Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN MEDIKAL RUANG CEMPAKA


Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang

”CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)”

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Disusun Oleh:

Eny Dwi Oktaviani


115070207111022

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran pernafasan yang
progresif dan ireversibel; terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya
(Snider, 2003). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi
merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan
gangguan pada sistem pernafasan.
Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik yang
produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. Sementara emfisema
didefinisikan sebagai pembesaran alveolus di hujung terminal bronkiol yang permanen dan
abnormal disertai dengan destruksi pada dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas.
The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines
mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang
ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru
akibat inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas yang berbahaya (Kamangar, 2010).

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit PPOK adalah sebagai berikut :
1) Bronchitis kronis
Yaitu gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan
dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentukan
sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut-turut (Brunner &
Suddarth, 2002).
Penyebab :
- Infeksi : stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae
- Alergi
- Rangsang : misal asap pabrik, asap rokok
Gejala :
- Peningkatan produksi mucus
- Dinding bronchial meradang
- Mucus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap
pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hipoksia dan asidosis.
- Klien terlihat sianosis
2) Emfisema
Yaitu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolar,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Brunner & Suddarth, 2002).
Penyebab :
- Predisposisi genetik
- Merokok
- Polusi udara
Gejala :
- Dispnea
- Takipnea
- Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
- Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : ronchi, perpanjangan ekspirasi
- Hipoksemia
- Anoreksia
- Penurunan BB
- Kelemahan
3) Asma bronchialis
Yaitu kesukaran bernafas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas (Brunner & Suddarth. 2002).
Penyebab :
- Alergi (debu, bulu binatang dll)
- Infeksi saluran nafas
- Stress
- Olahraga berat
- Obat-obatan
- Polusi udara
Gejala :
- Dispnea
- Permulaan seangan terdapat sensasi konstriksi (dada terasa berat)
- Wheezing
- Batuk non produktif
- Takikardi
- takipnea

Klasifikasi menurut Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai
berikut :
1) PPOK ringan yaitu dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa sputum dan sesak
napas dengan derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1.
2) PPOK sedang yaitu dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa sputum dan sesak
napas dengan derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat beraktivitas).
3) PPOK berat yaitu sesak napas dengan derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas
kronik, eksaserbasi lebih sering terjadi dan disertai komplikasi kor pulmonale atau
gagal jantung kanan.

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru, PPOK diklasifikasikan ke dalam 4
stadium. (Alsagaff, 2005)
1) Stadium 1 : Ringan
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini
pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mengalami penurunan. Hasil
spirometri menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 ≥ 80% nilai prediksi.
2) Stadium 2 : Sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan
produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan
kesehatannya. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 50% -
80 % nilai prediksi.
3) Stadium 3 : Berat
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi
semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Hasil spirometri
menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 30% - 50% nilai prediksi.
4) Stadium 4 : Sangat Berat
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jikka
eksaserbasi dapat mengancam jiwa. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP <
70% dan VEP1 < 30% nilai prediksi atau VEP1 < 50% nilai prediksi disertai gagal
napas kronik.

2. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya COPD tergantung dari jumlah partikel gas
yang terhirup. Partikel gas ini tremasuk :
a. Asap rokok (perokok aktif dan perokok pasif)
b. Polusi udara
3. FAKTOR RISIKO
Faktor resiko PPOK antara lain : (Nazli, 2011)
1) Kebiasaan merokok
Menurut Guyton (2006), secara umum telah diketahui bahwa merokok dapat
menyebabkan gangguan pernapasan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari
pernyataan ini. Pertama, salah satu efek dari penggunaan nikotin akan
menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang meningkatkan resistensi
aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap rokok menyebabkan
peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus serta pembengkakan
lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel
pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan
cairan dan partikel asing dari saluran pernapasan. Akibatnya lebih banyak debris
berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin
bertambah. Hasilnya, semua perokok baik berat maupun ringan akan merasakan
adanya tahanan pernapasan dan kualitas hidup berkurang.
2) Polusi udara
Tingginya polusi udara dapat menyebabkan gangguan jantung dan paru.
Mekanisme polusi di luar ruangan seperti polutan dalam waktu lama sebagai
penyebab PPOK belum jelas, tetapi lebih kecil prevalensinya jika dibandingkan
dengan pajanan asap rokok.
3) Hiperresponsif saluran pernapasan
Ini bisa menjurus kepada remodelling saluran pernapasan yang menyebabkan
terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita PPOK.
4) Faktor genetik
Disebabkan karena protease inhibitor yang rendah. Fungsi inhibitor protease adalah
untuk mengontrol protease yang selalu berperan dalam berbagai proses biologis.
Inhibitor protease (IP) yang berhubungan langsung dengan jaringan paru adalah
alfa-1-antitripsin (AAT). AAT sangat penting sebagai perlindungan terhadap
protease yang terbentuk secara alami, dan kekurangan antiprotease ini memiliki
peranan penting dalam patogenesis emfisema. Protease dihasilkan oleh bakteri,
PMN, monosit, dan makrofag, sewaktu proses fagositosis berlangsung dan mampu
memecahkan elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru. Pada orang yang
sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh kerja antiprotease, yang menghambat
aktivitas protease.
5) Asma
Pada laporan “The Tucson Epidemiological Study” didapatkan bahwa orang dengan
asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun telah
berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK.
6) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru ini berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran,
dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi metaanalias menyatakan bahwa berat
lahir mempengaruhi nilai VEP, pada masa anak
7) Sosial ekonomi
Sosial ekonomi sebagai factor risiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan secara
pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukinan yang padat, nutrisi
yang jelek, dan factor lain yang berhubungan dengan status social ekonomi
kemungkinan dapat menjelaskan hal ini. Peranan nutrisi sebagai factor risiko
tersendiri penyebab berkembangnya PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan
berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena
penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
8) Stres oksidatif
Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh
paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik
secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan
dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal
ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidak seimbangan inilah
yang kemudian memainkan peranan yang penting terhadap patogenesis PPOK.
9) Infeksi
Baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar terhadap
patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan
terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang
penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Misalnya rhinovirus pada saluran nafas
berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan jelas sekali berperan pada
terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK.
4. PATOFISIOLOGI

5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang
jelas dan tanda inflamasi paru. Gejala batuk cenderung meningkat bersifat kronik. Batuk
bersifat hilang timbul dan mungkin tidak berdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK. Batuk produktif awalnya intermitten kemudian terjadi hampir tiap
hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal,
kuning, bahkan kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik.
Sesak bersifat progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu). Sesak napas
bertambah berat setelah beraktivitas berat. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan
terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin
memburuknya abnormalitas pertukaran udara.
Pada pemeriksaan fisik, PPOK dini umumnya tidak ada kelainan. Pada inspeksi
dapat ditemukan pursed-lips breathing, barrel chest, penggunaan otot bantu nafas,hipertrofi
otot bantu nafas, pelebaran sel iga, bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis dileher dan edema tungkai, penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada
palpasi dapat ditemukan fremitus melemah,sel iga melebar. Perkusi pada emfisema
hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diapragma rendah,hepar terdorong ke bawah.
Pada auskultasi dapat ditemukan suara nafas vesikuler normal, atau melemah, terdapat
ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang
dan bunyi jantung terdengar jauh.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan rutin
a) Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi:
% VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK
dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%.
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal
dan < 200 ml.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b) Darah rutin
Hemoglobin, hematokrit, dan leukosit
c) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada
emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflamasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik:
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus.

2) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a) Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF,
- VR/KPT meningkat
- DLCO (difusi) menurun pada emfisema
- Raw (tahanan nafas) meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw (spesific airway conduction) meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b) Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c) Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktivitastas bronkus derajat ringan.
d) Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
e) Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f) Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g) Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan.
h) Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
i) Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
j) Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
Diagnosis Banding
a. Asma
- Onset awal sering pada anak
- Gejala bervariasi dari hari ke hari
- Gejala pada malam/menjelang pagi
- Disertai atopi, rinitis, atau eksim
- Riwayat keluarga dengan asma
- Sebagian besar hambatan aliran udara reversibel
b. Gagal Jantung Kongestif
- Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal
- Foto thoraks tampak jantung membesar, edema paru.
- Uji faal menunjukkan retriksi bukan obstruksi
c. Bronkiektasis
- Sputum produktif dan purulen
- Umumnya terkait dengan infeksi bakteri
- Auskultasi terdengar ronki kasar
- Foto thoraks / CT scan thoraks menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus
d. Tuberkulosis
- Onset segala usia
- Foto thoraks menunjukkan infiltrat
- Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
- Prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah endemis

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Umum
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Yaitu menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Edukasi yang
tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat
hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan
cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum
bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
1). Pengetahuan dasar tentang PPOK
2). Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3). Cara pencegahan perburukan penyakit
4). Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5). Penyesuaian aktivitas.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala
prioritas bahan edukasi sebagai berikut:
1) Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan.
2) Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu
saja)
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3) Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit:


1) Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain
berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
2) Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
3) Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah

Obat – obatan

1) Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis beta-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
2) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
3) Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
4) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
5) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
6) Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
Terapi O2

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan


kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru
lain.

Macam terapi oksigen :


- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen
di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.
Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat
daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat
di rumah dibedakan :
- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian
oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau
pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Alat bantu pemberian oksigen
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas
darah pada waktu tersebut.
Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas
hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah
mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai:
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualitas hidup yang menurun
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.
1) Latihan Fisik
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem transportasi oksigen dan
untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan.
2) Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat
diberikan obat.
3) Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan
meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan
menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih
ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimitas.

8. KOMPLIKASI

Komplikasi PPOK dapat bermacam-macam, diantaranya: (Wahyu, Dody. et al, 2010)


1. Gagal nafas
Akibat obstruksi jalan nafas maka terjadilah ketidakmampuan paru-paru untuk menghirup
oksigen yang cukup dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Akibatnya dapat
mengganggu keseimbangan asam dan basa. Gagal nafas juga dapat terjadi selama
eksaserbasi akut.
2. Polisitemia Sekunder
Polisitemia pada penderita PPOK terjadi karena tubuh berusaha untuk menyesuaikan
terhadap penurunan jumlah oksigen di darah yaitu dengan meningkatkan produksi sel
darah merah, yang mana sel darah merah berfungsi untuk mengangkut oksigen. Hal ini
mungkin dapat membantu untuk sementara waktu, namun produksi berlebihan bisa
menyebabkan darah menjadi kental, pada akhirnya bisa menyumbat pembuluh darah
kecil. Tanda dan gejala polisitemia sekunder adalah kelemahan, sakit kepala, kelelahan,
napas pendek, gangguan penglihatan, wajah kemerahan, kebingungan, tinnitus, dan rasa
terbakar di tangan dan kaki.
3. Cor Pulmonale ( Gagal jantung Kanan )
Pertukaran udara yang jelek pada penderita PPOK menyebabkan menurunnya jumlah
oksigen di darah sehingga timbul refleks spasme percabangan-percabangan kecil arteri
pulmonalis (hypoxic vasoconstriction). Kesemuanya ini akan lebih meningkatkan tahanan
perifer dalam paru. Maka ventrikel kanan harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi
hipertrofi ventrikel kanan. Bila sudah tidak mampu lagi mengkompensasi meningkatnya
tahanan perifer intrapulmonal, maka akan terjadi kegagalan jantung kanan. Tanda dan
gejala gagal jantung kanan antara lain pembengkakan ekstemitas bawah yaitu kaki,
dispneu, tidak mampu mentoleransi latihan, sianosis, meningkatnya vena leher.
4. Pneumothoraks
Pneumothoraks terjadi karena adanya lubang yang berkembang di paru-paru,
menyebabkan udara keluar menuju rongga antara paru dan dinding dada dan
menyebabkan paru-paru kolaps. Pada penderita PPOK terjadi peningkatan risiko untuk
terjadinya perkembangan lubang secara spontan karena lemahnya struktur paru. Tanda
dan gejala pneumothoraks antara lain nyeri dada yang mendadak dan tajam, tambah
parah apabila batuk atau bernafas dalam, dispneu, sesak. takikardi, dan sianosis.
5. Hipertensi Pulmonal
Normalnya, darah yang mengalir melalui pembuluh darah paru mempunyai tahanan yang
kecil, dan secara normal melebar untuk mengalirkan darah dari jantung ke paru untuk
mengambil oksigen dan mengalirkannya ke seluruh tubuh. Pada hipertensi pulmonal,
pembuluh darahnya konstriksi manjadi sempit dan tebal. Hal tersebut menyebabkan
sedikit darah yang mengalir di pembuluh darah, tekanan dalam pembuluh darah menjadi
meningkat dan otot jantung bekerja keras untuk memompa darah. Tanda dan gejala
hipertensi pulmonal antara lain nafas pendek ketika pertama kali beraktivitas dan bahkan
waktu istirahat, nyeri dada, kelemahan, kelelahan, pingsan, bengkak pada kaki.
6. Malnutrisi
Malnutrisi menjadi komplikasi PPOK yang dapat disebabkan karena dispneu, yang
merupakan gejala utama PPOK membuat penderita sangat sulit untuk menyelesaikan
makannya, dan penderita menjadi kehilangan nafsu makan. Tanda dan gejala bisa
bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai sangat berat. Gejala umum berupa
kelelahan, pusing, penurunan berat badan, dan kelemahan sistem imun.
7. Penyakit paru tahap akhir
Saat gagal nafas terjadi pada pasien yang mempunyai penyakit paru tahap akhir, akan
terjadi penurunan dengan lambat fungsi paru dan meningkatnya kadar karbondioksida
dalam darah. Meningkatnya karbondioksida menyebabkan efek narkotik pada pasien,
sehingga pasien hilang kesadaran dan berhenti bernafas.
9. ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidakNOC :       Beri pasien 6 sampai 8 gelas


efektif b.d bronkokontriksi, cairan/hari kecuali terdapat kor
Respiratory status : Ventilation
peningkatan produksi pulmonal.
sputum, batuk tidak efektif,
Respiratory status : Airway patency
      Ajarkan dan berikan dorongan
kelelahan/berkurangnya
Aspiration Control penggunaan teknik pernapasan
tenaga dan infeksi
diafragmatik dan batuk.
bronkopulmonal. Kriteria Hasil :
      Bantu dalam pemberian tindakan
v Mendemonstrasikan batuk efektif
nebuliser, inhaler dosis terukur
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan       Lakukan drainage postural dengan
dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum,perkusi dan vibrasi pada pagi hari
mampu bernafas dengan mudah,dan malam hari sesuai yang
tidak ada pursed lips) diharuskan.

     
v Menunjukkan jalan nafas yang Instruksikan pasien untuk
paten (klien tidak merasa tercekik,menghindari iritan seperti asap
irama nafas, frekuensi pernafasanrokok, aerosol, suhu yang ekstrim,
dalam rentang normal, tidak adadan asap.
suara nafas abnormal)
      Ajarkan tentang tanda-tanda dini
v Mampu mengidentifikasikan daninfeksi yang harus dilaporkan pada
mencegah factor yang dapatdokter dengan segera: peningkatan
menghambat jalan nafas sputum, perubahan warna sputum,
kekentalan sputum, peningkatan
napas pendek, rasa sesak didada,
keletihan.

      Berikan antibiotik sesuai yang


diharuskan.

      Berikan dorongan pada pasien


untuk melakukan imunisasi terhadap
influenzae dan streptococcus
pneumoniae.
2. Pola napas tidakNOC :      Ajarkan klien latihan bernapas
efektifberhubungan dengan diafragmatik dan pernapasan bibir
v Respiratory status : Ventilation
napas pendek, mukus, dirapatkan.
bronkokontriksi dan iritanNOC
     Berikan dorongan untuk menyelingi
jalan napas
Respiratory status : Airway patency aktivitas dengan periode istirahat.

Vital sign Status      Biarkan pasien membuat


keputusan tentang perawatannya
Kriteria Hasil :
berdasarkan tingkat toleransi pasien.
v Mendemonstrasikan batuk efektif
     Berikan dorongan penggunaan
dan suara nafas yang bersih, tidak
latihan otot-otot pernapasan jika
ada sianosis dan dyspneu
diharuskan.
(mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)

v Menunjukkan jalan nafas yang


paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)

Tanda Tanda vital dalam rentang


normal (tekanan darah (sistole
110-130mmHg dan diastole 70-
90mmHg), nad (60-100x/menit)i,
pernafasan (18-24x/menit))

3. Gangguan pertukaran
v Respiratory status : Ventilation       Deteksi bronkospasme
gasberhubungan dengan saatauskultasi .
Kriteria Hasil :
ketidaksamaan ventilasi
      Pantau klien terhadap dispnea dan
perfusi Frkuensi nafas normal (16-
hipoksia.
24x/menit)
      Berikan obat-obatan bronkodialtor
Itmia
dan kortikosteroid dengan tepat dan
Tidak terdapat disritmia waspada kemungkinan efek
sampingnya.
Melaporkan penurunan dispnea
      Berikan terapi aerosol sebelum
Menunjukkan perbaikan dalam lajuwaktu makan, untuk membantu
aliran ekspirasi mengencerkan sekresi sehingga
ventilasi paru mengalami perbaikan.

      Pantau pemberian oksigen

4. Intoleransi NOC :       Kaji respon individu terhadap


aktivitasberhubungan aktivitas; nadi, tekanan darah,
Energy conservation
dengan ketidakseimbangan pernapasan
antara suplai dengan
Self Care : ADLs
      Ukur tanda-tanda vital segera
kebutuhan oksigen
Kriteria Hasil : setelah aktivitas, istirahatkan klien
selama 3 menit kemudian ukur lagi
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanda-tanda vital.
tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR       Dukung pasien dalam menegakkan
latihan teratur dengan menggunakan
Mampu melakukan aktivitas sehari
treadmill dan exercycle, berjalan atau
hari (ADLs) secara mandiri
latihan lainnya yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.

      Kaji tingkat fungsi pasien yang


terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status
fungsi dasar.

      Sarankan konsultasi dengan ahli


terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap
kemampuan pasien.

      Sediakan oksigen sebagaiman


diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-
jaga.

      Tingkatkan aktivitas secara


bertahap; klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai melakukan
rentang gerak sedikitnya 2 kali
sehari.

      Tingkatkan toleransi terhadap


aktivitas dengan mendorong klien
melakukan aktivitas lebih lambat,
atau waktu yang lebih singkat,
dengan istirahat yang lebih banyak
atau dengan banyak bantuan.

      Secara bertahap tingkatkan


toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar tempat
tidur sampai 15 menit tiap hari
sebanyak 3 kali sehari.

5. Perubahan nutrisi kurangNOC :       Kaji kebiasaan diet, masukan


dari kebutuhan makanan saat ini. Catat derajat
Nutritional Status : food and Fluid
tubuhberhubungan dengan kesulitan makan. Evaluasi berat
Intake
dispnea, kelamahan, efek badan dan ukuran tubuh.
samping obat, produksiKriteria Hasil :
      Auskultasi bunyi usus
sputum dan anoreksia, mual
Adanya peningkatan berat badan
muntah.       Berikan perawatan oral sering,
sesuai dengan tujuan
buang sekret.
Berat badan ideal sesuai dengan
      Dorong periode istirahat I jam
tinggi badan
sebelum dan sesudah makan.
Mampu mengidentifikasi kebutuhan
      Pesankan diet lunak, porsi kecil
nutrisi
sering, tidak perlu dikunyah lama.
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
      Hindari makanan yang diperkirakan
Tidak terjadi penurunan beratdapat menghasilkan gas.
badan yang berarti
      Timbang berat badan tiap hari
sesuai indikasi.

6. Kurang perawatanNOC :       Ajarkan mengkoordinasikan


diriberhubungan dengan pernapasan diafragmatik dengan
Self care : Activity of Daily Living
keletihan sekunder akibat aktivitas seperti berjalan, mandi,
(ADLs)
peningkatan upaya membungkuk, atau menaiki tangga
pernapasan dan insufisiensi
ventilasi dan oksigenasi Kriteria Hasil :       Dorong klien untuk mandi,
berpakaian, dan berjalan dalam jarak
Klien terbebas dari bau badan
dekat, istirahat sesuai kebutuhan
Menyatakan kenyamanan terhadapuntuk menghindari keletihan dan
kemampuan untuk melakukandispnea berlebihan. Bahas tindakan
ADLs penghematan energi.

      Ajarkan tentang postural drainage


Dapat melakukan ADLS dengan
bantuan bila memungkinkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood; Abdul Mukly (ed). 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan ke-3.
Surabaya: Airlangga University Press.

Diagnosa Keperawatan. 2010. Definisi dan Klarifikasi 2009 – 2011 / editor T. Heather
Herdman ; alih bhasa, Made Sumarti, Dwi Windari, Estu Tiar; editor alih Bahasa Indonesia,
Monica Ester. Jakarta : EGC

Nazli, Putri astrid Novianti. 2011. Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan
Faktor Risiko di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli 2010 – Juli 2011. Medan : FKUSU
PDPI. 2003. PPOK : Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia.

Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info media, Jakarta.

Wahyu, Dody, et al. 2010. Managemen Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Malang : FKUB

Anda mungkin juga menyukai