Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit saluran kemih adalah penyakit yang menyerang organ-organ sistem
perkemihan, penyakit tersebut bisa disebabkan oleh virus, bakteri, atau obstruksi yang
menghambat proses berkemih. Transplantasi organ manusia yang pertama kali berhasil
dilakukan adalah transplantasi ginjal pada tahun 1953. Karena donor darah dan penerima
darah adalah kembar identik, tidak terjadi penolakan. Sejak saat itu telah ribuan
tranplantasi ginjal dilakukan, dan perkembangan pengobatan imunosupresif telah
memungkinkan sebagian besar orang dapat hidup normal dengan ginjal donor. (Valirie c.
Scalon, 2007). Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan
melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Beberapa jenis gangguan pada
saluran kemih yang saling mempengaruhi dan sering kali terjadi pada klien dengan lama
perawatan baikdi pelayanan kesehatan maupun di rumah adalah inkontinensia urine,
retensi urine atau pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan infeksi saluran
kemih. Kondisi ini banyak ditemukan pada unit perawatan jangka panjang pada
pelayanan kesehatan, dan pada beberapa kasus dapat mengancam jiwa. (Kelly, CE,
2004).
Di seluruh dunia, masalah pada sistem perkemihan mencapai 45,15/100.000,
dimana insiden tertinggi pada wanita. Walaupun dapat terjadi pada semua usia, gangguan
pada sistem perkemihan umumnya terjadi pada populasi lanjut usia. Mortalitas sebelum
usia 30 tahun relatif rendah, setelah usia 30 tahun meningkat tajam. Rasio kelamin
mortalitas adalah 2,59. (Strayer, Darlene A & Tanja Schub, 2006). Di Indonesia, masalah
penyakit sistem perkemihan yang terbanyak adalah disfumgsi kandung kemih dengan
masalah klinis inkontinensia urin (UI), retensi urin (UR), dan ISK yang masuk dalam
posisi 40 peringkat utama penyebab kematian, rawat inap dan rawat jalan pada pusat
pelayanan kesehatan selama tahun 2004. Jumlah klien yang keluar rawat inap di rumah
sakit di indonesia dengan diagnosis disfungsi kndung kemih pada tahun 2006 sebanyak
22,165 klien, sedangkan kasus baru pada rawat jalan sebanyak 14, 053 kasus. (Ditjen
Bina Yanmedik, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Trend dan Issue dari Sistem Perkemihan ?
2. Apa Peran dan Fungsi perawat dalam Sistem Perkemihan ?

1.3. Tujuan.
1. Untuk mengetahui Trend dan Issue dari Sistem Perkemihan
2. Untuk mengetahui Peran dan Fungsi perawat dalam sistem Perkemihan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Trend dan Issue Gangguan Sistem Perkemihan

1. ISK (Infeksi saluran kemih)

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih,
termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Sebagian besar
infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi virus dan jamur juga dapat
menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering disebabkan oleh Escherichia coli.
Infeksi saluran kemih sering terjadi pada anak perempuan. Salah satu penyebabnya
adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah
memperoleh akses ke kandung kemih (Corwin, 2007).
Sistitis (infeksi saluran kemih bawah) adalah inflamasi kandung kemih yang
paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya aliran
balik urine dari uretra kedalam kandung kemih (refluks uretrovesical), kontaminasi
fekal, atau penggunaan kateter atau sistoskop. Sistitis pada pria merupakan kondisi
sekunder akibat beberapa faktor (mis., prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu
pada kandung kemih).
Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi nosokomial yang sering
terjadi. Beberapa penelitian menyebutkan, infeksi saluran kemih merupakan 40%
dari seluruh infeksi nosokomial dan dilaporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi
sesudah instrumentasi, terutama oleh kateterisasi (Marlina, 2013).
Walaupun kesakitan dan kematian dari infeksi saluran kemih berkaitan
dengan kateter dianggap relatif rendah dibandingkan infeksi nosokomial lainnya,
tingginya prevalensi penggunaan kateter urin menyebabkan besarnya kejadian infeksi
yang menghasilkan komplikasi infeksi dan kematian. Berdasarkan survei di rumah
sakit Amerika Serikat tahun 2002, kematian yang timbul dari infeksi saluran kemih
diperkirakan lebih dari 13.000 (2,3% angka kematian). Sementara itu, kurang dari
5% kasus bakteriuria berkembang menjadi bakterimia. Infeksi saluran kemih yang
berkaitan dengan kateter adalah penyebab utama infeksi sekunder aliran darah
nosokomial. Sekitar 17% infeksi bakterimia nosokomial bersumber dari infeksi
saluran kemih, dengan angka kematian sekitar 10% (Gould & Brooker, 2009).
Kateter urin adalah penyebab yang paling sering dari bakteriuria. Risiko
bakteriuria pada kateter diperkirakan 5% sampai 10% per hari. Kemudian diketahui,
pasien akan mengalami bakteriuria setelah penggunaan kateter selama 10 hari.
Infeksi saluran kemih merupakan penyebab terjadinya lebih dari 1/3 dari seluruh
infeksi yang didapat di rumah sakit. Sebagian besar infeksi ini (sedikitnya 80%)
disebabkan prosedur invasif atau instrumentasi saluran kemih yang biasanya berupa
kateterisasi (Smeltzer & Bare, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Afsah (2008), tentang
“tingkat kejadian infeksi saluran kemih pada pasien dengan terpasang kateter urin di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”, menunjukkan bahwa dari 30 responden
terdapat angka infeksi saluran kemih sebanyak 20%.
Berdasarkan data rekam medis di RSUDZA Banda Aceh (2009-2011),
diketahui terjadi peningkatan kasus infeksi saluran kemih tiap tahunnya, dengan rata-
rata pertahun terdapat 75 kasus. Dari hasil pengamatan peneliti pada minggu kedua
bulan April 2012 lalu di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh
diketahui adanya keluhan dari beberapa pasien mengenai pemasangan kateter, Yaitu
3 dari 5 pasien yang sedang memakai kateter mengeluh adanya nyeri dan kemerahan
pada area yang dipasang kateter, dan juga terlihat urin yang terdapat di dalam
kantong penampung agak berkabut.
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya merupakan salah satu rumah sakit yang
telah membentuk Komite PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi). Berdasarkan
laporan surveilans Komite PPI angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit
Haji Surabaya mengalami kenaikan pada tahun 2012 hingga 2014 yaitu: 0,05% pada
tahun 2012, 0,15% pada tahun 2013, dan 0,37% pada tahun 2014.

2. Batu Saluran Kemih

Batu kandung kemih atau bladder calculi adalah batu yang terbentuk dari
endapan mineral yang ada di dalam kandung kemih. Ukuran batu kandung kemih
sangat bervariasi dan semua orang punya risiko untuk memiliki batu kandung kemih.
Tapi laki-laki lanjut usia, biasanya lebih dari 52 tahun, lebih sering mengalaminya,
terutama mereka yang menderita pembesaran prostat.
Saluran urine bisa tersumbat oleh batu kandung kemih. Terhalangnya saluran
urine tersebut bisa menyebabkan rasa nyeri saat buang air kecil, dan kesulitan
berkemih atau tidak bisa berkemih sama sekali.
Penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit yang banyak di derita oleh
masyarakat, dan menempati urutan ketiga dari penyakit di bidang urologi disamping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat jinak. Penyakit ini dapat menyerang
penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di Amerika serikat dam eropa 5-
10% penduduknya satu kali dalam hidupnya pernah menderita penyakit saluran
kemih, bahkan pada laki-laki angka ini lebih tinggi yaitu 10-20%. Angka kejadiannya
laki-laki dibanding perempuan sebesar 3 dibanding 1, usia terjadinya batu antara 20
tahun sampai 40-50 tahun dimana merupakan usia produktif. Lebih kurang dua
pertiga dari pasien batu pada anak adalah batu kandung kemih. Biasanya banyak
didapatkan pada umur 2-7 tahun dan kebanyakan pada anak laki-laki. ( Smith, 2000).
Batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari pada wanita. Hal ini
mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu pada
wanita lebih rendah dari pada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai bahan
penghambat terjadinya batu (inhibitor) pada wanita lebih tinggi dari pada laki-laki
( Kimata, 2012).
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-60
tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan wanita rerata 40,20
tahun). Umur terbanyak penderita batu di negara-negara Barat 20-50 tahun dan di
Indonesia antara 30-60 tahun. Kemungkinan keadaan ini disebabkan adanya
perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya dan diet.
Jenis batu saluran kemih terbanyak adalah jenis kalsium oksalat seperti di
Semarang 53,3%, Jakarta 72%. Manifestasi batu saluran kemih dapat berbentuk rasa
sakit yang ringan sampai berat dan komplikasi seperti urosepsis dan gagal ginjal.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem
kolektivus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolektivus ginjal atau infeksi
dalam sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri karena dilatasi
sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan iritasi lokal dinding ureter
atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema dan penglepasan mediator sakit.
Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering disertai dengan serangan kolik
ulangan (Lozanovsky, 2011 ).
Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya gangguan fungsi
ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah, gangguan tersebut
bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya sindroma uremia dan gagal ginjal,
bila keadaan sudah stadium lanjut bahkan bisa mengakibatkan kemih akan menjadi
masalah yang semakin besar di Indonesia, sehubungan dengan perbaikan taraf hidup
rakyat dengan adanya Program Perbaikan Gizi oleh Pemerintah. Kejadian batu
saluran kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan sekitar 5-10%
penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita penyakit ini, di Eropa Utara
3-6%, sedangkan di Eropa Bagian Selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7%
dan di Taiwan 9,8% sedangkan di Indonesia sampai saat ini angka kejadian batu
saluran kemih yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per
tahun. Jumlah penderita baru saluran kemih di sub bagian urologi Rumah Sakit DR.
Sardjito periode Januari 1994 – Desember 2005 yaitu sebesar 1028 pasien, dengan
jenis kelamin 694(67%) laki-laki dan 334(32,5%) wanita. Di Jakarta dilaporkan
34,9% kasus urologi adalah batu saluran kemih. Analisis jenis batu saluran kemih di
Yogyakarta didapatkan paling banyak batu Kalsium yaitu Kalsium Oksalat (56,3%),
Kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya campuran
(Isarifin, 2008) .
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah asam urat,
kalsium, oksalat, magnesium, ammonium, fosfat, sistin, dan xantin. Unsur-unsur
tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi bergabung membentuk susunan kimia batu
campuran. Senyawa kimia tersebut dapat sebagai asam urat, kalsium oksalat, kalsium
fosfat, magnesium ammonium fosfat dan sistin. Insiden batu urat dan oksalat akan
tinggi pada orang-orang dengan kebiasaan makan sayuran, rempahrempah dan saos.
Sedang batu kalsium akan tinggi pada kebiasaan minum susu , es krim, keju, dan
makan beberapa jenis buah polongan yang mempunyai kandungan kalsium tinggi.
Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh hiperkalsiuria idiopatik, hiperparatiroidisme
primer, Intoksikasi vitamin D, Sindrom Cushing, Sindrom alkali susu, asidosis
tubuler ginjal, sarkoidosis, imobilisasi, penyakit paget, hipertiroidisme,dan
penggunaan obat-obatan jangka panjang. Batu magnesium ammonia fosfat, banyak
didapatkan pada infeksi saluran kemih oleh bakteri pemecah urea, seperti proteus,
pseudomonas, stafilokokus dan klebsiella. Bakteri pemecah urea menjadi ammonia
yang mengakibatkan alkalinisasi urin.
Angka kekambuhan juga cukup tinggi, secara umum sekitar 15-17% dalam
satu tahun pertama, 50% dalam lima tahun, 75% dalam sepuluh tahun, 95- 100%
dalam 20-25 tahun. (Syed, 2010).
Pembentukan batu khususnya batu kalsium merupakan proses yang kompleks
dan banyak faktor yang tampaknya berkaitan dengannya, namun belum ada satupun
faktor yang paling dominan yang diketahui. Salah satunya adalah komsumsi tinggi
kadar kalsium dalam makanan yang melebihi batas kelarutan sehingga terbentuk
Kristal sebagai inti batu.
Adanya batu pada saluran kemih akan menyebabkan komplikasi yang serius
apabila tidak segera mendapatkan terapi yang adekuat. Pada umumnya gejala nyeri
kolik merupakan keluhan pasien yang mendorong pasien pergi berobat ke dokter
atau rumah sakit. Komplikasi yang paling sering adalah berupa infeksi saluran kemih
sebagai akibat adanya stasis urin oleh adanya batu sampai terjadinya penurunan
fungsi ginjal yang apabila tidak mendapat pertolongan cepat dapat berlanjut sampai
gagal ginjal terminal yang memerlukan terapi cuci darah (Kimata, 2012).
Sekitar 75% kasus dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab yang
mendasari terjadinya batu saluran kemih, terutama pada anak-anak, yaitu penyebab
metabolik, anomali saluran urogenital dan infeksi. Penyebab metabolic seperti
hiperkalsiuria merupakan penyebab utama terjadinya batu saluran kemih, salah
satunya akibat komsumsi obat-obatan, walaupun harus dipahami bahwa kejadian
batu karena obat merupakan hal yang jarang (Rienstra, 2007). Dengan demikian, para
klinisi harus berhati-hati dan waspada akan adanya efek samping Ceftriakson dan
harus lebih memerhatikan status hidrasi pasien dan memotivasi untuk mobilisasi
selama terapi ceftriakson. Urolitiasis akibat ceftriakson bersifat self limited dan tanpa
komplikasi jangka panjang di semua pasien dan penggunaan obat ini dapat
dilanjutkan dengan aman (Kutuya, 2008).
3. BPH (Benigna Prostat Hipertropi)

Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan


seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan (Suharyanto, 2009).
Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan
Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar
80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya
pada tahun 2031. Namun demikian, tidak semua penderita BPH berkembang menjadi
penderita BPH bergejala. Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49
tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia,
sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia
60 tahun mencapai angka sekitar 43%.
Meskipun jarang mengancam jiwa, salah satu pokok permasalahannya adalah
gejala-gejala yang ditimbulkan pada pembesaran kelenjar prostat dirasakan sangat
tidak nyaman oleh pasien dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Menurut survei,
berdasarkan pola penyakit pasien rawat jalan pada Rumah Sakit di Provinsi Jawa
Barat, Umur diatas 60 tahun pada 2003 penyakit BPH (Benigna Prostat Hipertropi)
menempati urutan ke-19 yaitu sebesar 1,37% (530 orang).
Sedangkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD Dr. Adjidarmo
Rangkasbitung Lebak di Ruang Duku tahun 2012 jumlah penderita BPH (Benigna
Prostat Hipertropi) menunjukkan bahwa penderita BPH di Ruang Duku RSUD Dr.
Adjidarmo Rangkasbitung cukup banyak, yaitu sebanyak 88 orang (13,66 %) dari
total penderita sebanyak 644 orang dan menduduki urutan ketiga dari 10 penyakit
terbanyak. Oleh karena itu peran perawat sebagai tenaga kesehatan diperlukan upaya
promotif (peningkatan) dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang
penyakit, preventif (pencegahan) yaitu dengan cara memberitahu dan mengajarkan
pola hidup yang sehat, kuratif (pengobatan) yaitu dengan cara menganjurkan klien
untuk melakukan pembedahan atau pengobatan lain, dan rehabilitative (pemulihan)
dengan cara memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada penderita BPH
(Benigna Prostat Hipertropi) .

2.2 Peran dan Fungsi Perawat


1. Peran Perawat
a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan kebutuhan dasar pasien yang berkaitan dengan gangguan
sistem perkemihan, dimana perawat harus mengetahui apa yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan
terkait dengan gangguan perkemihan yang dialami pasien, agar bisa direncanakan
dan dilaksanakan tindakan yang tepat.
b. Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien terkait dengan gangguan pada sistem perkemihan yang
dialami pasien, perawat juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
a. Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang diberikankan sesuai
keadaan pasien yang mengalami gangguan sietem perkemihan, sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
b. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan klien.
c. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
d. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
diberikan.
e. Peneliti / Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan
metode pemberian pelayanan keperawatan.

2. Fungsi Perawat
Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi
diantaranya:
a. Fungsi Independent
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana
perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan
sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan
oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan
nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan
harga diri dan aktualisasi diri.
b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau
instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di
berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum
atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi
apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian
pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang
mempunyapenyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat
saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Penyakit saluran kemih adalah penyakit yang menyerang organ-organ sistem
perkemihan, penyakit tersebut bisa disebabkan oleh virus, bakteri, atau obstruksi yang
menghambat proses berkemih.
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih,
termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Sebagian besar
infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi virus dan jamur juga dapat
menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering disebabkan oleh Escherichia coli.
Batu kandung kemih atau bladder calculi adalah batu yang terbentuk dari
endapan mineral yang ada di dalam kandung kemih. Ukuran batu kandung kemih
sangat bervariasi dan semua orang punya risiko untuk memiliki batu kandung kemih.
Tapi laki-laki lanjut usia, biasanya lebih dari 52 tahun, lebih sering mengalaminya,
terutama mereka yang menderita pembesaran prostat.
Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan
seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan.
DAFTAR PUSTAKA

Marlina. 2013. “Hubungan Pemasangan Kateter Dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih
Pada Pasien Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rsudza Banda Aceh Tahun
2012”. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah . Volume 1, No. 1
Ratu, dkk. 2006. “Profil Analisis Batu Saluran Kemih Di Laboratorium Patologi Klinik”
Indonesian Journal Of Clinical Pathology And Medical Laboratory, Vol. 12, No. 3.
Sari, Dkk. 2015. “Perbedaan Risiko Infeksi Nosokomial Saluran Kemih Berdasarkan
Kateterisasi Urin, Umur, Dan Diabetes Melitus”. Jurnal Berkala Epidemiologi,
Vol. 3, No. 2
Sinaga, dkk. 2015. “Asuhan Keperawatan Tn.”A” Dengan Gangguan Sistem Perkemihan:
Post Operasi Prostatektomy”. Jurnal Obstretika Scientia ISSN 2337-6120 Vol. No.
2

Anda mungkin juga menyukai