DISUSUN OLEH
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinary Track Infections (UTI) adalah
keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi
infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah
bakteriuria yang bermakna. Dari sudut pandang mikrobiologi, ISK terjadi bila
mikroorganisme patogen dideteksi di urin, uretra, vesika urinaria, atau ginjal.
Umumnya, pertumbuhan >105 organisme/ml dari sediaan urin “mid stream” yang
bersih mengindikasikan suatu infeksi. Tetapi, seringkali pada ISK yang
sebenarnya, pada pasien-pasien yang simtomatis, jumlah yang lebih kecil telah
dapat dikatakan sebagai infeksi (102-104 organisme/ml), atau pada sampel yang
berasal dari aspirasi supra pubis atau dari sampel yang diambil dari kateter.
Sebaliknya, pada midstream urin yang terkontaminasi, jumlah koloninya bisa >10 5
/ml. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria
bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per
lapangan pandang (Bensman, 2009).
Meskipun uretra distal dari kedua jenis kelamin dapat dikolonisasi oleh
berbagai macam organisme, saluran kemih normal bersifat steril terhadap bakteri.
Jalur yang paling penting bagi organisme adalah jalur ascendens dari uretral ke
vesika urinaria yang kemudian naik ke ureter berlanjut ke pelvis dan parenkim
ginjal. Penyebaran infeksi secara hematogen menuju parenkim ginjal dapat terjadi
tetapi biasanya dihasilkan pada pembentukan abses (Kher, 1992).
ISK Uncomplicated
Disebut juga ISK non-obstruktif :
Saluran kemih normal
Fungsi ginjal normal
ISK Complicated
III. EPIDEMIOLOGI
Urinary tract infection (UTI) dianggap sebagai infeksi bakteri yang paling
sering terjadi. Rata-rata UTI tercatat memiliki 7 juta kunjungan rumah sakit dan 1
juta kunjungan departeman gawat darurat. Wanita lebih signifikan mendapatkan
UTI daripada pria. 1 dari 3 wanita dapat dipastikan pernah mengalami UTI sekali
seumur hidup. Catheter-associated UTI merupakan infeksi nososkomial yang
paling umum, terhitung ada > 1 juta kasus di rumah sakit. Resiko UTI meningkat
seiring dengan semakin lamanya penggunaan kateter. Pada populasiusia lanjut
noninstitusional, UTI merupakan bentuk infeksi terbanyak kedua, tercatat
sebanyak 25% dari seluruh kasus infeksi (Foxman, 2003).
UTI tergantung banyak faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria,
dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun
perempuan cenderung menderita UTI dibandingkan laki-laki. UTI berulang pada
laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuria simtomatik ebih sering ditemukan pada perumpuan.
Prevalensi selama periode sekolah 1 % meningkat menjadi 5 % selama periode
aktif secara seksual. Prevalensi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-
laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut : litiasis,
obstruksi saluran kemih, pentakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes
mellitus pasca trasnplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle cell,
intercourse, kehamilan dan peserta KB dengan tabel progesterone, serta
kateterisasi (Sukandar, E. 2007).
IV. PATOFISIOLOGI
Konsep dari virulens bakteri atau patogenisitas dari infeksi saluran kencing
dapat disimpulkan bahwa tidak semua spesies bakteri dapat mengakibatkan
infeksi. Mekanisme alami (obtrusksi atau kateriterisasi kemih) menyatakan bahwa
hanya beberapa bakteri dari strain bakteri yang dapat mengakibatkan infeksi. Hal
ini didukung dengan adanya dokumentasi observasi in-vitro pada bakteri yang
diisolasi dari pasien dengan infeksi saluran kencing kompleks yang sering gagal
untuk menunjukkan faktor-faktor virulens. Konsep virulens juga mengusulkan
bahwa bakteri yang merupakan faktor virulens merupakan spesies yang unik
dengan tipe-tipe pili yang berbeda yang memfasilitasi naiknya bakteri dari tempat
ia berfloranormal, vagina introitus atau daerah periuretra hingga uretra ke dalam
kemih, atau mengakibatkan organisme dapat mencapai ginjal yang mengakibatkan
inflamasi sistemik, namun hal ini jarang terjadi (Grabe et al., 2013).
SUBJECTIVE
Finding:
Pasien merasakan nyeri di perut, bagian suprapubik dan kuadran kiri
bawah. Pasien memiliki riwayat kesulitan pengosongan karena BPH.
Pasien mengalami gejala-gejala dari UTI, hal ini juga diperkuat dengan riwayat
penyakit pasien yang mengalami BPH sehingga urin bertahan lebih lama di
kandung kemih yang menyebabkan perkembangan bakteri lebih mudah. Namun
untuk menentukan bakteri pathogen dan sumber infeksinya, pasien memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
ASSESMENT
a. Explain the patient disease
Pasien mengalami UTI yang ditandai gejala berupa dysuria, frekuensi,
demam, sakit perut meningkat dan di kuadran kiri bawah dan daerah
suprapubik. UTI didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme pada
saluran kemih yang disebabkan oleh kontaminasi sehingga menyebabkan
infeksi. Hal ini juga disebabkan karena pasien mengalami riwayat penyakit
BPH dan diabetes (IAUI, 2015). UTI adalah komplikasi yg umum terjadi
pada pasien DM dengan mekanisme peningkatan sekeresi sitokin dan
perlekatan bakteri pada sel uroepitelial (Hoepelman et al, 2003).
b. Problem list
- Pasien mengeluh demam dan nyeri pada abdominal serta rasa
perih pada kuadran kiri bawah dan di area suprapubik tetapi belum
mendapatkan terapi untuk mengatasi gejala tersebut
- Pasien diberikan antibiotik empiris kombinasi gentamisin dan
ceftriaxon namun belum ada penegakan kultur bakteri sebelumnya
sehingga sebagai pertimbangan bisa digunakan satu jenis
antibiotik terlebih dahulu, yaitu kotrimoksazol oral (24 mg/kgBB
setiap 12 jam) selama 5 hari atau iv dengan sediaan ampul yang
mengandung sulfamethoxazole 400 mg dan trimethoprim 80 mg
dalam 5 mL dengan pemberian 960 mg 2x sehari.
- Setelah penegakan kultur bakteri, pasien diberikan terapi
levofloxacin dengan dosis 500 mg 2x sehari selama 14 hari
sementara dosisi seharusnya untuk pasien yg mengalami akut
cystitis yaitu 250 mg PO/hari selama 3 hari sehingga perlu
konfirmasi ke dokter terkait dosis dan durasi penggunaan
antibiotik pasien.
c. Therapeutic goal
- Gejala yg dialami pasien mengalami perbaikan seperti demam,
frekuensi urin, dysuria beserta nyeri yang dialami pasien.
- Diabetes yang dialami pasien terkontrol.
- BPH pasien terkontrol dengan tepat.
- Urinalisis pasien tidak ada kendala.
- Respon pasien cepat dan efektif terhadap pengobatan dan
mencegah infeksi berulang.
- Pencegahan terhadap resistensi antibiotik.
RESOLUTION
A. Terapi farmakologi
Penggunaan antibiotik tunggal, yaitu ceftriaxone (satu gram secara bolus
cairan berulang) selama pasien MRS dan penggunaan terapi antibiotik
lanjutan saat pasien telah keluar dari rumah sakit yaitu levofloxacin.
Fluoroquinolon menjadi pilihan pertama untuk pasien BPH dengan UTI,
karena memiliki spektrum yang luas dan kemampuan penetrasi ke dalam
jaringan pada saluran urogenital yang baik. Penggunaan levofloxacin pada
pasien ini telah sesuai namun dosis yang disarankan yaitu 250 mg PO/IV
per hari selama 10 hari atau 750 mg/hari selama 5 hari. Penggunaan
fluoroquinolon seharusnya diberikan secara IV terlebih dahulu dan bisa
dilakukan konversi ke oral bila pasien sudah tidak demam selama 48 jam
atau setelah 3-5 hari IV.
Penggunaan paracetamol sebagai pereda nyeri dan antipiretik yang dialami
pasien dengan dosis 500 mg 3x sehari jika diperlukan.
Terapi empiris lainnya yang dapat digunakan pada ISK adalah
Berdasarkan data yang didapatkan dari RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
dapat dilihat bahwa Tigecycline memiliki sensitivitas paling tinggi sebesar
(100%) dilanjutkan dengan Asmikasin (94%), Piperacillin/ Tazobactam
(90%), Meropenem (88%) dan Fosfomycin (86%) terhadap E. coli.
Sehingga jika pasien masih belum mengalami perbaikan kondisi ISK
selama waktu yang ditentukan setelah mengkonsumsi antibiotik
levofloxacin, dapat diberikan antibiotic dengan sensitifitas yang tinggi
sesuai dengan daerah bakteri tersebut didapatkan (IAUI, 2015).
B. Terapi non-farmakologi
- Minum air putih dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar juga
meningkat (merangsang diuresis) minimal 8 gelas per hari
- Buang air kecil sesuai kebutuhan (tidak ditahan) karena jika ditahan maka
bladder akan penuh oleh cairan, dimana cairan merupakan media
pertumbuhan bakteri
- Menjaga dengan baik kebersihan saluran kencing agar bakteri tidak mudah
berkembang biak
- Diet rendah garam untuk membantu menurunkan tekanan darah
- Setelah BAB, membersihkan dengan cara dari arah depan ke belakang
- Kurangi makanan yang banyak mengandung gula sebagai kontrol penyakit
DM
- Menghindari stress, pakai heatpack untuk mengurangi nyeri di perut
MONITORING
a. Monitoring of efficacy
Davis, Niall F. and Hugh D. Flood. 2011. The Pathogenesis of Urinary Tract
Infections, Clinical Management of Complicated Urinary Tract Infectiont.
DR. Ahmed Nikibakhsh (Ed.). ISSBN: 978-953-307-393-4.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007, Farmakologi Dan Terapi, Edisi
Kelima, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.