilakukan oleh
lepaskan pakaian keluarga . Eni
 memotivasi untuk DS: Klien diberikan air
memberikan cairan oral putih sudah diberikan air
putih sekitar 150 cc dalam
3 jam ini . Eni
 Lakukan pendinginan DO: melakukan kompres
eksternal (mis: kompres) hangat pada pasien ,
kemudian dilanjutkan oleh
keluarga
 melaksanakan DS : Infus terpasang
kolaborasi pemberian Asering 41 cc/ jam
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu Memberikan pamol 250 mg
/ iv
2. Rabu Nausea  mengidentifikasi DS:Klien mengatakan Eni
22/3/2023 berhubungan kembali pengalaman masih mual apabila bau
(16.00) dengan aroma mual makanan RS
tidak sedap d.d  mengidentifikasi DO: klien tampak
klien ingin isyarat nonverbal menghindari bau makanan
muntah , mual ketidaknyamanan (mis: dari RS. Menggeleng
jika bau bayi, anak-anak, dan kepala ketika diberikan Eni
makanan , mereka yang tidak dapat makanan
menjauhi berkomunikasi secara
makanan efektif)
 Memonitor mual (mis: DO: anti emetik tidak
frekuensi, durasi, dan diberikan.Klien Eni
tingkat keparahan) mengatakanmual berkurang
 Menjaga lingkungan DS:ibumengatakan,
penyebab mual (mis: bau menutup makanan dari RS ,
tidak sedap, suara, dan dan digantikan dengan
rangsangan visual yang snack .
tidak menyenangkan)
 menganjurkan istirahat
dan tidur yang cukup
 menganjurkan sering DO: ibu sudah rutin
membersihkan mulut, menyikat gigi anak saat
kecuali jika merangsang washen
mual
3. Rabu Risiko  melakukan kembali DO:nadi 106 x/ mnt Eni
22/3/2023 hipovolemia observasi tanda dan Nadi tidak teraba lemah ,
(19.00) d.d kekurangan gejala hipovolemia (mis: turgor elastis , mukosa
intake cairan frekuensi nadi bibir kering, volume urine
meningkat, nadi teraba menurun jadi 150cc dalam Eni
lemah, tekanan darah 3 jam ini.
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membran
mukosa kering, volume
urin menurun, Eni
hematokrit meningkat,
haus, lemah)
 Memonitor intake dan DO:
output cairan Cairan masuk : Eni
 Menghitung kebutuhan Infus asering 41 cc ,
cairan minum sedikit 150cc, air Eni
 Memberikan asupan metabolisme 30,75/ 6 jam .
cairan oral Cairan keluar
 Menganjurkan BAK : 150cc
memperbanyak asupan BAB : 2X (150cc)
cairan oral IWL : 48,68 cc/ 6 jam
 Menganjurkan Penilaian Status Cairan
menghindari perubahan (balance cairan) 426,75 - Eni
posisi mendadak 348,68 = 78,07
 Melakukan kolaborasi DO: infus asering 41 cc/
pemberian cairan IV jam
Eni
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172

FORMAT EVALUASI

Nama Inisial Klien : An.A Diagnosa Medis : ISK


No Rekam Medis : 374xxx Bangsal : Aster

Tanggal Dan Diagnosa Evaluasi


No Paraf
Jam Keperawatan (Subjective, Objective, Assessment/Analysis, Plan)

1. Selasa Hipertermi b.d S:


21/3/2023 proses penyakit d.d Klien mengatakan demam terjadi sewaktu-waktu Eni
(13.30 WIB) akral hangat, suhu O: sudah dilakukan verbeden, mengatur ventilasi
38,3 udara dengan membuka pintu, ,menagganti pakaian
saat klien banyak berkeringat, kompres hangat(+),
infus asering 41 cc/jam .
Jam 10.00 Suhu : 36,7 C
Jam 12.00 suhu : 38,7 C, akral teraba hangat . anak
masih menggigil .
Diberikan ekstra pamol 250 mg / drip
HCT : 27,8(L), AT: 101(L)
A: masalah hipertermi teratasi sebagian
P:
Lanjut intervensi :
 identifikasi penyebab hipertermia
 kuran suhu tubuh secara bertahap
 monitor haluaran urin
 anjurkan keluarga melonggarkan atau lepaskan
pakaian
 motivasi untuk memberikan cairan oral
 Lakukan pendinginan eksternal (mis: kompres)
 kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Selasa Nausea berhubungan S:
21/3/2023 dengan aroma tidak Klien mengatakan mual apabila bau makanan RS. Eni
(13.30 WIB) sedap d.d klien ingin Mual sering tetapi tidak muntah, dan makan snack
muntah , mual jika yang dibawa dari rumah.
bau makanan , O: klien tampak menghindari bau makanan dari RS.
menjauhi makanan Menggeleng kepala ketika diberikan makanan
anti emetik tidak diberikan , karena sudah diberikan
1x di IGD , yaitu ondansetron 2mg tgl 19/3/2023.
Oral higiene sudah dilakukan
A:
Masalah nausea teratasi sebagian
P:
 identifikasi kembali pengalaman mual
 gidentifikasi isyarat nonverbal
ketidaknyamanan (mis: bayi, anak-anak, dan
mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara efektif)
 monitor mual (mis: frekuensi, durasi, dan
tingkat keparahan)
 jaga lingkungan penyebab mual (mis: bau
tidak sedap, suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan)
 anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
 anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual

3. Selasa Risiko hipovolemia S:


21/3/2023 d.d kekurangan Klien diberikan air putih sudah diberikan air putih Eni
(13.30 WIB) intake cairan sekitar 150 cc dalam 3 jam ini .
O:
Nadi 106 x/ mnt, Nadi tidak teraba lemah , Turgor
elastis , mukosa bibir kering, volume urine menurun
jadi 200cc, HCT : 27,8(L), AT: 101(L)
Cairan masuk :
Infus asering 41 cc , minum sedikit 200cc, air
metabolisme 30,75/ 6 jam . Cairan keluar
BAK : 200cc
IWL : 48,68 cc/ 6 jam
Penilaian Status Cairan (balance cairan)
Masuk ( 576,5 – 248 )=
+ 328,68
A:
Masalah risiko hipovolemi teratasi sebagian
P:
 Lakukan kembali observasi tanda dan gejala
hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun, hematokrit meningkat, haus,
lemah)
 Monitor intake dan output cairan
 hitung kebutuhan cairan
 berikan asupan cairan oral
 anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
 lakukan kolaborasi pemberian cairan IV

EVALUASI HARI KE 2
1. Rabu Hipertermi b.d S:
22/3/2023 proses penyakit d.d Klien mengatakan demam terjadi sewaktu-waktu Eni
(19.00WIB) akral hangat, suhu O:
38,3 Suhu : 39 C, akral teraba hangat , Klien diberikan air
sekitar 150 cc dalam 3 jam ini . sudah dilakukan
kompres hangat oleh keluarga (+) . pamol 250 mg/ iv
drip masuk jam 18.00
A: Masalah hipertermi teratasi sebagian
P: lanjut intervensi

2. Rabu Nausea berhubungan S:


22/3/2023 dengan aroma tidak Klien mengatakan masih mual apabila bau makanan Eni
(19.00WIB) sedap d.d klien ingin RS
muntah , mual jika O:
bau makanan , klien tampak menghindari bau makanan dari RS.
menjauhi makanan Menggeleng kepala ketika diberikan makanan
anti emetik tidak diberikan. Klien mengatakan mual
berkurang. Makan sudah lebih dari 3 sendok. Mau
makan ayam goreng dari rumah.
A: Masalah nausea teratasi sebagian
P: Lanjut intervensi
3. Rabu Risiko hipovolemia S:
22/3/2023 d.d kekurangan O: Eni
(19.00WIB) intake cairan nadi 90 x/ mnt, Nadi tidak teraba lemah , turgor
elastis , mukosa bibir lembab , volume urine jadi
150cc dalam 3 jam ini.
Cairan masuk :
Infus asering 41 cc , minum 150cc, air metabolisme
30,75/ 6 jam . Cairan keluar
BAK : 150cc
BAB : 2X (150cc)
IWL : 48,68 cc/ 6 jam
Penilaian Status Cairan (balance cairan) 426,75 -
348,68 = +78,07
A:
Masalah risiko hipovolemi teratasi
P:
Hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai