Anda di halaman 1dari 25

“TATALAKSANA NYERI”

PEMBIMBING : dr. Admar Anwar, Sp. An, KIC

Nama : Ayu Devita Ashari


NIM : 2013730128
Definisi

International Association for Study of Pain (IASP),


mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,
berkaitan dengan kondisi aktual atau potensial
terjadinya kerusakan jaringan.
Klasifikasi
• Nyeri akut : Nyeri somatik dan nyeri visceral

• Nyeri kronis

• Nyeri cepat (fast pain) dan Nyeri lambat (slow pain)

• Nyeri inflamasi

• Nyeri nosiseptif

• Nyeri neuropatik
Mekanisme Nyeri

Tranduksi
Rangsang nyeri
(noksius) diubah
menjadi
depolarisasi Transmisi
membran reseptor
yang kemudian
menjadi impuls
saraf.

Modulasi
Modulasi nyeri dapat
timbul di nosiseptor Persepsi
perifer, medula
Nyeri sangat
spinalis atau supra
dipengaruhi oleh
spinal. Modulasi ini
faktor subjektif.
dapat menghambat
atau memberi
fasilitasi.
Skala Nyeri
Penilaian nyeri meliputi : Anamnesis
umum

Pemeriksaan Fisik

Anamnesis spesifik nyeri : lokasi nyeri,


keadaan yang berhubungan dengan
timbulnya nyeri, karakter nyeri, intensitas
nyeri, gejala yang menyertai nyeri, efek
nyeri terhadap aktivitas, tatalaksana
yang sudah di dapat, riwayat penyakit
yang relevan dengan rasa nyeri, faktor
lain yang akan mempengaruhi
tatalaksana pasien.
Persepsi nyeri dan nosisepsi

Nosiseptor
adalah aferen -
Stimulus suhu
Menimbulkan
aferen primer
(>42oC), kimia yang berespon
keluhan secara
atau kerusakan terhdap stimulus
verbal dan usaha
mekanis pada yang
untuk menghindar
ujung sensorik
pada manusia. berbahaya dan
perifer
intesns.

Pertama stimulus nyeri mencetuskan aktivitas pada grup aferen


primer di neuron –neuron ganglion sensorik (nosiseptor). Melalui
sistem spinal dan berbagai sistem intersegmental, informasi
tersebut mengakses pusat supraspinal di batang otak dan talamus.
Sistem proyeksi ini mewakili dasar rangsangan somatik dan visera
yang memberikan hasil berupa usaha menarik diri atau keluhan
verbal.
TATALAKSANA NYERI
Morfin

Terhadap sistem saraf pusat mempunyai dua sifat yaitu


depresi dan stimulasi.

Depresi (analgesia, sedasi, perubahan emosi,


hipoventilasi alveolar)

Stimulasi (parasimpatis, mual, muntah, hiperaktif refleks


spinal, konvulsi, sekresi hormon ADH.
Penggunaan morfin dalam anestesi
dan analgesi

◦ Dosis anjuran untuk menghilangakan nyeri sedang : 0,1–0,2


mg/kgBB subkutan & I.m dapat diulang tiap 4 jam.
◦ Nyeri hebat : 1-2 mg I.v diulang sesuai keperluan.
◦ Untuk mengurangi nyeri pasca bedah atau nyeri persalinan 2-4
mg epidural atau 0,05-0,2mg intratekal. Dapat diulang 6-12 jam.
Petidin
Dosis I.m 1-2 mg/kg BB dapat
diulang 3-4 jam. Dosis I.v 0,2-0,5
mg/BB Subkutan tidak
dianjurkan Dapat untuk
analgesia spinal, dosis 1-2
mg/BB.

Fentanil
Dosis 1-3 g/kgBB analgesinya
berlangsung menit tidak
digunakan untuk pasca
bedah. Dosis besar 50-150
µg/kgBB IV induksi anestesi &
pemeliharaan dengan
kombinasi benzodiazepin dan
anestetik inhalasi dosis rendah
pada bedah jantung.
Sulfentanil
Sifat sama dengan fentanil . Efek pulih
lebih cepat dari fentanil. Kekuatan
analgesi 5-10x fentanil. Dosis 0,1-0,3
mg/kgBB.

Alfentanil
Kekuatan analgesi 1/5 – 1/3 fentanil
.Insiden mual muntah sangat besar. Mulai
kerja cepat. Dosis analgesi : 10-20 g/kgBB.

Tramadol
Tramadol (tramal) adalah analgetik
sentral dengan afinitas rendah pada
reseptor mu. Diberi : oral, I.m, I.v, dengan
dosis 50-100mg dan dapat diulang setiap
4-6 jam , dosis maksimal 400 mg/hari.
Nalokson
Digunakan untuk melawan depresi
napas pada akhir pembedahan
dengan dosis dicicil 1-2 g/kgBB I.v ,
dapat diulang tiap 3-5 menit, sampai
ventilasi baik. Dosis Intramuskular 2x
dosis Intravena.

Naltrekson
Merupakan antagonis opioid kerja
panjang yang biasanya diberikan
peroral (bertahan sampai 24 jam)
pada pasien yang ketergantungan
opioid. Naltrekson peroral 5 atau 10
mg, mengurangi puritus, mual,
muntah pada analgesia epidural
saat persalinan.
Analgetik Non Opioid
Asam asetil salisilat : digunakan untuk mengurangi nyeri ringan
atau sedang dan biasanya dikombinasi dengan analgetik lain
untuk 3-4 hari. Aspirin lebih bersifat antipiretik. Dosis oral tablet
250-500 mg/8-12 jam.

Indometasin
Indometasin (confortid) 25 mg/8-12 jam bermanfaat untuk
mengobati arthritis.

Diklofenak
Diklofenak (voltaren):
Dosis dewasa oral : 50-100 mg/8-12 jam, IV : 75 mg, suppositoria:
50-100 mg/12 jam.
Ketorolak
◦ Ketorolak (toradol) dapat diberikan secara oral, intramuscular atau
intravena

◦ Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat
< 50 kg, manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg.

◦ Sifat analgetik ketorolak setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12


mg morfin = 100 mg petidin, sedangkan sifat antipiretik dan anti
inflamasinya rendah.
Analgetik Non Opioid
Ketoprofen
Ketoprofen (profenid) dapat diberikan secara oral kapsul atau
tablet 100-200 mg setiap hari, per rectal 1-2 setiap hari,
intramuscular 100-300 mg per hari atau intravena perifus dihabiskan
dalam 20 menit.

Piroksikam
Piroksikam (feldane) dapat diberikan secara oral, rectal, atau
ampul 10-20 mg.

Ternoksikam
Tenoksikam (tilcotil) biasanya diberikan intramuscular, intravena
ampul 20 mg setiap hari yang dilanjutkan dengan oral. Hasil
metabolism dibuang lewat ginjal dan sebagian lewat empedu.
Analgetik Non Opioid
Meloksikam
Meloksikam (movicox) adalah inhibitor selektif Cox-2
dengan efektivitas sebanding diklofenal (voltaren) atau
piroksikam (feldane) dalam mengurangi nyeri, tetapi
dengan efek samping minimal. Dosis per hari satu tablet 7,5
mg atau 15 mg.

Acetaminofen (paracetamol, panadol) tidak punya sifat


antiinflamasi dan sifat inhibitor terhadap sintesis
prostaglandin sangat lemah, karena itu tidak digolongkan
sebagai NSAID. Biasanya untuk nyeri ringan dan
dikombinasikan dengan analgetik lain. Oral 500-1000 mg/4-
6 jam, dosis maksimal 4000 mg/hari.
Pain Ladder WHO
APS Guidline
◦ Rekomendasi dengan bukti berkualitas tinggi :
◦ Penggunaan acetaminophen dan/atau NSAID sebagai bagian dari
analgesia multimodal untuk manajemen nyeri pasca operasi pada
orang dewasa dan anak-anak tanpa kontraindikasi
◦ Pertimbangan teknik spesifik lokasi bedah perifer daerah anestesi pada
orang dewasa dan anak-anak untuk prosedur dengan bukti yang
menunjukkan keberhasilan; dan
◦ Menawarkan analgesia neuraksial untuk prosedur dada dan perut
besar, terutama pada pasien berisiko untuk komplikasi jantung atau ileus
berkepanjangan.
◦ Pemberian oral dari intravena (IV) pada pasien yang dapat
menggunakan oral;
APS Guidline
◦ Menghindari rute intramuskular untuk administrasi analgesik;
◦ Memilih IV sebagai kontrol analgesia (PCA) ketika rute parenteral
diperlukan;
◦ Mengingat dosis preoperatif celecoxib oral pada orang dewasa
tanpa kontraindikasi;
◦ Mengingat gabapentin atau pregabalin sebagai komponen dari
analgesia multimodal;
◦ Menggunakan analgesik lokal topikal dalam kombinasi dengan blok
saraf sebelum sunat;
◦ Menghindari analgesia intrapleural dengan anestesi lokal untuk
mengontrol rasa sakit setelah operasi toraks;
◦ Menggunakan terus menerus, teknik berbasis anestesi lokal perifer
daerah analgesik ketika kebutuhan untuk analgesia
kemungkinan akan melebihi durasi efek suntikan tunggal; dan
◦ Menghindari administrasi neuroaksial magnesium, benzodiazepin,
neostigmin, tramadol, dan ketamin.
APS Guidline

◦ Memberi edukasi pasien, termasuk informasi tentang pilihan


pengobatan;
◦ Melakukan evaluasi pra operasi, termasuk penilaian komorbiditas
medis dan psikiatris, obat bersamaan, riwayat nyeri kronis, dan
penyalahgunaan zat;
◦ Menyesuaikan rencana manajemen nyeri atas dasar kecukupan
nyeri dan kehadiran efek samping;
◦ Gunakan alat penilaian nyeri divalidasi untuk melacak respon
terhadap pengobatan nyeri pasca operasi dan menyesuaikan
rencana perawatan sesuai;
◦ Tepat memantau sedasi, status pernafasan, dan efek samping
lain pada pasien yang menerima opioid sistemik; dan
◦ Menyediakan monitoring yang tepat pasien yang telah
menerima intervensi neuroaksial untuk analgesia perioperatif

Anda mungkin juga menyukai