Disusun Oleh :
Dokter Pembimbing :
KEPANITRAAN KLINIK
2018
Elizabeth McElnea , Kirk Stephenson , Sarah Gilmore , Michael O’Keefe , David Keegan
ABSTRAK
Analisa Statistik: Hasil, lebih sesuai jika disajikan dalam bentuk rata-rata dan
simpangan baku
HASIL
Dua puluh delapan mata dari 24 pasien, usia rata-rata mereka adalah 11.6
tahun (kisaran 2-16 tahun) mengalami ablasio retina selama periode 8 tahun penelitian.
Sembilan belas mata (67,9%) yang diteliti berasal dari pasien laki-laki sementara 9
mata (32,1%) berasal dari pasien wanita. Usia rata-rata pasien laki-laki yang terkena
adalah 12,1 tahun sedangkan pasien wanita yang terkena adalah 10.7 tahun (Gambar 1).
Faktor-faktor yang berkontribusi pada ablasio retina ditunjukkan pada Gambar
2. Trauma merupakan penyebab paling umum dari ablasio retina dan didapatkan pada
50,0% kasus. Pria dan wanita yang mengalami ablasio retina karena trauma secara
berurutan adalah 64,3% dan 35,7%. Ada patologi penyebab yang tumpang tindih dalm
hal ini. Kondisi lain terkait termasuk sindrom Stickler (sindromik miopia), anomali
Peter, sindrom von Hippel Lindau, Penyakit Coat, retinoblastoma dan sindrom Charge.
Rerata ketajaman visual pada awal adalah 1,2 logMAR. Makula dari 18 pasien
(64,3%) juga ikut mengalami ablasio sejak awal sementara 10 mata (35,7%) masih
menempel pada awal penelitian. Komplkasi ablasio retina berupa PVR kelas C
ditemukan sebesar 42,9% pada awal penelitian.
Gambar 3 menunjukkan morfologi ablasio yang ditemukan pada masing-
masing mata dan, berbagai penyebab ablasionya. Dari 35,7% ablasio retina karena
trauma ternyata sekunder akibat robekan raksasa pada retina dan 21,4% dikaitkan
dengan dialisis retina. Pada 14,3% kasus jenis robekan tidak bisa ditentukan dan PVR
adalah temuan yang dominan pada 28,6% kasus.
Terdapat dua mata dimana ada keratopati yang cukup lebar sehingga
menghalangi pandangan saat pemeriksaan fundus dan disimpulkan bahwa ablasio
retinanya sudah sangat lama, maka operasi tidak dilakukan. Secara total 78 prosedur
bedah dilakukan dalam pengelolaan 26 mata sisanya dengan rata-rata 3 prosedur dan 1-
9 prosedur per pasien. Vitrektomi kompleks yang dikombinasikan dengan skleral
bulcking dan vitrektomi kompleks tunggal adalah prosedur yang paling umum
dilakukan (Gambar 4). Sembilan mata dirawat dengan pendekatan ‘eksternal’ untuk
perbaikan ablasio retina saja, misalnya laser retinopeksi tidak langsung, cryoretinopexy
dan / atau prosedur scleral bulcking.
Data ketajaman visual pada 12 bulan setelah operasi tersedia untuk semua
mata pasien di mana telah dilakukan penilaian ketajaman visual formal. Rerata
ketajaman visual adalah 1,2 logMAR. Ketajaman visual meningkat pasca operasi pada
40,0% mata, dan yang tidak berubah ditemukan pada 40,0% mata dan yang memburuk
ditemukan pada 20,0% mata. Pada kedua mata dengan makula yang terlepas sejak awal,
yang mana ketajaman visual dapat dinilai secara formal, hanya 23,1% yang bisa
mencapai ketajaman visual 0,8 logMAR atau lebih baik. Seperti yang ditunjukkan
Gambar 5, sekitar 84,6% dari kasus ablasio retina yang bisa kembali menempel dengan
baik pada akhir follow up. Dalam kasus yang tersisa reattachment dari makula berhasil
dicapai dan daerah stabil diperoleh pada semua kecuali pada satu kasus (96,4%). Tidak
ada tindakan enukleasi atau pengeluaran isi yang dilakukan. Dalam kasus-kasus
diperlakukan dengan pendekatan eksternal yang mana untuk memperbaiki saja rerata
ketajaman visual pra operasi dan pasca operasi adalah 1,2 dan 0,8 logMAR. Dalam
kasus-kasus sisa dengan prosedur intraokular yang diperlukan untuk manajemen ablasio
retina rerata ketajaman visual pra operasi dan pasca operasi masing-masing adalah 1,3
dan 1,5 logMAR. Hasil anatomi untuk masing-masing kelompok ini ditunjukkan pada
Gambar 6.
DISKUSI
Setidaknya satu faktor predisposisi dari ablasio retina yang ditemukan pada
92,9% mata yang dijelaskan di sini. Pada 25,0% kasus ditemukan adanya dua atau lebih
faktor. Ablasio retina demikian sangat tidak biasa pada anak-anak kecuali ada beberapa
predisposisi yang dapat diidentifikasi [7].
Sebuah seri kasus yang dipublikasi sebelumnya mengenai ablasio retina pada
pediatrik dilaporkan adanya dua puncak insiden; di bawah usia enam tahun untuk
penyebab 'bawaan', dan di atas enam tahun karena trauma [8]. Jumlah anak-anak di
bawah enam tahun yang mengalami ablasio retina ditemukan sangat sedikit dalam
penelitian kami kemungkinan mencerminkan kemajuan dalam pengelolaan katarak
kongenital dan retinopati prematuritas. Memang, di pusat yang mengelola mayoritas
kasus ini secara nasional tidak ada anak-anak yang mengalami aphakic dan tidak ada
retinopati prematuritas.
Trauma menyumbang 65,0% dari 181 ablasio retina rhegmatogenous pada
anak lebih dari 10 tahun, 44,0% dari 187 kasus di atas 8 tahun [9], 42,0% dari 71 kasus
di atas 12 tahun [10], dan 34,0% dari 163 kasus di akhir 15 tahun [11]. Trauma adalah
faktor etiologi pada 50,0% dari kasus kami dengan insiden yang lebih tinggi pada laki-
laki daripada perempuan. Trauma tetap menjadi penyebab utama ablasio retina pada
anak. Pada kelompok ablasio retina terkait trauma ditemukan trauma lebih banyak
terjadi pada kelompok usia yang lebih tua dengan usia rata-rata 11.6 tahun. Perawatan
harus dilakukan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pinggiran retina
saat memeriksa anak-anak dengan cedera mata; khususnya untuk mencari dialisis. Saat
tidak bisa dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp, maka pemeriksaan di bawah
anestesi harus dipertimbangkan. Tidak jelas untuk predisposisi anak laki-laki pada
cedera okular.
Metode bedah yang digunakan dalam pengobatan ablasio retina disini
termasuk prosedur scleral buckling (melingkari dan / atau eksplan sebagian) dan / atau
pars plana vitrektomi. Secara keseluruhan tingkat reattachment retina kami adalah
84,6% lebih baik dibandingkan dengan yang dipublikasikan pada penelitian lainnya
yang dilakukan pada orang dewasa dan anak-anak [7,12-14]. Prinsip-prinsip bedah
perbaikan ablasio retina pada dewasa juga dapat juga digunakan sebagai panduan dalam
perbaikan dari ablasio retina pada pediatrik, bantuan traksi vitreous pada defek retina,
reapproximation dari retina ke epitel pigmen retina dan perlekatan epitel pigmen retina
[6]. Namun ada beberapa perbedaan utama dalam anatomi mata anak yang menuntut
pertimbangan cermat dan bisa mengubah keuntungan relatif dari teknik bedah yang
tersedia [6].
Vitreous pediatrik seringkali lebih kaku dan lengket daripada orang dewasa
yang seperti kaca. Dalam kasus dengan patologi perifer yang luas, begitu traksi bisa
dilepas dengan scleral buckle, vitreous itu sendiri dapat membantu untuk dijadikan
sebagai tamponade pada bagian yang lepas, sehingga memungkinkan resorpsi cairan
sub-retina [6]. Sebelum menggunakan vitrektomi secara rutin, scleral buckling saja
memberikan angka keberhasilan sebesar 70% -80% pada ablasio retina pediatrik [9,15].
Pada kasus yang lebih kompleks yang memerlukan vitrektomi namun tidak bisa
dilakukan operasi pada saat itu maka akan dikeluarkan dari penelitian ini.
Bedah vitrektomi sangat menantang pada anak-anak. Adhesi vitreoretinal pada
anak sangat kuat sehingga retina mudah pecah secara iatrogenik. Retinektomi besar
biasanya diperlukan karena sangat kuatnya ikatan vitreoretinal pada pediatrik yang
dapat menghalangi diseksi perifer yang mengurangi traksi pada semua permukaan.
Vitrektomi sangat dikaitkan dengan pembentukan katarak. Lensektomi atau
operasi katarak yang dilakukan setelah vitrektomi terjadi pada 34,6% kasus pada
penelitian ini. Hilangnya akomodasi dan kemungkinan adanya amblyopia menunjukkan
bahwa katarak pediatrik lebih sering terjadi daripada orang dewasa. Karena kendali
posisi postoperatif dan pemantauan tekanan intraokular sulit dilakukan pada pasien
pediatrik, minyak silikon sering diutamakan untuk untuk tamponade jangka panjang.
Vitreous yang ditahan dekat dengan bagian robekan dapat berkontraksi, yang
bisa mengakibatkan terjadinya ablasio berulang. Aktivitas seluler intraokular lebih
tinggi sehingga bisa memungkinkan untuk terjadinya PVR dan ablasio berulang yang
lebih tinggi pada pasien anak dengan ablasio retina bila dibandingkan dengan orang
dewasa dengan kasus yang sama [6]. Chandelier dibantu dengan sclera buckling yang
menggabungkan teknik tradisional scleral buckling dengan lebih banyak pendekatan
kontemporer untuk visualisasi retina dapat menggabungkan keuntungan antara sclera
buckling dengan vitrektomi, yaitu fungsi maintanance, pendekatan eksternal untuk
operasi sementara meningkatkan visualisasi baik untuk deteksi robekan retina ataupun
untuk perbaikan ablasio termasuk untuk drainase cairan sub-retina. Dalam penelitian
terbesar yang pernah dipublikasikan tentang chandelier yang dibantu dengan scleral
buckling sebuah chandelier 25 gauge dan non-contact wide field viewing system
digunakan pada 79 pasien dengan ablasio retina tanpa komplikasi [16]. Sembilan puluh
dua persen kasus berhasil diobati. Setidaknya sebanyak tiga pasien anak dengan makula
yang juga mengalami ablasio berhasil disambungkan tanpa komplikasi dengan
menggunakan teknik yang serupa [17].
Dalam seri ini 60,0% dari mereka yang diteliti tidak mendapatkan perbaikan
visual atau bahkan mengalami perburukan tajam pengelihatan mereka setelah dilakukan
tindakan bedah dan hanya 25,0% yang memiliki visus yang lebih baik dari 0.3
logMAR. Visus hasil paling rendah pada kelompok umur yang lebih muda. Amblyopia
dapat muncul karena perubahan refraktif dan / atau bisa juga muncul strabismus setelah
dilakukan sklera buckling, sebagai akibat dari aphakia atau pseudophakia atau sebagai
hasil dari penggunaan tamponade silikon minyak jangka panjang. Semua mata harus
direfraksi, dan kacamata atau kontak lensa harus diresepkan dengan tepat. Beban pada
mata sebelahnya juga harus dipertimbangkan tetapi hanya dalam kasus-kasus tertentu
saja. Penting untuk tidak menimbulkan cacat visual pada anak. Katarak harus
dihilangkan dengan cepat setelah terlihat dengan baik. Pada beberapa kasus yang
dijelaskan dalam penelitian ini, misalnya pada anak-anak dengan anomali Peter dan
penyakit kornea terkait dan / atau penyakit retina degeneratif, visus pasca operasi
mungkin akan terbatas oleh penyakit komorbid tersebut.
Sangat menarik untuk dicatat jumlah prosedur pendukung yang dilakukan.
Pengelolaan ablasio retina pediatrik membutuhkan banyak masukan dari pasien,
keluarga mereka, ahli bedah dan tim medis yang lebih luas. Di masa depan, pendekatan
operasi dan / atau instrumen yang baru, sebagian sudah disebutkan [16-17], pengobatan
alternatif atau tambahan, misalnya terapi sel punca [18], terapi penggantian gen [19],
retina dan / atau transplantasi epitel pigmen retina [18] dan prostesis retina baru [20]
bersama dengan kemajuan dalam alat bantu visual untuk gangguan penglihatan [21]
semua dapat meningkatkan hasil visus bedah. Fakta bahwa ablasio retina dan sejumlah
penyakit okular lainnya dapat mempengaruhi mata anak-anak seumur hidup mereka
menjadi dasar perlunya manajemen yang agresif pada ablasio. Keberhasilan anatomi
pada 62,3% kasus dan kehilangan penglihatan fungsional pada 66,7% dari 77 kasus
dalam penelitian yang dipublikasikan sebelumnya juga mendukung pendekatan ini
[22].
Penelitian kami dibatasi oleh sifat retrospektif dan kecilnya jumlah pasien.
Kelangkaan relatif dari kasus ablasio retina pada anak-anak dibandingkan dengan orang
dewasa berarti angka-angka itu akan selalu kecil dalam ulasan per satuan. Namun sulit
untuk mengevaluasi hasil operasi untuk pasien anak dengan ablasio retina. Maka perlu
dilakukan penelitian lain dalam konteks ablasio retina pada anak.
Ablasi retina rhegmatogenous pediatrik adalah sautu penyakit yang jarang dan
menantang. Deteksi dan perawatan dini adalah faktor penting untuk meningkatkan hasil
bedah pada kasus ablasio retina pediatrik. Hasil yang buruk terutama disebabkan oleh
diagnosis yang tertunda dan ablasio retina yang berkepanjangan. Tingkat reattachment
dengan satu operasi jauh lebih sedikit dan hasil visual yang jauh lebih buruk pada
ablasio retina pediatrik bila dibandingkan dengan ablasio retina padqa dewasa.
Manajemen yang agresif akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan secara
anatomi. Pentingnya visus normal bahkan pada visus yang paling rendah sekalipun
untuk pasien-pasien anak ini berarti manajemen agresif ablasio retina pada pediatrik
dapat mempertahankan visus dan berdampak positif terhadap kehidupan pasien-pasien
ini. Kami menyediakan pengalaman ablasio retina pediatrik dalam satu unit selama
periode delapan tahun. Meskipun penelitian kami masih kecil, kami bertujuan untuk
menambah basis informasi global pada manajemen dan hasil berdasarkan kohort pada
pasien. Ini akan membantu memberikan dasar informasi bagi pasien dan orang tua
mereka ketika mendiskusikan potensi manfaat dan risiko operasi untuk ablasio retina
pada populasi pediatrik