Anda di halaman 1dari 11

K0MUNIKASI KEPERAWATAN.

Nama : I Dewa Ayu Mey Rayanti

NIM : 17C10022

Prodi/Kelas : Ilmu Keperawatan / A Tk. II

I. KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Kalthner,dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan
tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang profesional dengan
menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaaan dan emosi. Di dalam
komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
bertujuan dan kegiatannya di fokuskan untuk kesembuhan pasien,dan merupakan
komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien (Heri
Purwanto,1994).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi
antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung,baik secara Verbal maupun Nonverbal
(Mulyana,2000).

(sumber: Buku Komunikasi Keperawatan, oleh: Mundakir)

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:


1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran seta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal
peningkatan derajat kesehatan.
4. Mempererat hubungan interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan)
secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian
masalah klien.

(sumber: Buku Komunikasi Keperawatan, oleh: Mundakir)

3. Helping Relationship

Tindakan keperawatan dilakukan kepada pasien perlu mempertimbangkan


keinginan klien, sehingga hubungan yang terjadi benar-benar sebagai hubungan
mutualis dan sebagai sarana agar kebutuhan-kebutuhan klien terpenuhi.

Helping Relationship antara perawat dengan klien tidak dapat begitu saja
terjadi, namun harus dibangun secara cermat dalam melakukan tehnik komunikasi
yang terapeutik.

Carl Rogers (1961) adalah orang yang secara intensif melakukan


penelitian tentang komunikasi terapeutik. Rogers berpendapat bahwa komunikasi
terapeutik bukan tentang apa yang dilakukan seseorang, tetapi bagaimana
seseorang itu melakukan komunikasi dengan orang lain. Rogers mengidentifikasi
tiga faktor dasar dalam mengembangkan hubungan yang saling membantu
(Helping Relationship), yaitu:

1. Pembantu harus benar-benar ikhlas dan memahami tentang dirinya


2. Pembantu harus menunjukkan rasa Empati
3. Individu yang dibantu harus merasa bebas untuk mengeluarkan segala
sesuatunya tentang dirinya dalam menjalin hubungan.

Dengan demikian ada tiga hal mendasar dalam pengembangan Helping


Relationship, yaitu:

1. Genuineness (keikhlasan)
Untuk membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap,
dan perasaaan yang dimiliki klien. Apa yang dipikirkan dan dirasakan
perawat tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi perlu selalu
dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal. Perawat yang
mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai
sikap yang dipunyai klien sehingga mampu belajar untuk
mengkomunikaikannya secara tepat.
2. Empathy (empati)
Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat
terhadap perasaan yang dialami oleh klien, dan kemampuan merasakan
“dunia pribadi klien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif
dan tidak dibuat-buat (objektif) yang didasarkan atas apa yang dialami
orang lain. Empati berbeda dengan Simpati. Simpati merupakan
kecendrungan berfikir atau merasakan apa yang sedang dilakukan atau
dirasakan oleh klien. Karenanya empati lebih bersifat subyektif dengan
melihat “dunia orang lain” untuk mencegah perspektif yang lebih jelas
dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang dialami seseorang.
3. Warmth (kehangatan)
Hubungan yang saling membantu dilakukian untuk memberikan
kesempatan klien mengeluarkan “uneg-uneg” (perasaan atau nilai-
nilai)secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien
untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk
perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasan hangat,
permisif, dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa
penerimaan perawat terhadap klien.
(sumber: Buku Komunikasi Keperawatan, oleh: Mundakir)

4. Fungsi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat dalam berhubungan dengan


pasien untuk meningkatkan rasa saling percaya antara antara perawat dan pasien, apabila tidak
diterapkan akan mengganggu hubungan terapeutik yang akan berdampak pada ketidakpuasan
pasien. Komunikasi terapeutik dapat digunakan sebagai terapi untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien atau meningkatkan rasa percaya pasien terhadap perawatnya.

Dengan pemberian komunikasi terapeutik diharapkan dapatmenurunkan tingkat


kecemasan pasien karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan
kesempatan untuk berbagi pengetahua, perasaan, dan informasi dalam dalam rangka mencapai
tujuan perawatan yang optimal, sehingga proses proses penyembuhan akan lebih cepat.

(Sumber oleh: Pohan,2007).

5.Prinsip Komunikasi Terapeutik

Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat terapeutik


atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip
berikut ini:

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta
nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
mengahargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin
matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati
yang bukan tindakan terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang
lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan
sehat fisik, mental,sosial,spritual, dan gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap menggagu.
12. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang
tanpa rasa takut.
13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan
prinsip kesejahteraan manusiawi.
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas
tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang di
komunikasikan
(bersumber dari Buku Komunikasi Keperawatan, oleh:
Mundakir).

6. Tehnik Komunikasi Terapeutik

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan


berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987; 124). :

1. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat
mengetahui perasaan klien, memberi kesempatan lebih banyak pada klien
untuk bicara. Tujuan tehnik ini adalah memberi rasa aman klien dalam
mengungkapkan perasaannya dan menjaga kestabilan emosi/psikologis klien.
2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Tegnik ini memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
sesuai kehendak klien tanpa membatasinya. Agar klien merasa aman dalam
mengungkapkan perasaanya,perawat dapat memberi dorongan dengan cara
mendengar atau mengatakan “saya mengerti apa yang saudara katakan”.
3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien.Gunanya untuk
menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien.
4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mndengar atau klien berhenti
karena malu mengemukakan informasi, yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah.
5. Refleksi
Merupakan reaksi perawat dengan klien selama berlangsungnya komunikasi.
Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Refleksi Isi bertujuan
memvalidasi apa yang kita dengar, yang kedua Refleksi Perasaan yang
bertujuan memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar
klien mengetahui dan menerima perasaannya.
6. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta
menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan
berfokus pada realitas.
7. Membagi Persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.
Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
8. Identifikasi Tema
Mengidentifikasikan latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul
selama percakapan.Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan
mengeksplorasi masalah yang penting.
9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan.
Tujuannya untuk memberi kesempatan berfikir dan memotivasi klien untuk
bicara. Pada kkien yang menarik diri, tehnik diam berarti perawat menerima
klien.
10. Informing
Tehnik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan
bagi klien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab pana yang
dialami klien.
11. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase
kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.
(sumber: Buku Komunikasi Keperawatan, oleh: Mundakir)

7.Perbedaan Komunikasi Terapeutik Dengan Komunikasi Sosial

Perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial (Purwanto, 1994)


yaitu:

Komunikasi Terapeutik:

- Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya
- Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan berfokus
kepada pasien yang membutuhkan bantuan
- Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada pasien
dengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga
dapat mendorong pasien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya.
Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak
disadari sebelumnya.

Komunikasi Sosial:

- Terjadi setiap hari antar orang per orang baik dalam pergaulan maupun
lingkungan kerja
- Komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan
- Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas sosial dan lain-lain
- Pembicara tidak mempunyai fokus tertentu tetapi lebih mengarah
kebersamaan dan rasa senang.

(sumber: Heri Purwanto (1994). Komunikasi untuk Perawat).

8. Faktor Yang Menunjang dan Menghambat dalam Komunikasi Terapeutik .

Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah (Purwanto, Heri,
1994), yaitu:

a. Kemampuan pemahaman yang berbeda

b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu

c. Komunikasi satu arah

d. Kepentingan yang berbeda

e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin

f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita

g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi

h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya

i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita

j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan

k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan

l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso, 1994), yaitu:


-Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi

-Sikap yang kurang tepat

-Kurang pengetahuan

-Kurang memahami sistem sosial

-Prasangka yang tidak beralasan

-Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan
reseptor berjauhan

-Tidak ada persamaan persepsi

-Indera yang rusak

-Berbicara yang berlebihan

-Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

Faktor yang mempengaruhi komunikasi (Suryani, 2005), yaitu:

a. Kredibilitas

Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau


komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan proses
komunikasi, karena hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi
terhadap pesan yang disampaikan.

b. Isi pesan

Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran.
Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan
sasaran.

c. Kesesuaian dengan kepentingan sasaran

Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan.
Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.

d. Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang
disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.

e. Kesinambungan dan konsistensi

Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada pesan.


Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan.

f. Saluran

Saluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus
disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.

g. Kapabilitas sasaran

Kapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan. Dalam


menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran dalam
menerima pesan.

h. Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)

Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.

i. Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)

Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran sosial

9. Hambatan – hambatan Komunikasi Terapeutik.

Adapun hambatan-hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan


perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resisten, tranferens, dan kontertransferens. Ini timbul
dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya
menghambat komunikasi terapeutik perawat.Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan
perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Ketiga jenis hambatan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:

1) Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas
yang dialaminya. Resisten merupakan kerengganan alamiah atau penghindaran
verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek
diri seseorang.

2) Transferens

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya
dimasa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam
intensitas dan penggunaan mekainsme pertahanan pengisaran (displacement) yang
maladaptif. Dua jenis reaksi utamanya adalah bermusuhan dan tergantung.

3) Kontertranferens

Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Kontertranferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien
yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan
dalam intensitas emosi.

(Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik di atas, perawat harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien.
Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan
mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut).

(sumber : Hamid,1998) pustaka komunikasi/ hambatan-hambatan komunikasi


terapeutik).

Anda mungkin juga menyukai