Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi
Mobilisasi atau mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur dengan tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dalam
mempertahankan ataupun meningkatkan tingksat kesehatannya (Riyadi & Widuri, 2015)
Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan
teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
dibutuhkan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit, dan untuk aktualisasi diri (Saputra, 2013). Apabila seseorang tidak dapat
memenuhi kebutuhan aktivitasnya karena suatu penyakit, maka orang tersebut memiliki
hambatan mobilitas atau biasa disebut juga dengan imobilisasi.
Imobilisasi atau gangguan mobilitas definisi dari NANDA, merupakan suatu keadaan
ketika seseorang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Riyadi &
Widuri, 2015). Imobilitas merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat bergerak bebas
karena kondisi yang mengganggu pergerakan. Imobilitas dapat terjadi karena berbagai hal,
misalnya trauma tulang belakang, cedera otot berat, fraktur pada ekstremitas, dan kelainan
saraf (Saputra, 2013).

B. Etiologi
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh :
a. Gangguan sendi dan tulang, penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah
tulang tertentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
b. Penyakit syaraf. Adanya strok, penyakit parkinson, dan gangguan syaraf tepi juga
menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
c. Penyakit jantung atau pernapasan. Penyakit jantung ataupernapasan akan menimbulkan
kelelahan dan sesak napas ketgika beraktivitas. Akibatnya, pasien dengan gangguan pada
organ-organ tersebut akan mengurangi mobilitasnya. Ia cenderung lebih banyak duduk
atau berbaring.
d. Gangguan penglihatan. Rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada
gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran terpeleset,terbentur, atau tersandung.
e. Masa penyembuhan. Pasien yang masih lemah setelah menjalani operasi atau penyakit
berat tertentu memerlukan bantuan untuk berjalan (Tarwoto & wartonah, 2007) .
C. Manifestasi Klinik
Menurut (Yuliana, 2017)manifestasi klinik hambatan mobilitas fisik yaitu:
a. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan
abnormalnya sendi dan gangguan metebolisme kalsium.
2) Kardiovaskuler seperti hipotensi orthostastik, peningkatan beban kerja jantung dan
pembentukan thrombus.
3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktivitas.
4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolik karbohidrat, lemak dan
protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium dan
gangguan pencernaan.
5) Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkanresiko infeksi saluran perkemihan dan
batu ginjal.
6) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan.
7) Neurosensori : sensori deprivation.
b. Respon psikososial antara lain meningkatkan respon emosional, intelektual, sensori dan
sosiokultural.
c. Keterbatasan rentan pergerakan sendi.
d. Pergerakan tidak terkoordinasi.
e. Penurunan waktu reaksi (lambat).

D. Patofisiologi
Prosesterjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab gangguan yang terjadi. Ada
tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan terseut. Diantaranya adalah :
1. Kerusakan otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis oto. Otot berperan
sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan, jika terjadi kerusakan pada
otot, maka tidak akan terjadi pergerakan . otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti
trauma langsung pleh benda tajam yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau
ligaman, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penompang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu pada
kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit
dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan implus ke otak. Implus tersebut
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf
terganggu makan akan terjadi gangguan penyampaian implus dari dan ke organ target.
Dengan tidak sampainya implus maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.
Kerusakan dapat terjadi pada sistem syaraf pusat (upper motor neuron/UMN) atau pada
susunan syaraf teri (lower motor neuron/LMN). Yang termasuk UMN adalah otak.
Contoh penyakit yang mengganggu otak adalah stroke dan dapat mengakibatkan
gangguan mobilitas. Sedangkan untuk LMN adalah Guillaine bare syndrome dan
gangguan sistem syaraf lainnya seperti trauma tulang belakang (Asmandi, 2008).
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan
tulang
b. CT Scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau
tendon. Digunakan untuk menidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulan di daerah
yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah teknik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan laboratorium (Tarwoto & wartonah, 2007)
G. Komplikasi
a. Perubahan metabolik
b. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
c. Gangguan fungsi gastrointestinal
d. Perubaha sistem pernapasan
e. Perubahan kardiovaskuler
f. Perubahan sistem muskuloskeletal

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah mobilitas fisik adalah sebagai berikut (Saputra, 2013):
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien
1) Memiringkan pasien
2) Posisi fowler
3) Posisi sims
4) Posisi Trendelenburg
5) Posisi genupectoral
6) Posisi dorsal recumbent
7) Posisi litotomi
b. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan
lain-lain
c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta mingkatkan fungsi
kardiovaskular.
d. Latihan ROM pasif
e. Latihan ROM aktif

I. Pengkajian Fokus

1. Pengkajian

a. Riwayat Keperawatan Sekarang


Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilitas

c. Riwayat Keperawatan Keluarga


Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya riwayat
alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.

d. Kemampuan Mobilitas
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
e. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan,
panggul, dan kaki dengan derajat rentang gerak normal yang berbeda pada setiap
gerakan (Abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, hiperekstensi)

f. Perubahan Intoleransi Aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas dapat berhubungan dengan perubahan sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskular.

g. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi


Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak.

h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas
dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, dan sebagainya.
J. Diagnosis Keperawatan
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik adalah :
a. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan keseimbangan, dan koordinasi,
spastisitas, dan cedera otak
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke
c. Resiko jatuh b.d perubahan ketajaman penglihatan
d. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan fungsi otot facial/oral
e. Nyeri akut
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mencerna makanan.

K. Intervensi Keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan keseimbangan, dan koordinasi,
spastisitas, dan cedera otak
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) berikut adalah intervensi dari diagnose hambatan
mobilitas fisik secara umum:
a) Monitor vital sgin sebelum / sesudah latihan dan lihat respone pasien saat latihan
b) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
c) Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
d) Kaji kemampuan pasien dalam ambulasi
e) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan ADLs pasien

b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke


Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) berikut adalah intervensi dari diagnose defisit
perawatan diri secara umum:
a) Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas
b) Bantu pasien memilih pakaian yang mudah dipakai dan dilepas
c) Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
d) Monitor kemampuan pasien untuk menelan
Pastikan posisi
DAFTAR PUSTAKA
Asmandi, 2008. In Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H., 2015. In NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction. p.231.
Riyadi, S. & Widuri, H., 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diagnosis NANDA.
Yogyakarta: Gosyen.
Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.
Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.
Tarwoto & wartonah, 2007. In Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Dx. 3
Tujuan :
a. Setelah dilakukan asuha keperawatan selama 4 x 24 jam masalah teratasi
b. Kriteria Hasil :
c. Klien akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan
ekstremitaskatkan
d. Mampu mengidentifikasi beberapa alternatif untuk membantu
mempertahankan tingkat aktivitas saat sekarang
e. Berpartisipasi dalam program rehabilitasi untuk meningkatkan
kemampuan untuk beraktivitas
Intervensi Rasional
1. Identifikasi factor-faktor yang
1. Memberikan kesempatan untuk
mempengaruhi kemampuan untuk aktif, memecahkan masalah untuk
seperti temperature yang sangat tinggi, mempertahankan atau meningkatkan
insomnia, pemasukan makanan yang tidak mobilitas.
adekuat. 2. Meningkatkan kemandirian dan rasa
control diri, dapat menurunkan perasaan
2. Anjurkan klien untuk melakukan tidak berdaya.
perawatan diri sendiri, sesuai dengan
3. Menurunkan tekanan terus menerus pada
kemampuan maksimal yang dimiliki klien. daerah yang sama, mencegah kerusakan
kulit. Meminimalkan spasme fleksor lutut
dan panggul.
3. Lakukan perubahan posisi secara teratur
4. Bermanfaat dalam mengembangkan
ketika klien tirah baring di tempat tidur atau program latihan individual dan
dikursi. mengidentifikasi kebutuhan alat untuk
4. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik menghilangkan spasme otot, meningkatkan
atau terapi kerja fungsi motorik, menurunkan atrofi, dan
kontraktur pada system musculoskeletal.

Daftar Pustaka

1. Long, C. Barbara. 2009. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan IAPK


2. Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.
3. Priharjo, Robert. 1993. Perwatan nyeri Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien.
Jakarta : EGC
4. NANDA 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan.
5. Mubarak, Wahit Iqbal ; Nurul Cahyati. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC
6. Doenges, E. Marilynn.2010.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai